Anda di halaman 1dari 36

BAB IV

PEMBERIAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Pendahuluan
Air adalah komponen tubuh manusia paling banyak.
Menyusun sekitar 60% dari berat tubuh. Pada orang dengan
berat badan 70 kilogram, total cairan tubuh rata-rata 60% berat
badan atau sekitar 42 liter. Persentase ini dapat berubah
tergantung pada usia, jenis kelamin dan derajat obesitas.
Cairan merupakan komponen penting bagi tubuh kita,
karena digunakan untuk proses kimia dalam tubuh, melarutkan
berbagai zat, dan mentranpsortasikan berbagai jenis zat yang
dibutuhkan tubuh untuk kepentingan sel-sel tubuh. Seseorang
bisa saja tetap saja hidup jika tidak makan dalam beberapa hari,
tetapi jika kekurangan cairan tubuh hanya dalam satu hari saja
orang bisa saja meninggal.Pentingnya kebutuhan cairan bagi
tubuh, maka sebagai tenaga pelayanan kesehatan perlu
memahami tanda kekurangan cairan, dan mampu melakukan
tindakan untuk mengatasi kekurangan cairan.
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran tentang kebutuhan cairan
mahasiswa diharapkan mampu memahami materi dengan baik.
1. Mampu menyebutkan distribusi cairan tubuh
2. Mampu menjelaskan komposisi cairan tubuh
3. Menjelaskan pengaturan cairan tubuh
4. Melakukan pengkajian ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit ditinjau dari aspek fisik dan prilaku.
5. Melakukan prosedur untuk memenuhi kebutuhan cairan
dan elektroliN MATERI

74
A. Cairan
1. Distribusi Cairan Tubuh
Cairan di dalam tubuh terdistribusi dalam dua
kompartemen cairan utama yaitu, cairan didalam sel,
cairan intrasel (CIS) dan cairan yang mengelilingi sel,
cairan ekstrasel (CES).
Kompartemen CIS membentuk sekitar dua pertiga dari air
tubuh total. Sepertiga sisa air tubuh terdapat dalam
kompartemen CES yang dibagi lagi menjadi plasma dan
cairan interstitium. Plasma merupakan bagian cairan dari
darah, membentuk seperlima volume CES. Cairan
interstitium terdapat diruang-ruang antara sel-sel atau
disebut cairan jaringan membentuk empat perlima dari
volume CES. Cairan jaringan ini merupakan lingkungan
internal sejati karena membasahi sel-sel jaringan
Dua kategori minor lainnya yang termasuk dalam CES
adalah limfe dan cairan lintas sel (transel). Limfe adalah
cairan yang dikembalikan dari cairan interstitium ke
plasma melalui sistem limfe tempat cairan tersebut
disaring untuk kepentingan pertahann imun. Cairan
lintas sel (transeluler fluid), terdiri atas sejumlah kecil
volume cairan khusus yang disekresikan oleh sel-sel
spesifik kedalam rongga tubuh tertentu untuk
melaksanakan fungsi khusus seperti, cairan
serebrospinalis yang mengelilingi, membentuk bantalan
dan memberi makan otak dan korda spinalis, cairan
intra okulus mempertahankan bentuk dan memberi
makan mata, cairan sinovial membasahi dan berfungsi
sebagai penyerap getaran bagi sendi, cairan perikardium,

75
pleura dan peritoneum masing-masing membasahi
jantung, paru dan usus, getah pencernaan mencernakan
makanan yang masuk

2. Komposisi Cairan Tubuh


Cairan yang bersirkulasi diseluruh tubuh didalam
ruang cairan intrasel dan ektrasel mengandung
elektrolit, mineral dan sel. Elektrolit, merupakan sebuah
unsur yang jika larut didalam air atau pelarut lain akan
pecah menjadi ion dan mampu membawa muatan listrik,
baik positif (kation) maupun negatif (anion). Konsentrasi
elektrolit didalam CIS dan CES berbeda, tapi jumlah total
anion dan kation didalam setiap kompartemen harus
sama. Eelektrolit berperan pada fungsi neuromuskuler
dan keseimbangan asam basa.
Mineral, merupakan unsur semua jaringan
dan cairan tubuh serta penting dalam mempertahankan
proses fisiologis. Mineral juga berperan dalam mengatur
keseimbangan elektrolit dan produksi hormon serta
menguatkan struktur tulang. Sel merupakan unit
fungsional dasar dari semua jaringan hidup. Contoh sel
yang berada didalam cairan tubuh adalah sel darah
merah dan sel darah putih.

3. Pergerakan cairan dalam tubuh


Cairan tubuh tidak statis. Cairan dan elektrolit di
dalam tubuh berpindah-pindah dari satu kompartemen
ke kompertemen lain. Perpindahan ini untuk
memfasilitasi proses-proses yang terjadi di dalam tubuh

76
misalnya untuk oksigenasi jaringan. Cairan tubuh dan
elektrolit berpindah melalui difusi, osmosis, transportasi
aktif atau filtrasi. Perpindahan tergantung pada
permeabilitas membrane sel atau kemampuan
membrane untuk ditembus cairan dan elektrolit
Beberapa cara pergerakan cairan dalam tubuh adalah
sebagai berikut:
a. Difusi
Adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke
rendah, sehingga konsentrasi zat atau partikel di
dalam cairan merata.
Konsentrasi tinggi konsentrasi rendah

O O
O O O
O O
O O

Substansi terlarut Membran


semipermeabel
b. Osmosis
Adalah perpindahan pelarut murni seperti air,
melalui membrane semipermeabel dari larutan yang
memiliki konsentrasi solute rendah ke larutan yang
memiliki konsentrasi solut tinggi. Membrane hanya
permeable terhadap zat pelarut tetapi tidak permeable
terhadap solute (zat terlarut) yang berupa partikel.
Kecepatan osmosis tergantung pada konsentrasi
solute di dalam larutan, suhu larutan, muatan listrik
solute. Konsentrasi larutan diukur dalam osmol yang

77
mencerminkan jumlah substansi dalam larutan yang
berbentuk molekul, ion atau keduanya

Tekanan osmotik merupakan tekanan dengan


kekuatan untuk menarik air, dan kekuatan ini
bergantung pada jumlah molekul di dalam larutan.
Suatu larutan dengan konsentrasi solute yang tinggi
memiliki tekanan osmotic tinggi sehingga air akan
tertarik masuk ke larutan tersebut.
Tekanan diberikan melalui membrane
semipermeabel, kecepatan osmosis tergantung pada
konsentrasi solute pada salah satu sisi membrane.
Tekanan osmosis disebut osmolalitas dengan satuan
osmol atau miliosmol per kilogram (mOsml/kg)
larutan. Misal osmolalitas serum normal 280-295
mOsml/kg.

