Anda di halaman 1dari 36

GANGGUAN PREFERENSI

SEKSUAL
Marwin Tjandra (406107004)
Fiona (406107009)
Boyke Sitompul (406107022)
Emelia Wijayanti (406107080)

Pembimbing :
dr. Yenny Dewi Purnamawati, Sp.KJ (K)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha BSD Tangerang
Periode 03 September 2012 – 06 Oktober 2012
Pendahuluan
 Perilaku seksual bermacam-macam dan ditentukan oleh
suatu interaksi faktor-faktor yang kompleks
 Faktor Seksualitas
◦ Identitas seksual
◦ Identitas jenis kelamin
◦ Orientasi seksual
◦ Perilaku seksual
 Dalam dunia psikologi abnormal, gangguan abnormalitas
seksual merupakan ruang lingkup di dalamnya 
DSM IV TR (Asosiasi Psikiatrik Amerika)
◦ Disfungsi seksual
◦ Parafilia
◦ Gangguan Identitas Gender.
F65.0 Gangguan Preferensi Seksual
• Termasuk : Parafilia
• Tidak termasuk : Problem yang berhubungan dengan
orientasi seksual (F66.-)

• Parafilia (paraphilia)  bahasa Yunani


 Para : "pada sisi lain”
 Philos : "mencintai“
• Parafilia  gangguan seksual yang ditandai oleh
khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek
seksual yag kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan
Epidemiologi
 Di antara kasus parafilia yang dikenali secara
hukum, pedofilia adalah jauh lebih sering
dibandingkan yang lainnya
 Menurut definisinya, parafilia adalah kondisi yang
terjadi pada laki-laki
 > 80% memiliki onset sebelum usia 18 tahun
 Pasien parafilia umunya memiliki 3 -5 parafilia
bersamaan / waktu terpisah
 Kejadian perilaku parafilia memuncak pada usia
antara 15 dan 25 tahun, dan selanjutnya
menurun.
KLASIFIKASI
DSM-IV-TR PPDGJ III
• Ekshibisionisme • F65.0 Fetihisme
• Fetishisme • F65.1 Tranvetisme Fetihistik
• Froteurisme • F65.2 Ekshibisionisme
• Pedofilia • F65.3 Voyeurisme
• F65.4 Pedofilia
• Masokisme Seksual
• F65.5 Sadomasokisme
• Sadisme Seksual
• F65.6 Gangguan Preeferensi
• Voyeurisme Seksual Multipel
• Fetishisme Transvestik • F65.8 Gangguan Preferensi
• Parafilia Lain yang Tidak Seksual Lainya
Ditentukan • F65.9 Gangguan Preferensi
Seksual YTT
ETIOPATOFISIOLOGI

Faktor
Psikososial

Teori Faktor
Darwin Biologis

PARAFILIA

Teori Teori
Dawkin Behavioural
Manifestasi klinik
Dorongan, fantasi, & rangsangan yang berulang-ulang & berkaitan
dengan :

• Obyek-obyek yang bukan manusia (sepatu, baju dalam,


 bahan kulit atau karet)

• Menyakiti diri sendiri / mitra


• Individu-individu yang tidak diperbolehkan menurut


hukum (anak-anak, orang yang tidak berdaya atau
 pemerkosaan)
DIAGNOSIS
• PPDGJ III
• DSM IV
Gejala muncul selama waktu
sekurangnya 6 bulan
Gejala bermakna secara klinis /
gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, fungsi penting lainnya
FETIHISME
 Dorongan seksual hebat yang
berulang & secara seksual
menimbulkan khayalan yang
dipengaruhi oleh objek yang
bukan manusia
 Penderita akan terangsang dan
terpuaskan secara seksual jika:
 Memakai pakaian dalam milik
lawan jenisnya
 Memakai bahan karet atau kulit
 Memegang, atau menggosok-
gosok atau membaui sesuatu,
misalnya sepatu bertumit tinggi
Pedoman Diagnostik Fetihisme PPDGJ – III
 Mengandalkan pada beberapa benda mati(non-living object) sebagai
rangsangan untuk membangkitkan keinginan seksual dan
memberikanb kepuasan seksual. Kebanyakan benda tersebut (object
fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian atau
sepatu
 Diagnosis ditegakkan apabila object fetish benar-benar merupakan
sumber yang utama dari rangsangan seksual atau penting sekali
untuk respon seksual yang memuaskan.
 Fantasi fetihistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali
apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak
semestinya sampai menggangu hubungan seksual dan
menyebabkan bagi penderitaan individu.
 Fetihisme terbatas hampir hanya pada pria saja
Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan
pada “cross-dressing” (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme
transvestik atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil
pada genital, misalnya sebuah vibrator (DSM IV)
TRANVETISME FETIHISTIK
 Keadaan seseorang yang
mencari rangsangan dan
pemuasan sexual dengan
memakai pakaian dan
berperan sebagai seorang
dari sex yang berlainan
Pedoman Diagnostik Tranvetisme Fetihistik PPDGJ - III

 Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk


mencapai kepuasaan seksual
 Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana
pakaian sebagai objek fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi
juga untuk menciptakan penampilan seorang dari lawan jenis
kelaminya. Biasanya lebih dari satu jenis barang yang dipakai dan
seringkali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk rambut
palsu dan tat arias wajah.
 Transvetisme fetihistik dibedakan dari transvetisme transsexual oleh
adanya hubungan yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan
keinginan/hasrat yang kuat untuk melepaskan baju tersebut apabila
orgasme sudah terjadi dan rangsang seksual menurun
 Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagai
suatu fase awal oleh para penderita transeksualisme dan
kemungkinan merupakan suatu stadium dalam perkembangan
transeksualisme.
EKSHIBISIONISME
 Dorongan berulang untuk menunjukkan alat kelamin pada
orang asing/ orang yang tidak menyangkanya
Pedoman Diagnostik Ekshibisionisme PPDGJ-III

 Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan


alat kelamin kepada asing (biasanya lawan jenis kelamin) / kepada
orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat untuk
berhubungan lebih akrab.
 Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki
heteroseksual yang memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa,
biasanya menghadap mereka dalam jarak yang aman di tempat
umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau terpesona,
kegairahan penderita menjadi meningkat.
 Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya
penyaluran seksual, tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini
dilanjutkan bersamaan (stimultaneously) dengan kehidupan seksual
yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama,
walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat
menghadapi konflik dalam hubungan tersebut.
 Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan
dalam mengendalikan dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat
“ego-alien” (suatu benda asing bagi dirinya).
VOYEURISME/ SKOPOFILIA
 Preokupasi rekuren dengan
khayalan dan tindakan yang
berupa mengamati orang lain
yang telanjang /sedang
berdandan /melakukan aktivitas
seksual
 Voyeurisme merupakan kegiatan
mengintip yang menggairahkan
dan bukan merupakan aktivitas
seksual dengan orang yang dilihat
 Sebagian besar pelaku
voyeurisme dari golongan pria
Pedoman Diagnostik Voyeurisme
PPDGJ-III

 Kecenderungan yang berulang atau menetap


untuk melihat orang yang sedang berhubungan
seksual atau berperilaku intim seperti sedang
menanggalkan pakaian.
 Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan
seksual dan mastrubasi, yang dilakukan tanpa
orang yang diintip menyadarinya
PEDOFILIA
 Gangguan psikoseksual, yang mana fantasi / tindakan
seksual dengan anak-anak prapubertas merupakan cara
untuk mencapai gairah dan kepuasan seksual
Pedoman Diagnostik Pedofilia PPDGJ – III

 Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau


awal masa pubertas, baik laki-laki maupun perempuan
 Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan
 Preferensi tersebut harus berulang dan menetap
 Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner
seksual dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk
mencapai hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaanya
beralih kepada anak-anak sebagai pengganti.

DSM IV
 Anak prapubertas atau dengan anak-anak (biasanya berusia 13
tahun atau kurang)
 Orang sekurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia
5 tahun lebih tua dari anak, atau anak-anak dalam kriteria A.
SADOMASOKISME
 Sadisme Seksual  preferensi mendapatkan /meningkatkan
kepuasan seksual dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik
maupun mental (memukul, menampar, menggigit, mencekik, menoreh
mitranya dengan pisau, menyayat-nyayat mitranya dengan benda
tajam, menghina/ memaki – maki pasangan seksual) lebih sering
terjadi pada laki-laki
 Masokhisme Seksual  mencapai kepuasan seksual dengan
menyakiti diri sendiri, lebih sering terjadi pada wanita
Kriteria Diagnostik Sadomasokisme PPDGJ-III

 Preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan


pengikatan atau menimbulkan rasa sakit atau
penghinaan; (individu yang lebih suka untuk menjadi
resipien dari perangsangan demikian disebut
“masokisme”, sebagai pelaku = “sadism”)
 Seringkali individu mendapatkan rangsangan seksual
dari aktivitas sadistik maupun masokistik.
 Kategori ini hanya digunakan apabila sadomasokistik
merupakan sumber rangsangan yang penting pemuasan
seksual.
 Harus dibedakan dari kebrutalan dalam hubungan
seksual atau kemarahan yang tidak berhubungan
dengan erotisme.
GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL
MULTIPEL
 Kadang – kadang lebih dari satu gangguan
preferensi seksual yang terjadi pada
seseorang dan tidak satupun lebih diutamakan
daripada yang lainnya
 Kombinasi yang paling sering adalah fetihisme,
transvestisme dan sadomasokisme
Gangguan Preferensi Seksual Lainnya
• Frotteurisme
• Nekrofilia
• Skatologia Telepon
• Parsialisme
• Zoofilia
• Koprofilia Dan Klismafilia
• Urofilia
• Masturbasi
• Hipoksifilia
Frotteurisme
 Frotteurisme biasa ditandai oleh
seorang laki-laki yang
menggosokkan penisnya kepada
bokong /bagian tubuh seorang
wanita yang berpakaian lengkap
untuk mencapai orgasme.
 Pada saat yang lain, ia mungkin
menggunakan tangannya untuk
meraba korban yang tidak
menaruh curiga
 Tindakan ini biasanya terjadi
pada tempat ramai, khususnya
dalam kereta dan bus
NEKROFILIA
 Obsesi untuk mendapatkan
kepuasan seksual dari mayat

