Anda di halaman 1dari 13

UJIAN AKHIR SEMESTER

SEJARAH HUKUM

Dosen Pembimbing :

Dr. Dedy Hernawan,S.H, M.Hum

Disusun Oleh :

208040041 Rini Bintaria

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM KESEHATAN

PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG – 2021

1
1. Anda telah memahami tentang istilah sejarah dan sejarah hukum. Jelaskan

bagaimana hubungan antara keduanya, jelaskan pula bagaimanakah peranan

sejarah hukum dalam pembentukan dan pembaharuan hukum nasional?

Berikan contohnya.

Jawaban :

Sejarah hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan cabang dari ilmu

sejarah (bukan cabang dari ilmu hukum), yang mempelajari (studying), menganalisa

(analising), memverifikasi (verifiying), menginterpretasi (interpreting), menyusun dalil

(setting the clausule), dan kecenderungan (tendention), menarik kesimpulan tertentu

(hipoteting), tentang setiap fakta, konsep, kaidah, dan aturan yang berkenaan dengan

hukum yang pernah berlaku. Baik yang secara kronologis dan sistematis, berikut

sebab akibat serta ketersentuhannya dengan apa yang terjadi di masa kini, baik

seperti yang terdapat dalam literatur, naskah, bahkan tuturan lisan, terutama

penekananya atas karakteristik keunikan fakta dan norma tersebut, sehingga dapat

menemukan gejala, dalil, dan perkembangan hukum di masa yang lalu yang dapat

memberikan wawasan yang luas bagi orang yang mempelajarinya, dalam

mengartikan dan memahami hukum yang berlaku saat ini.1

Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari

perkembangan dari asal usul sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan

membandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu.

Sejarah hukum ini terutama berkait dengan bangkitnya suatu pemikiran dalam hukum

yang dipelopori oleh Savigny (1779-1861). Dalam studi sejarah hukum ditekankan

1
Munir Fuady, Sejarah Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, hal: 1.

2
mengenai hukum suatu bangsa merupakan suatu ekspresi jiwa yang bersangkutan

dan oleh karenanya senantiasa yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini

terletak pada karakteristik pertumbuhan yang dialami oleh masing-masing sistem

hukum. Apabila dikatakan bahwa sistem hukum itu tumbuh, maka yang diartikan

adalah hubungan yang terus menerus antara sistem yang sekarang dengan yang lalu.

Apalagi dapat diterima bahwa hukum sekarang berasal dari yang sebelumnya atau

hukum pada masa-masa lampau, maka hal itu berarti, bahwa hukum yang sekarang

dibentuk oleh prosesproses yang berlangsung pada masa lampau.2

Sejarah mempelajari perjalanan waktu masyarakat di dalam totalitasnya,

sedangkan sejarah hukum satu aspek tertentu dalam hal itu, yakni hukum. Apa yang

berlaku untuk seluruh, betapapun juga berlaku untuk bagian, serta maksud dan tujuan

sejarah hukum mau tidak mau akhirnya adalah menentukan juga “dalil-dalil atau

hukum-hukum perkembangan kemasyarakatan”. Jadi, dengan demikian

permasalahan yang dihadapi sejarawan hukum tidak kurang “imposible” daripada

setiap penyelidik dalam bidang apapun. Namun dengan mengutarakan bahwa

sejarawan hukum harus berikhtiar untuk melakukan penulisan sejarah secara integral,

nampaknya Van den Brink terlampau jauh jangkauannya. Justru pada tahap terakhir

ia melangkahi tujuan spesifik sejarah hukum ini. Sudah barang tentu bahwa

sejarawan hukum harus memberikan sumbangsihnya kepada penulisan secara

terpadu. Bahkan sumbangsih tersebut teramat penting, mengingat peran yang begitu

besar yang dimainkan oleh hukum di dalam perkembangan pergaulan hukum

manusia.

2
R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hal: 321.

3
Adapun peranan sejarah hukum dalam pembentukan dna pembaharuan hukum

nasional seperti yang disampaikan dalam pidato sambutan dan pengarahan pada

simposium Sejarah Hukum (Jakarta, tanggal 1 s/d 3 April 1975) oleh Menteri

Kehakiman yang menyatakan antara lain :“Perbincangan sejarah hukum mempunyai

arti penting dalam rangka pembinaan hukum nasional, oleh karena usaha pembinaan

hukum tidak saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan hukum masa kini

saja, akan tetapi juga bahan-bahan perkembangan hukum dari masa lampau. Melalui

sejarah hukum kita akan mampu menjajagi berbagai aspek hukum Indonesia pada

masa lalu, hal mana akan dapat memberikan pula bantuan kepada kita untuk

memahami kaidah-kaidah serta istitusi-institusi hukum yang ada dewasa ini dalam

masyarakat bangsa kita”.3

2. Sejak masa kolonial telah terjadi persinggungan antara hukum adat, hukum

agama, dan hukum barat. Jelaskan bagaimana persinggungan tersebut satu

sama lain pada masa tersebut. Uraikan pula bagaimanakah persinggungan

tersebut pada saat ini. Lengkapi jawaban anda dengan memberikan contohnya.

Jawaban:

Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, masyarakat pribumi di samping

telah mempunyai cirri khas adat tersendiri juga telah mulai bersinggungan dengan

peradaban luar, salah satunya adalah ajaranajaran Islam. Oleh karenanya, aturan

hukum yang lebih dikenal pada waktu itu adalah hukum Islam yang memnag telah

menyatu dengan budaya adat setempat. Pada dasarnya, kedua budaya ini (Islam dan

3
Ibid,. R. Soeroso, hal : 320.

4
adat) dapat berjalan seiring-seirama bergelindan menjadi aturan yang memagari

norma-norma masyarakat pribumi. Secara ilmiah kehidupan hukum di Indonesia

sedang memberi suatu ekspose tentang seluk beluk yang mendasar dari hukum dan

penggunaannya dalam masyarakat. Setidaknya ada 3 (tiga) corak hukum yang dapat

kita jumpai dalam bgaian hukum Indonesia diantaranya; hukum Islam, hukum adat

dna hukum kolonial.4

Hukum Islam sejak kedatangannya di bumi Indonesia hinggga sekarang

tergolong hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat. Bukan saja karena hukum

Islam merupakan entitas agama yang dianut oleh mayoritas penduduk hingga saat

ini. Pada masa kolonial Belanda, hukum Islam dilawankan dengan hukum adat

sebagai “teman dialog”, sedangkan pada masa pasca kemerdekaan hukum Islam

disandingkan dengan hukum positif.5

Pendapat yang berkembang selama ini mengenai hukum Islam vis a vis hukum

adat pada masa Belanda dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Pertama,

Kelompok yang dipandegani oleh B.W Andaya, A. J. Johns, dan Lodewijk Willem

Cristian Van den Berg, yang mengemukakan Teori Receptio in Complexu. Teori ini

berarti bahwa bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam, karena dia telah memeluk

agama Islam, sehingga berhak untuk menjalankan hukum agamanya, walaupun

dalam praktek di lapangan masih terdapat penyimpangan-penyimpangan dari ajaran

yang sebenarnya. Intinya, hukum agama (Islam) diterima secara keseluruhan oleh

masyarakat sekitar yang memeluk agama tersebut. Singkatnya, hukum adat

4
Ismail Sunny, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, dalam buku Prospek Hukum Islam
dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia, hlm. 200.
5
M. Roy Purwanto, Hukum Islam Dan Hukum Adat Masa Kolonial: Sejarah Pergolakan Antara Hukum Islam Dan
Hukum Adat Masa Kolonial Belanda, Jurnal Studi Islam, Vol. 1, No(2), 2005, hal: 7.

5
mengikuti hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat adat itu. Namun, teori ini

dibantah oleh Snouck Hugronje dan Van Vollenhoven melalui Teori Receptie-nya.

Menurut Hugronje, hukum Islam dapat diberlakukan sepanjang tidak bertentangan

atau telah diterima keberlakuannya oleh hukum adat. Artinya, hukum Islam mengikuti

hukum adat masyarakat sekitar.6 Van Vollenhoven, mengatakan bahwa aturan-aturan

adat mempunyai akar yang kuat di desa-desa, semenjak sebelum kehadiran agama-

agama impor seperti Islam, Hindu dan Budha. Bagi pengikut kelompok ini, hukum

Islam hanya dipertimbangkan sejauh ia bisa diterima oleh salah satu sistem yang

utama dari adat.

Kemudian, setelah Indonesia merdeka dan Pancasila serta UUD 1945

ditetapkan sebagai sumber hukum, maka dalam konteks pemberlakuan hukum Islam

muncul berbagai counter theory atas teori-teori masa kolonial. Paling tidak ada tiga

teori yang bisa dicatat, yaitu teori Receptie Exit, teori Receptio a Contrario dan teori

Eksistensi. Ketiga teori tersebut intinya membantah argumentasi-argumentasi teori

terdahulu. Bersamaan dengan itu, teori-teori itu mengaku dan mempertegas

keberadaaan hukum Islam dalam Pancasila dan UUD 1945. Teori Receptie Exit

dikemukakan oleh Hazairin dalam bukunya Tujuh Serangkai Tentang Hukum. Ia

menyatakan bahwa teori Reseptie harus exit dari teori dari hukum nasional Indonesia,

karena bertentangan dengan UUD 1945, Al-Quran dan Sunnah Rosul. Lihat. Hazairin,

Tujuh Serangkai tentang Hukum Islam. Teori tersebut kemudian dikembangkan oleh

H. Sayuti Thalib dengan nama Teori Receptio a Contrario. Sesuai dengan semangat

6
Sovia Hasanah, Arti Teori Receptio A Contrario, 2018, dalam HukumOnline.com
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5add48d9a8a43/arti-teori-ireceptio-a-contrario-i/ disitasi
pada 7 Maret 2021.

6
namanya, ia merupakan kebalikan dari teori Receptie, yang isinya menyatakan bahwa

hukum yang berlaku bagi rakyat adalah hukum agamanya, artinya hukum adat hanya

berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum agama.7

Sebagaimana pernah dijelaskan oleh Hamka yang dikutip oleh Yahya

Harahap, inti pokok yang terkandung dalam ajaran teori receptio a contrario antara

lain:8

1. Telah berkembang suatu garis hukum hampir di seluruh kepulauan nusantara;

2. Garis hukum itu: “hukum adat hanya dapat berlaku dan dilaksanakan dalam

kehidupan pergaulan masyarakat jika hukum adat itu tidak bertentangan

dengan hukum Islam.

Sejarah berbicara bahwa muncul dan berkembangnya suatu hukum, itu

ditentukan pula oleh penguasa pada saat itu. Ini juga berlaku pada pemberlakuan

hukum adat dan hukum Islam pada masa Kolonial. Belanda pada saat itu sengaja

membenturkan kedua sistem hukum ini (adatrecht vis a vis Islamrecht) demi

kepentingan politiknya, yaitu kelanggengan di daerah jajahan. Upaya pembenturan

dua sistem hukum oleh pemerintah Belanda ini, meski menimbulkan gejolak di

masyarakat, namun pada hakekatnya tetap tidak bisa memisahkan antara ajaran

Islam dengan budaya adat, karena ajaran Islam begitu akomodatif terhadap budaya

lain, selagi tidak bertentangan dengan ajaran substansialnya.

7
Op. cit, M. Roy Purwanto.
8
Op. cit, Sovia Hasanah.

7
3. Anda telah mempelajari berbagai sistem hukum yang ada di dunia ini. Uraikan

dengan singkat, jelas, dan tuntas, cukup 1 (satu) sistem hukum saja. Bagaimana

sejarah perkembangan sistem hukum tersebut.

Jawaban:

Sistem Hukum merupakan keseluruhan elemen-elemen dan aspek yang

membangun serta menggerakkan hukum sebagai sebuah pranata dalam kehidupan

bermasyarakat. Di dunia ini terdapat berbagai macam sistem hukum yang diterapkan

oleh berbagai negara. Sistem hukum Eropa Kontinental ( Civil Law System )

merupakan sistem yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental yang

didasarkan atas hukum Romawi dan berkembang di negara-negara Eropa.

Pengertian Civil Law dapat dipaparkan dalam definisi berikut ini: Civil Law

atau hukum sipil dapat didefinisikan sebagai suatu tradisi hukum yang berasal dari

Hukum Roma yang terkodifikasi dalam Corpus Juris Civilis Justinian dan tersebar

keseluruh benua Eropa dan seluruh Dunia.9

Selama ini sistem hukum Indonesia masih mengadopsi sistem hukum kolonial

belanda. Pengembangan dalam sistem ini dikemukakan oleh seorang filsuf Perancis,

Monstesquie, dengan istilah “trias politica”, yang berarti kekuasaan. Adapun definisi

dari Trias Politica adalah suatu ajaran yang mempunyai anggapan bahwa kekuasaan

negara terdiri dari 3 (tiga) macam kekuasaan, yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Konsep Trias Politica ini merupakan suatu prinsip normatif bahwa

kekuasaankekuasaan yang sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama

untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Lembaga

9
Muhammad Dzikirullah, Mendudukan Common Law System Dan Civil Law System Melalui Sudut Pandang Hukum
Progresif Di Indonesia, Media Pembinaan Hukum Nasional, 2020.

8
yang mengatur larangan-larangan atau batasan tersebut bertumpu pada legislative

institutive. Tidak heran apabila peraturan-peraturan lembaga ini tidak mencerminkan

keadilan kepada masyarakat, karena eksistensi lembaga ini mengedepankan

kebenaran positivis (ada,pasti). Bahkan seringkali kita temukan adanya gap antara

das sein dan das sollen dalam rumpun bernegara.10

Karakteristik utama yang menjadi dasar sistem Hukum Civil Law adalah hukum

memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang

berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi.

Karakteristik dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan

hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kala u

tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-

peraturan hukum tertulis.11

Civil law system yang kerap juga memisahkan antara peraturan dan perilaku

(rules and behavior), maka dari itu teori hukum progresif ingin mengembalikan hukum

pada rohnya dengan berangkat dua asumsi dasar. Pertama hukum adalah untuk

manusia dan kedua hukum merupakan institusi yang mutlak serta final, karena hukum

selalu berada dalam proses untuk menjadi (law as process, law in the making), di

dalam civil law system hukum bersifat kaku dan memisahkan peraturan dan perilaku,

sehingga perlu dikembalikan pada roh hukum tersebut. Sistem Civil Law mempunyai

tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada presiden

sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang terutama, dan sistem

10
Ibid,.
11
Muksalmina, mta, Sistem Hukum Civil Law (Eropa Kontinental), 2011,
https://muksalmina.wordpress.com/2011/01/11/sistem-hukum-civil-law-eropa-kontinental/ disitasi pada 6 Maret
2021.

9
peradilan bersifat inkuisitorial. Bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam

sistem hukum Civil Law berupa peraturan perundang-undangan, kebiasaan

kebiasaan, dan yurisprudensi. Peraturan perundang-undangan mempunyai dua

karakteristik, yaitu berlaku umum dan isinya mengikat keluar. Sifat yang berlaku

umum itulah yang membedakan antara perundang-undangan dan penetapan.

Penetapan berlaku secara individual tetapi harus dihormati oleh orang lain. 12

4. Kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen, menarik perhatian untuk

mempelajari sistem hukum yang berlaku. Uraikan bagaimana perkembangan

Indonesia dalam menerapkan sistem hukum tersebut, berikan contohnya.

Bagaimana menurut pendapat anda yang sebaiknya mengenai hal tersebut ?

Jawaban:

Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang terdiri atas

berbagai suku bangsa dengan budaya dan agama yang berbeda, ditambah dengan

keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial dahulu, bukan

pekerjaan mudah. Pembangunan hukum nasional akan berlaku bagi semua warga

negara tanpa memandang agama yang dipeluknya harus dilakukan dengan hati-hati,

karena di antara agama yang dipeluk oleh warga negara Republik Indonesia ini ada

agama yang tidak dapat diceraipisahkan dari hukum. Agama Islam, misalnya, adalah

agama yang mengandung hukum yang mengatur hubungan manusia dengan

manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bahwa Islam adalah agama hukum dalam

arti kata yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam pembangunan hukum nasional

12
Ibid,.

10
di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti di Indonesia ini,

unsur-unsur hukum agama itu harus benar-benar diperhatikan. Untuk itu perlu

wawasan yang jelas dan kebijakan yang arif.13

Karena hukum nasional harus mampu mengayomi dan memayungi seluruh

bangsa dan negara dalam segala aspek kehidupannya, maka menurut Menteri

Kehakiman Ismail Saleh (1989) dalam merencanakan pembangunan hukum nasional,

kita wajib menggunakan wawasan nasional yang merupakan tritunggal yang tidak

dapat dipisahkan satu dari yang lain, yaitu: wawasan kebangsaan, wawasan

nusantara dan wawasan bhineka tunggal ika. Dipandang dari wawasan kebangsaan

sistem hukum nasional harus berorientasi penuh pada aspirasi serta kepentingan

bangsa Indonesia. Wawasan kebangsaan ini, menurut Menteri Kehakiman, bukanlah

wawasan kebangsaan yang tertutup, tetapi terbuka memperhatikan kepentingan

generasi yang akan datang dan mampu menyerap nilai-nilai hukum modern.14

Di Indonesia berlaku sistem hukum sesuai Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Dikutip dari situs resmi Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan RI, sistem hukum di negara Indonesia sesuai UUD 1945

yang membutuhkan lembaga peradilan untuk mengawasi berjalannya hukum.

Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa hukum merupakan keseluruhan asas-

asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat.

Hukum juga meliputi lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses yang

mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. Berdasarkan ketentuan

dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum".

13
Mardani, Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jurnal Hukum, Vol. 16, No(2), 2009, hal: 268.
14
M. Daud Ali, Pengembangan Hukum Material Peradilan Agama, Jurnal Mimbar Hukum, No.17, 1994, hal: 34.

11
Konsekuensinya adalah segala kehidupan kenegaraan selalu berdasarkan kepada

hukum. Untuk menjaga dan mengawasi hukum berjalan dengan efektif maka

dibentuklah lembaga peradilan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

lembaga adalah badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan

keilmuan atau melakukan suatu usaha. Peradilan adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan tugas negara menegakkan hukum dan keadilan. Lembaga

peradilan sebagai sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan dan

perlakuan yang semestinya di depan hukum. Tugas warga negara adalah

menampilkan sikap positif terhadap proses perlindungan dan penegakan hukum di

Indonesia.15

Hukum dibuat untuk dipatuhi. Maka, diperlukan ketaatan atau kepatuhan

terhadap hukum yang berlaku. Hal itu merupakan konsep nyata dalam diri seseorang

yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku.

Pembentukan hukum harus memperlihatkan kesadaran hukum masyrakat.

Peningkatan kesadaran hukum masyarakat dapat dilakukan melalui dua cara yaitu

dalam bentuk tindakan (action) dan pendidikan (education).16

15
Arum Sutrisni, Sistem Hukum di Indonesia Sesuai UUD 1945, 2020,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/28/193000169/sistem-hukum-di-indonesia-sesuai-uud-
1945?page=all disitasi pada 2 Maret 2021.
16
Ibid,.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arum Sutrisni, Sistem Hukum di Indonesia Sesuai UUD 1945, 2020,


https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/28/193000169/sistem-hukum-di-
indonesia-sesuai-uud-1945?page=all disitasi pada 2 Maret 2021.
Ismail Sunny, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
dalam buku Prospek Hukum Islam dalam Kerangka Pembangunan Hukum
Nasional di Indonesia, hlm. 200.
Mardani, Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Jurnal Hukum, Vol.
16, No(2), 2009.
M. Daud Ali, Pengembangan Hukum Material Peradilan Agama, Jurnal Mimbar Hukum,
No.17, 1994.
M. Roy Purwanto, Hukum Islam Dan Hukum Adat Masa Kolonial: Sejarah Pergolakan
Antara Hukum Islam Dan Hukum Adat Masa Kolonial Belanda, Jurnal Studi Islam,
Vol. 1, No(2), 2005.
Muhammad Dzikirullah, Mendudukan Common Law System Dan Civil Law System
Melalui Sudut Pandang Hukum Progresif Di Indonesia, Media Pembinaan Hukum
Nasional, 2020.
Muksalmina, mta, Sistem Hukum Civil Law (Eropa Kontinental), 2011,
https://muksalmina.wordpress.com/2011/01/11/sistem-hukum-civil-law-eropa-
kontinental/ disitasi pada 6 Maret 2021.
Munir Fuady. Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012.
R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Sovia Hasanah, Arti Teori Receptio A Contrario, 2018, dalam HukumOnline.com
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5add48d9a8a43/arti-teori-
ireceptio-a-contrario-i/ disitasi pada 7 Maret 2021.

13

Anda mungkin juga menyukai