BAB 1
PENDAHULUAN
Deman thipoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang no 6 tahun 1962, tentang
wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan
dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Surveilans
Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian deman thipoid di Indonesia pada tahun
1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per
10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986
memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu dari 19.596 menjadi
26.606 kasus.
Insiden demam thipoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan ; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di
daerah urban di temukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di
perkotaan erhubungan erat dengan penyediaan air bersish yang belum memadai serta
sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi sarat
kesehatan lingkungan.
Case fatality rate (CFR) demam thipoid di tahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruh
kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga Departemen RI (SKRT depkes RI) tahun 1995 demam thipoid tidak termasuk
dalam sepuluh penyakit dengan mortalitas tertinggi.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
1.3.2 Khusus
1.4 Manfaat
a. Tenaga keperawatan
Agar tenaga keperawatan mampu menerapkan dan melaksanakan asuhan keperawatan.
b. Mahasiswa
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi
akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995).
Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thypiia/Eberthela Thypii yang
merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C
dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) merupakan
somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, antigen H (Hauch,
menyebar) terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan antigen V1 (kapsul)
merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap
fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi
yang lazim disebut aglutinin.
2.3 Patofisiologi
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh
tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama
limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari
kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa
bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan
pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat
pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus
yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler,
depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung
eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini
beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe
mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu
I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang
dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya
pembentukan jaringan parut.
2.4 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan
dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat
bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan
dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan
kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,
diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala
makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak
kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan
tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada
perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat
seperti delirium.
Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau
awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung
kuman salmonella.
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid
juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal 3adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat
antibodi atau aglutinin yaitu :
* Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
* Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
* Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2.6 Penatalaksanaan
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali
komplikasi pada intestinal.
3. Obat-obat :
a. Antimikroba :
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
b. Antipiretik seperlunya
2.7 Komplikasi
2.8 WOC
Sebagian masuk
Ke usus halus
Peningkatan asam
lambung
Ileun terminalis
Mual, Muntah
Perdarahan dan
perforasi
Sebagian menembus
lamina propia
menetap
Sebagian dimusnahkan
Asam lambung
DEMAM TIFOID
Hepato megali,
Splenomegali
dan limpa
MK = Hipertermi
Hipothalamus
Demam
Peningkatan
Suhu tubuh
BAB 3
CASE STUDY
Kasus :
Tn. T (6 tahun) BB : 30 kg, di bawa ke UGD RS Gambiran karena demam tidak turun, pagi
turun sore malam naik lagi, mual muntah, setelah dilakukan pemeriksaan oleh perawat
didapatkan data mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, pasien tampak lemah, T : 40oC,
N : 90 x/menit, RR : 23 x/menit. Pasien tampak berkeringat, keluaran urin sedikit hanya
500 cc /jam. Lidah kotor. Pasien didiagnosa demam thypoid.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Identitas
Nama : Tn. T
Umur : 6 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan :
Status :
Agama :
Alamat :
Tanggal MRS :
No. RM :
c. Riwayat kesehatan
Sejak kapan pasien sudah merasa tidak enak badan dan kurang nafsu makan, disertai
dengan sakit kepala, badan panas, mual dan ada muntah. Panas berkurang setelah
minum obat parasetamol, tapi hanya sebentar kemudian panas lagi.
Menanyakan apakah ada dalam keluarga pasien yang pernah sakit seperti pasien.
a. Keadaan umum
Mengkaji kesadaran dan keadaan umum pasien. Kesadaran pasien perlu di kaji dari
sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien
· Suhu : 40oc
· Nadi : 90 x/menit
· RR : 23 x/menit
1. B1 (breath)
2. B2 (Blood)
3. B3 (Brain)
· Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris, konjungtiva
tampak anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+), tidak
menggunakan alat bantu penglihatan.
· Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung merah muda,
tidak ada cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat merespon setiap
pertanyaan yang diajukan dengan tepat.
4. B4 (Bladder)
· Kebersiahan : bersih
· Uretra : normal
· Produksi urin : tidak normal (sedikit) 500 cc/jam, buang air kecil tidak menentu, rata-
rata 4-6x sehari, tidak pernah ada keluhan batu atau nyeri.
5. B5 (Bowel)
· Mulut : Mukosa bibir kering, lidah tampak kotor (keputihan), gigi lengkap, tidak ada
pembengkakan gusi, tidak teerlihat pembesaran tonsil
· Mukosa: pucat
6. B6 (Bone)
Analisa Data
Etiologi
Masalah
Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Data Subjektif
2. Mual
3. Muntah
Data Objektif
6. T : 40oc
7. N : 90 x/m
8. RR : 23x/m
9. Berkeringat
Sebagian dimusnahkan
Asam lambung
Peningkatan asam
lambung
Mual, Muntah
Data Objektif
5. T : 40oc
6. N : 90 x/m
7. Berkeringat
Sebagian masuk
Ke usus halus
Ileun terminalis
Sebagian menembus
lamina propia
Masuk aliran limfe
Hipothalamus
Demam
Peningkatan
Suhu tubuh
MK = Hipertermi
Hipertermi
3.3 Diagnosa
3.5 Planning
No.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
1.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
Kriteria Hasil:
4. Ukur semua cairan output (muntah, urine, diare). Ukur semua intake cairan.
2.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh dalam barts normal pada jangka waktu 1x24 jam
- Kriteria Hasil:
3. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada
pasien.
4. Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.
5. Berikan cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan
patogen tertentu, menurun dihubungkan dengan resolusi infeksi.
Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
3.6 Implementasi
No
Implementasi
Paraf
1.
4. Mengukur semua cairan output (muntah,urine, diare), dan mengukur semua intake.
2.
3. Memberikan suhu lingkungan yang nyaman pada pasien serta memakaikan pakaian
tipis.
3.7 Evaluasi
Diagnosa 1:
A : Masalah teratasi
P : Pasien pulang
Diagnosa 2:
O : TTV normal, membran mukosa lembab, kulit dingin dan bebas dari keringan yang
berlebih, pakaian dan tempat tidur pasien kering.
A : Masalah teratasi
P : Pasien pulang
BAB 4
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi
akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) antigen H
(Hauch, menyebar) dan antigen V1 (kapsul). Kuman Salmonella masuk bersama
makanan atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus
mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60
hari.
3.2 Saran
PERTANYAAN
2. Apakah jika penderita yang pernah sakit demam thypoid dan telah sembuh, bisa
terinfeksi bakteri Salmonella Thypii lagi?
Jawab : Bisa. Karena bakteri Salmonella Thypii dapat menular melalui makanan dan
minuman, jadi jika orang tersebut memakan makanan atau minuman yang terinfeksi
bakteri tersebut maka orang tersebut bisa saja terinfeksi lagi dan mengalami sakit
Demam Thypoid lagi.
Jawab : karena pada anak-anak daya tahan tubuhnya masih rentan, selain itu pada
anak-anak sering atau senang memasukkan apapun ke dalam mulutnya yang kita tidak
ketahui apakah ada bakteri Salmonella Thypii di dalam benda-benda yang masuk ke
dalam mulutnya tersebut.
Jawab : Bakteri Salmonella Thypii masuk melalui saluran pencernaan masuk ke usus
halus dan kemudian masuk ke hepar. Di hepar terjadi proses fagositosis racun, karena
adanya bakteri disana maka kerja hepar semakin kuat untuk mengkompensasi dalam
membunuh kuman bakteri yang ada didalam hepar.
Jawab : penularannya melalui saluran pencernaan yaitu bisa melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi bakteri Salmonella Thypii.
6. Mengapa anda mengambil diagnosa keperawatan Kekurangan Volume Cairan
berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh?
Jawab : karena bakteri Salmonella Thypii masuk kesaluran pencernaan melalui makanan
yang kemudian sebagian dimusnahkan asam lambung dan menyebabkan peningkatan
asam lambung yang mengakibatkan pasien merasa mual muntah, dari perasan mual
muntah itu sendiri dapat munurunkan intake nutrisi.
7. Pada pasien demam thypoid diit yang seperti apa yang diberikan?
Jawab : untuk pasien yang baru masuk RS diberikan diit lunak setelah itu kita berikan
makanan setengah padat dan kemudian makanan padat.
DAFTAR PUSTAKA
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta.
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC