Anda di halaman 1dari 27

Demam Thypoid

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Deman thipoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang no 6 tahun 1962, tentang
wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan
dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Surveilans
Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian deman thipoid di Indonesia pada tahun
1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per
10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986
memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu dari 19.596 menjadi
26.606 kasus.

Insiden demam thipoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan ; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di
daerah urban di temukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di
perkotaan erhubungan erat dengan penyediaan air bersish yang belum memadai serta
sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi sarat
kesehatan lingkungan.

Case fatality rate (CFR) demam thipoid di tahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruh
kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga Departemen RI (SKRT depkes RI) tahun 1995 demam thipoid tidak termasuk
dalam sepuluh penyakit dengan mortalitas tertinggi.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypoid ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypoid

1.3.2 Khusus

a. Menjelaskan definisi demam thypoid

b. Menjelaskan etiologi demam thypoid

c. Menjelaskan klasifikasi demam thypoid

d. Menjelaskan patofisiologi demam thypoid

e. Menjelaskan manifestasi klinis demam thypoid

f. Menjelaskan pemeriksaan penunjang demam thypoid

g. Menjelaskan penatalaksanaan medis demam thypoid

h. Menjelaskan komplikasi demam thypoid

i. Menjelaskan askep pasien dengan demam thypoid

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teorotis

Menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan demam


thypoid.

1.4.2 Manfaat praktis

a. Tenaga keperawatan
Agar tenaga keperawatan mampu menerapkan dan melaksanakan asuhan keperawatan.

b. Mahasiswa

Agar mahasiswa menambah referensi tentang demam thypoid

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi
akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995).
Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thypiia/Eberthela Thypii yang
merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada
suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C
dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) merupakan
somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, antigen H (Hauch,
menyebar) terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan antigen V1 (kapsul)
merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap
fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi
yang lazim disebut aglutinin.

2.3 Patofisiologi

Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi,


setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah
(bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan
limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES)
dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.

Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh
tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama
limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari
kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa
bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan
pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat
pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus
yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.

Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler,
depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung
eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini
beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe
mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.

Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu
I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang
dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya
pembentukan jaringan parut.
2.4 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari (T.H. Rampengan
dan I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi 14 hari dengan gejala klinis sangat
bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).

Walaupun gejala bervariasi secara garis besar gejala yang timbul dapat dikelompokan
dalam : demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gnagguan
kesadaran. Dalam minggu pertama : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,
diare, konstipasi dan suhu badan meningkat (39-410C). Setelah minggu kedua gejala
makin jelas berupa demam remiten, lidah tifoid dengan tanda antara lain nampak
kering, dilapisi selaput tebal, dibagian belakang tampak lebih pucat, dibagian ujung dan
tepi lebih kemerahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan nyeri tekan pada
perut kanan bawah dan mungkin disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat
seperti delirium.

Roseola (rose spot), pada kulit dada atau perut terjadi pada akhir minggu pertama atau
awal minggu kedua. Merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandung
kuman salmonella.

2.5 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,


yang terdiri dari :

1. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

· Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.

· Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.

· Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

· Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

4. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid
juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal 3adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat
antibodi atau aglutinin yaitu :

* Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

* Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

* Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

2.6 Penatalaksanaan

1. Tirah baring atau bed rest.

2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali
komplikasi pada intestinal.

3. Obat-obat :

a. Antimikroba :

- Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv

- Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral

- Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg +


trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.

- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.

Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.

b. Antipiretik seperlunya

c. Vitamin B kompleks dan vitamin C

4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.

2.7 Komplikasi

Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik, pielonefritis,


kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis, ensefalopati, bronkitis, karir
kronik.
Kuman Salmonella typhii

masuk ke saluran cerna

(melalui makanan atau minuma, dan benda lain)

2.8 WOC

Sebagian masuk

Ke usus halus

Peningkatan asam

lambung

Ileun terminalis

Mual, Muntah

Perdarahan dan

perforasi

Masuk aliran limfe

Sebagian menembus

lamina propia

Sebagian hidup dan

menetap

Sebagian dimusnahkan

Asam lambung

MK = Kekurangan Volume Cairan

Dilepasnya zat pirogen oleh leukosit pada jaringan


yang meradang

DEMAM TIFOID

Infeksi Salmonella typhi,

Paratyphi dan Endotoksin

Hepato megali,

Splenomegali

Masuk dan bersarang dihati

dan limpa

Menembus dan masuk aliran darah

MK = Hipertermi

Hipothalamus

Demam

Peningkatan

Suhu tubuh
BAB 3

CASE STUDY

Kasus :

Tn. T (6 tahun) BB : 30 kg, di bawa ke UGD RS Gambiran karena demam tidak turun, pagi
turun sore malam naik lagi, mual muntah, setelah dilakukan pemeriksaan oleh perawat
didapatkan data mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, pasien tampak lemah, T : 40oC,
N : 90 x/menit, RR : 23 x/menit. Pasien tampak berkeringat, keluaran urin sedikit hanya
500 cc /jam. Lidah kotor. Pasien didiagnosa demam thypoid.

3.1 Pengkajian

3.1.1 Anamnesa

a. Identitas

Nama : Tn. T

Tempat tanggal lahir :-

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 6 tahun

Pendidikan : SD

Pekerjaan :

Status :

Agama :

Alamat :

Tanggal MRS :

No. RM :

Diagnosa Medis : Demam Thypoid

b. Keluhan utama : Demam

c. Riwayat kesehatan

· Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan pasien sudah merasa tidak enak badan dan kurang nafsu makan, disertai
dengan sakit kepala, badan panas, mual dan ada muntah. Panas berkurang setelah
minum obat parasetamol, tapi hanya sebentar kemudian panas lagi.

· Riwayat penyakit dahulu


Menanyakan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti sekarang
ini, apakah pasien pernah dirawat di RS, atau pernah sakit biasa seperti flu, pilek dan
batuk, dan sembuh setelah minum obat biasa yang dijual di pasaran.

· Riwayat penyakit keluarga

Menanyakan apakah ada dalam keluarga pasien yang pernah sakit seperti pasien.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Mengkaji kesadaran dan keadaan umum pasien. Kesadaran pasien perlu di kaji dari
sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien

· Suhu : 40oc

· Nadi : 90 x/menit

· RR : 23 x/menit

b. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan persistem

Suhu : 40oc, Nadi : 90 x/menit, RR : 23 x/menit

1. B1 (breath)

· Bentuk dada : simetris

· Pola nafas : teratur

· Suara nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan

· Sesak nafas : tidak ada sesak nafas

· Retraksi otot bantu nafas : tidak ada

· Alat bantu pernafasan : tidak ada alat bantu pernafasan

2. B2 (Blood)

· Irama jantung : teratur

· Nyeri dada : tidak ada

· Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan


· Akral : Tangan bentuk simetris, tidak ada peradangan sendi dan oedem, dapat
bergerak dengan bebas, akral hangat, tangan kanan terpasang infus. Kaki bentuk
simetris, tidak ada pembatasan gerak dan oedem, akral hangat.

3. B3 (Brain)

· Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris, konjungtiva
tampak anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+), tidak
menggunakan alat bantu penglihatan.

· Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung merah muda,
tidak ada cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat merespon setiap
pertanyaan yang diajukan dengan tepat.

· Penciuman (hidung) : Penciuman dapat membedakan bau-bauan, mukosa hidung


merah muda, sekret tidak ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau polip.

· Kesadaran : kompos mentis

4. B4 (Bladder)

· Kebersiahan : bersih

· Bentuk alat kelamin : normal

· Uretra : normal

· Produksi urin : tidak normal (sedikit) 500 cc/jam, buang air kecil tidak menentu, rata-
rata 4-6x sehari, tidak pernah ada keluhan batu atau nyeri.

5. B5 (Bowel)

· Nafsu makan : anoreksia

· Porsi makan : ¼ porsi

· Mulut : Mukosa bibir kering, lidah tampak kotor (keputihan), gigi lengkap, tidak ada
pembengkakan gusi, tidak teerlihat pembesaran tonsil

· Mukosa: pucat

6. B6 (Bone)

· Kemampuan pergerakan sendi : normal

· Kondisi tubuh : kelelahan, malaise, lemah


3.2 Analisa Data

Analisa Data

Etiologi

Masalah

Keperawatan

Diagnosa

Keperawatan

Data Subjektif

1. Demam (panas naik turun)

2. Mual

3. Muntah

Data Objektif

1. Mukosa bibir kering

2. Turgor kulit jelek

3. Pasien tampak lemah

4. Lidah tampak kotor

5. Keluaran urin 500 cc/24 jam

6. T : 40oc

7. N : 90 x/m

8. RR : 23x/m

9. Berkeringat

Kuman Salmonella typhii


masuk ke saluran cerna

Sebagian dimusnahkan

Asam lambung

Peningkatan asam

lambung

Mual, Muntah

MK = Kekurangan Volume Cairan

Kekurangan volume cairan

Berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.


Data Subjektif

1. Demam (panas naik turun)

Data Objektif

1. Mukosa bibir kering

2. Turgor kulit jelek

3. Pasien tampak lemah

4. Lidah tampak kotor

5. T : 40oc

6. N : 90 x/m

7. Berkeringat

Kuman Salmonella typhii

masuk ke saluran cerna

Sebagian masuk

Ke usus halus

Ileun terminalis

Sebagian menembus

lamina propia
Masuk aliran limfe

Menembus dan masuk aliran darah

Hipothalamus

Demam

Peningkatan

Suhu tubuh

MK = Hipertermi

Hipertermi

Berhubungan dengan proses infeksi

3.3 Diagnosa

1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan


peningkatan suhu tubuh
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

3.4 Prioritas Masalah

1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan


peningkatan suhu tubuh.

3.5 Planning

No.

Diagnosa Keperawatan

Intervensi

Rasional

1.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.

Tujuan : asupan cairan adekuat dalam jangka waktu 1 x 24 jam

Kriteria Hasil:

- Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.

- Menampilkan hidrasi yang baik misalnya membran mukosa yang lembab.

- Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat.

1. Kaji tanda-tanda dehidrasi.

2. Berikan minum per oral sesuai toleransi.

3. Atur pemberian cairan infus sesuai order.

4. Ukur semua cairan output (muntah, urine, diare). Ukur semua intake cairan.

Intervensi lebih dini

Mempertahankan intake yang adekuat


Melakukan rehidrasi

Mengatur keseimbangan antara intake dan output

2.

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : mempertahankan suhu tubuh dalam barts normal pada jangka waktu 1x24 jam

- Kriteria Hasil:

- Suhu antara 36o-37o c

- RR dan nadi dalam batas normal

- Membran mukosa lembab

- Kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih.

- Pakaian dan tempat tidur pasien kering

1. Monitor tanda-tanda infeksi.

2. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.

3. Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada
pasien.
4. Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.

5. Berikan cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.

6. Berikan antipiretik, jangan berikan aspirin.

7. Monitor komplikasi neurologis akibat demam.

Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh

Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan
patogen tertentu, menurun dihubungkan dengan resolusi infeksi.

Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi

Memfasilitasi kehiliangan panas lewat konveksi dan konduksi.

Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat.

Aspirin bersiko terjadi perdarahanGI yang menetap.

Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.

3.6 Implementasi

No

Hari / Tanggal Waktu

Implementasi

Paraf
1.

Senin, 28 November 2011

Jam 10.00 WIB

1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi.

2. Memberikan minum per oral sesuai toleransi.

3. Mengatur pemberian cairan infus sesuai order.

4. Mengukur semua cairan output (muntah,urine, diare), dan mengukur semua intake.

2.

Senin, 28 November 2011

Jam 11.00 WIB

1. Memonitor tanda-tanda infeksi.

2. Memonitor tanda-tanda vital setiap 2 jam.

3. Memberikan suhu lingkungan yang nyaman pada pasien serta memakaikan pakaian
tipis.

4. Mengkompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya.

5. Memberikan cairan iv sesuai order atau memnganjurkan intake cairan yang


adekuat.
6. Memberikan antipiretik.

7. Memonitor komplikasi neurologis.

3.7 Evaluasi

Diagnosa 1:

S : Pasien menunjukkan hidrasi yang baik

O : TTV normal, intake dan output cairan seimbang.

A : Masalah teratasi

P : Pasien pulang

Diagnosa 2:

S : Pasien mengatakan tidak demam lagi

O : TTV normal, membran mukosa lembab, kulit dingin dan bebas dari keringan yang
berlebih, pakaian dan tempat tidur pasien kering.

A : Masalah teratasi

P : Pasien pulang

BAB 4

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi
akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) antigen H
(Hauch, menyebar) dan antigen V1 (kapsul). Kuman Salmonella masuk bersama
makanan atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada dalam usus halus
mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Masa inkubasi 7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60
hari.

3.2 Saran

Dengan penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa memahami dan mampu


memberikan asuhan kepearawatan pada pasien dengan demam thypoit. Dan bagi
institusi diharapkan mampu dengan baik dalam menjalankan asuhan keperawatan pada
pasien demam thypoit yang sesuai dengan prosedur.

PERTANYAAN

1. Apakah penyakit Thypus dan Demam Thypoid itu sama?


Jawab : Demam Thypoid dan Thypus itu sama, hanya namanya yang berbeda.
Sebenarnya Thypus itu berasal dari kata Thypus abdominalis yang artinya sama dengan
Demam Thypoid.

2. Apakah jika penderita yang pernah sakit demam thypoid dan telah sembuh, bisa
terinfeksi bakteri Salmonella Thypii lagi?

Jawab : Bisa. Karena bakteri Salmonella Thypii dapat menular melalui makanan dan
minuman, jadi jika orang tersebut memakan makanan atau minuman yang terinfeksi
bakteri tersebut maka orang tersebut bisa saja terinfeksi lagi dan mengalami sakit
Demam Thypoid lagi.

3. Kenapa demam thypoid sering terjadi pada anak-anak?

Jawab : karena pada anak-anak daya tahan tubuhnya masih rentan, selain itu pada
anak-anak sering atau senang memasukkan apapun ke dalam mulutnya yang kita tidak
ketahui apakah ada bakteri Salmonella Thypii di dalam benda-benda yang masuk ke
dalam mulutnya tersebut.

4. Mengapa bakteri Salmonella Thypii dapat menyebabkan hepatomegali? Apakah


itu merupakan infeksi dari bekteri tersebut atau merupakan komplikasi?

Jawab : Bakteri Salmonella Thypii masuk melalui saluran pencernaan masuk ke usus
halus dan kemudian masuk ke hepar. Di hepar terjadi proses fagositosis racun, karena
adanya bakteri disana maka kerja hepar semakin kuat untuk mengkompensasi dalam
membunuh kuman bakteri yang ada didalam hepar.

5. Bagaimana cara penularan penyakit Demam Thypoid?

Jawab : penularannya melalui saluran pencernaan yaitu bisa melalui makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi bakteri Salmonella Thypii.
6. Mengapa anda mengambil diagnosa keperawatan Kekurangan Volume Cairan
berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh?

Jawab : karena bakteri Salmonella Thypii masuk kesaluran pencernaan melalui makanan
yang kemudian sebagian dimusnahkan asam lambung dan menyebabkan peningkatan
asam lambung yang mengakibatkan pasien merasa mual muntah, dari perasan mual
muntah itu sendiri dapat munurunkan intake nutrisi.

7. Pada pasien demam thypoid diit yang seperti apa yang diberikan?

Jawab : untuk pasien yang baru masuk RS diberikan diit lunak setelah itu kita berikan
makanan setengah padat dan kemudian makanan padat.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta.

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai