Anda di halaman 1dari 38

10

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pertumbuhan dan perkembangan

1. Definisi

Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel

diseluruh bagian tubuh yang secara kwantitatif dapat di ukur atau suatu

”peningkatan dalam berat atau ukuran dari seluruh/sebagian dari

organisme”(Sacharin, 1996).

Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh

yang dapat dicapai melalui tumbuh, kematangan dan belajar atau

peningkatan kemahiran dalam penggunaan tubuh (Sacharin, 1996).

2. Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan

Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan dan

perkembangan, antara lain:

a. Masa pranatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan).

Masa ini dibagi menjadi 2 periode, antara lain:

1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8

minggu.

2) Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran. Masa ini

terdiri dari dua periode:

a) Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester

kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan

10
11

pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna dan alat

tubuh telah terbentuk dan mulai berfungsi.

b) Masa fetus lanjut, pada trimester akhir pertumbuhan

berlangsung pesat dan adanya perkembangan fungsi-fungsi.

Pada masa ini terjadi transfer imunoglobulin G (IgG) dari

darah ibu melalui plasenta.

b. Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri dari lima

periode, antara lain:

1) Masa neonatal (0-28 hari)

Terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan

sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ tubuh lainnya.

2) Masa bayi, dibagi menjadi dua:

a) Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang sangat pesat dan

proses pematangan berlangsung secara kontiyu terutama

meningkatnya fungsi sistem saraf.

b) Masa bayi akhir (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai

menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik

dan fungsi ekskresi.

3) Masa prasekolah (2-6 tahun)

Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi

perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan

meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.


12

4) Masa sekolah atau masa prapubertas (wanita: 6-10 tahun, laki-laki:

8-12 tahun).

Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah,

keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain

berkelompok dengan jenis kelamin yang sama.

5) Masa adolesensi (masa remaja), (wanita: 10-18 tahun, laki-laki: 12-

20 tahun).

Anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa adolesensi

dibanding anak laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari periode

anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan berat

badan dan tinggi badan yang sangat pesat yang disebut Adolescent

Growth Spurt. Pada masa ini juga terjadi pertumbuhan dan

perkembangan pesat dari alat kelamin dan timbulnya tanda-tanda

kelamin sekunder.

3. Ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan

a. Ciri-ciri pertumbuhan, antara lain:

1) Perubahan ukuran

Perubahan ini terlihat secara jelas pada pertumbuhan fisik

yang dengan bertambahnya umur anak terjadi pula penambahan

berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lain-lain.

2) Perubahan proporsi

Selain bertambahnya ukuran-ukuran, tubuh juga

memperlihatkan perubahan proporsi. Tubuh anak memperlihatkan


13

perbedaan proporsi bila dibandingkan dengan tubuh orang

dewasa. Pada bayi baru lahir titik pusat terdapat kurang lebih

setinggi umbilikus, sedangkan pada orang dewasa titik pusat

tubuh terdapat kurang lebih setinggi simpisis pubis. Perubahan

proporsi tubuh mulai usia kehamilan 2 bulan sampai dewasa.

3) Hilangnya ciri-ciri lama

Selama proses pertumbuhan terdapat hal-hal yang terjadi

perlahan-lahan, seperti menghilangnya kelenjar timus, lepasnya

gigi susu dan menghilangnya refleks primitif.

4) Timbulnya ciri-ciri baru

Timbulnya ciri-ciri baru ini adalah akibat pematangan fungsi-

fungsi organ. Perubahan fisik yang penting selama pertumbuhan

adalah munculnya gigi tetap dan munculnya tanda-tanda seks

sekunder seperti tumbuhnya rambut pubis dan aksila, tumbuhnya

buah dada pada wanita dan lain-lain.

b. Ciri-ciri perkembangan, antara lain:

1) Perkembangan melibatkan perubahan

Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan

disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan sistem

reproduksi misalnya, disertai dengan perubahan pada organ

kelamin. Perubahan-perubahan ini meliputi perubahan ukuran

tubuh secara umum, perubahan proporsi tubuh, berubahnya ciri-

ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru sebagai tanda kematangan


14

suatu organ tubuh tertentu.

2) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya

Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap

perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya.

Misalnya, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia

bisa berdiri. Karena itu perkembangan awal ini merupakan

masa kritis karena akan menentukan perkembangan

selanjutnya.

3) Perkembangan mempunyai pola yang tetap

Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua

hukum yang tetap, yaitu:

a) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala,

kemudian menuju ke arah kaudal. Pola ini disebut pola

sefalokaudal.

b) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal

(gerakan kasar) lalu berkembang di daerah distal seperti

jari-jari yang mempunyai kemampuan dalam gerakan

halus. Pola ini disebut proksimodistal.

4) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan

Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur

dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik,

misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran

sebelum mampu membuat gambar kotak, berdiri sebelum


15

berjalan, dan lain-lain.

5) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda

Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang

berbeda-beda. Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal

masa remaja, sedangkan bagian tubuh yang lain mungkin

berkembang pesat pada masa lainnya.

6) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan

Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan

pun demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar,

asosiasi dan lain-lain.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.

Menurut Soetjiningsih (1995) dan Suryanah (1996) faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain:

a. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir

proses tumbuh kembang anak. Anak dapat mewarisi sifat tertentu.

b. Faktor lingkungan

Merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya

potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan

tercapainya potensi bawaan.

Faktor lingkungan dibagi menjadi 2:

1) Faktor pranatal

Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di


16

dalam kandungan. Misalnya: gizi ibu pada waktu hamil,

toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, dan stres.

2) Faktor post-natal

Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak

setelah lahir. Secara umum dapat digolongkan menjadi:

a) Lingkungan biologis, antara lain: Ras/suku bangsa, Jenis

kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap

penyakit, fungsi metabolisme dan hormon.

b) Faktor fisik, antara lain: cuaca/musim, sanitasi, keadaan

rumah dan radiasi.

c) Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar,

kelompok sebaya, kasih sayang dan kualitas interaksi anak-

orang tua.

d) Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaaan,

pendidikan, jumlah saudara, adat istiadat, norma dan agama.

B. Perkembangan Motorik Halus

1. Pengertian perkembangan motorik

Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan

jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang

terorganisasi. Perkembangan motorik ada 2, yaitu:

a. Perkembangan gerakan motorik kasar

Merupakan aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan


17

sikap tubuh dan biasanya memerlukan tenaga, karena dilakukan oleh

otot-otot yang lebih besar.

Contohnya: menegakkan kepala, tengkurap, merangkak, berjalan,

dsb.

b. Perkembangan gerakan motorik halus

Merupakan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh

tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi diperlukan

koordinasi yang cepat.

Contohnya: memegang benda kecil dengan jari telunjuk dan ibu jari,

memasukkan benda ke dalam botol, dll.

Kemampuan motorik halus adalah kemampuan seorang anak

melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian gerak dan

memusatkan perhatian. Semakin muda anak, semakin lama waktu

yang dibutukkan untuk berkonsentrasi pada kegiatan yang berkaitan

dengan perkembangan motorik halus.

1) Beda anak beda pencapaiannya

Kecerdasan motorik halus anak berbeda-beda. Dalam hal

kekuatan maupun ketepatannya. Anak perempuan cenderung

lebih dini dalam kecerdasan motorik halus, terutama soal

kecekatannya, sedangkan anak laki-laki lebih unggul dalam

melangkah, melempar bola, menaiki atau menuruni tangga.

Menurut Mollie dan Russell Smart, perbedaan ini juga

dipengaruhi oleh pembawaan anak dan stimulasi yang


18

didapatkannya. Lingkungan (orang tua) mempunyai pengaruh

yang lebih besar dalam kecerdasan motorik halus anak.

2) Pencapaian kemampuan

Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik

halus yang optimal asal mendapatkan stimulasi tepat. Disetiap

fase, anak membutuhkan rangsangan untuk mengembangkan

kemampuan mental dan motorik halusnya. Semakin banyak yang

dilihat dan didengar anak, semakin banyak yang ingin

diketahuinya.

Untuk meningkatkan perkembangan motorik halus, yang

perlu dilakukan orang tua antara lain:

a) Bersabar

Apa yang mudah bagi kita, tidak demikian untuk sikecil

b) Ajari anak menyelesaikan kegiatan belajarnya.

c) Berikan anak kesempatan memilih belajar apa yang

disukainnya.

2. Hal-hal penting dalam mempelajari keterampilan motorik

Menurut Hurlock (1991) keterampilan motorik tidak akan

berkembang melalui kematangan saja, melainkan keterampilan itu harus

dipelajari. Hal penting dalam mempelajari keterampilan motorik, yaitu:

a. Kesiapan belajar

Apabila pembelajaran itu dikaitkan dengan kesiapan belajar, maka

keterampilan yang dipelajari dengan waktu dan usaha yang sama


19

oleh orang yang sudah siap.

b. Kesempatan Belajar

Banyak anak yang tidak berkesempatan untuk mempelajari

keterampilan motorik karena hidup dalam lingkungan yang tidak

menyediakan kesempatan belajar.

c. Kesempatan Berpraktek

Anak harus diberi waktu untuk berpraktek sebanyak yang diperlukan

untuk menguasai suatu keterampilan.

d. Model yang baik

Karena dalam mempelajari keterampilan motorik, meniru suatu

model memainkan peran yang penting.

e. Bimbingan

Untuk dapat meniru suatu model dengan betul, anak membutuhkan

bimbingan.

f. Motivasi

Motivasi belajar penting untuk mempertahankan minat dari

ketertinggalan.

g. Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu

Tidak ada hal-hal yang sifatnya umum perihal keterampilan tangan

dan keterampilan kaki melainkan, setiap jenis keterampilan

mempunyai perbedaan tertentu, sehingga keterampilan harus

dipelajari secara individu.


20

h. Keterampilan sebaiknya dipelajari satu demi satu

Dengan mencoba mempelajari berbagai macam keterampilan

motorik secara serempak, khususnya apabila menggunakan

kumpulan otot yang sama, akan membingungkan anak dan akan

menghasilkan keterampilan yang jelek serta merupakan pemborosan

waktu dan tenaga.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju perkembangan motorik

Menurut Hurlock (1991) dan Moersintowarti (2002) ada beberapa

faktor yang mempengaruhi laju perkembangan motorik anak,

diantaranya:

a. Sifat dasar genetik

Bentuk tubuh dan kecerdasan mempunyai pengaruh yang

menonjol terhadap laju perkembangan motorik.

b. Lingkungan

Dalam awal kehidupan pasca lahir tidak ada hambatan kondisi

lingkungan yang tidak menguntungkan, semakin aktif janin semakin

cepat perkembangan motorik anak.

c. Status gizi ibu

Kondisi pra lahir yang menyenangkan, khususnya gizi makanan

sang ibu, lebih mendorong perkembangan motorik yang lebih cepat

pada masa pasca lahir.

d. Kelahiran yang sukar

Kelahiran yang sukar, khususnya apabila ada kerusakan pada


21

otak akan memperlambat perkembangan motorik.

e. Urutan kelahiran

Dalam keluarga yang sama, perkembangan motorik anak yang

pertama cenderung lebih baik dibanding anak yang lahir kemudian.

Hal ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya yang lebih

banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama

dalam belajar dibanding untuk anak yang lahir kemudian.

f. Cacat fisik

Cacat fisik, seperti kebutaan akan memperlambat perkembangan

motorik anak.

g. Kecerdasan

Anak dengan kecerdasan yang tinggi menunjukkan

perkembangan yang lebih cepat dibandingkan anak yang tingkat

kecerdasannya rendah.

h. Dorongan

Adanya dorongan, rangsangan dan kesempatan untuk

menggerakkan semua bagian tubuh akan mempercepat

perkembangan motorik. Disini orang tua khususnya ibu sebagai guru

yang pertama bagi anak untuk membantu kemampuan motorik anak.

Pendapat ini didukung oleh Soetjiningsih (1995) yang menyatakan

bahwa anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan

lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang

atau yang tidak mendapat stimulasi.


22

i. Stimulasi

Stimulasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan

perkembangan motorik halus pada anak usia toddler dapat berupa

aktivitas bermain, dimana anak diberikan mainan yang melibatkan

bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil,

tetapi diperlukan koordinasi yang cepat. Misalnya: memasukkan

benda ke dalam botol, mengambil manik-manik, menggoyangkan

ibu jari, menyusun kubus dan lain-lain. Disini orang tua khususnya

ibu sebagai guru yang pertama bagi anak untuk membantu

kemampuan motorik anak. Pendapat ini didukung oleh Soetjiningsih

(1995) yang menyatakan bahwa anak yang mendapat stimulasi yang

terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan

dengan anak yang kurang atau yang tidak mendapat stimulasi.

j. Keadaan sosial ekonomi

Anak dari keluarga ekonomi mampu lebih mudah belajar

perkembangan motorik, dibanding anak dari keluarga yang kurang

mampu, hal ini dikarenakan anak dari keluarga berada lebih banyak

mendapat dorongan dan bimbingan dari anggota keluarga yang lain.

Keluarga dengan ekonomi yang rendah cenderung lebih

memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga

perkembangan motorik anak kurang diperhatikan.

k. Jenis kelamin

Anak perempuan lebih cepat belajar motorik halus dibanding


23

anak laki-laki, karena anak laki-laki lebih senang bermain yang lebih

kasar.

l. Metode pelatihan anak

Orang tua perlu melatih keterampilan motorik anak setiap ada

waktu dan kesempatan. Dengan metode pelatihan tersebut akan

meningkatkan perkembangan motorik anak.

4. Cara yang digunakan anak untuk mempelajari suatu keterampilan

motorik.

Menurut Hurlock (1991) cara yang digunakan anak untuk

mempelajari suatu keterampilan motorik penting untuk memperoleh

kualitas keterampilan yang dipelajari. Cara untuk mempelajari

keterampilan motorik, antara lain:

a. Belajar coba dengan galat

Tidak adanya bimbingan dan model untuk ditiru, menyebabkan anak

melakukan tindakan yang berbeda secara acak.

b. Meniru

Belajar dengan meniru atau mengamati suatu model (orang tua atau

anak tertua) lebih cepat ketimbang belajar dengan coba dan ralat,

tetapi dibatasi oleh kesalahan yang terdapat dalam model tersebut.

c. Pelatihan

Belajar dengan bimbingan atau supervisi, pada waktu model

memperlihatkan keterampilan dan memperhatikan bahwa anak

menirunya dengan tepat sangat penting dalam tahap awal belajar.


24

5. Alat untuk mengukur perkembangan

Denver II adalah salah satu metode skrining terhadap kelainan

perkembangan anak, yang dibuat oleh Fran Kenburg & J. B Dodds untuk

mengetahui perkembangan motorik anak pada saat pemeriksaan saja dan

dapat memperkirakan perkembangan anak dimasa yang akan datang,

bukan merupakan tes diagnostik atau tes Intelegensi, tetapi memenuhi

semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes

ini dinilai lebih mudah dibanding tes perkembangan yang lain dan dapat

diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi. Tes ini dapat

dilakukan kapan saja dengan menggunakan alat sederhana.

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata Denver II

secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100% bayi dan anak

pra sekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan dan pada

follow up selanjutnya ternyata dari 89 % kelompok Denver II mengalami

kegagalan sekolah 5-6 tahun kemudian.

a. Tujuan

1) Menafsirkan perkembangan personal sosial, motorik halus,

bahasa dan motorik kasar pada anak mulai usia 1 bulan sampai 6

tahun.

2) Mengetahui penyimpangan perkembangan secara dini, sehingga

upaya stimulasi dan upaya pemulihan dapat diberikan dengan

indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis

tumbuh kembang.
25

b. Kegunaan Denver II

1) Untuk menilai perkembangan anak sesuai usia.

2) Memantau anak yang tampak tidak sehat umur dari lahir sampai

dengan 6 tahun.

3) Menjaring anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya

kelainan perkembangan.

4) Memastikan apakah anak dengan persangkaan ada kelainan.

Apakah benar-benar ada kelainan.

5) Memonitor anak dengan resiko perkembangan.

c. Prinsip dalam melakukan pemeriksaan Denver II

1) Bertahap dan berkelanjutan.

2) Dimulai dari tahap perkembangan yang telah dicapai anak.

3) Buat suasana menjadi menyenangkan bagi anak.

4) Dilakukan dengan wajar (tanpa paksaan atau hukuman jika anak

tidak mau melakukan) beri anak pujian jika berhasil.

5) Menggunakan alat bantu yang sederhana, tidak berbahaya dan

mudah didapat dalam memberi stimulasi pada anak.

6) Sebelum dilakukan tes, alat diletakkan diatas meja dengan

tujuan anak senang dan pada saat tes hanya alat yang diperlukan.

7) Pemeriksa menanyakan pada ibu atau pengasuh pada item yang

bertanda L.

8) Perhatikan apa yang telah dilakukan anak secara spontan dan

beri penilaian.
26

d. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Anak yang ada dalam kondisi dipertanyakan, abnormal atau

menolak kemampuan tes yang diberikan.perlu tes kemampuan ulang

satu sampai dua minggu kemudian dan berikan kesempatan kepada

anak selama tiga kali untuk melakukan tes kemampuan yang

diberikan.

Lakukan dari sektor yang kurang aktif terlebih dahulu: personal

sosial, motorik, halus, bahasa dan motorik kasar. Dimulai dari yang

mudah dilakukan, jika anak kurang tepat melakukan beri stimulus

dan lakukan tes ulang. Tes menggunakan alat yang sama dilakukan

secara berurutan. Tes dilakukan untuk setiap sektor dan mulailah

dari sebelah kiri garis umur terus ke kanan.

e. Persiapan alat

1) Alat peraga, benang wol, manik-manik, kubus berwarna: merah,

hijau, biru, kuning, bola tennis, bel kecil, kertas dan pensil.

2) Lembar formulir Denver II.

3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara

melakukan dan cara-cara penilaianya.

f. Petunjuk pelaksanaan

1) Tarik garis sesuai umur kronologis untuk memotong garis

horizontal tugas perkembangan pada formulir Denver II.

2) Tes kemampuan anak terutama yang mendekati garis umur.

3) Dilakukan secara kontinyu.


27

4) Satu formulir dapat dipakai beberapa kali pada satu anak.

5) Didampingi ibu atau pengasuh.

6) Dalam keadaan santai.

7) Memberikan posisi yang aman dan nyaman untuk anak.

8) Menjelaskan tentang Denver II pada ibu atau pengasuh.

9) Menggunakan test form dalam menentukan tingkat

perkembangan sesuai batas usia.

25% 50% 75% 90%

a) Menunjukkan standar anak normal bisa melakukan

tugas/test item ini sesuai dengan usia.

b) Ada beberapa item bertanda L, menunjukkan bahwa kita

bisa memperoleh skor dari orang tua.

c) Nomor kecil disebelah kiri, bisa melihat petunjuk

pelaksanaan pada halaman dibaliknya.

10) Berikan huruf seperti dibawah ini tiap kotak tes perkembangan

yang diberikan.

a) P (Passed) = Lulus

Apabila anak dapat melakukan semua kemampuan tes

yang diberikan dengan baik. Atau Ibu/pengasuh memberi

laporan L, tepat atau dapat dipercaya bahwa anak dapat


28

melakukan.

b) F (Fail) = Gagal

Apabila anak gagal atau tidak dapat melakukan tes

kemampuan yang diberikan. Atau Ibu/pengasuh memberi

laporan bahwa anak tidak dapat melakukan dengan baik.

c) No (No opportunity) = Tidak ada kesempatan

Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan

tes karena ada hambatan.

d) R (Refusal) = Menolak

Anak menolak untuk melakukan tes.

e) B (By report) = Dengan bantuan orang tua

Anak melakukan tes dengan bantuan dari orang tua.

Apabila anak dapat melakukannya, berarti lulus (P)

sedangkan apabila anak tidak dapat melakukannya, berarti

gagal (F).

Kode penilaian :

O = F (Fail/gagal)

M = R (Refusal/menolak)

V = P (Pass/lewat)

Setelah itu dihitung masing-masing sektor, berapa jumlah P,

berapa jumlah F dsb. Berdasarkan pedoman hail tes diklasifikasikan

dalam normal, abnormal, meragukan dan dapat dites.


29

g. Interpretasi hasil tes

1) Normal

a) Lulus semua tes kemampuan yang diberikan atau tidak

terdapat keterlambatan/delay.

b) Paling banyak satu caution/peringatan.

c) Dapat dilakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol

kesehatan berikutnya.

2) Suspect

a) Apabila pada satu sektor didapatkan 2 atau lebih caution

atau 1 delay atau lebih.

b) Dapat dilakukan uji ulangan dalam 1-2 minggu untuk

menghilangkan faktor sesaat (rasa takut, keadaan sakit,

kelelahan).

3) Unstable/Tidak dapat diuji.

a) Apabila ada sektor menolak 1 atau lebih item sebelah kiri

garis umur.

b) Menolak lebih dari 1 item pada area 75%-90% (warna

kelabu) ( Soetjiningsih, 1995).

h. Jenis-jenis permainan

Pada umur 1 tahun permainan yang diberikan, antara lain:

1) Menaruh kubus dicangkir

2) Mengambil 2 kubus
30

Pada umur 2 tahun permainan yang diberikan, antara lain:

1) Mencoret-coret

2) Ambil manic-manik ditunjukkan

3) Menara dari 2 kubus

4) Menara dari 4 kubus

5) Menara dari 6 kubus

Pada umur 3 tahun permainan yang diberikan, antara lain:

1) Mencoret-coret

2) Ambil manic-manik ditunjukkan

3) Menara dari 2 kubus

4) Menara dari 4 kubus

5) Menara dari 6 kubus

6) Meniru garis vertikal

7) Menara dari 8 kubus

8) Menggoyangkan ibu jari

C. Anak Usia Toddler (1-3 tahun)

1. Batasan anak usia toddler (1-3 tahun).

Anak usia toddler (1-3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan

plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh kembang, maka usia nol

sampai tiga tahun sering disebut sebagai ”golden period” (kesempatan

emas) untuk meningkatkan kemampuan setinggi-tingginya dimasa

mendatang. Karakteristik periode kritis dan plastisitas yang tinggi adalah


31

pertumbuhan sel otak cepat, dalam waktu yang singkat, peka terhadap

stimulasi dan pengalaman, fleksibel mengambil alih fungsi sel

disekitarnya dengan membentuk sinaps-sinaps serta sangat

mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Maka anak pada

periode ini harus mendapat perhatian yang serius dalam arti tidak hanya

mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan juga

intervensi stimulasi dini untuk membantu anak meningkatkan potensi

dengan memperoleh pengalaman yang sesuai tuntutan perkembangannya

(Hartanto, 2006).

Panduan dan tuntunan orang tua sangat dibutuhkan saat ia

menghadapi pengalaman baru sehubungan dengan begitu besar rasa ingin

tahunya serta ia ingin mengartikulasikan keinginan, kebutuhan, dan

perasaanya. Perubahan fisik dan dunia luar mempengaruhi tumbuh

kembang mentalnya (Seri Ayahbunda, 2001). Pada masa ini, anak bersifat

egosentris, yaitu mempunyai sifat kekakuan yang kuat sehingga segala

sesuatu yang disukainya dianggap sebagai miliknya (Nursalam, 2005).

Ciri-ciri anak usia toddler (1- 3 tahun), antara lain :

a. Jasmani

Anak usia toddler (1-3 tahun) berada dalam tahap pertumbuhan

jasmani yang pesat. Oleh karena itu mereka sangat lincah.

Sediakanlah ruangan yang cukup luas dan banyak kegiatan berguna

sebagai penyalur tenaga anak.


32

b. Mental

Pada anak usia ini mempunyai jangka perhatian yang singkat,

suka meniru oleh karena itu jika ada kesempatan, gunakanlah

perhatian mereka dengan sebaik-baiknya.

c. Emosional

Anak mudah merasa gembira dan mudah merasa tersinggung,

kadang-kadang mereka suka melawan dan sulit diatur.

Kembangkanlah kasih sayang dan disiplin serta perlihatkan

kepadanya bahwa ia adalah penting bagi anda dengan sering

memujinya.

d. Sosial

Anak toddler agak anti sosial. Wajar bagi mereka untuk merasa

senang bermain sendiri dari pada bermain secara berkelompok.

Berilah kesempatan untuk bermain sendiri, tetapi juga tawarkan

kegiatan yang mendorongnya untuk berpartisipasi dengan anak-anak

lain.

Menurut Nursalam (2005) masa anak usia toddler (1-3 tahun) dibagi

menjadi tiga fase, yaitu:

a. Fase otonomi vs ragu-ragu/malu

Menurut teori Erikson, hal ini terlihat dengan berkembangnya

kemampuan anak, yaitu dengan belajar untuk makan atau berpakaian

sendiri. Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak untuk

belajar mandiri, maka hal ini dapat menimbulkan rasa malu/rasa ragu
33

akan kemampuannya. Misalnya, orang tua yang selalu memanjakan

anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak.

b. Fase anal

Menurut teori Sigmund Freud, pada fase ini sudah waktunya

anak dilatih untuk buang air besar atau toilet training (buang air

besar pada tempatnya). Anak juga dapat menunjuk beberapa bagian

tubuhnya, menyusun dua kata, dan mengulang kata-kata baru.

c. Fase pra operasional

Pada fase ini, anak perlu dibimbing dengan akrab, penuh kasih

sayang, tetapi juga tegas, sehingga anak tidak mengalami

kebingungan. Jika orang tua mengenal kebutuhan anak, maka anak

akan berkembang perasaan otonominya sehingga anak dapat

mengendalikan otot-otot dan rangsangan lingkungan.

D. Pengelolaan Aktivitas Bermain

1. Pengertian

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, Pengelolaan merupakan proses

yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam

pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan (proses melakukan

kegiatan tertentu) dengan menggerakkan tenaga orang lain.

Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak baik

fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Soetjiningsih,

1995). Bermain adalah tindakan atau kesibukan suka rela yang dilakukan
34

dalam batas-batas, tempat dan waktu, berdasarkan aturan-aturan yang

mengikat, tetapi diakui secara suka rela dengan tujuan yang ada dalam

dirinya sendiri, disertai dengan perasaan tegang dan senang serta dengan

pengertian bahwa bermain merupakan suatu yang lain dari kehidupan

biasa (Suherman, 2000).

Pengelolaan aktivitas bermain merupakan proses yang memberikan

pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan bermain

anak, yang penting untuk perkembangan anak baik fisik, emosi, mental,

intelektual, kreativitas dan sosial yang dilakukan dalam batas-batas,

tempat dan waktu, berdasarkan aturan-aturan dan tujuan.

Suherman (2000) mengemukakan bahwa teori permainan terdiri dari

enam teori, yaitu:

1) Teori rekreasi

Dikemukakan oleh Schaller pada tahun 1841 dan Lazarus pada

tahun 1884. Permainan adalah suatu kesibukan untuk menenangkan

pikiran atau untuk beristirahat.

2) Teori kelebihan tenaga

Teori ini disebut juga teori ”Pelepasan” atau ”pemunggahan”.

Dikemukakan oleh Harbert Spancer seorang ahli dari Inggris. Teori

ini mengatakan bahwa kegiatan bermain pada anak karena adanya

kelebihan tenaga pada diri anak. Tenaga atau energi yang memupuk

pada diri anak perlu digunakan atau dilepaskan dalam bentuk

kegiatan bermain. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan pada


35

diri anak.

3) Teori atavistis

Ditemukan oleh Stanley Hall seorang psikolog dari Amerika.

Bahwa di dalam permainan akan timbul bentuk-bentuk perilaku

sebagaimana bentuk kehidupan yang pernah dialami oleh nenek

moyang.

Contoh: permainan berburu, menangkap dan membunuh binatang,

bemain kelerang pada anak pada zaman yunani kuno hampir sama

dengan bermain kelereng pada anak masa kini.

4) Teori biologis

Ditemukan oleh Karl Gross (Jerman), yang dikembangkan oleh

Dr.Maria Montessori (Italia). Bahwa permainan mempunyai tugas-

tugas biologis untuk melatih bermacam-macam fungsi jasmani dan

rohani.

5) Teori psikologi dalam

Dikemukakan oleh Sigmud Freud dan Adler. Menurut Sigmud,

Permainan adalah pernyataan napsu-napsu yang terdapat di daerah

bawah sadar dan sumbernya berasal dari dorongan napsu seksual.

Dalam bermain ada 2 faktor yang penting yaitu fantasi dan

kebebasan. Sedangkan menurut Adler permainan merupakan usaha

untuk menutup-nutupi perasaan harga diri yang kurang.

6) Teori fenomenologi

Dikemukakan oleh Prof. Kohnstamin (Belanda). Permainan


36

merupakan suatu fenomena atau gejala yang nyata, yang

mengandung unsur suasana permainan. Maksudnya bahwa dorongan

bermain merupakan dorongan untuk menghayati suasana bermain itu

sendiri, tidak khusus tujuan untuk mencapai prestasi-prestasi

tertentu.

2. Pengaruh bermain bagi perkembangan anak

Hurlock (1991) mengemukakan pengaruh bermain bagi

perkembangan anak adalah:

a. Perkembangan fisik

Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan

melatih seluruh bagian tubuhnya.

b. Dorongan berkomunikasi

Agar dapat bermain dengan baik bersama yang lain, anak harus

belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan

sebaliknya mereka harus belajar mengerti apa yang dikomunikasikan

anak lain.

c. Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam

Bermain merupakan sarana bagi anak untuk menyalurkan

ketegangan yang disebabkan oleh pembatasan lingkungan terhadap

perilaku mereka.

d. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan

Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi dengan cara lain

seringkali dapat dipenuhi dengan bermain.


37

e. Sumber belajar

Bermain memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal,

melalui buku, televisi, atau menjelajah lingkungan yang tidak

diperoleh anak dari belajar di rumah atau sekolah.

f. Rangsangan bagi kreativitas

Melalui eksperimentasi dalam bermain, anak menemukan bahwa

merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat menimbulkan

kepuasan. Selanjutnya mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya

kesituasi di luar dunia bermain.

g. Perkembangan wawasan diri

Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya

dibandingkan dengan temannya bermain. Ini memungkinkan mereka

untuk mengembangkan konsep dirinya dengan lebih pasti dan nyata.

h. Belajar bermasyarakat

Dengan bermain bersama anak lain, mereka belajar bagaimana

membentuk hubungan sosial dan bagaimana menghadapi dan

memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.

i. Standar moral

Walaupun anak belajar di rumah dan di sekolah tentang apa saja

yang dianggap baik dan buruk oleh kelompok, tidak ada pemaksaan

standar moral paling teguh selain dalam kelompok bermain.

j. Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin

Anak belajar di rumah dan di sekolah mengenai apa saja peran jenis
38

kelamin yang disetujui. Akan tetapi, mereka segera menyadari

bahwa mereka juga harus menerimanya bila ingin menjadi anggota

kelompok bermain.

k. Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan

Dari hubungan dengan anggota kelompok teman sebaya dalam

bermain, anak belajar bekerja sama, murah hati dan sportif.

3. Klasifikasi pengelolaan aktivitas bermain

Menurut (Wong, 1998) Klasifikasi pengelolaan aktivitas bermain

berdasarkan isi dan karakter sosial, yaitu:

a. Bermain berdasarkan isi permainan

1) Social affective play (permainan yang membuat anak belajar

berhubungan sosial dengan orang lain).

2) Sense pleasure play (permainan yang berhubungan kesenangan

pada anak).

3) Skill play (Permainan yang bersifat membina keterampilan anak).

4) Unocupied behavior (permainan yang hanya memperhatikan

saja).

b. Berdasarkan karakteristik sosial

1) Onlooker play (permainan dengan mengamati teman-temannya

bermain).

2) Solitary play (permainan yang dimainkan sendiri).

3) Parallel play (permainan bersama teman tanpa interaksi). Anak

tampak ingin berteman, tetapi sosialnya belum adekuat sehingga


39

mereka tidak membentuk kelompok.

4) Assosiative play (permainan dengan bermain bersama temannya

dan masing-masing anak bermain sesuai keinginannya, tetapi

tidak ada tujuan kelompok).

5) Cooperative play (permainan dengan bermain bersama yang

untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan juga memperoleh

tujuan kompetisi).

4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan aktivitas bermain

Menurut Soetjiningsih (1995) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

pengelolaan aktivitas bermain, antara lain:

a. Ekstra energi

Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Anak yang sakit, kecil

keinginannya untuk bermain.

b. Waktu

Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain.

c. Alat Permainan

Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur

dan taraf perkembangannya.

d. Ruangan untuk bermain

Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus

untuk bermain. Anak bisa bermain di ruang tamu, halaman, bahkan

di ruang tidurnya.
40

e. Pengetahuan cara bermain

Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-

temannya atau diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang

terakhir adalah yang terbaik, karena anak tidak terbatas

pengetahuannya dalam menggunakan alat permainannya.

f. Teman bermain

Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain kalau

ia memerlukan, baik itu saudaranya, orang tua atau temannya. Bila

kegiatan dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua

dan anak menjadi akrab, ibu/ayah akan segera mengetahui setiap

kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.

5. Tahapan perkembangan bermain

Hurlock (1991) mengemukakan tahapan perkembangan bermain,

yaitu:

a. Tahap eksporasi

Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permainan mereka terutama

terdiri atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak

untuk menggapai benda yang diacungkan dihadapannya.

b. Tahap permainan

Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan

mencapai puncaknya pada usia 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak

hanya mengeksplorasi mainanya. Antara 2 dan 3 tahun, mereka

membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat hidup dapat


41

bergerak, berbicara, dan merasakan.

c. Tahap bermain

Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam.

Semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan,

terutama bila sendirian. Selain itu mereka merasa tertarik dengan

permainan, olah raga dan bentuk permainan matang lainnya.

d. Tahap melamun

Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat

dalam permainan yang sebelumnya disenangi dan banyak

menghabiskan waktunya dengan melamun.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak

Menurut Hurlock (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi

permainan anak, yaitu:

a. Kesehatan

Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain aktif,

seperti permainan dan olah raga. Anak yang kekurangan tenaga lebih

menyukai hiburan.

b. Perkembangan motorik

Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik.

Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam

permainan aktif.

c. Intelegensi

Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif dan permainan mereka
42

lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan bertambahnya usia, mereka

lebih menunjukkan perhatian dalam permainan kecerdasan dramatik,

konstruksi, dan membaca, termasuk upaya menyeimbangkan faktor

fisik dan intelektual yang nyata.

d. Jenis kelamin

Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan

lebih menyukai permainan dan olah raga ketimbang berbagai jenis

permainan lain.

e. Lingkungan

Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain ketimbang anak

lainnya karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan dan

ruang.

f. Status sosial ekonomi

Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih menyukai kegiatan

yang mahal, sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dalam

kegiatan yang tidak mahal.

g. Jumlah waktu bebas

Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi

keluarga.

h. Peralatan bermain

Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya.

Soetjiningsih (1995) menemukan kesalahan-kesalahan di dalam

memilih alat permainan, diantaranya:


43

1) Orang tua memberikan sekaligus banyak macam alat permainan

2) Banyak orang tua membeli alat permainan yang mereka pikir

indah dan menarik. Tetapi mereka tidak berpikir apa yang akan

dikerjakan anak terhadap alat permainan tersebut.

3) Banyak orang tua membayar terlalu mahal untuk alat permainan.

4) Alat permainan tidak sesuai dengan umur anak.

5) Memberikan terlalu banyak alat permainan dengan tipe yang

sama.

6) Banyak orang tua yang tidak meneliti keamanan dari alat

permainan yang dibelinya.

7) Alat permainan yang terlalu lengkap/sempurna, sehingga sedikit

peluang bagi anak untuk melakukan eksplorasi dan konstruksi.

Alat permainan edukatif (APE) merupakan alat permainan

yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan

dengan usianya dan tingkat perkembangannya.

Diungkapkan oleh Soetjiningsih (1995) APE yang

memenuhi syarat, yaitu:

a) Aman

Alat permainan dibawah usia 2 tahun, tidak boleh terlalu

kecil, catnya tidak boleh mengandung racun, tidak ada

bagian yang tajam, dan tidak ada bagian yang mudah pecah.

b) Ukuran dan berat

Bila ukurannya terlalu besar akan sukar dijangkau anak,


44

sebaliknya kalau terlalu kecil akan berbahaya karena dapat

mudah tertelan oleh anak.

c) Disainnya harus jelas

APE harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan, dan warna

tertentu, serta jelas maksud dan tujuan.

d) APE harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan

berbagai aspek perkembangan anak, seperti motorik,

bahasa, kecerdasan dan sosialisasi.

e) Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi

jangan terlalu sulit sehingga membuat anak frustasi.

f) Walaupun sederhana harus tetap menarik baik warna

maupun bentuknya.

g) APE harus tidak mudah rusak.

E. Hubungan antara pengelolaan aktivitas bermain dengan perkembangan

motorik halus pada anak usia toddler (1-3 tahun).

Pengelolaan aktivitas bermain merupakan salah satu cara untuk

menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia 3 tahun

pertama, otak manusia akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu

mencapai 70–80 % (Jindrich, 2005). Oleh karena itu otak manusia perlu

dirangsang sebanyak mungkin dan harus dimulai sejak dini. Semakin banyak

stimulasi yang diberikan, makin maksimal pertumbuhan dan

perkembangannya. Bila tidak ada rangsangan, jaringan otak akan mengecil


45

akibat menurunnya fungsi otak (Soetjiningsih, 1995).

Stimulasi dini adalah rangsangan yang dilakukan sejak dini untuk

merangsang semua sistem indera, gerakan, komunikasi, emosi dan pikiran.

Rangsangan sejak lahir, terus-menerus dan bervariasi akan memacu berbagai

aspek kecerdasan anak, logika-matematikal, emosi, komunikasi linguistik

(bahasa), kecerdasan musikal, kinestetik (gerak), visio-spasial. Stimulasi juga

harus disesuaikan dengan umur perkembangan kemampuannya, dan

dilakukan terus-menerus oleh keluarga (terutama ibu atau pengganti ibu)

dalam pola asuh yang demokratik, penuh kasih sayang dan dalam suasana

bermain (Sukirman, 2000). Hal ini dikuatkan oleh Soetjiningsih (1995) yang

menyatakan bahwa anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur

akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau

bahkan tidak mendapat stimulasi.

Stimulasi yang dapat diberikan dapat berupa bermain. Pengelolaan

aktivitas bermain sangat penting untuk meningkatkan perkembangan anak,

misalnya orang tua perlu mengawasi anaknya dalam bermain baik bermain

sendiri maupun bermain bersama temannya, pemberian permainan yang

bervariasi sehingga anak tidak bosan, memberikan bimbingan pada anak saat

bermain, dll. Munculnya seseorang di hadapan anak misalnya ibunya, maka

akan memberikan gairah kenikmatan dan kesenangan sehingga anak akan

berinisiatif untuk melakukan permainan dengan ibu tersebut agar diperoleh

sesuatu yang menyenangkan. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi

perkembangan motorik halus pada anak, misalnya bermain memegang benda


46

kecil dengan jari telunjuk dan ibu jari, memasukkan benda ke dalam botol,

bermain menyusun balok, dll. Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila

orang tua mengawasi dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai

dengan tahap-tahap perkembangannya (Soetjiningsih, 1995).

F. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju


perkembangan motorik anak:
a. Sifat dasar genetik
b. Lingkungan
c. Status gizi ibu
d. Kelahiran yang sukar
e. Urutan kelahiran Perkembangan
f. Cacat fisik motorik anak
g. Kecerdasan
h. Dorongan
i. Stimulasi (pengelolaan aktivitas
bermain)
j. Keadaan sosial ekonomi
k. Jenis kelamin
l. Metode pelatihan anak

Sumber: Modifikasi dari Hurlock (1991) & Moersintowarti (2002).

Skema 2.1. Kerangka Teori

G. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Perkembangan motorik
Pengelolaan aktivitas
halus pada anak usia
bermain
toddler (1-3 tahun)

Skema 2.2. Kerangka Konsep


47

H. Variabel Penelitian

Variabel–variabel yang diteliti antara lain:

1. Variabel Independent (bebas)

Merupakan suatu variabel yang menjadi sebab atau timbulnya variabel

dependent/terikat, atau variabel yang nilainya menentukan variabel lain

(Hidayat, 2003). Variabel independent dalam penelitian ini adalah

pengelolaan aktivitas bermain.

2. Variabel Dependent (terikat)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat variabel

independent/bebas (Hidayat, 2003). Variabel dependent dalam penelitian

ini adalah perkembangan motorik halus pada anak usia toddler (1-3 tahun).

I. Hipotesa

Ho: Ada hubungan antara pengelolaan aktivitas bermain dengan

perkembangan motorik halus pada usia toddler (1-3 tahun) di Kelurahan

Pacar Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.

Ha: Tidak ada hubungan antara pengelolaan aktivitas bermain dengan

perkembangan motorik halus pada usia toddler (1-3 tahun) di Kelurahan

Pacar Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.

Anda mungkin juga menyukai