Anda di halaman 1dari 3

Nama : Devi Berliana Handayani Putri

NIM : F0319033

Kelas : Kewirausahaan / B

Mengapa Wirausahawan di Indonesia Masih Kalah dengan Negara Lain


Istilah kewirausahaan (interpreneur) pertama kali di perkenalkan pada awal abad ke
18 oleh ekonom prancis, Ricard Cantillon. Menurutnya, enterpreneur adalah agent who
buys of production at certain prices in order to combine them (agen yang membeli produksi
dengan harga tertentu untuk menggabungkannya). Adapun makna secara etimologis,
kewirausahaan adalah padanan kata dari enterpreneurship dalam bahasa inggris,
unternehmer dalam bahasa jerman. Sedangkan di indonesia di beri nama kewirausahaan.
yang berarti peluang, pengambil resiko, Kontraktor, pengusaha (orang yang mengusahakan
suatu pekerjaan tertentu) dan pencipta yang menjual hasil ciptaanya. Dibandingkan dengan
negara-negara lain, perkembangan kewirausahaan di Indonesia masih sangat kurang yaitu
dibawah 2%. Sebagai pembanding, kewirausahaan di Amerika Serikat tercatat mencapai 11
persen dari total penduduknya, Singapura sebanyak 7 persen, dan Malaysia sebanyak 5
persen. Jadi, pengembangan SDM dengan kompetisi semacam ini dari para generasi muda
tepat dan relevan untuk membibitkan para pelajar agar menjadi wirausaha dan
menciptakan lapangan kerja. Kewirausahaan di Indonesia belum sepenuhnya memberikan
sumbangan positif terhadap kecerdasan dan kesejahteraan bangsa, padahal potensi
wirausaha di Indonesia sangat besar terutama jika dilihat dari data jumlah usaha kecil
menengah yang ada. Sampai dengan tahun 2006, menurut data BPS (Biro Pusat Statistik), di
Indonesia terdapat 48,9 juta UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang menyerap sekitar 80%
dari tenaga kerja serta menyumbang 62% pada PDB (diluar migas). Data tersebut
memberikan gambaran betapa besarnya aktivitas kewirausahaan (yang dicerminkan
banyaknya UKM) di Indonesia dan dampaknya bagi kemajuan ekonomi bangsa, terutama
pasca krisis moneter 1998. Tetapi sayangnya potensi yang masih besar ini belum
dimanfaatkan secara optimal, masih banyak masalah pengangguran dan masyarakat miskin
serta pendapatan rakyat Indonesia yang dibawah garis kemiskinan.

Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki membenarkan jumlah wirausaha


Indonesia masih rendah. Untuk itu, perlu mendorong para pengusaha muda untuk
menggunakan teknologi berbasis tinggi. Hal ini dilakukan guna mendorong Indonesia masuk
ke Global Value Chain. Presiden Joko Widodo mengemukakan alasan terkait masih
sedikitnya jumlah pengusaha di Indonesia dibandingkan negara lain di kawasan ASEAN. Hal
tersebut disebabkan karena ketakutan masyarakat di Tanah Air untuk bersaing atau
berkompetisi. Oleh karena itu menurut dia, modal semangat untuk berwirausaha saja tidak
cukup tetapi seseorang harus mampu merespon perkembangan zaman. Presiden Jokowi
mencontohkan dunia berubah dalam hitungan detik termasuk kemajuan teknologi yang
menjadikan dunia seolah sudah tanpa batas. Kita tahu sekarang berjualan kadang-kadang
sudah tidak langsung di pasar atau mal, tapi e-commerce, online store semua tersedia dari
mulai kelas internasional seperti Alibaba, e-bay, Lazada kemudian yang kita juga ada
Bukalapak, Traveloka, Blibli, dan juga yang start up yang sudah mulai kita kenal. Selain
kemajuan teknologi, ia menekankan rantai pasok bahan baku produk saat ini sudah sangat
global sehingga tidak mungkin lagi untuk dibatasi. Apalagi dengan adanya sosial media yang
semakin terbuka sehingga segala sesuatu tersaji sangat cepat tanpa mungkin untuk
dibendung lagi. Dalam situasi perubahan yang sangat cepat pilihan hanya dua kita mau yang
terbuka atau tertutup. Tapi di manapun negara sama saja pilihannya hanya dua itu saja.
Pemerintah terus menggenjot pertumbuhan wirausaha Indonesia sehingga bisa menjadi
seperti negara maju yang pertumbuhan ekonominya dimotori oleh wiraswasta. Menteri
Koperasi dan UKM, Syarif Hasan, mengatakan sebuah negara maju ialah negara yang
memiliki 2 persen wirausaha dari jumlah penduduk. Maka dari itu pemerintah berusaha
mencapai target tersebut. Saat ini Indonesia hanya memiliki 1,56 persen wirausaha dari
total penduduknya. Amerika saja sekitar 12 persen, Jepang 10 persen, Singapura 7 persen.
Kita masih jauh. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim juga mendorong
mahasiswa untuk bercita-cita menjadi wirausahawan. Bukan hanya berambisi menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Wakil Rektor Universitas Indonesia Bambang Wibawarta mengakui, sistem


pendidikan di Indonesia kurang sukses menanamkan kesadaran berwirausaha. Dampaknya,
jumlah masyarakat berminat menjadi pengusaha sampai sekarang masih minim. "Wirausaha
itu harus dibangun melalui budaya kita, hal itu kemudian didampingi dengan ilmu
pengetahuan, sayangnya kurikulum 2013 yang baru ini masih belum jelas, kacau, apalagi
mengenai ilmu kesenian dan budayanya," kata Bambang.

Zimmerer, menyatakan bahwa salah satu faktor pendorong

pertumbuhan kewirausahaan di suatu negara terletak pada peran universitas

melalui penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Pihak universitas

bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kemampuan wirausaha


kepada para lulusannya dan memberikan motivasi untuk berani memilih

berwirausaha.

Akibat dari minimnya kesadaran berwirausaha, lulusan sekolah di negara ini,


menurut Bambang kurang bermental baja dalam pekerjaan. "Lebih cenderung melahirkan
orang-orang yang pandai membuat perencanaan dibandingkan orang yang tipe pekerja."

Menurut Ramayah dan Harun, niat berwirausaha didefinisikan sebagai


tendensi keinginan individu untuk melakukan tindakan wirausaha dengan

peluang bisnis dan pengambilan risiko. Kegiatan kewirausahaan sangat

ditentukan oleh niat individu itu sendiri. Orang-orang tidak akan menjadi

pengusaha secara tiba-tiba tanpa pemicu tertentu.

Dengan dibekali kewirausahaan, sarjana dapat menjadi individu yang mandiri


sekaligus membuka kesempatan kerja bagi yang lain. Permasalahan bangsa yang
menyangkut tingginya jumlah penggangguran terdidik (educated unemployment)
merupakan tantangan tersendiri bagi perguruan tinggi yang bersangkutan. Sejak dini, di
awal seseorang memasuki dunia pendidikan tinggi sudah selayaknya memperoleh kegiatan
ekstra kurikuler dilengkapi aktivitas intra kurikuler yang saling menunjang proses sosialisasi
kewirausahaan. Mahasiswa perlu dilibatkan secara partisipatif dalam ceramah interaktif,
diskusi terfokus, pelatihan, demonstrasi cara, pameran, magang dan studi banding yang
memperkaya perilaku dalam adopsi kewirausahaan. Disamping itu, upaya pembentukan
jalinan kemitraan dengan berbagai pihak terkait yang mendukung sosialisasi kewirausahaan
pada kalangan mahasiswa perlu terus dilakukan secara intensif. Program lain yang potensial
dilaksanakan ialah kampanye nasional yang bergerak dalam rangka memasyarakatkan
semangat, jiwa dan perilaku kewirausahaan mahasiswa. Peran perguruan tinggi dituntut
semakin konkrit dalam menggiatkan jiwa, semangat dan perilaku kewirausahaan
mahasiswa. Sudah saatnya kewirausahaan untuk mahasiswa bukan lagi hanya slogan belaka.
Akan tetapi, yang lebih penting adalah menumbuhkan kesadaran bahwa kewirausahaan
bagian integral dan tak terpisahkan dari eksistensi mahasiswa agar dapat bergerak menuju
pada suatu kenyataan yang lebih baik. Hal ini tentu perlu didukung bersama oleh semua
komponen anak bangsa. Pengembangan jiwa, semangat dan perilaku kewirausahaan pada
mahasiswa merupakan salah satu kebutuhan mendasar dan syarat penting bagi Bangsa
Indonesia sehubungan dengan tujuan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang
produktif, kreatif dan inovatif. Berbagai permasalahan yang merintangi pengembangan
kewirausahaan mahasiswa perlu diantisipasi secara bijak dalam rangka menemukan solusi
yang tepat. Difusi semangat kewirausahaan pada mahasiswa membutuhkan komitmen dan
kerjasama yang integratif antar berbagai pihak terkait. Proses pengembangan
kewirausahaan pada mahasiswa perlu dilaksanakan secara berkelanjutan sebagai proses
sejak dini memasuki pendidikan di perguruan tinggi, on going sampai mencapai kelulusan
sebagai sarjana. Jadikan kewirausahaan sebagai jiwa, semangat dan perilaku mahasiswa
pada khususnya dan mentalitas masyarakat Indonesia pada umumnya. Momen ini mestinya
jangan sampai terputus dari mulai proses pembentukan mind set dan awareness
kewirausahaan, rencana aksi dan praktek kewirausahaan sampai pada tingkat realisasi aksi
dan sekaligus evaluasi secara terpadu.

Anda mungkin juga menyukai