Berdasarkan osmolalitasnya, larutan terbagi atas


beberapa jenis :
1). Larutan isotonic
Adalah larutan yang osmolalitasnya sama dengan
plasma darah. Jika larutan isotonic diberikan
melalui intravena (IV), akan mencegah
perpindahan cairan dan elektrolit dari
kompartemen intrasel. Contoh Salin normal 0,9%,
Ringer Laktat
2). Larutan hipotonik
Larutan dengan konsentrasi solute lebih rendah
dari plasma. Jika diberikan melalui IV,

78
menyebabkan air berpindah ke dalam sel. Contoh
salin 0,45%, salin 0,33%, Dekstrosa 2,5%.
3). Larutan hipertonik
Larutan dengan konsentrasi solute lebih tinggi
dari plasma. Jika diberikan melalui IV,
menyebabkan air berpindah dari intrasel ke
ekstrasel. Contoh Dextrosa 5%di dalam salin
0,45%, Dextrosa 5% di dalam salin normal,
dextrose 5% di dalam Ringer Laktat, Salin 3%.

Tekanan osmotic darah dipengaruhi oleh protein


plasma, yaitu albumin suatu protein serum yang
diproduksi secara alamiah oleh tubuh. Albumin
menghasilkan koloid osmotic atau tekanan onkotik,
yang cendrung menjaga cairan tetap berada dalam
kompartemen intravaskuler.
Dibagian ujung vena kapiler, tekanan onkotik
dan penurunan tekanan hidrostatik vena akan
menarik air dan produk sisa metabolism menuju
kapiler untuk difiltrasi melalui gainjal.

c. Filtrasi
Adalah suatu proses perpindahan air dan
substansi yang dapat larut secara bersamaan sebagai
respon terhadap adanya tekanan cairan.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan
oleh suatu likuid di dalam suatu ruangan. Darah dan
cairan arteri akan memasuki kapiler jika tekanan
hidrostatik lebih tinggi dari tekanan interstitial,

79
sehingga cairan dan solute berpindah dari kapiler
menuju sel.
Transpor cairan ekstraseluler
Cairan ektraseluler diangkut melalui seluruh
bagian tubuh dalam dua tahap. Pertama meliputi
gerakan darah mengitari sistem sirkulasi secara
berulang-ulang. Kedua pergerakan cairan antara
kapiler darah dan sel.
Ketika darah melewati kapiler, terjadi pertukaran
cairan ektraseluler secara terus menerus diantara
plasma darah dengan cairan interstitial yang mengisi
ruang antar sel yaitu ruang interseluler. Pertukaran ini
terjadi secara difusi bolak balik antara cairan dan
bahan yang terlarut didalamnya. Jadi cairan
ektraseluler yang terdapat diseluruh tubuh baik dalam
plasma dan ruang interstitial tercampur secara terus
menerus, sehingga homogenitas seluruh tubuh dapat
dipertahankan.

d. Transportasi Aktif
Memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran
energy untuk menggerakkan berbagai materi agar
menembus membrane sel. Kondisi ini memungkinkan
sel menerima molekul besar, sel juga dapat
memindahkan molekul dari konsentrasi rendah ke
tinggi. Misalnya natrium dipompa ke luar sel, dank
alum dipompa masuk ke dalam sel.

80
Proses ini membutuhkan molekul pembawa (carrier-
molekul), misal glukosa mengikatkan diri ke insulin
kemudian memasuki sel.

4. Pengaturan cairan
a. Asupan cairan
Asupan cairan terutama diatur oleh mekanisme
rasa haus. Pusat pengendalian rasa haus terletak di
hipothalamus otak. Stimulus fisiologis utama terhadap
pusat rasa haus adalah peningkatan konsentrasi
plasma dan penurunan volume darah. Sel – sel reseftor
disebut osmoreseftor. Bila kehilangan cairan terlalu
banyak, maka osmolaritas cairan meningkat,
selanjutnya osmoreseftor akan terangsang dan
mengaktifkan pusat rasa haus, sehingga seseorang
merasa haus dan mencari air. Rangsangan juga
diteruskan ke hipofise posterior, berakibat produksi
anti deuretik hormone (ADH) meningkat, menyebabkan
penyerapan air ditubulus ginjal meningkat, urin
menjadi sedikit. Faktor lain yang mempengaruhi pusat
rasa haus adalah , keringnya membrane mukosa faring,
mulut, kehilangan kalium, angiotensin II dan factor
psikologis.
Asupan cairan juga diperoleh dari asupan
makanan, berasal dari proses sintesis dalam tubuh
sebagai hasil oksidasi karbohidrat berjumlah 200 ml
/hari. Total asupan cairan harian kira-kira 2300
ml/hari. Asupan ini sangat bervariasi tergantung pada
cuaca, kebiasaan dan tingkat aktivitas tubuh.

81
Asupan cairan melalui oral, dimungkinkan bila
individu sadar. Klien yang mengalami kerusakan
neurologis atau psikologis, tidak dapat merasakan atau
merespon mekanisme rasa haus pada dri mereka.
Akibatnya, berisko mengalami dehidrasi.

b. Haluaran cairan
Pengeluaran cairan tubuh terjadi melalui beberapa
cara. Cairan tubuh terutama dikeluarkan melalui ginjal
dan saluran gastrointestinal. Orang dewasa setiap
menit menerima sekitar 125 ml plasma untuk disaring
dan mampu memproduksi urine sekitar 60 ml (40-80
ml) setiap jam atau sekitar 1,5 liter setiap hari.
Banyaknya jumlah urine yang diproduksi dipengaruhi
oleh hormone ADH dan aldosteron .

Selain melalui ginjal dan saluran cerna, kehilangan


air juga terjadi melalui kulit. Kehilangan air melalui
kulit diatur oleh kerja saraf sympatis yang
mengaktifkan kelenjar keringat. Stimulasi kelenjar
keringat dihasilkan dari olahraga otot, dan proses
metabolik.

Pengeluaran cairan yang tidak dirasakan


(insensible fluid loss, IWL), . Pengeluaran cairan ini
terjadi secara terus menerus dan tidak dirasakan yaitu
melalui evaporasi dari traktus respiratorius dan difusi
melalui keringat. Keduanya mengeluarkan cairan kira-

82
kira 700 ml/hari dalam keadaan normal. Pengeluaran
cairan melalui kulit dapat diminimalkan oleh lapisan
korneum kulit yang banyak mengandung kolesterol.
Oleh karena itu bila lapisan korneum hilang misal pada
luka bakar luas, maka kecepatan evaporasi meningkat.
Pengeluaran cairan melalui evaporasi traktus
respiratorius disebabkan karena udara yang memasuki
traktus respiratorius harus dijenuhkan dengan
pengembunan sampai mencapai tekanan yang
diperlukan sebelum dikeluarkan.

Pengeluaran cairan yang dirasakan atau secara


sensibel water loss (SWL) meliputi pengeluaran cairan
melalui keringat. Jumlah cairan yang keluar melalui
keringat bervariasi tergantung suhu lingkungan dan
aktivitas fisik. Dalam keadaan normal jumlahnya 100
ml/hari. Pengeluaran cairan melalui feses hanya sedikit
yaitu 100 ml/hari. Sedangkan pengeluaran cairan
melalui ginjal dalam bentuk urine rata-rata 1400
ml/hari. Jadi total pengeluaran cairan tubuh sebanyak
2300 ml/hari, sama seperti volume pemasukan cairan.
Keseimbangan ini tidak terjadi secara kebetulan, dalam
keaadaan normal pengeluaran air setara dengan
pemasukan air, sehingga air didalam tubuh tetap
berada dalam keseimbangan.

83
B. ELEKTROLIT
1. Pengaturan Elektrolit
a. Kation
Kation terdapat pada cairan ekstresel dan intrasel.
Kation utama yaitu Natrium (Na+), kalium (K+), kalsium
(Ca²+), dan magnesium (²+).
Natrium, merupakan kation yang paling banyak
jumlahnya dalam cairan ekstrasel. Berperan dalam
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Nilai normal dalam serum 135-145 mEq/L. Dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit, air mengikuti
natrium. Jika ginjal menahan natrium maka cairan juga
ditahan, jika ginjal mengekskresikan natrium cairan juga
diekskresi. Individu dengan fungsi ginjal normal mampu
mempertahankan kadar natrium serum tetap berada
dalam batas normal.

Kalium, merupakan kation utama intrasel. Berfungsi


dalam mengatur rangsangan neuromuskuler, dan
kontraksi otot. Nilai normal kalium serum 3,5-5,3
mEq/L. Kalium berperan dalam membantu
keseimbangan asam basa karena kalium dapat ditukar
dengan ion hydrogen (H+).
Pengaturan kalium oleh ginjal.
Kondisi yang menurunkan ekskresi urine akan
menurunkan ekskresi kalium. Pengaturan lain berupa
pertukaran ion kalium dan ion natrium di tubulus
ginjal. Bila natrium dipertahankan maka kalium akan
diekskresikan.

84
Kalsium, berperan untuk struktur membransel,
konduksi jantung, pembekuan darah, pertumbuhan dan
pembentukan tulang. Nilai normal kalsium serum 4-5
mEq/L. Sebagian besar terdapat dalam tulang dan gigi.
Sebagian kecil dalam cairan tubuh. Keseimbangan
kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh kerja
hormone paratiroid (PTH) dan tiroid. PTH mengontrol
keseimbangan kalsium ditulang dengan mempengaruhi
absorbs kalsium di gastrointestinal dan ekskresi kalsium
di ginjal.
Magnesium, merupakan kation terpenting kedua di
dalam cairan intrasel, penting untuk aktivitas enzim,
neurokimia dan eksitabilitas otot. Nilai normal dalam
serum 1,5-2,5 mEq/L. Mekanisme ekskresi diatur oleh
ginjal.
b. Anion
Anion utama adalah klorida (CL-), bikarbonat (HCO3),
dan fosfat. Anion terdapat dalam cairan intrasel dan
ekstrasel. Mempengaruhi keseimbangan cairan,
elektrrolit dan asam basa.
Klorida, ditemukan dalam cairan ekstrasel dan
intrasel. Keseimbangan dipertahankan melalui asupan
makanan dan ekskresi, absorpsi ginjal. Nilai normal
klorida dalam serum 100-106 mEq/L.
Bikarbonat, adalah buffer kimia utama dalam tubuh.
Ion bikarbonat terdapat dalam cairan intrasel dan
ekstrasel. Nilai bikarbonat normal dalam arteri berkisar
antara 22-26 mEq/L. Di dalam darah vena, bikarbonat

85
diukur melalui kandungan karbon dioksida, nilai normal
24-30 mEq/L.
Bikarbonat berperan sangat penting dalam
keseimbangan asam basa. Bikarbonat diatur oleh ginjal.
Bila tubuh membutuhkan banyak basa, ginjal akan
mereabsorpsi bikarbonat dalam julmah banyak dan akan
dikembalikan ke dalam cairan ekstrasel.

Fosfat, merupakan anion buffer dalam cairan intrasel


dan ekstrasel. Nilai normal fosfat serum 2,5-4,5 mg/100
ml. Fosfat berpartisipasi dalam pengaturan asam basa.
Fosfat merupakan penyangga sistem kemih yang penting.
Sistem penyangga fosfat terdiri dari garam fosfat asam
( NaH2P04) yang dapat memberikan H+ bebas jika
konsentrasi H+ turun, dan sebuah garam fosfat biasa
(Na2HP04) yang dapat menerima sebuah H+ bebas
apabila konsentrasi H+ meningkat. Penyangga fosfat
berfungsi sebagai penyangga urin yang baik. Kelebihan
fosfat yang difiltrasi tidak diserap tetapi tetap berada
ditubulus untuk diekskresikan. Fosfat yang di
ekskresikan ini menyangga urin pada saat urin sedang
dibentuk dengan menarik H+ yang disekresikan ke
dalam cairan tubulus dari larutan. Fosfat ini merupakan
satu-satunya penyangga diurin selama
pembentukkannya.

2. Hormon Pengatur Keseimbangan cairan dan Elektrolit


Hormon utama yang mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit adalah:

86
a. Anti Deuretik Hormon (ADH)
Kekurangan air seperti pada kondisi muntah-muntah,
diare, perdarahan, akan meningkatkan osmolalitas
darah, akibatnya osmoreseftor di pembuluh darah
mendapatkan rangsangan, diteruskan ke
hypothalamus diteruskan ke hipofise posterior
sehingga ADH dilepaskan. ADH meningkatkan
absorpsi cairan di tubulus ginjal, dan air dikembalikan
ke sirkulasi darah, dengan demikian produksi urine
menurun.
b. Aldosteron
Merupakan suatu mineralokortikoid yang diproduksi
oleh korteks adrenal. Aldosteron mengatur
keseimbangan natrium dan kalium dengan
mempengaruhi tubulus ginjal untuk mengekskresi
kalium dan mereasorbpsi natrium. Akibatnya air juga
akan direabsorpsi dan dikembalikan ke volume darah.
c. Glukokortikoid
Mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit.
Kelebihan sekresi hormone ini dalam sirkulasi dapat
menyebabkan tubuh menahan air, seperti pada
penyakit cushing syndrome.

C. Gangguan keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Terdapat dua tipe ketidak seimbangan cairan yaitu :


1. Ketidakseimbangan isotonic
Ketidakseimbangan isotonic (kelebihan atau kekurangan)
isotonic terjadi jika air dan elektrolit diperoleh sama atau
hilang dalam porsi yang sama.

87
a. Kekurangan volume cairan
Terjadi jika air dan elektrolit yang hilang berada di
dalam proporsi isotonic, kadar elektrolit dalam serum
tetap tidak berubah. Klien yang berisiko mengalami
kekurangan volume cairan ini adalah klien yang
mengalami kehilangan cairan melalui gastrointestinal
seperti: muntah, penghisap lambung, diare, fistula,
perdarahan, pemberian obat deuretik, keringat yang
banyak,demam dan penurunan asupan oral. Bayi dan
lansia paling cepat terpengaruh akibat kehilangan
cairan dan elektrolit ini.

b. Kelebihan volume cairan


Terjadi saat air dan natrium dipertahankan dalam
proporsi isotonic sehingga menyebabkan hipervolemia
tanpa disertai perubahan kadar elektrolit serum.
Individu yang berrisiko mengalami kelebihan olume
cairan ini adalah yang menderita gagal jantung
kongestif, gagal ginjal dan sirosis.

2. Ketidakseimbangan osmolar
Adalah kondisi diimana terjadi kehilangan atau kelebihan
air saja sehingga konsentrasi (osmolalitas) serum
dipengaruhi.
a. Ketidakseimbangan hiperosmolar (dehidrasi)
Terjadi jika kehilangan air tanpa disertai kehilangan
elektrolit yang sepadan, terutama natrium, atau jika
terdapat peningkatan zat yang diperoleh melalui

88
osmosis aktif, menyebabkan kadar natrium serum,
osmolalitas serta dehidrasi intrasel meningkat
Faktor resiko terjadi pada kondisi seprti, gangguan
asupan oral, lansia, penurunan respon terhadap rasa
haus, peningkatan proporsi lemak tubuh, penurunan
sekresi ADH, dan pemberian formula hipertonik. Pada
kondisi ini air bergerak keluar dari cairan intrasel
untuk mempertahankan volume ekstrasel. Akibatnya
fungsi selulermenjadi rusak dan sirkulasi menjadi
kolaps.

b. Ketidakseimbangan hipoosmolar (kelebihan cairan)


Terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi
psikogenik, atau sekresi ADH berlebihan. Efek
keseluruhannya adalah dilusi atau pengenceran
volume cairan ekstrasel disertai osmosis air ke dalam
sel. Sel-sel otak sangat sensitive, dan proses ini dapat
menyebabkan edema serebral, yang dapat
menurunkan tingkat kesadaran, koma dan kematian.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan


dan Elektrolit
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan
cairan dan elektrolit. Faktor tersebut dijelaskan sebagai
berikut:

1. Usia
Bayi memiliki total proporsi air dalam tubuh lebih besar
daripada total proporsi air dalam tubuh anak usia

89
sekolah, remaja atau orang dewasa. Akan tetapi bayi
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kekurangan
vvolume cairan atau ketidakseimbangan hiperosmolar,
karena per kilogram berat tubuhnya akan kehilangan air
yang lebih besar secara proporsional.
Anak-anak, pada kondisi sakit respon pengaturan dan
kompensasi mereka terhadap ketidakseimbangan menjadi
kurang stabil. Misalnya pada kondisi demam, dapat
berlangsung lama dengan suhu yang tinggi, serta
meningkatkan kecepatan kehilangan air yang tidak
dirasakan.

Remaja, perubahan keseimbangan cairan pada remaja


perempuan lebih besar karena adanya perubahan
hormonal yang berhubungan dengan siklus menstruasi.
Terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan,
meningkatkan metabolic sehingga sejumlah air dihasilkan
sebagai produkakhir metabolisme.

Lansia, risiko untuk mengalami ketidakseimbangan cairan


dan elektrolit berhubungan dengan, pertama total air
tubuh menurun, penurunan fungsi ginjal dan
ketidakmampuan mengosentrasikan urin, adanya
penyakitkronik, efek penggunaan obat seperti deuretik
pada penderita hipertensi. Pengkajian turgor pada lansia
paling baik diperiksa di dahi atau di sternum karena
elastisitas kulit didaerah ini paling normal.

90
2. Ukuran tubuh
Ukuran dan komposisi tubuh berpengaruh pada jumlah
total air dalam tubuh. Lemak tidak mengandung air,
karena itu individu gemuk (obese) memiliki proporsi air
tubuh yang lebih sedikit. Oleh karena itu memiliki jumlah
total air lebih sedikit dibandingkan pria.

3. Temperatur Lingkungan
Lingkungan yang panas atau peningkatan suhu tubuh
38,5˚C, meningkatkan vasodilatasi perifer, menyebabkan
lebih banyak darah yang memasuki permukaan tubuh,
keringat akan lebih banyak keluar untuk mendinginkan
darah perifer, agar suhu tubuh turun. Berkeringat
meningkatkan kehilangan cairan tubuh menyebabkan
kehilangan ion-ion natrium dan klorida. Sebagai
kompensasi, tubuh meningkatkan curah jantung dan
frekuensi denyut nadi, peningkatan sekresi aldosteron,
menyebabkan retensi aldosteron berakibat retensi natrium
dan ekskresi kalium. Semua respon ini dapat
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.

4. Gaya Hidup
Diet, asupan cairan, garam,kalium, kalsium,
magnesium,karbohidrat, lemak dan protein membantu
mempertahankan status cairan, elektrolit dan asam basa.
Ketika asupan nutrisi tidak adekuat, tubuh berupaya
mempertahankan cadangan protein dengan memecah
cadanagn glikogen dan lemak. Bila terjadi pemecahan
lemak yang berlebihan dapat menyebabkan acidosis

91
metabolic akibat produksi benda keton, suatu asam kuat.
Setelah sumber-sumber tersebut habis, maka tubuh mulai
memecah simpanan protein. Bila kadar protein serum
menurun terjadilah hipoalbuminemia. Pada
hipoalbuminemia tekanan koloid osmotk serum menurun,
menyebabkan cairan berpindah dari volume darah
sirkulasi kemudian memasuki ruang cairan interstitial.
Akibatnya terjadi kekurangan volume cairan di dalam
ekstrasel.

Stres, meningkatkan kadar aldosteron dan glukokortikoid,


menyebabkan retensi natrium dan air. Selain itu
peningkatan ADH pada stress menurunkan haluaran
urine. Jadi efek respon stress adalah meningkatkan
volume cairan. Akibatnya curah jantung, tekanan darah,
dan perfusi ke organ –organ utama meningkat. Olahraga,
meningkatkan pengeluaran cairan melalui pengeluaran
keringat. Oleh karena itu perlu meningkatkan asupan
cairan.

E. Pengkajian Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit


1. Pengkajian
Identifikasi kondisi yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
a. Pembedahan
Hari kedua sampai hari kelima setelah pembedahan
terjadi perubahan keseimbangan cairan. Pembedahan
merupakan stres fisik. Respon fisiologis tubuh terhadap
stres adalah diproduksinya hormone aldosteron,

92
glukokortikoid dan ADH, serta teraktivasinya system
saraf simpatis.
Peningkatan sekresi aldosteron dan glukokortikoid
terjadi selama 24 jam sampai 48jam, Dampaknya
menyebabkan retensi cairan, natrium, klorida
sedangkan kalium diekskresikan. Peningkatan sekresi
ADH menyebabkan penurunan haluaran urine. Selama
fase retensi cairan , respon system saraf simpatik
membantu mempertahankan volume sirkulasi darah
dan tekanan darah setelah pembedahan. Setelah hari
kedua pasca operasi, dimulailah fase deuretik, kadar
hormone kembali ke nilai normal, dan kelebihan
natrium dan air diekskresikan.
Setelah pembedahan umumnya klien enggan
mengambil napas dalam dan batuk efektif, sehingga
dapat mengalami acidosis respiratorik akibat
tertahannya CO2 dan PaCO2 meningkat.

b. Luka bakar
Klien yang mengalami luka bakar derajat dua dan tiga
dapat mengalami kehilangan cairan tubuh dengan cara,
pertama plasma meninggalkan ruang intravaskuler dan
terperangkap sebagai edema, kedua plasma dan cairan
interstitial sel hilang sebagai eksudat luka bakar. Ketiga
uap air dan panas hilang sesuai dengan besarnya
daerah kulit yang terbakar. Keempat darah bocor dari
kapiler yang sudah rusak, sehingga menambah
kehilangan volume cairan intravaskuler. Terakhir

93
perpindahan natrium dan air masuk ke dalam sel,
sehingga volume ekstrasel semakin berkurang.

c. Gangguan Kardiovaskuler
Kegagalan jantung menyebabkan fungsi jantung sebagai
pompa darah tidak efektif. Akibatnya curah jantung
menurun, menyebabkan perfusi ke ginjal menurun dan
haluaran urine berkurang. Terjadi peningkatan natrium
dan air, menyebabkan beban kerja sirkulasi berlebih,
sehingga terjadi edema paru. Pada kondisi ini penting
membatasi asupan cairan dan natrium untuk
menurunkan kerja ventrikel kiri jantung dengan cara
mengurangi volume cairan sirkulasi yang berlebihan.

d. Gangguan Pernapasan
Kondisi pernapasan dapat menjadi penyebab gangguan
keseimbangan asam basa. Acidosis respiratorik dapat
disebabkan karena pneumonia, penggunaan seedatif,
penyakit paru obstruktif menahun mengganggu
eliminasi karbon dioksida. Kondisi yang menyebabkan
hiperventilasi seperti penurunan kadar oksigen arteri,
ansietas atau demam dapat menyebabkan alkalosis
respiratorik.

e. Gangguan Ginjal
Gagal ginjal menyebabkan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit dan asam basa. Gangguan fungsi ginjal
menyebabkan retensi abnormal dari natrium, klorida,
kalium, dan air di dalam cairan ekstrasel. Kemudian

94
sisa metabolic yang bersifat toksik seperti BUN,
kreatinin, meningkat karena ginjal tidak mampu
menyaring dan mengekskresikan produk sisa
metabolisme seluler tersebut. Ion hydrogen yang
meningkat tidak mampu dikeluarkan karena fungsi
ginjal terganggu, sehingga terjadi acidosis metabolic.

f. Cidera Kepala
Dapat menyebabkan edema serebral. Edema terkadang
menyebabkan tekanan pada hipofise berakibat sekresi
ADH berubah. Penurunan sekresi ADH menyebabkan
peningkatan ekskresi larutan urine. Sedangkan
peningkatan sekresi ADH menyebabkan peningkatan
volume cairan ekstrasel, hiponatremia, dan
hipoosmolalitas.

g. Gangguan Saluran cerna


Pengisapan gastroenteritis dan nasogastrik
menyebabkan kehilangan cairan, kalium dan ion
klorida. Ion hirogen juga hilang menyebabkan gangguan
keseimbangan asam basa. Kondisi seperti diare
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan gangguan
keseimbangan cairan, dan elektrolit akan ditemukan
kondisi fisik sebagai berikut :

95
a. Perubahan Berat Badan
Pengurangan berat badan, akibat berkurangnya volume
cairan (penurunan 2%-5% kekurangan volume cairan
ringan, penurunan 5%-10% kekurangan olume cairan
sedang, penurunan 10%-15% kekurangan volume
cairan berat)

Penambahan berat badan (BB), akibat kelebihan


volume cairan (penambahan BB 2% kelebihan volume
cairan ringan, penambahan BB 5% kelebihan volume
cairan sedang dan penambahan BB 8% kelebihan
volume cairan berat.

b. Kepala
Pada kekurangan volume cairan dapat ditemukan
keluhan sakit kepala, pusing, letargis, konfusi bahkan
disorientasi.
Pada bayi, fontanel (ubun-ubun) cekung pada
kekurangan volume cairan dan menonjol pada
kelebihan cairan.
c. Mata
Kekurangan volume cairan , mata cekung, konjungtiva
kering, air mata berkurang atau tidak ada.
Kelebihan volume cairan, ditemukan edema periorbital,
papiledema
d. Tenggorok dan mulut
Kekurangan volume cairan, membrane mukosa kering,
lengket, bibir pecah-pecah, saliva menurun.

96
e. Sistem Kardiovaskuler
Kekurangan volume cairan, vena leher datar, pengisian
vena lambat, frekuensi denyut nadi menurun, lemah,
tekanan darah rendah, pengisian kapiler menurun.
Kelebihan volume cairan, vena leher distensi, edema,
frekunsi denyut nadi meningkat.
f. Sistem Pernapasan
Kelebihan volume cairan, menyebabkan dispnea,
frekuensi napas meningkat.
g. Sistem gastrointestinal
Kekurangan volume cairan, abdomen cekung, pada
diare hiperperistaltik
h. Sistem Ginjal
Kekurangan volume cairan, menyebabkan
oliguri/anuri, berat jenis urine meningkat
Kelebihan volume cairan, deuresis jika fungsi ginjal
normal
i. Sistem Neuromuskular
Pada gangguan elektrolit dan asam basa dapat ditemui,
baal, kesemutan, kram otot, tetani, koma, tremor, reflek
tendon menurun (hipermagnesemia), reflek tendon
meningkat/hiperaktif pada hipomagnesemia.
j. Kulit
Kekurangan volume cairan, suhu tubuh menurun atau
meningkat, kering, kemerahan, turgor kulit tidak
elastic, kulit dingin dan lembab.

97
3. Penghitungan asupan dan haluaran cairan
Dilakukan dalam 24 jam.
a. Asupan, meliputi :
Asupan oral meliputi semua cairan yang dikonsumsi
melalui mulut seperti, sup, jus, air, es krim dan lain-
lain.
Asupan melalui selang nasogastrik atau melalui cairan
intravena, termasuk tranfusi darah.
b. Haluaran, mencakup: urine, diare, muntah, pengisapan
gaster, dan drainase dari selang pasca bedah.

Pengukuran asupan dan haluaran urine dilakukan pada


klien pasca pembedahan, klien demam, asupan cairan
dibatasi, menerima terapi deuretik, atau terapi intravena
dan dengan penyakit ginjal.
Pengukuran asupan dan haluaran cairan dapat dilakukan
pada setiap shift. Pada akhir setiap shift asupan dan
haluaran cairan di total. Kemudian jumlah total asupan
dan haluaran selama 24 jam didokumentasikan.

4. Pemeriksaan Laboratorium
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa,
berdampak terhadap perubahan nilai normal kimia darah.
a. Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan
status elektrolit dan status hidrasi. Elektrolit yang
sering diukur dalam darah vena, ion natrium, kalium,
klorida, bikarbonat dan karbon dioksida.

98
b. Hitung darah lengkap, adalah pemeriksaan untuk
menilai jumlah sel darah merah, putih dan sel darah
merah per millimeter kubik.
Perubahan hitung darah lengkap, terutama
perubahan hematokrit menggambarkan kondisi
dehidrasi atau overhidrasi.
c. Kadar kreatin darah. Kreatin adalah produk normal
metabolism otot dan diekskresikan dalam kadar yang
cukup konstatn. Perubahan kadar kreatin bermanfaat
dalam mengukur fungsi ginjal
d. Pemeriksaan berat jenis (BJ) urin
Menggambarkan derajat konsentrasi urine. Dihitung
menggunakan urinometer. Rentang berat jenis urine
normal berkisar antara 1.003 sampai 1.030. Urine
dengan berat jenis lebih rendah (1.003) lebih larut
daripada urine dengan berat jenis tinggi (1.030)

E. Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit


1. Pembatasan cairan
Ketidakseimbangan cairan dapat berupa kekurangan dan
kelebihan volume cairan. Pada kondisi terjadi kelebihan
volume cairan tubuh, baik akibat intake yang berlebihan
atau akibat proses penyakit, seperti klien gagal ginjal, gagal
jantung, korpulmonal, maka intake cairan harus dibatasi.
Program pembatasan cairan harus dijelaskan pada klien,
tujuan pembatasan, alasan pembatasan, dan jumlah cairan
yang diperbolehkan.

99
Cara pembatasan cairan
a. pertama hitung jumlah total cairan oral.
b. Berikan setengah dari jumlah total cairan oral pada
pukul 0.8.00 dan 16.00, karena pada periode ini klien
lebih aktif dan mendapatkan dua kali makan, serta
meminum sejumlah obat.
c. Berikan 2/5 dari jumlah total asupan cairan pada pukul
16.00 dan pukul 23.00.
d. Antara pukul 23.00 sampai pukul 0.8.00, berikan sisa
cairan total.

2. Penggantian cairan secara enteral


Cairan yang hilang atau volume cairan tubuh kurang,
harus diberikan cairan pengganti. Penggantian secara
secara enteral dilakukan melalui rute oral dan selang
pemberi makan
a. Penggantian cairan per oral
Penggantian cairan dan elektrolit peroral dilakukan bila
klien tidak muntah, tidak mengalami kehilangan cairan
dalam jumlah besar, tidak mengalami obstruksi mekanis
dalam saluran pencernaan, kecuali jika
dikontraindikasikan. Prinsip mengganti cairan melalui
oral pada klien yang mengalami kekurangan cairan,
harus memilih cairan yang mengandung kalori dan
elektrolit yang adekuat. Contoh cairan oral antara lain,
pedialit, jus apel, jus anggur, jus jeruk, dan teh
b. Pemberian cairan melalui selang pemberian makan
Pemberian cairan melalui selang makan diberikan jika
pencernaan klien sehat tetapi klien tidak mampu

100
menelan, misal pada kondisi reflek menelan terganggu,
atau setelah bedah oral. Bentuk berupa nasogastrik
tube (NGT), gastrostomi atau jejenustomi.
2. Penggantian cairan dan elektrolit secara parenteral.
Merupakan penggantian cairan dan elektrolit melalui
cairan infuse yang diberikan langsung ke dalam darah.
Penggantian cairan dan elektrolit parenteral meliputi,
terapi pemberian nutrisi parenteral (NPT), terapi cairan
dan elektrolit intravena, serta penggantian darah.
1). Nutrisi Parenteral Total (NPT)
Diberikan pada klien yang tidak mampu mendigesti
atau mencerna, atau tidak mampu mengabsorbsi
nutrisi enteral. NPT merupakan nutrisi dalam bentuk
larutan hipertonik yang adekuat, terdiri dari glukosa
dan nutrien lain serta elektrolit yang diberikan melalui
intravena sentral untuk mencegah trombosis.
Larutannya seperti, dektrosa 12%-25%, asam amino
3%-6%, campuran nutrien total 3 dalam 1 (larutan
yang mengandung dektrosa, asam amino, dan lemak).

2). Terapi Intravena (IV) atau Pemberian Infus


. a. Tujuan pemberian infus
Adalah untuk mengoreksi atau mencegah gangguan
cairan dan elektrolit. Diberikan pada klien yang
tidak boleh mengkonsumsi apapun melalui mulut
selama dua hari, klien mengalami kekurangan
cairan missal, pada luka bakar luas, perdarahan,
diare dan lain-lain.

101
b. Jenis larutan infus
Kategori larutan elektrolit terbagai menjadi :
larutan isotonik, jika osmolaritasnya mendekati
osmolaritas plasma. Digunakan untuk penggantian
volume ektrasel. Larutan hipotonik ialah larutan
yang memiliki osmolaritas kurang dari osmolaritas
plasma, larutan hipertonik ialah larutan yang
memiliki osmolaritas lebih besar dari osmolaritas
plasma. Penggunaan larutan hipotonik dan
hipertonik didasarkan pada ketidakseimbangan
elektrolit yang spesifik.

c. Lokasi pemasangan infus


Lokasi pemasangan infus pada pembuluh darah
vena. Tempat pungsi vena yang umum digunakan
adalah pembuluh vena pada tangan dan lengan.
Tempat pungsi vena yang dikontraindikasikan
adalah didaerah yang terdapat tanda-tanda infeksi
(berwarna merah, kenyal, bengkak, hangat saat
disentuh), infiltrasi, trombus (bekuan). Daerah
yang terinfeksi tidak digunakan karena bahaya
masuknya bakteri dari permukaan kulit ke dalam
aliran darah.
Tangan yang digunakan sebaiknya yang tidak
dominan. Pemasangan pertama pada vena di
daerah distal, kemudian vena di daerah proksimal.
Lokasi pemasangan vena dijelaskan pada gambar.

102
Gambar 1. Pembuluh darah vena tempat infuse intravena
(A. Permukaan dorsal tangan B. Lengan bagian dalam C.
Permukaan dorsal kaki)

Gambar 2. Pembuluh Vena Dorsal tangan

103
Gambar 3. Pembuluh Darah Vena Pada Bayi

Terapi intravena berupa pemasangan infuse


merupakan salah satu teknik pungsi vena. Pungsi vena
adalah teknik yang digunakan untuk memungsi vena
secara transkutan dengan menggunakan pemflon yang
kaku dan tajam misalnya jarum kupu-kupu (wing nedl),
dan jarum dari logam.
Tujuan pungsi vena adalah untuk mengambil
specimen darah, memasukkan obat, memulai infuse
intravena, menginjeksi zat radiopaque atau alat
perekam jejak radioaktif untuk pemeriksaan khusus.

104
Alat yang digunakan untuk pemberian cairan secara
parenteral, harus memperhatikan prinsip sterilitas.
Prinsip pencegahan penularan penyakit terhadap petugas
juga harus diterapkan.

d. Komplikasi Pemasangan infus


Terdapat beberapa komplikasi pemasangan infuse yaitu:
1). Infiltrasi
Terjadi jika cairan IV memasuki ruang subcutan
disekeliling tempat pungsi vena. Tanda dan gejala
berupa: pembengkakan yang menyebabkan aliran
cairan melambat atau berhenti, nyeri akibat edema.
Tindakan, hentikan pemasangan infus, dan pasang
selang IV ditempat yang baru. Tinggikan daerah yang
mengalami infiltrasi untuk meningkatkan drainase
vena dan mengurangi edema. Bungkus daerah
infiltrasi dalam handuk hangat selama 20 menit
untuk meningkatkan sirkulasi dan mengurangi nyeri
dan edema.
2). Flebitis
Adalah peradangan vena yang disebabkan oleh
kateter atau iritasi kimiawi dan obat-obatan yang
diberikan secara IV. Tanda dan gejala nyeri,
temperature kulit diatas vena meningkat dan
kemerahan tempat insersi atau sepanjang jalur
intravena.
Tindakan, hentikan infuse pasang infuse intravena
baru ke dalam vena yang lain. Kompres hangat,

105
lembab dan panas pada tempat flebitis untuk
mengurangi nyeri.
Bahaya flebitis, dapat menyebabkan tromboflebitis
sehingga terbentuk bekuan darah yang dapat
menyebabkan pembentukan emboli.
3). Beban Cairan Berlebih
Dapat terjadi pada klien yang menerima pemberian
larutan yang terlalu cepat. Gejala berupa dispnea,
krekels di paru-paru, dan takikardi. Tindakan,
perlambat aliran infuse, kolaborasi dengan dokter
biasanya diberikan obat deuretik.
4). Perdarahan
Dapat terjadi disekitar tempat pungsi vena selama
infus terpasang. Perdarahan dapat terjadi pada klien
yang mendapatkan terapi heparin atau yang
mengalami gangguan pembekuan darah. Biasanya
perdarahan hanya berupa rembesan lambat dan
tidak fatal.
Tindakan, bila kateter masih terdapat di dalam
vena, letakkan balutan untuk menekan tempat
pungsi vena untuk mengontrol perdarahan.
5). Infeksi
Dapat disebabkan oleh kontaminasi system
intravena, dan kontaminasi tempat pungsi vena atau
akibat larutan yang terkontaminasi. Tanda dan
gejala berupa tromboflebitis purulen, selulitis,
eritema, pembengkakan dan nyeri ditempat pungsi
vena.

106
Pencegahan, cuci tangan efektif untuk
menghilangkan mikroorganisme, menggunakan
sarung tangan saat melakukan prosedur. Mengganti
larutan IV sekurang-kurangnya setiap 24 jam. Ganti
semua kateter vena perifer sekurang-kurangnya
setiap 72 jam. Pertahankan sterilitas sistem
intravena saat mengganti selang, larutan dan
balutan.
e. Mengatur Kecepatan Aliran Intravena
Kecepatan aliran cairan intravena harus diatur dengan
tepat. Aliran cairan yang lambat dapat menyebabkan
kolaps kardiovaskuler, sedangkan aliran cairan yang
cepat dapat menyebabkan beban cairan berlebihan yang
dapat membahayakn ginjal, kardiovaskuler dan
neuromuskuler.
f. Mengganti balutan Intravena
Balutan intravena harus diganti setiap 48 jam sampai 72
jam. Hal ini penting untuk mempertahankan kondisi
aseptic dan mencegah infeksi.

4. Pemberian Tranfusi Darah


a. Pengertian
Tranfusi darah merupakan tindakan yang dilakukan
pada klien yang membutuhkan darah/produk darah
dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan
menggunakan set tranfusi.
b. Tujuan tranfusi darah
1). Meningkatkan volume darah sirkulasi setelah
pembedahan, trauma atau perdarahan.

107
2). Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk
meningkatkan kadar HB pada klien anemia berat.
3). Memperbaiki kadar protein serum

c. Reaksi Tranfusi dan Penatalaksanaan


1). Urtikaria
Terjadi bila resipien menderita alergi terhadap
protein plasma. Reaksi dapat timbul selama atau
satu jam setelah tranfusi. Tanda dan gejala
kemerahan local, bintik-bintik merah dan gatal,
bengkak. Penatalaksanaan hentikan tranfusi
darah, ukur tanda-tanda vital setiap 15 menit,
kolaborasi dokter untuk pemberian antihistamin.
2). Demam non hemolitik
Disebabkan karena antibody resipien bereaksi
terhadap antigen sel darah donor. Merupakan
reaksi yang paling sering muncul. Timbul 30 menit
pertama sampai 6 jam setelah tranfusi. Tanda dan
gejala demam, kemerahan, menggigil, sakit kepala,
ansietas dan nyeri otot. Penalaksanaan hentikan
tranfusi, kolaborasi dengan medis, biasanya
dilanjutkan pemberian salin normal 0,9%,
diberikan antipiretik sesuai program, dan pantau
suhu setiap 4 jam.
3). Hemolitik akut
Disebabkan inkompatibilitas ABO-RH, antibody
pada plasma resipien menempel ke antigen sel
darah merah donor, menyebabkan pecahnya sel
darah tersebut. Penyebab paling sering adalah

108
kesalahan mengidentifikasi (Lichor, 1989 cit Potter
2002).
Terjadi segera atau setelah pemberian 50 ml darah
pertama. Gejala demam, menggigil, hipotensi, mual
dan muntah, kemerahan, takikardi, takipnoe,
ansietas, dispnoe, hemoglobinemia serta
hemoglobinuria, gangguan koagulasi dan gagal
ginjal.
Penataksanaan hentikan tranfusi, lanjutkan
pemberian infuse salin normal, ukur tanda vital
tiap 15 menit, pantau adanya syok, penurunan
tekanan darah, takikardie, takipnoe. Pantau oliguri,
warna urine gelap (akibat hemoglobinuria). Beritahu
dokter dan bank darah.
4). Sepsi (Infeksi)
Disebabkan komponen darah terkontaminasi
bakteri atau endotoksin. Terjadi selama dua jam
tranfusi. Gejala menggigil, demam, muntah, diare,
penurunan tekanan darah yang menyolok, syok.
Pencegahan memulai tranfusi dalam 30 menit
setelah darah diambil dari bank darah atau
menyelesaikan proses tranfusi dalam waktu 4 jam.
Penatalaksanaan hentikan tranfusi, pantau tanda
vital setiap 15 menit. Kolaborasi dalam pemberian
terapi dan tindakan lainnya

109

Anda mungkin juga menyukai