Anda di halaman 1dari 3

Sanksi Pajak di Indonesia

Sanksi pajak merupakan hal yang sangat dihindari wajib pajak. Tapi, mengapa masih banyak
wajib pajak yang terkena sanksi pajak?
Rupanya, banyak wajib pajak yang tidak sadar bahwa mereka sering mengulang kesalahan
yang sama saat menyelesaikan kewajiban perpajakan. Oleh sebab itu, untuk menghindari
sanksi pajak, kita harus mengetahui apa saja kesalahan yang dapat menimbulkan sanksi
pajak.
Nah, berikut ini contoh-contoh kesalahan tersebut:
 Lupa Tanggal Pembayaran dan Pelaporan Pajak
Salah satu penyebab utama keterlambatan pembayaran pajak adalah karena wajib pajak lupa
tanggal pelaporan. Hal ini biasanya terjadi pada wajib pajak yang mengurus seluruh
administrasi perpajakannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
 Menunda Pembayaran Pajak
Sering menunda pembayaran pajak dapat menyebabkan wajib pajak terkena sanksi pajak.
Tidak hanya sanksi karena telat membayar pajak, wajib pajak juga bisa terkena sanksi karena
telat menyampaikan SPT. Sebab, jika Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dilaporkan tidak
tepat waktu, wajib pajak akan dikenakan sanksi pajak berupa denda dan bunga.
 Menyembunyikan Data
Ini merupakan tindakan ilegal dari wajib pajak yang bertujuan mengurangi jumlah nominal
pajak yang akan dibayarkan. Caranya dengan menyembunyikan atau memalsukan beberapa
data seperti data pendapatan yang diperoleh dan lain sebagainya. Hal ini sudah tentu dapat
membuat wajib pajak terkena sanksi pajak.
Berbicara mengenai sanksi pajak, kita harus tahu apa saja jenis dan besaran sanksi pajak itu
sendiri. Berikut ini sejumlah poin mengenai macam-macam dan besarannya sanksi pajak,
yaitu:
2 Jenis Sanksi Pajak yang Perlu Anda Tahu
Sanksi Administrasi Pajak
Sanksi administrasi adalah sanksi berupa pembayaran kerugian terhadap negara seperti
denda, bunga dan kenaikan. Adapun perbedaan antara denda, bunga dan kenaikan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
A. Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan
kewajiban pelaporan. Besaran nya pun bermacam-macam, sesuai dengan aturan undang-
undang.
Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka nominal denda yang dikenakan
senilai Rp 500.000. Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka nominal
denda yang dikenakan senilai Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan usaha dan Rp100.000
untuk wajib pajak perorangan.
B. Sanksi bunga ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait
kewajiban membayar pajak. Besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya,
keterlambatan pembayaran pajak masa tahunan akan dikenakan sanksi pajak berupa bunga
senilai 2% per bulan dari jumlah pajak terutang.
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT pun dikenakan sanksi berupa nilai bunga senilai 2%
per bulan atas kekurangan pembayaran pajak. Mengangsur atau menunda pajak juga
dikenakan bunga senilai 2% per bulan dengan ketentuan bagian dari bulan tetap dihitung
penuh 1 bulan.
C. Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait dengan
kewajiban yang diatur dalam material. Sanksi pajak ini berupa kenaikan jumlah pajak yang
harus dibayar. Penyebabnya bisa karena adanya pemalsuan data seperti meminimalkan
jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP. Sanksi kenaikan
besarannya adalah 50% dari pajak yang kurang dibayar.
Sanksi Pidana Pajak
Sanksi Pidana adalah sanksi pajak yang diberikan berupa hukuman pidana seperti denda
pidana, pidana kurungan dan pidana penjara. Wajib pajak dapat dikenakan sanksi pidana bila
diketahui dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya
tidak benar.
Penyebab lainnya adalah wajib pajak memperlihatkan dokumen palsu serta tidak menyetor
pajak yang telah dipotong. Sanksi akibat tindakan ini adalah pidana penjara selama 6 tahun
paling lama dan denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang.
Agar dapat terhindar dari sanksi pajak yang berat, berikut ini kiat yang bisa Anda lakukan:
 Mengisi SPT dengan jujur dan cermat agar tidak terjadi kesalahan data. Pastikan nilai
nominalnya benar, jelas rinciannya, dan lengkap lampirannya.
 Mengisi faktur pajak dengan lengkap.
 Hindari akitivitas yang menimbulkan tindak pidana perpajakan terutama aktivitas yang
dianggap grey area hanya karena tidak tercantum dengan jelas dalam perundangan pajak.
 Setorkan pajak dan laporkan SPT tepat waktu.
 Hitung, setor, lapor secara cepat dan mudah dengan online.
Seperti disinggung sekilas di atas, salah satu penyebab wajib pajak terkena sanksi pajak
adalah lupa tanggal pembayaran dan pelaporan pajak.

Ketentuan khusus pajak penghasilan atas wajib pajak bentuk usaha tetap (BUT) di
Indonesia
Ekspansi kegiatan ekonomi dari negara maju ke negara berkembang dapat berupa investasi
Iangsung (foreign direct investment), pengoperasian cabang perusahaan, pendirian anak
perusahaan, atau kepemilikan surat-Surat berharga (foreign portfolio investment). Kegiatan
usaha yang dilakukan perusahaan negara domisili di negara sumber, dalam hal ini di
Indonesia, dalam konsep perpajakan, melahirkan subjek pajak baru yang dikenal sebagai
permanent establishment atau bentuk usaha tetap (BUT). Bentuk usaha tetap dalam sistem
perpajakan Indonesia memiliki kedudukan yang khusus. Perlakuan perpajakan terhadap
wajib pajak BUT agak berbeda dengan wajib pajak pada umumnya, dan hal ini juga dikaitkan
dengan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) rnengingat pengenaan pajak atas
BUT berhubungan dengan yurisdiksi perpajakan internasional.
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk; (i) memaparkan ketentuan-ketentuan khusus
perpajakan atas BUT, (ii) menganalisis pengenaan pajak atas BUT di Indonesia Sudah
Optimal terkait dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan perpajakan domestik yang
berlaku, dan (iii) memaparkan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh Ditjend
Pajak untuk mengoptimalkan pemungutan pajak terhadap BUT di Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data
sekunder dalam penelitian ini mencakup data mengenai peraturan-peraturan perpajakan
atas BUT dan data penerimaan pajak atas BUT, jumlah wajib pajak BUT, serta kelompok
usahanya. Sementara itu data primer akan dikumpulkan melalui wawancara menggunakan
kuesioner untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan ketentuanketentuan khusus
perpajakan atas BUT di Iapangan termasuk berbagai kompleksitas pennasalahan yang ada
dan upaya-upaya yang perlu dilaksanakan oleh Ditjend Pajak untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, teriihat bahwa penerimaan pajak
penghasilan atas BUT relatif fluktuatif. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan
perkembangan aliran modal masuk asing ke Indonesia. Kontribusi terbesar penerimaan
pajak atas BUT berasal dari kelompok usaha pertambangan migas, jasa persewaan mesin,
jasa keuangan dan konstruksi.
Dari sisi pelaksanaan ketentuan perpajakan atas BUT, meskipun Undang- undang Pajak
Penghasilan di Indonesia telah memberikan batasan yang cukup lengkap dan tegas
mengenai kriteria BUT, pennasalahan mengenai kriteria suatu kegiatan usaha merupakan
sebuah BUT masih sering muncul, sehingga lebih sering diselesaikan secara bilateral melalui
perjanjian penghindaran pajak berganda. Sampai dengan Januari 2005 Indonesia telah
mengadakan persetujuan penghindaran pajak berganda dengan 54 negara di dunia.
Selain itu, berdasarkan hasil kajian dari penelitian ini, pelaksanaan ketentuan-ketentuan
perpajakan atas BUT di lapangan tampaknya menghadapi permasalahan yang cukup
komplek terkait dengan kesulitan untuk mendeteksi BUT, sulitnya melakukan pendaftaran
dan penetapan BUT secara jabatan, sulitnya melakukan pemeriksaan pajak terutama akibat
belum adanya peraturan peIaksanaan yang rinci mengenai perpajakan atas BUT dan faktor
Iainnya adalah terkait dengan keterbatasan sumber daya petugas pajak yang ahli mengenai
perpajakan internasional.
Berdasarkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi terkait dengan pelaksanaan
ketentuan perpajakan atas BUT, maka ada saran yang dapat disampaikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak, yakni; (i) batasan terhadap kriteria bentuk usaha tetap perlu dipertegas,
diperjelas, dan lebih dikembangkan terutama untuk antisipasi semakin berkembangnya
aktivitas-aktivitas dan transaksi-transaksi ekonomi seiring dengan perkembangan teknologi
informasi, (ii) jumlah mitra runding dalam rangka P3B perlu segera diperluas mengingat
semakin luas dan terbukanya aktifitas dan transaksi bisnis antar negara, (iii) perlu adanya
peraturan yang lebih rinci mengenai pelaksanaan pemungutan perpajakan atas BUT sebagai
contoh penerbitan Surat- Edaran yang Iebih rinci, (iv) perlu diterbitkan modul khusus untuk
keperluan pendaftaran dan pemeriksaan pajak atas BUT untuk menghindari adanya beda
penafsiran mengenai ketentuan perpajakan atas BUT, dan (v) perlu dilakukan upaya-upaya
untuk meningkatkan kemampuan sumber daya petugas pajak, khusus terkait dengan
permasalahan perpajakan internasional.

Anda mungkin juga menyukai