 Sebagian besar orang dengan


nekrofilia mendapatkan mayat
untuk eksploitasinya dari rumah
mati & menggali dari kuburan
Skatologia Telepon
 Panggilan telepon yang cabul, ketegangan dan
perangsangan yang dimulai saat akan menelepon,
melibatkan pasangan yang tidak menaruh curiga,
penerima telepon mendengarkan saat penelepon
(biasanya laki-laki) secara verbal membuka
preokupasinya atau mengajak wanita untuk
menceritakan aktivitas seksualnya, dan percakapan
tersebut disertai dengan masturbasi, yang seringkali
disudahi setelah kontak terputus
Parsialisme
 Dalam parsialisme seseorang memfokuskan pada satu bagian
tubuh dan menyingkirkan bagian lainnya
 Kontak genital - mulut  aktivitas yang normalnya
berhubungan dengan pemanasan seksual (foreplay)
 Kunilingus  kontak oral dengan genital eksternal wanita
 Felasio  kontak oral dengan penis
 Analingus  kontak oral dengan anus
ZOOFILIA
 Pada zoofilia, binatang yang
mungkin dilatih untuk berperan
serta adalah disukai untuk khayalan
perangsangan atau aktivitas seksual,
termasuk hubungan seksual,
masturbasi, dan kontak oral-genital.
 Hubungan seksual dengan binatang
kadang-kadang merupakan suatu
hasil pertumbuhan dari tersedianya
atau kesenangan, khususnya pada
bagian dunia dimana kaidah yang
ketat melarang seksualitas
pramarital atau dalam situasi isolasi
yang berlebihan.
Koprofilia Dan Klismafilia
 Koprofilia  kesenangan seksual yang berhubungan
dengan keinginan untuk defekasi pada tubuh pasangan,
didefekasi oleh pasangan, atau makan feses (koprofagia)
 Suatu varian adalah pemakaian kompulsif kata-kata cabul
(koprolalia)
 Parafilia tersebut adalah berhubungan dengan fiksasi pada
stadium anal dari perkembangan psikoseksual
 Demikian juga, penggunaan enema sebagai bagian dari
stimulasi seksual, klismafilia, adalah berhubungan dengan
fiksasi anal
Urofilia
 Minat dalam kenikmatan seksual yang berhubungan dengan
keinginan untuk kencing pada tubuh pasangan atau
dikencingi oleh pasangan; ini adalah suatu bentuk
erotikisme uretral

 Keadaan ini mungkin disertai dengan teknik masturbasi


yang melibatkan insersi benda asing ke dalam uretra untuk
mendapatkan stimulasi seksual baik pada laki-laki maupun
wanita
Masturbasi
 Masturbasi  pencapaian kenikmatan seksual – biasanya
menyebabkan orgasme – oleh diri sendiri (autoerotikisme)
 Frekuensi masturbasi bervariasi
 Masa remaja  3-4 x /minggu
 Masa dewasa  1-2 x/ minggu
 Masturbasi sering ditemukan pada orang yang telah
menikah
 Masturbasi Abnormal  menjadi satu-satunya jenis
aktivitas seksual yang dilakukan, jika dilakukan sedemikian
seringnya sehingga menyatakan suatu kompulsi /disfungsi
seksual/ jika secara terus menerus disukai untuk
berhubungan seks dengan pasangan.
Hipoksifilia
• Keinginan untuk mencapai perubahan kesadaran sekunder
karena hipoksia saat mengalami orgasme
• Dalam gangguan ini orang mungkin menggunakan obat
(seperti nitrit volatil/ nitrogen oksida)  hipoksia
• Asfiksiasi autoerotik juga berhubungan dengan keadaan
hipoksik tetapi harus diklasifikasikan sebagai suatu bentuk
masokisme seksual
DIAGNOSIS BANDING
 Klinisi perlu membedakan suatu parafilia
dari coba-coba dimana tindakan dilakukan
untuk mengetahui efek baru dan tidak
secara rekuren /kompulsif
PENATALAKSANAAN
Kendali Eksternal

Terapi Seks

Terapi Perilaku

Terapi Obat
• Antipsikotik dan Antidepresan
• Antiandrogen
• Obat serotonorgik

Psikoterapi Berorintasi Tilikan


PROGNOSIS

 Prognosis buruk  Prognosis baik


 Onset usia awal  Memiliki riwayat koitus
 Tingginya frekuensi disamping parafilia
tindakan  Motivasi tinggi untuk
 Tidak adanya perasaan berubah
bersalah /malu  Datang berobat sendiri
terhadap tindakan
tersebut
 Penyalahgunaan zat
 Gangguan Preferensi Seksual / Parafilia 
sekelompok gangguan mencakup ketertarikan
seksual terhadap objek yang tidak wajar
/aktivitas seksual yang tidak pada umumnya
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan PPDGJ III &
DSM IV
 Penatalaksanaan tergantung dari jenis parafilia
dengan atau tanpa gangguan jiwa lainnya
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai