Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia: Laporan Final 6 September 2010
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia: Laporan Final 6 September 2010
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif .................................................................................................. 4
1. Pendahuluan .......................................................................................................... 6
2. Analisis Lanskap Proses Kajian Negara ................................................................. 8
3. Situasi Gizi di Indonesia ..................................................................................... 10
Situasi Gizi dan Kesehatan Anak di Indonesia ..................................................... 10
Situasi Gizi dan Kesehatan Ibu di Indonesia ........................................................ 13
Pemberian Makanan pada Kehamlan dan Anak dan Anak Usia Dini di Indonesia 16
4. Temuan pada Analisis Lanskap Kajian Negara dan analisis ................................ 22
Persepsi permasalahan ......................................................................................... 22
Kebijakan mengenai gizi dan kegiatan yang kini dipraktikkan ............................. 24
Koordinasi Gizi ................................................................................................... 26
Sumber Daya Manusia bagi Gizi ......................................................................... 27
Perencanaan, Anggaran dan Pembiayaan ............................................................. 29
System Informasi Gizi ......................................................................................... 30
Ringkasan Temuan .............................................................................................. 31
5. Rekomendasi ....................................................................................................... 32
Tujuan Keseluruhan............................................................................................. 32
Koordinasi Gizi dan Pertanggungjawaban ........................................................... 32
Anggaran dan Pembiayaan .................................................................................. 33
Perencanaan dan desain Program ......................................................................... 34
Sumber Daya Manusia ......................................................................................... 35
Pengadaan Jasa .................................................................................................... 37
Sistem Informasi Gizi .......................................................................................... 37
6. Langkah Berikutnya ........................................................................................... 40
Lampiran 1. Metodology Kajian Negara .................................................................. 42
Lampiran 2. Program Gizi Indonesia berorientasi pengentasan kemiskinan ................
Klaster 1 – Bantuan Sosial dan Program Perlindungan .............................................
Program Raskin ..................................................................................................
Transfer Uang Tunai ............................................................................................
Asuransi Kesehatan .............................................................................................
Klaster 2 – Program Pemberdayaan Masyarakat ......................................................
PNPM Mandiri (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) ..........................
PNPM Generasi (Transfer Uang Tunai untuk Kesehatan dan Generasi Cerdas) ....
Pemberdayaan Usaha Micro dan Kecil ............................................................117
Lampiran 3. Rangka Kerja Kebijakan dan Program Intervensi Gizi Esensial................
Lampiran 4. Keamanan Pangan dan Pemetaan Kerawanan dari WFP ..........................
2
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
3
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Ringkasan Eksekutif
Meski pendapatan nasional brutto telah tumbuh kelipatan lima sejak tahun delapan
puluhan, kemajuan dalam nutrisi telah terbatas pada 37% anak Indonesia yang masih
menderita stunting. Kepedulian mengenai situasi stunting dan dibutuhkannya untuk
suatu pengkajian yang memadai mengenai kapasitas sistem gizi pemerintah di dalam
administrasi desentralisasi yang baru, Badan Perencanaan Nasional dan Kementrian
Kesehatan Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melaksanakan proses
Pengkajian Negara Analisis Lanskap agar mengkaji “kesiapan” mereka untuk
bertindak untuk mempercepat pengurangan kehamilan dan kurang gizi.
Suatu analisis situasi gizi mengungkapkan bahwa meskipun prevalensi anak kurang
bobot telah berkurang di Indonesia dan telah dicapainya Tujuan Pembangunan Jangka
Menengah dan Tujuan Pembangunan Milenium untuk pengurangan kelaparan,
Indonesia tetap mempunyai permasalahan serius mengenai stunting dan wasting pada
anak muda. Masih terdapat banyak kehamilan kurang gizi, yang berkontribusi
terhadap bobot kelahiran rendah yang relatif tinggi demikian pula yang menderita
stunting. Cakupan program gizi yang ada mungkin wajar untuk beberapa kegiatan,
namun cakupan lebih besar perlu dicapai terhadap intervensi nutrisi esensial yang
lebih preventif yang dapat membantu pengurangan kehamilan kurang gizi dan kurang
gizi itu sendiri, termasuk promosi dan memberikan nasihat mengenai pemberian asi
dan pemberian makanan komplementer, pemberian suplemen zat besi-folat kepada
ibu, menghilangkan penyakit cacingan dari ibu dan anak, pemberian suplemen protein
dan energi kepada ibu hamil yang miskin, perawatan diare dengan zat seng, dan
cakupan fortifikasi makanan dan program fortifikasi di tempat tinggal.
Temuan dari Pengkajian Negara adalah bahwa meskipun komitmen untuk bertindak
bagi gizi cukup kuat, kemampuan untuk bertindak bagi gizi masih perlu diperkuat.
Komitmen kuat yang ada untuk bertindak bagi gizi adalah salah arah dalam berupaya
untuk mengatasi permasalahan gizi yang akut daripada meletakkan sistem dan
intervensi pada tempatnya untuk mencegah anak dan ibu kekurangan gizi, yang
sebagian besar karena yang hal yang disebutkan terakhir itu secara umum tidak
dipandang sebagai suatu permasalahan. Komitmen untuk mengatasi permasalahan
mengenai stunting makin tumbuh pada tingkat nasional, namun di tingkat propinsi
dan kabupaten dimana semua tindakan diputuskan dan dilaksanakan, permasalahan
gizi masih besar disamakan dengan gizi buruk dan/atau kepada kurangnya makanan.
Mekanisme untuk koordinasi kebijakan, identifikasi prioritas dan mengatur tujuan dan
sasaran adalah lemah atau bahkan tidak ada di semua tingkatan. Kemampuan untuk
bertindak bagi gizi perlu diperkuat kalau pengurangan stunting harus tercapai.
Pengadaan jasa sebagian besar berkisar mengenai pemantauan pertumbuhan anak dan
salah arah terhadap balita daripada terpusat pada anak dibawah usia dua tahun dimana
intervensi gizi dapat mempunyai efek yang lebih besar. Prioritas kurang diberikan
kepada kegiatan pencegahan yang terkait dengan pemberian nasihat kepada ibu
mengenai anak usia dini dan anak muda daripada memberikan fungsi penyembuhan
dalam mendeteksi dan merawat penyakit wasting. Koordinasi antar sector mengenai
pelaksanaan perlu diperkuat. Meskipun ahli gizi yang cukup banyak sedang diberikan
pelatihan, kurikulumnya sudah kedaluarsa atau tidak lengkap. Mereka kurang
mendapatkan pekerjaan di dalam sistem tersebut, dan terutama dalam pelaksanaan
pemberian jasa. Sedikit ataupun samasekali tidak terjadinya pelatihan mengenai gizi
4
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
ditempat kerja. Penggunaan data pemantauan untuk membuat keputusan atau data
evaluasi untuk belajar dari pengalaman program adalah hal yang tidak biasa.
5
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1. Pendahuluan
Sementara ekonomi Indonesia telah tumbuh secara mengesankan selama empat
dekade, tingkat kurang gizi anak meskipun berkurang, masih tetap bertahan tinggi.
Pendapatan Nasional Bruto telah tumbuh lima kali lipat sejak tahun delapan puluhan,
tetapi tingkat anak kurang bobot sedikit lebih dari separoh pada periode yang sama,
dan 18% anak Indonesia masih mengalami hal ini. Mungkin aspek yang sangat
menghawatirkan dalam hal ini, bahwa 37% anak Indonesia masih mengalami stunting.
Stunting pada anak diterima secara luas sebagai salah satu alat prediksi mengenai
modal sumber daya manusia, mempengaruhi kinerja akademik potensial dan
kemampuan memperoleh pendapatan sebagai suatu bangsa 1.
Stunting sama juga disebabkan oleh defisiensi dalam lingkungan intra-uterin dari
janin demikian juga kesehatan dan gizi anak selama kehidupan pasca natal dini.
Seperti dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini, di Negara yang terkena oleh kurang
gizi dalam kehamilan dan anak, kegagalan pertumbuhan panjangnya sudah dapat
ditentukan pada saat kelahiran dan terjadi setiap sejak kelahiran sampai usia dua
tahun2. Setelah usia dua tahun, anak dari semua Negara mempunyai pertumbuhan
yang sama, sedemikian pada ukuran tinggi pada usia dua tahun banyak menentukan
tingginya nanti pada saat dewasa 3.
Pada dekade terakhir Indonesia telah diubah dari pemerintahan yang paling
sentralistik menjadi pemerintah yang paling terdesentralisasi di dunia. Desentralisasi
telah tercapai dengan beberapa urutan peraturan yang diberlakukan di tahun 2001 dan
dialihkannya tanggungjawab penyampaian pelayanan umum kepada kabupaten atau
pemerintahan daerah. Undang-undang desentralisasi Indonesia tahun 1999
1 Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell M, Richter L, Sachdev HS for the Maternal and Child
Undernutrition Study Group (2008) Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human
capital. The Lancet 37: 340-357
2 Victora CG, de Onis M, Hallal PC, Blössner M, Shrimpton R. 2010 Worldwide timing of growth faltering: revisiting
6
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Selanjutnya terlihat bahwa kurangnya perbaikan terhadap kurang gizi anak sejak
perputaran abad, yang terkait awalnya dengan krisis ekonomi, telah dihubungkan
dengan makin hancurnya kemampuan pemberian pelayanan dalam program gizi yang
disebabkan oleh desentralisasi. Antara tahun 1995 dan 2006, jumlah penyedia
kesehatan seperti dokter dan spesialis, bidan dan perawat telah meningkat secara
signifikan namun fokusnya terhadap peningkatan jumlah pekerja, dengan kurangnya
perhatian terhadap kualitas. Hasil awal dari laporan WHO/RI mengenai kajian rumah
sakit terhadap kualitas perawatan anak yang dilakukan di enam propinsi5
menunjukkan bahwa prosentase standard keberhasilan kasus pengelolaan kurang gizi
adalah rerata 30% atau kurang dari 60%, merupakan suatu angka jelas yang secara
kuat menyarankan dibutuhkannya perbaikan. Hasil terendah diamati di Jawa Timur
(23%) dan keberhasilan tertinggi dicapai di NTT (43%). Suatu analisis kausal
mengenai angka ini dibutuhkan untuk mengungkapkan sejauh mana dan sifat dari
defisiensi tersebut, demikian pula untuk mengkaji pengetahuan dan praktik terhadap
perawatan gizi oleh ahli kesehatan dan gizi professional di masyarakat.
4 Suwandi M 2001. Pendekatan Top down dibandingkan bottom up approaches terhadap desentralisasi
(pengalaman Indonesian). Jakarta: Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
5 Kajian dilakukan di tiga rumah sakit masing di Jambi, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, NTT, Maluku Utara dan
Kalimantan Tengah. Hasil menunjukkan bahwa pengelolaan kasus diare, demam dan batuk/sulit bernapas adalah
dibawah 60% (WHO, 2009. Laporan kajian rumah sakit mengenai kualitas perawatan kesehatan anak di 6
propinsi, Februariy)
6 Friedman J, Heywood PF, Marks G, Saaday F, Choi Y. 2006.Desentralisasi Sektor Kesehatan dan Program Gizi
Indonesia: Peluang dan Tantangan. Report No. 39690-IND. Washington: World Bank.
7
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
7Nishida, N Shrimpton R, Darnton-Hill I 2009. Analisis Lanskap terhadap kesiapan Negara untuk mempercepat
aksi dalam gizi. SCN News 37: 4-9. Geneva: SCN.
8
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Langkah pertama dalam analisis kuesioner adalah untuk meringkas tanggapan dari
wawancara tingkat nasional, propinsi dan kabpaten dengan menggunakan judul yang
mengelompokkan berbagai pertanyaan. Suatu matriks analitik, yang diturunkan dari
8 SCN 2008. Rekomendasi dari Sesi 35th : "MEMPERCEPAT PENGURANGAN KURANG GIZI MASA
KEHAMILAN DAN ANAK" tersedia pada
http://www.unscn.org/Publications/AnnualMeeting/SCN35/35th_Session_Recommendations.pdf (Accessed
09/07/09)
9 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 2008. Available at URL:
9
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
yang digunakan dalam Kajian Negara lainnya 10, menunjukkan berbagai indikator
mengenai “komitmen” demikian pula “kapasitas” untuk dapat bertindak, juga
digunakan untuk membantu lebih lanjut dalam meringkas hasil kuesioner. Matriks ini
termasuk empat unsur sistem nutrisi/gizi seperti diusulkan dalam Lancet Nutrition
Series (LNS)11 (lihat Gambar 3 dibawah), dimana “Komitmen untuk Bertindak”
terkait dengan Pengurusan dan Fungsi Sumber Daya dan ”Kapasitas untuk
Bertindak” terkait dengan fungsi Kapasitas dan Penyediaan Pelayanan.
COMMITTMENT
---------------------------------------------------------------------------------------------------
CAPACITY
Gambar 3: Fungsi Sistem Gizi yang membantu mendefinisikan Komitmen dan Kapasitas
Tidak semua empat fungsi ini beroperasi secara penuh pada semua tingkatan. Fungsi
Penyediaan Pelayanan hanya terdapat pada tingkat kabupaten, dimana Pengurusan
dan fungsi Kapasitas lebih dilaksanakan pada tingkat nasional dan propinsi. Sumber
daya pada dasarnya penting diterapkan pada semua tingkat, meskipun
pengendaliannya di Indonesia sekarang secara dominan terdapat pada tingkat
kabupaten.
10 Chopra M, Pelletier D, Witten C, Dietrich M. 2009. Assessing countries’ readiness: Methodology for in-depth
country assessment. SCN News 37:17-22
11 Morris SS, Cogill B, Uauy R, et al Effective international action against undernutrition: why has it proven so
10
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
selama 18 tahun; sekitar 0.7% poin per tahun. Seperti terlihat pada Gambar 4
mengenai prevalensi bobot kurang dibawah ini, penurunan khusus ditandai pada tahun
1990an, dimana saat itu telah turun (jatuh) sekitar 10%. Namun, terjadi suatu periode
stagnasi, meski terdapat sedikit kenaikan prevalensi antara tahun 2000 dan 2005.
Antara tahun 2005 dan 2007 terdapat penurunan cepat yang sedikit lebih dari 6% poin.
Penurunan dramatis bobot kurang ini dapat mencerminkan suatu pengurangan
sesungguhnya dalam prevalensi bobot kurang atau perbedaan dalam metodologi
survai antara Susenas 2005 dan Riskesdas 2007, meski kedua survai tersebut
menggunakan rangka pengambilan sampel yang sama. Sasaran MDG sebesar 18.5%
telah tercapai oleh RISKESDAS di tahun 2007 oleh karena sasarannya adalah
pengurangan 50% dari 37.5 % bobot kurang di tahun 1989. Sasaran rencana
pembangunan jangka menengah juga telah tercapai.
31,6
31,2
29,5
30,0 28,3 27,3 27,5
28,2 28,0 Target RPJM 2009
26,4 26,1
24,6
Percent
13,0
11,6
10,5
10,0 8,1 8,0 8,3 8,6 8,8 Target MDG 2015
7,2 7,5
6,3 6,3
5,4
0,0
1989 1992 1995 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2007 2009 2012 2015
Sebagai kontras, kurang gizi anak terukur oleh penderita stunting dan wasting anak
tetap, menjadi suatu permasalahan yang signifkan. Data perwakilan mengenai
stunting anak terbatas, dengan Susenas 1995 yang melaporkan prevalensi stunting
sebesar 46.9% berdasarkan acuan pertumbuhan NCHS. Dalam tahun 2007,
RISKESDAS menemukan 36.8% dari semua anak balita di Indonesia mengalami
stunting dengan menggunakan standard pertumbuhan WHO sebagai acuan dan
selanjutnya 13.6% mengalami wasting. Data nasional ini mencerminkan variasi
propinsi yang signifikan sebagamana ditunjukkan pada Gambar 5 dibawah ini untuk
stunting dan wasting berdasarkan Propinsi.
11
12
Gambar 5: Stunting dan wasting berdasarkan propinsi di Indonesia (Riskesdas 2007)
Wasting
Stunting
Papua
Stunting and Wasting by Province in Indonesia (Riskesdas 2007)
W Papua
N Maluku
Maluku
W Sulawesi
Gorontalo
SE Sulawesi
S Sulawesi
C Sulawesi
N Sulawesi
E Kalimantan
S Kalimantan
C Kalimantan
W Kalimantan
E Nusa Tenggara
W Nusa Tenggara
Bali
Banten
E Java
DI Yogyakarta
C Java
W Java
DKI Jakarta
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Kepulauan Riau
Bangka
Lampung
Bengkulu
S Sumatra
Jambi
Riau
W Sumatra
N Sumatra
Aceh
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
%
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah propinsi dengan tingkat prevalensi tertinggi
mengenai stunting di Indonesia dengan angka 46.7%, dan terdapat Sembilan propinsi
dengan prevalensi stunting melebihi 40%, yang dikategorikan oleh WHO sebagai
“sangat tinggi”. Tingkat wasting juga tinggi, oleh karena prevalensinya lebih dari
15%, dianggap situasi darurat denga persyaratan untuk program pemberian makanan
suplemen. Delapanbelas dari 33 propinsi di Indonesia mempunyai prevalensi wasting
diatas 15%. Lebih lajut secara nasional, 6.2% anak menderita wasting ini sangat
serius yang meletakkan mereka pada risiko tinggi kematian.
Penyakit pada anak tetap menjadi masalah yang berpengaruh terhadap status gizi di
Indonesia. Diare dan ARI tetap menjadi penyebab utama kematian anak usia dini dan
anak balita.14 Prevalensi penyakit ini juga tinggi. 11% dan 31% anak telah menderita
ARI dan demam dalam dua minggu mengawali DHS 2007 dan hanya untuk 65.9%
dilakukan perawatan atau diperoleh saran dari suatu fasilitas atau penyedia kesehatan.
13.7% dari anak menderita diare dalam dua minggu sebelum DHS dan 60.9% telah
menerima suatu bentuk rehydrasi oral. Tingkat imunisasi juga rendah – hanya 46.2%
anak berusia 12-23 bulan ditemukan telah lengkap vaksinasinya (Riskesdas 2007).
Kelihatan kecenderungan bahwa tingkat tinggi penyakit infeksi akan berkontribusi
terhadap tingkat tingginya wasting pada anak muda, dan kemungkinan besar
merupakan cerminan praktik pemberian makan kepada anak yang kurang baik dan
kondisi higiene yang didiskusikan lebih lanjut.
Dengan demikian secara keseluruhan, sementara prevalensi bobot kurang telah dapat
dikurangi di Indonesia dan Pembangunan Jangka Menengah dan Tujuan
Pembangunan Milenium telah tercapai, Indonesia tetap mempunyai permasalahan
stunting dan wasting yang serius, dengan hampir dua lipat prebedaan prevalensi yang
terlihat diantara propinsi. Tingkat stunting dan wasting diikuti oleh tingginya tingkat
penyakit infeksi diantara anak balita.
14
Riskesdas 2007
15
Kramer M 1987. Determinants of low birth weight: methodological assessment and meta-analysis.
Bulletin of the World Health Organization 65: 663-737
16
Villar J and Belizan JM. 1982. The relative contribution of prematurity and foetal growth retardation
to low birth weight in developing and developed societies. Am J Obstetrics & Gynaecology 143: 793-
798
17
Physical status: the use and interpretation of anthropometry. Report of a WHO Expert Committee.
Technical Report Series No. 854. 1995. URL:
http://www.who.int/childgrowth/publications/physical_status/en/index.html. (accessed 17 June 2010)
13
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Data mengenai bobot diwaktu lahir meskipun terbatas tentu menunjukkan adanya
suatu permasalahan. Meskipun hanya separoh bayi ditimbang pada saat kelahiran,
11.5% dari jumlah tersebut mempunyai bobot kelahiran dibawah 2.5kg18. Meskipun
data dari DHS 2007 menunjukkan proporsi lebih rendah bobot lahir anak (5.5%),
kelihatannya sekitar 35% dari bobot anak baru lahir telah dikumpulkan dari kartu
kesehatan anak selama DHS, sementara kartu tersebut digunakan sebagai sumber
informasi sekitar 50% anak selama Riskesdas 2007.
Dapat dicatat bahwa menurut DHS 2007 lebih dari 90% ibu telah dipantau berat
badannya selama masa kehamilan, meskipun tidak jelas bila dukungan tertentu dan
nashat diberikan untuk memastikan bahwa ibu memperoleh peningkatan bobot yang
cukup selama masa kehamilan. Total penambahan bobot selama masa kehamilan
ditemukan kurang memadai disekitar 80% ibu dalam study berdasarkan populasi di
pedesaan di Jawa Tengah19, yang menunjukkan bahwa lebih banyak dapat dilakukan
untuk meningkatkan penambahan bobot. Percobaan pemberian makanan suplemen
selama masa kehamilan di Jawa, selain meningkatkan bobot kelahiran, seterusnya
menuju kepada pengurangan 20% penderita stunting pada anak balita20.
Meskipun perwakilan data anemia secara nasional pada kaum ibu terbatas dan diberi
tanggal, anemia masih menjadi permasalahan. Survai Kesehatan Rumah Tangga
Nasional di tahun 2001 menunjukkan bahwa 27.9% dari ibu dalam masa reproduktif
dan 40.1% ibu hamil menderita anemia. Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa di
perkotaan 19.7% ibu dalam masa reproduktif menderita anemia, dan 24.5% menderita
anemia diwaktu masa kehamilan. Terdapat pembuktian lain bahwa status zat besi
adalah terbatas, sedemikian sehingga selama waktu krisis financial 1997/8 kaum ibu
adalah yang pertama untuk menunjukkan tanda kurang gizi sebagaimana tercermin
pada peningkatan penderita wasting dan tingkat anemia yang terkait dengan
pengurangan konsumsi makanan berkualitas tinggi21. Suatu studi yang terkini telah
mengusulkan bahwa 20% dari kematian neonatal di Indonesia dapat disebabkan oleh
kekurangan suplemen zat besi dan asam folat selama masa kehamilan 22.
18 Riskesdas 2007
19 Winkvist A, Stenlund H, Hakimi M, Nurdiati DS, and Dibley MJ. 2002. Weight-gain patterns from prepregnancy
until delivery among women in Central Java, Indonesia. Am J Clin Nutr 75:1072–7.
20 Kusin JA, Kardjati S, Houtkooper JM, Renqvist UH. 1992. Energy supplementation during pregnancy and
14
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
masa kehamilan: 93.3% dari kaum ibu menerima ANC dari penyedia yang terlatih
dan 75.3% kaum ibu mendapatkan kunjungan ANC yang pertama, kurang dari empat
bulan, dengan hasil bahwa rerata selama kehamilan dari kunjungan pertama
berlangsung 2.7 bulan. 81.5% kaum ibu mendapatkan total lebih dari empat kali
kunjungan dan hanya 4.2% kaum ibu tidak mendapatkan kunjungan. 46.1% dari
kaum ibu melaksanakan kelahiran dalam fasilitas kesehatan, mayoritas dalam fasilitas
pribadi, dan 53% kaum ibu melaksanakan kelahiran di rumah. 79.4% kelahiran
dibantu oleh penyedia yang terampil, mayoritas oleh seorang perawat, bidan atau
bidan desa. Namun demikian mortalitas kehamilan ibu tetap tinggi di Indonesia dan
tidak makin baik.
Meski cakupan ANC yang tinggi terhadap perawatan anemia selam masa kehamilan,
rupanya tidak begitu efektif. Meskipun sebagian kaum ibu menerma suplemen,
mereka tidak mengkonsumsi jumlah yang cukup. Riskesdas 2007 telah temukan
bahwa 92.2% kaum ibu menerima suplemen zat besi dan asam folat selama kehamilan
yang terakhir yang sedikit berbeda dari DHS 2007 yang melaporkan bahwa hanya
79.3% kaum ibu telah menerima suplemen zat besi selama masa kehamilan. Lebih
penting lagi adalah bahwa Riskesdas melaporkan bahwa hanya 29.2% kaum ibu telah
mengkonsumsi 90+ tablet selama masa kehamilan yang terakhir sesuai yang
direkomendasikan23,
Kesuburan di Indonesia telah jatuh pada 2.6 kelahiran per ibu meski tetap lebih tinggi
secara signifikan di beberapa propinsi seperti NTT dan Maluku. Usia menengah pada
kelahiran pertama adalah 21.5 tahun dengan sedikit variasi, meskipun hal ini sedikit
lebih rendah di daerah pedesaan (20.6 yrs), diantara mereka tanpa pendidkan (19.6
tahun) dan mereka dari tingkat kekayan terendah (20.7 yrs). Sebagai akibat,
prosentase remaja yang telah mulai mempunyai anak (15-19 tahun) secara relatif
rendah pada tingkat 8.5%. Tingkat kesuburan yang rendah paling tidak disebabkan
pada fakta bahwa 61% dari ibu yang saat ini telah menikah sedang menggunakan
suatu bentuk keluarga berencana (57.4% menggunakan metode modern) pada saat
koleksi data24 dengan kebutuhan yang tak terpenuhi terhadap keluarga berencana
hanya sebesar 9.1% diantara ibu yang saat ini telah menikah.
23
Riskesdas 2007
24
DHS 2007
15
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Pemberian makanan pada Ibu dan Anak usia dini dan Anak muda di
Indonesia
Praktik pemberian makanan anak usia dini dan anak muda di Indonesia adalah jauh
dari kecukupan. Menurut DHS 2007, hanya 32.4% anak usia kurang dari enam bulan
diberi asi eksklusif. Hal ini merpakan net pengurangan dari tingkat 40% di tahun 2002
dan tentunya disebabkan oleh peningkatan tajam dari praktik pemberian makanan
dengan botol dari 17% sampai 28% dantara anak dibawah usia enam bulan selama
periode yang sama. Data Susenas menunjukkan kecenderungan yang sama mengenai
praktik pemberian asi. Dalam propinsi yang keadaannya paling buruk (misalnya,
Kepulauan Riau, Jakarta dan Bali) pemberian asi eksklusif bermanfaat kepada kurang
dari 15% anak. Oleh karena susu ibu adalah sumber optimal nutrisi untuk anak, hal ini
meletakkan anak kepada posisi sangat tidak beruntung secara nutrisi dan untuk
pencegahan penyakit. Sebagai tambahan adalah fakta bahwa hanya 43.9% anak mulai
makan asi dalam satu jam setelah kelahiran dan 64.6% menerima makanan pre-lakteal.
Anak muda di Indonesia juga menerima makanan pelengkap terlalu dini: pada usia 4-
5 bulan lebih dari separoh (52.9%) menerima makanan bentuk padat atau semi padat,
dan dibawah dua bulan, 33.4% menerima formula untuk anak. Pemberian makanan
pelengkap harus dimulai dari sekitar enam bulan dan anak harus menerima tiga atau
lebih kelompok makanan suatu jumlah minimum menurut kelompok usia selain asi.
Data DHS 2007 menunjukkan bahwa hanya 52.5% diberi makanan secara optimal
dengan cara ini.
Area utama kelemahan pada anak usia dini dan anak muda adalah frekwensi
pemberian makanan (hanya 67% menawarkan makanan pelengkap minimum per
kelompok usia per hari sebagai tambahan selain asi) tetapi hanya 75% mengkonsumsi
jumlah kelompok makanan yang cukup, misalnya, diet yang diversifikasi. 25 Praktik
pemberian makanan yang buruk: pemberian asi kurang cukup, penggunaan formula
anak secara berlebihan, pemberian makanan pelengkap secara dini dan kualitas buruk
dan frekwensi pemberian makanan pelengkap setelah enam bulan, tidak disangsikan
lagi adalah berkontribusi kepada wasting dan stunting. Praktik pemberian makanan
secara buruk juga berkontribusi terhadap kekurangan atau defisiensi mikronutrien.
Hanya 87.4% dan 69.7% dari anak usia 6-35 bulan dilaporkan menerima vitamin A
dan makanan kaya akan zat besi dalam 24 jam terakhir, menurut DHS (2007).
Sedikit data tersedia mengenai konsumsi makanan bagi ibu hamil kecuali data DHS
2007, yang melaporkan bahwa sekitar 75% kaum ibu dengan anak dibawah usia tiga
tahun telah menyantap daging atau ikan dalam 24 jam terakhir ini; konsumsi makanan
kaya zat besi adalah serupa.
25
DHS 2007 Table 14.5, page 176
26
Riskesdas 2007
16
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Sebagai kesimpulan, praktik pemberian makanan untuk kaum ibu hamil dan anak usia
dini serta anak muda secara umum buruk, dengan pemberian asi eksklusif bertingkat
rendah dalam enam bulan pertama dan pemberian makanan pelengkap yang kurang
memadai diantara anak muda. Sementara konsumsi makanan dari penduduk secara
umum sangat cukup dari perspektif kuantitatif, tapi secara kualitatif buruk. Praktik
pemberian makanan yang buruk, termasuk jumlah makanan padat-nutrien diantara
kaum ibu dan anaknya berkontribsi terhadap konsumsi diet karena kekurangan
mikronutrien.
Pada tingkat kabupaten, pendanaan untuk gizi datang dari pendanaan kabupaten
(APBD II), kantor kesehatan propinsi – dari anggaran propinsi (APBD II) dan
pendanaan peralihan dari tingkat pusat (APBN) – dan hibah khusus. Proposal
diajukan untuk kegiatan dimana pendanaan dibutuhkan tetapi process pembahasan
dari proposal tersebut sangat panjang dan berbelit dan kegiatan gizi dapat saja
dihilangkan dari perencanaan kabupaen karena keterbatasan anggaran atau apabila
perwakilan Kantor Kesehatan Kabupaten tidak dapat membenarkannya kepada
pembuat keputusan mengenai anggaran kabupaten – Bappeda, DPRD dan Kantor
Kesehatan Kabupaten. Suatu proses serupa juga terjadi pada tingkat propinsi.
17
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Berdasarkan SPM diatas dan tradisi intervensi gizi di Indonesia, intervensi utama
yang dilaksanakan untuk menjawab kurang gizi tingkat tinggi adalah pemantauan
pertumbuhan berdasarkan komunitas (dibanding fasilitas) di pos kesehatan –
posyandu. Kebijakannya adalah bahwa semua anak balita harus secara teratur
ditimbang di posyandu, lebih baik sekali sebulan29, bahwa bobot gambarkan pada
“Kartu Menuju Sehat atau KMS” gambar pertumbuhan atau gambar di buku KIA
(kesehatan ibu dan anak) dan bahwa ibu dari anak yang menderita makin lemah harus
diberi nasihat. Sebagai tambahan, anak dari keluarga miskin diberikan makanan
suplemen di posyandu dalam bentuk makanan fortifikasi bagi usia 6-11 bulan dan
biskuit fortifikasi untuk yang berusia 12-23 bulan. Jika seorang anak belum
meningkat bobotnya dalam dua bulan berturut-turut atau telah jatuh dibawah – 3SD
(jatuh dibawah garis merah) anak tersebut harus dirujuk ke fasilitas kesehatan
setempat. Fasilitas kesehatan tersebut harus menyediakan pemeriksaan lebih lanjut,
termasuk kajian bobot-tinggi untuk memastikan kurang gizi buruk akut dan
pemeriksaan kesehatan. Berdasarkan kepada hasilnya, anak tersebut harus diberikan
perawatan : apakah dengan pemberian makanan suplemen atau pemberian makanan
terapi.
Namun dalam kenyataannya, di tahun 2007 hanya 45.4% anak balita ditimbang
sedikitnya 4 kali dalam enam bulan sebelumnya 30. Di beberapa propinsi seperti NTT
dan Yogyakarta prosentase lebih tinggi (misalnya, diatas 65%) tetapi di lainnya
seperti Sumatera Utara dan Jambi adalah 30% atau kurang. 25.5% anak balita tidak
ditimbang dalam enam bulan terakhir. Selanjutnya, telah diamati bahwa sedikit sekali
kaum ibu yang anaknya gagal dalam pertumbuhan menerima pemberian nasihat. Pada
tingkat terbaiknya, pendekatan pemantauan berdasarkan komunitas adalah lebih
menyembuhkan daripada pencegahan. Sebagaimana dipraktikkan di Indonesia, fokus
terbesar pada masalah menimbang dan tidak mengenai intervensi pencegahan dan
dukungan yang dimaksudkan untuk sebenarnya menjawab masalah kurang gizi.
29
According to the Nutrition Plan of Action at Central Level (Rencana aksi pembinaan gizi masyarakat,
2010-2014), 80% of all preschoolers are to be weighed at Posyandu.
30
Riskesdas 2007
18
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Intervensi utama gizi masa kehamilan adalah suplemen zat besi dan asam folat untuk
ibu hamil. Namun sebagaimana dilaporkan diatas, hanya sekitar 30% kaum ibu
menerima 90+ tablet sebagaimana dimaksudkan; pemenuhan tidak direkam.
Beberapa intervensi lainnya yang terkait dengan kesehatan masa kehamilan dan
kesehatan anak memberi dampak terhadap status gizi, seperti juga, misalnya, akses ke
air dan sanitasi dan keamanan makanan. Indonesia juga mengoperasikan beberapa
program pengentasan kemiskinan utama yang dapat diharapkan untuk mempunyai
dampak yang signifikan terhadap kurang gizi anak dan masa kehamilan. Misalnya,
suatu program yang bernama RASKIN mendistribusikan beras subsidi kepada kaum
miskin dan suatu program transfer uang tunai bersyarat (PKH – Program Keluarga
Harapan) mempunyai sasaran untuk mengurangi mortalitas masa kehamilan dan anak
dengan menyediakan transfer uang tunai kepada keluarga dengan syarat mengakses
pelayanan seperti perawatan antenatal dan postnatal, suplemen zat besi kehamilan,
bantuan kelahiran, imunisasi anak, pemantauan pertumbuhan dan pemberian
suplemen vitamin A. PKH juga bekerjasama dengan program lain Generasi PNPM
yang menyediakan hibah block kepada orang pedesaan untuk membantu mereka
meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan. Suatu deskripsi
lebih lengkap mengenai program pengentasan kemiskinan yang berorientasi kepada
gizi terdapat dalam Lampiran 2.
Di tahun 2008 suatu analisis utama oleh Lancet31 telah identifikasi 14 intervensi layak
dan efektif dimana terdapat cukup bukti dalam pelaksanaan di semua 36 negara
dengan 90% anak penderita stunting, termasuk Indonesia. Lancet juga telah
identifikasi 10 intervensi lanjut, dimana terdapat cukup bukti untuk pelaksanaan
dalam konteks spesifik dan situasional. Tabel 1 berikut ini meringkas cakupan di
Indonesia dari ‘intervensi gizi esensial’. Analisis lebih rinci yang menunjukkan
kebjakan dan legislasi kini untuk setiap intervensi tersebut, termasuk dalam Lampiran
3. Data menunjukkan bahwa terdapat beberapa promosi dan pemberian nasihat
mengenai pemberian asi dan pemberian makanan pelengkap, suplemen zat besi folat
bagi kaum ibu, perawatan penyakit cacingan pada ibu dan anak, suplemen protein dan
energi pada ibu hamil miskin, perawatan penyakit diare dengan zat seng, dan cakupan
yang lebih baik mengenai fortifikasi makanan dan program fortifikasi di rumah.
31 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 2008. Available at URL:
http://www.theLancet.com/series/maternal-and-child-undernutrition (Accessed 05/11/09)
19
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Lancet merekomendasikan suatu suplemen zat besi folat dan suplemen mikronutrien
ganda, tanpa menunjukkan yang mana untuk dipergunakan di dalam paket
intervensinya. Kebijakan nasional Indonesia adalah untuk menyediakan suplemen zat
besi folat kepada semua ibu hamil, tetapi mikronutrien ganda di program pilotkan
kepada dua propinsi. Percobaan dari mikronutrien ganda tersebut dibandingkan
dengan suplemen zat besi folat yang dijalankan di Indonesia telah menunjukkan
seefektif sebagaimana zat besi folat tersebut dalam memperbaiki status anemia 32 dan
untuk mengurangi mortalitas anak usia dini 90-hari hampir sebesar 20%
dibandingkan suplemen zat besi folat 33.
Tabel 1: Cakupan Intervensi Gizi Lancet di Indonesia
32
Sunawang, Utomo B, Hidayat A, Kusharisupeni, Subarkah. 2009. Preventing low birthweight through maternal
multiple micronutrient supplementation: a cluster-randomized, controlled trial in Indramayu, West Java. Food Nutr
Bull. 30 (4 Suppl):S488-95
33
Supplementation with Multiple Micronutrients Intervention Trial (SUMMIT) Study Group, Shankar AH, Jahari AB,
Sebayang SK, Aditiawarman, Apriatni M, Harefa B, Muadz H, Soesbandoro SD, Tjiong R, Fachry A, Shankar AV,
Atmarita, Prihatini S, Sofia G. 2008. Effect of maternal multiple micronutrient supplementation on fetal loss and
infant death in Indonesia: a double-blind cluster-randomised trial. Lancet. 371(9608):215-27.
20
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
21
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Persepsi permasalahan
Persepsi umum di propinsi dan kabupaten adalah bahwa masalah gizi berupa penyakit
wasting yang buruk. Sedikit sekali pengakuan mengenai stunting atau kurang gizi
masa kehamilan sebagai permasalahan. Pada tingkat nasional terdapat lebih besar
serta meluasnya tumbuhnya pengertian mengenai permasalahan stunting. Pada tingkat
sub-nasional, stunting yang mempunyai status kecil umumnya disebabkan karena
masalah genetika karena mempengaruhi sebagian besar penduduk.
Persepsi in dapat dimengerti: selama dua dekade terakhir, kesadaran dan advokasi
mengenai gizi terutama telah terfokus kepada penyakit wasting buruk. Advokasi
secara nasional di tahun 1998 selama krisis ekonomi Asia telah berdampak terhadap
program lanjutan mengenai pengelolaan kurang gizi akut pada semua tingkat. Konsep
ini telah dimajukan selama bertahun-tahun sebagaimana tercermin dalam kebijakan
dan strategi gizi yang ada sekarang: Keputusan Presiden No. 741 yang terbit tahun
2008, yang memberikan panduan mengenai standard pelayanan kesehatan minimum 35
(SPM) untuk dicapai di tahun 2015, yang memberikan rehabilitasi 100% anak yang
menderita bobot kurang yang serius sebagai salah satu sasaran gizi utama bagi
kabupaten. Panduan ini tercermin dalam tujuan dari program kesehatan dan gizi
sekarang ini dari beberapa propinsi (RPJMD 2009-2013) demikian sehingg NTT yang
terdapat tujuan mengenai eliminasi kelaparan serius. Dalam kaitan terhadap gizi masa
kehamilan, Keputusan No. 741 merekomendasikan bahwa 95% dari ibu hamil untuk
dicakup dengan 4 kali kunjungan perawatan antenatal, termasuk 90+ tablet zat besi
folat. SPM tidak termasuk persyaratan untuk pencegahan kurang gizi anak dan masa
34
Temuan terkait terutama pada tiga propinsi yang dikunjungi yang meskipun memberikan bahasan
representative dari tiga lingkungan dan situasi berbeda, tidak dapat dipandang sebagai mewakili
diversitas sepenuhnya dari Indonesia.
35
SPM adalah acuan yang digunakan untuk definisikan sasaran perencanaan program pada tingkat
kabupaten dan kota.
22
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Defisiensi mikronutrien tidak begitu dikenal baik oleh responden diluar tingkat
nasional. Hal ini memberi dampak, misalnya, terhadap alokasi anggaran kabupaten
untuk membeli kapsul vitamin A untuk anak muda. Namun, meskipun hal ini tidak
disebutkan secara khusus sebagai permasalahan gizi utama oleh yang diwawancarai,
defisiensi zat besi diakui sebagai kepentingan umum oleh beberapa pemangku
kepentingan pada tingkat sub nasional/propinsi. Selama Kajian Negara (CA), tablet
zat besi/asam folat ditemukan di sebagian besar puskesmas yang dikunjungi.
Misalnya, di propinsi Aceh, semua puskesmas dan posyandu yang dikunjungi selama
LA sudah mempunyai stok tablet zat besi folat. Di tingkat puskesmas, makanan
suplemen mikronutrien fortifikasi juga ditemukan. Defisiensi yodium telah diberikan
sedikit perhatian selama beberapa tahun terakhir diluar tingkat nasional yang
kemungkinan besar masyarakat menganggap bahwa Indonesia telah mencapai tingkat
garam beryodium universal. Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa suatu estimasi
sebesar 92% rumah tangga mengkonsumsi garam beryodium. Namun, hanya 63%
mengkonsumsi garam beryodium yang cukup (>15ppm yodium).
Obesitas tidak dipandang sebagai suatu permasalahan pada tingkat manapun yang
mencerminkan fakta bahwa bobot lebih dan obesitas hanya muncul baru-baru ini di
Indonesia. Sementara, dalam Rencana Nasional mengenai Pangan dan Gizi (2006-
2010), terdapat pilar mengenai perbaikan berkehidupan sehat yang termasuk kegiatan
untuk membahas bobot lebih dan obesitas. Pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan
komponen tersebut terbatas.
36
As measured by ratio of per capita normative consumption to net cereal production. Map 2.1. Page
35. GOI and WFP. A Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia, 2009
23
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Salah satu pelayanan dasar yang disyaratkan adalah cakupan pelayanan kesehatan,
termasuk suplementasi vitamin A dan pemantauan pertumbuhan dan pengembangan.
Data yang digunakan untuk melaporkan indicator ini (misalnya, proporsi anak yang
menerima pelayanan kesehatan) tidak perlu untuk mencerminkan pelaksanaan semua
komponen. Agar dapat menghitung cakupan pelayanan kesehatan anak balita (anak
usia 12-59 bulan), seorang hanya perlu mengukur jumlah total anak yang telah
menghadiri pemantauan pertumbuhan paling tidak delapan kali selama suatu waktu
tertentu di satu area dan membagi angka tersebut oleh total jumlah bayi yang lahir
selama periode yang sama. Dengan demikian, pelaksanaan terbatas (atau tidak sama
sekali) dari beberapa intervensi gizi seperti pendidikan gizi atau pemberian nasihat
dapat disebabkan kepada kenyataan bahwa tidak perlu secara khusus melaporkannya.
Jika tidak diukur ataupun dilaporkan, bisa dianggap sebagai tidak esensial atau perlu
untuk dilaksanakan.
24
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Suatu hambatan lainnya terhadap pelaksanaan paket intervensi gizi efektif melalui
konsep lanjutan perawatan kelihatannya adalah kurangnya kesadaran dari penyedia
kesehatan mengenai pentingnya dan keefektifannya. (Sumber daya manusia akan
didiskusikan di seksi lain)
Anak yang menderita penyakit wasting sangat buruk atau bahkan anak yang sangat
berbobot kurang. Sebagai contoh, pemberian makanan suplemen diberikan untuk
suatu periode waktu tertentu, biasanya 90 hari, tanpa memperhatikan apakah status
gizi anak sudah cukup meningkat atau tidak. Kelihatan juga sedikit sekali pengertian
mengenai perbedaan dalam pentingnya, penyebabnya serta perawatan dari bobot
kurang dan penyakit wasting yang buruk.
Rencana Aksi Nasional untuk Pangan dan Gizi (RANPG) selama periode lima tahun
2011-2015 kini dalam pengembangan. Hal ini akan didasarkan pada RPJMN Nasional
yang sebenarnya pada tingkat national maupun propinsi. Tujuan utamanya adalah
untuk mengurangi stunting sebesar lima persen dalam lima tahun yang berikutnya
(dari 37% sampai 32%).
Dengan jelas, telah ada banyak komitmen politis mengenai gizi pada tingkat nasional
di Indonesia selama beberapa dekade yang lalu, sebagaimana terbukti dalam dokumen
kebijakan seperti RPJMN yang kini berlaku. Rencana program gizi dan terkait gizi
pada tingkat kabupaten juga ditemukan sebagai bagian dari Rencana Propinsi Jangka
Menengah Daerah (RPJMD 2009-2013 dari propinsi NTT, RPJMD 2007-2012 dari
37
RPJMD NTT 2009-2013
38
RPJMD Aceh 2008-2012, Bab II
39
Rencana Strategi Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah 2008-2013
25
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Pemeriksaan semua program yang terkait gizi di-negara sendiri juga menunjukkan
bahwa banyak kegiatan terkait gizi yang dijalankan oleh sektor non-kesehatan.
Misalnya, sector pendidikan mendistribusikan pangan kepada anak pra-sekolah
sebagai bagian dari program pengembangan perawatan anak usia dini (PAUD). Badan
Keamanan Pangan mempunyai program pemberian pangan pelengkap di beberapa
tapak proyeknya di NTT. Makanan kecil di sekolah (PMT-AS) disediakan untuk
meningkatkan pendaftaran dan mencegah putus sekolah dari perempuan khususnya,
dan meningkatkan proses pembelajaran. Terdapat komitmen kuat dari pemerintah
nasional untuk meningkatkan cakupan dan dampak dari program ini.
Program seperti program transfer tunai tak bersyarat (PKH) dan program pro-miskin
lainnya mempunyai potensial untuk memperbaiki gizi secara signifikan. Program ini
dapat menjadi sangat synergik dengan intervensi gizi langsung, apabila dilaksanakan
dalam cara terkoordinasi, dengan tujuan dan indikator yang umum. Namun, apabila
terjadi pemutusan hubungan dapat terjadi risiko menghamburkan sumber daya
keuangan yang dapat digunakan lebih efektif jika sasaran diarahkan kepada akar
penyebab permasalahan gizi di negaranya. Misalnya, jika program RASKIN bisa
lebih diarahkan kesasaran kepada mereka dengan ketersediaan pangan nyata dan
permasalahan akses , beberapa kurang gizi yang disebabkan oleh kerawanan pangan,
dapat dibahas. Dengan cara serupa, jika program transfer tunai bersyarat mewajibkan
keluarga untuk mengakses pelayanan dan mempraktikkan perilaku yang telah
diidentifikasikan sebagai intervensi esensial oleh RANPG, dan bila sistem telah
terpasang untuk menjamin kondisi yang perlu terpenuhi sebelum transfer tunai
dilakukan, cakupan intervensi esensial tentu akan meningkat secara signifikan. Pada
saat yang sama, DepKes harus berkolaborasi dengan program PKH untuk menjamin
bahwa pelayanan yang disyaratkan dalam PKH tersedia dengan kualitas yang tinggi di
area program.
Koordinasi Gizi
Terdapat perasaan kuat dan meluas bahwa koordinasi mempunyai kekurangan dalam
memperbaiki gizi lintas sektor, didalam sektor, di semua tingkat pemerintahan, dan di
PBB. Pada tingkat pemerintah, mungkin hal ini disebabkan kenyataan bahwa gizi
dibawah urusan kesehatan dan telah diberikan prioritas lebih rendah dalam istilah
koordinasi. Pada tingkat nasional koordinasi dibutuhkan untuk pengembangan strategi
dan kebijakan, sementara pada tingkat sub-nasional (kabupaten dan sub-kabupaten)
koordinasi dibutuhkan untuk pelaksanaan.
26
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Meskipun DepKes dilihat mempunyai peranan utama dalam gizi, pertanyaan telah
dikemukakan apakah harus atau tidak menjadi koordinatornya. Hal ini mungkin
karena kenyataan bahwa masalah gizi masih dipandang oleh banyak orang sebagai hal
yang terkait dengan kekurangan pangan. Dari perspektif ini, kementerian lainnya
(misalnya Kementerian Pertanian berwenang terhadap keamanan pangan) dilihat
sebagai yang mempunyai peran lebih besar untuk dimainkan dengan demikian
menghilangkan wewenang relative dari Departemen Kesehatan sebagai koordinator.
Hal ini juga sering sulit untuk satu sector untuk ‘mengkordinasikan’ yang lain; peran
ini mungkin perlu diambil oleh seseorang ‘diatas’ sektor secara individual.
Rencana Aksi Pangan daGizi propinsi atau kabupaten tidak terdapat disetiap propinsi
dan kabupaten; demikian pula tidak adanya sasaran gizi yang konsisten dalam
Rencana yang ada. Terdapat pengecualian: di propinsi NTT demikian juga di
Kabupaten Belu, kegiatan gizi dan sasaran terdapat rencana strategis kesehatan yang
mencakup periode 2009-2013; Program propinsi Aceh mengenai gizi mempunyai
sasaran gizi seperti dapat disebutkan yaitu pengurangan prevalensi bobot kurang dan
perbaikan pemberian asi eksklusif. Rencana strategis propinsi Jawa Tengah
mempunyai sasaran untuk pengurangan IDD, anemia diantara ibu hamil dan
postpartum, wasting sangat buruk, dan kurang gizi energi diantara ibu hamil. Terdapat
kecenderungan bahwa upaya untuk memperbaiki gizi melalui kemitraan yang sedang
berlangsung antara UNICEF, badan lainnya dan LSM dengan Pemerintah dalam
propinsi ini (dan di beberapa kabupaten) telah terjadi dampak terhadap perencanaan
dan anggaran untuk gizi.
27
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
melamar pekerjaan kemana saja yang diinginkan. Seperti di Negara lain, sebagian
besar memilih bekerja di daerah perkotaan karena kondisi kehidupan yang lebih baik
di daerah itu. Sebagai konsekwensinya, distribusi ahli gizi tidak merata di Indonesia.
Di tahun 2007, terdapat 1.7 ahli gizi per puskesmas di Yogyakarta sementara di Papua
dan NTT, rasio adalah masing 0.2 dan 0.5 berturutan per puskesmas. Selanjutnya,
sebagaimana ditunjukkan oleh Bank Dunia 40, pendekatan sebenarnya untuk alokasi
staf pada tingkat kabupaten berdasarkan standard nasional untuk menentukan anggota
staf yang tidak harus cocok dengan kebutuhan yang ketat.
Ahli gizi sering kali bertanggungjawab atas program lain. Tentunya bahwa kurangnya
kejelasan deskripsi pekerjaannya (Deskripsi pekerjaan untuk ahli gizi di puskesmas
dikembangkan lebih dari satu dekade yang lalu) menuju kepada ahli gizi yang
mempunyai kesulitan dalam menterjemahkan pekerjaan mereka atau memprioritaskan
tanggungjawab mereka. Lebih lanjut, meskipun beberapa kegiatan gizi akan
dilaksanakan pada tingkat kabupaten sebagaimana ditunjukkan oleh SPM, patut
dicatat bahwa ahli gizi jarang disebut bertanggungjawab atas pelaksanaan intervensi
gizi, yang justeru sebaliknya yang terjadi pada bidan dan dokter. Bahkan, praktiknya
adalah untuk merujuk kepada ahli gizi hanya bila menghadapi masalah yang terkait
dengan rehabilitasi anak yang menderita kurang gizi buruk, untuk pemberian
makanan suplemen bagi anak dari keluarga miskin, dan pengelolaan pengadaan
pasokan gizi. Tidak disebutkan perlunya untuk merujuk kepada ahli gizi untuk
meminta nasihat mengenai pemberian asi dan pemberian makanan pelengkap atau
untuk suplemen mikronutrien bagi anak dan ibu.
Hal ini dapat menjelaskan mengapa professional kesehatan lainnya seperti bidan dan
perawat mempunyai lebih banyak tanggungjawab dalam istilah intervensi gizi
meskipun mereka mungkin kurang dalam pengetahuan dan keahlian teknis yang
relevan. Misalnya, kurikulum pelatihan pra-layanan untuk bidan di Aceh termasuk 12
jam yang didedikasikan pada “gizi anak yang seimbang” (usia pra dan sekolah).
Sebagai tambahan, enam jam dihabiskan pada perawatan post-partum, yang temasuk
pemberian asi eksklusif, gizi umum, suplementasi vitamin A, dan hygiene bayi. Hal
ini adalah pelatihan yang tidak memadai, meskipun menuju kepada pertanyaan
mengenai gunanya merekrut ahli gizi di lapangan atau menugaskan ahli gizi sama
bertanggungjawab terhadap program. Tentu juga menjelaskan mengapa Petugas Dinas
Kesehatan Kabupaten sering berjuang untuk meyakinkan Bupati untuk
mempekerjakan ahli gizi.
40
World Bank/GoI, 2009. Indonesia’s doctors, midwives and nurses: Current stock, increasing needs,
future challenges and options. January, World Bank, Jakarta, Indonesia.
28
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
menyisakan pengenalan topik baru seperti praktik pemberian makanan anak usia dini
dan anak muda kepada diskresi setiap institusi untuk memenuhi yang tinggal 30%.
Pusat pelatihan propinsi Aceh untuk pekerja kesehatan akan menjadi yang pertama
untuk menambahkan IYCF kedalam kurikulum gizi. Selain Akademi, terdapat
institusi swasta yang dapat melaksanakan kurikulum baru. Kualitas dari latihan pra-
layanan di dalam institusi ini bervariasi, meski belum pernah dilakukan pengkajian.
Selanjutnya, sebagai contoh mengenai kualitas pelatihan ahli gizi, meskipun
puskesmas mempunyai seorang ahli gizi, prevalensi kurang gizi mungkin masih
menjadi perhatian dan hal ini, meski kuantitasnya stafnya memadai. Misalnya, di kota
Semarang sebagian besar puskesmas (14/18) mempunyai seorang ahli gizi, tetapi
indikator gizi masih buruk, misalnya 38% menderita stunting.
Akhirnya, seperti dijelaskan diatas, faktor lain seperti pengetahuan terbatas mengenai
gizi diantara professional kesehatan lainnya dan distribusi ahli gizi secara geografis
tidak merata juga berkontribusi kepada kurangnya sumber daya manusia yang cukup
berkualifikasi dalam bidang gizi, khsusnya didaerah terpencil.
Selain kelemahan yang dijelaskan dalam pelatihan pra-layanan, Kajian Negara juga
temukan bahwa pelatihan dalam-layanan (in-service) mengenai gizi tidak mencukupi.
Sebagian besar staf yang diwawancarai selama CA mengakui bahwa mereka tidak
menerima pelatihan dalam-layanan selama dua tahun terakhir.
Terdapat semangat diantara pejabat kabupaten yang berwenang untuk lebih banyak
kelibatan relawan masyarakat. Lebih dari dua juta relawan atau “kader” yang
melayani 260.000 posyandu di 480 kabupaten. Kader adalah anggota organisasi PKK
(Pemberdayaan Keluarga untuk Kesejahteraan), yaitu organisasi perempuan yang
terkenal di Indonesia. Kemampuan dan kompetensi dari relawan ini bervariasi dan
tergantung terhadap perhatian dari pemerintah setempat untuk pelathan dan pelathan
kembali.
Kurangnya pemantauan dan pengawasan juga membahayakan motivasi sumber daya
manusia dan kualitas pelayanan. Akhirnya, mengenai professional kesehatan lainnya
seperti bidan dan perawat, proses akreditasi ahli gizi mungkin tidak seiring dengan
kemandirian standard internasional, kredibilitas dan keterbukaan terhadap publik,
yang juga berdampak terhadap kualitas anggota staf.
Banyak sumber pembiayaan tersedia untuk kegiatan terkait pangan dan gizi pada
tingkat kabupaten tetapi rumit karena keterbatasan dan kendala waktu. Sebagai
tambahan, proses kompleks antara alokasi anggaran, persetujuan dan pelaksanaan
karena pembatasan birokrasi serta seleksi skala prioritas seringkali menghambat
pelaksanaan intervensi gizi.
Meski adanya potensial dalam ketersediaan dana, sangat sedikit pendanaan yang
kenyataanya menjadi termasuk dalam anggaran gizi pada tingkat sub-nasional dan apa
29
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
yang ada kemungkinan tidak memadai bagi sasaran gizi yang termasuk dalam rencana
kerja Propinsi dan Kabupaten. Misalnya, di kabpaten Belu di propinsi NTT, salah
satu tujuan rencana kerja adalah untuk mengurangi prevalensi kurang gizi dari 40% di
tahun 2008 sampai 20% di tahun 2012, namun hanya 18% dari anggaran kesehatan
kabupaten yang digunakan untuk kegiatan gizi. Selanjutnya, khususnya pada tingkat
lebih rendah, sebagian besar anggaran digunakan untuk administrasi (gaji) dan
infrastruktur, dengan dana sangat terbatas untuk kegiatan program: di NTT 70% dari
anggaran 2009 (APBD II)digunakan untuk gaji dan tunjangan—sisanya 30%
digunakan untuk semua sektor dengan 8% kepada kesehatan dan separohnya untuk
infrastruktur. Dalam anggaran salah satu kabupaten di propinsi Aceh, dari total Rp
53.120.000.000 yang digunakan untuk kesehatan, hanya 0.2% adalah untuk gizi.
Alokasi rendah untuk gizi jelas terhubung kepada persepsi bahwa gizi bukan menjadi
masalah utama. Selanjutnya, lebih dari 65% (dari 0.2% ini) dialokasikan untuk
pangan bagi Wanita hamil dan anak balita dan kepada rehabilitasi anak yang
kesehatannya sangat buruk. Suatu alokasi rendah untuk gizi juga telah diamati di Kota
Semarang di Jawa Tengah, dimana gizi hanya mencakup 2% dari total anggaran
kesehatan. Sebagian besar dana dibelanjakan pada pemberian makanan suplemen dan
perawatan penyakit wasting buruk. Di kabupaten Banyumas, anggaran kabupaten teah
menderita suatu pemotongan efektif sebesar 70% disebabkan oleh peningkatan
mendadak posisi gaji, karena anggota staf yang sebelumnya bersifat honorer,
kemudian diangkat menjadi pegawai tetap dengan gaji resmi. Hal ini hampir tidak
menyisakan anggaran untuk program kesehatan dan gizi. Putus hubungan tersebut
antara perencanaan dan persetujuan anggaran dan alokasi diamati pada semua tingkat.
Terdapat suatu budaya umum dengan perencanaan berdasar anggaran dari pada
perencanaan berdasar cakupan/hasil.
Data SKDN (S=anak balita yang ada di posyandu, K=bagi yang mempunyai kartu
pertumbuhan, D=bagi yang datang untuk ditimbang bulan sebelumnya, dan N=bagi
30
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
yang tumbuh) dikumpulkan secara rutin di tingkat posyandu dan dikirim keatas.
Meskipun jumlah banyak waktu staf yang kelihatannya dihabiskan untuk
mengumpulkan informasi ini dan melaporkannya ke atas, jarang sekali digunakan
untuk program peningkatan, menentukan sasaran, evaluasi, dsb. Satu alasan adalah
bahwa denominator seringkali tidak dilaporkan bersam numerator. Hal lain adalah
bahwa tidak terdapat pemicu untuk tindakan (misalnya, mengambil tindakan jika
prevalensi melebihi x%) dan hal ini tidak jelas tindakan apa harus diambil
berdasarkan data.
Data survai digunakan secara cukup baik untk advokasi pada tingkat nasional dan
propinsi. Sebagai contoh, dengan diberikan prevalensi stunting tinggi seperti
ditunjukkan oleh Riskesdas 2007 dan dengan diberikannya dampak yang diakui
mengenai pemgembangan, pemerintah telah memutuskan untuk membahas masalah
ini selama lima tahun berikut ini. Sedemikian, pengurangan prevalensi stunting telah
menjadi sasaran penting dari RPJMN 2010-2015 dan tujuan utama dari Perencanaan
Nasional mengenai Pangan dan Gizi 2011-2015.
SPM dimaksudkan menuntun kabupaten mengenai intervensi dasar apa yang mereka
harus sediakan dan untuk memberikan sasaran yang harus mereka capai dan laporkan.
Untuk bagian besarnya, indikator SPM tidak dgunakan untk pemantauan. Namun ,
terdapat pengecualian. Di Jawa Tengah, SPM dipergunakan secara penuh. Hal ini
termasuk indikator mengenai (i) Kasus kurang gizi buruk yang akut yang dirawat, (ii)
cakupan distribusi dan penggunaan MP-ASI, (iii) cakupan vitamin A, dan (iv)
cakupan zat besi / folat. Namun, keterbatasan dalam pemantauan hanya empat
indikator ini adalah bahwa penekanan program nutrisi kabupaten adalah hanya
mengenai intervensi yang terkait.
Terdapat jumlah program evaluasi yang kurang memadai; terdapat data yang kurang
memadai untuk menunjukkan apakah upaya yang dilakukan mendapatkan dampak
yang diharapkan – misalnya suplemen zat besi folat yang sedang dikonsumsikan dan
bila demikian, apakah hal ini memperbaiki status zat besi pada ibu hamil atau apakah
fortifikasi tepung terigu mengkontribusikan terhadap peningkatan status mikronutrien.
Pembiayaan untuk pemantauan dan evaluasi adalah tugas dan tanggungjawab
pemerintah setempat yang berwenang terhadap anggaran. Kelihatannya prioritas
rendah diberikan terhadap pengawasan, pemantauan dan evaluasi program gizi.
Ringkasan Temuan
Komitmen untuk bertindak bagi gizi cukup kuat, tetapi salah arah dalam mencoba
untuk mengatasi masalah gizi akut dari pada meletakkan system dan intervensi untuk
mencegah anak dan kaum ibu terhadap penyakit kurang gizi. Komitmen untuk
mengatasi masalah stunting makin bertumbuh pada tingkat nasional, tetapi pada
tingkat propinsi dan kabupaten dimana semua tindakan diputuskan dan dilaksanakan,
31
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Kapasitas untuk bertindak bagi kebutuhan gizi perlu diperkuat. Penyediaan pelayanan
sebagian besar berkisar sekitar pemantauan pertumbuhan anak dan disalah arahkan
kepada anak balita daripada terfokus kepada anak usia dibawah dua tahun dimana
intervensi gizi dapat mempunyai efek lebih besar.Prioritas lebih rendah diberikan
pada kegiatan pencegahan yang terkait dengan pemberian nasihat pada kaum ibu
mengenai pemberian makanan pada anak daripada fungsi penyembuhan dalam
mendeteksi dan merawat penyakit wasting. Ketika pemberian nasihat (counseling),
hal ini dilakukan oleh kader posyandu berdasarkan komunitas terlatih minimal.
Perhatian terhadap gizi masa kehamilan terbatas pada distribusi tablet zat besi/folat
dengan sedikit prioritas atau promosi. Koordinasi antar sector mengenai pelaksanaan
perlu untuk diperkuat. Meskipun ahli gizi berjumlah cukup sedang dilatih,
kurikulumnya sudah kedaluarsa atau tidak lengkap. Mereka tidak cukup dipekerjakan
dalam system, dan khususnya dalam pelaksanaan pelayanan. Sedikit ataupun tidak
terjadinya pelatihan ditempat pelayanan dibidang gizi. Penggunaan data pemantauan
untuk membuat keputusan atau data evaluasi untuk belajar dari pengalaman program
adalah hal yang biasa.
5. Rekomendasi41
Tujuan Keseluruhan
Untuk mempercepat pengurangan kurang gizi masa kehamilan dan anak dan
berkontribusi terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium 1, 4, 5,
dan 6.
41
Rekomendasi diprioritaskan dibawah setiap judul sehingga yang diberikan terlebih dahulu (dalam
huruf tebal) adalah yang terpenting, dan harusdipertimbangkan untuk pelaksanaan segera. (Dalam
kasus Sumber Daya manusia, dua yang pertama diprioritaskan.) Rekomendasi kedua dan ketiga juga
penting, dan harus dilaksanakaneSecond and thir di jangka menengah atau jangka panjang.
32
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
42
Horton, S., Shekar, M., McDonald, C., Mahal, A., brooks, J.K. 2010. Scaling up nutrition: What will
it cost? The World Bank. Washington, D.C., USA.
33
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1. Pada semua tingkat: Mengukur panjang semua anak <2 tahun usia setiap
enam bulan selama bulan distribusi vitamin A; Mengukur anemia pada ibu
hamil sebagai bagian dari ANC; Melanjutkan mengukur bobot anak sebagai
kegiatan regular dari posyandu tetapi memprioritaskan menimbang anak
dibawah usia dua tahun.
Panjang tidak perlu diukur sesering bobot oleh karena inkremen
perobahan adalah kurang dan kurang begitu terlihat pada dasar dari
bulan ke buan. Acara pengukuran komunitas harus dilakukan secara
periodic (setiap enam bulan) yang membuatnya layak ubagi suatu tim
terlatih dar puskesmas untuk melakukan pengukuran dan mengurangi
ketidak telitian. Jika terdapat sosialisasi sebelumnya, ini harus
termask semua anak, terutama karena akan dihubungkan dengan
distribusi vitamin A. Datanya akan memeberikan bukti yang kat
mengenai sukses dari intervensi berdasarkan komunitas yang
ditujukan kepada pengurangan stunting.
Anemia dalam kehamilan adalah indkator status gizi ibu, aksesnya
kepada perawatan kesehatan berkualitas (misalnya, infeksi antar-arus
sepertiinfeksi saluran urine, tuberkulosis, parasite usus-perut, atau
malaria dapat juga menyebabkan anemia), dan statusnya dalam
keluarga dan komunitas sebagai cerminan bagaimana baiknya ia
dirawat. Hal ini harus dilakukan pada setiap kehamilan.
Penimbangan anak dapat berlanjut sebagai suatu bagian yang
popular dan penting dari kegiatan posyandu tetapi kader harus
memusatkan perhatian pada anak <2 tahun usia karena ini adalah
usia dimana sebagian besar gagal tumbuh terjadi.
2. Pada tingkat Nasional: Sasaran program gizi terhadap semua ibu hamil dan
anak usia dini dan anak usia 0 – 2 tahun agar dapat (i) fokus pada ‘jendela
kesempatan’, (ii) menggunakan lebih sedikit sumber daya secara lebih efisien,
dan (iii) meningkatkan waktu pemberian nasihat kepada ibu dan anak muda
dan ibu hamil.
Pergeseran menentukan sasaran pada anak usia dibawah dua tahun
dan ibu hamil selama masa kehamilan akan membebaskan waktu
pengukuran anak yang lebih tua (dimana potensial dampak gizi adalah
kurang) dan memperkenankan petugas kesehatan untuk memfokus
lebih banyak terhadap pengajaran dan pemberian nasihat ibu
danperempuan, terutama ibu hami dan bagi mereka yang
merencanakan kehamilan, di Puskesmas dan posyandu.
34
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
3. Pada semua tingkat: Mengembangkan materi advokasi untuk anggota sector non-
kesehatan mengenai pentingnya gizi untuk pengembangan aspek sosial, ekonomi,
kognitif, dan pengembangan fisik. DepKes/DepDagri untuk mengembangkan
bahan advokasi gizi untuk mempengaruhi kampanye Bupati yang ikut pilkada.
Terdapat banyak sector non-kesehatan yang terkibat dalam gizi tetapi
tidak semua terinformasi dengan lenkap mengenai dampak intervensi
berdasar bukti, atau penting sepenuhnya dari perbaikan gizi.
Selanjutnya, Bupati kadang terkendala oleh janji kampanye untuk
mendukung kegiatan yang diluar gizi. Dengan memastikan bahwa
tujuan nutris menjadi bagian dari kampanye Bupati, terdapat lebih
besar kemungkinan bahwa tujuan ini akan dikejar setelah pemilihan.
1. Pemutakhiran deskripsi pekerjaan yang ada dan termasuk arah program baru
(misalnya pengukuran stunting dan kesehatan/anemia masa kehamilan) untuk
semua staf yang terkibat dalam gizi disetiap kementerian/departemen.
Deskripsi pekerjaan, dimana adanya, sudah kedaluarsa dan tidak
selalu mencerminkan ketrampilan dan praktik yang perlu dalam
lingkungan yang berubah-ubah. Pengaturan pekerjaan ahli gizi adalah
untuk memenuhi tujuan gizi baru dan intervensi diperlukan.
2. Mengembankan suatu peta sumber daya manusia untuk ahli gizi dan petugas
kesehatan lainnya agar dapat identifikasi kesenjangan penugasan dan kompetensi.
Peta ini untuk digunakan bagi advokasi dengan pembuat keputusan tingkat senior.
(misalya, Presiden, Gubernur, Bupati) dan Kementerian (misalnya, PAN).
Gunakanlah pet sumber daya ini untuk mengembangkan rencana nasional untuk
suatu pendekatan pelatihan untuk mengajar kompetensi gizi bagi Relawan,
Perawat dan Bidan, dan untuk menyediakan pemutakhiran teknis bagi dokter
dalam ilmu pengetahuan gizi.
Sebagaiman disebutkan dalam Kajian Negara (CA), banyak posisi gizi
di Kabupaten tidak diisi oleh ahli gizi yang berkualifikasi (D3).
Dengan mengetahui bahwa sumber daya dibutuhkan adalah langkah
pertama dalam mengisi kesenjangan tersebut. Sementara kesenjangan
geografis sedang dikaji, upaya harus dilakukan untuk memastikan
kesenjangan kompetensijuga. Semua pekerja/petugas keseatan harus
dimasukkan dalam kajian ini.
3. Insentif harus diperluas yang sekarang ditawarkan kepada dokter untuk juga
termasuk ahli gizi yang bekerja di area yang tak terlayani.
Anggota staf perlu insentif untuk bekerja di lingkungan yang lebih
menantang; hal ini diakui dalam penempatan dokter. Dalam mengakui
pentingnya gizi bagi kesehatan dan pengembangan, insentif yang sama
perlu untuk menarik dan mempertahankan staf gizi yang berkualitas di
area yang bertantangan, yang seringkali menjadi yang paling
membutuhkan.
35
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
2. NIS untuk mengukur indikator yang terdaftar di Rencana Aksi Pangan dan Gizi
yang dapat digunakan untuk mengkaji kinerja dan untuk pengawasan.
Indikator harus diukur dan digunakan dalam pembuatan keputusan
lebih besar daripada yang dipraktikkan saat ini. Pengukuran
keluaran dan hasil praktik dilapangan akan memperkenankan
43Kerber KJ, de Graft-Johnson JE, Bhutta ZA, Okong P, Starrs A, Lawn JE. 2007 Continuum of care for maternal,
newborn, and child health: from slogan to service delivery. Lancet 370: 1358–69
36
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Penyediaan Pelayanan
1. Sebagai tujuan jangka lebih panjang, menciptakan kelompok kerja, diketuai oleh
BPS, untuk mempertimbangkan berapa jumlah survai nasional (misalnya
RISKESDAS, DHS, IFLS) dapat dikurangi dan dirasionalisasikan.
Kegiatan survai sangat mahal meski biayanya seringkali dibesarkan
bila dipergunakan untuk keputusan kritis dalam focus program
pembuatan keputusan, sasaran terhadap penduduk, dan sebagainya.
Namun terdapat juga sejumlah besar survai nasional yang
mengumpulkan data yang kadangkala bersifat duplikasi. Hal ini
harus dirasionalisasikan sehingga hanya satu atau dua survai
dibutuhkan untuk menyediakan semua informasi yang dibutuhkan
pembuat keputusan untuk meningkatkan kinerja program. Langkah
pertama dalam melakukan hal ini adalah untuk mendefinisikan
keputusan sebenarnya yang perlu diambil, data yang diperlukan
untuk membuat keputusan, sumber data tersebut, dan metode
pengumpulannya.
44 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 2008. Available at URL:
http://www.theLancet.com/series/maternal-and-child-undernutrition (Accessed 31/03/10)
45 SCN 2008. Recommendations from the SCN 35th Session: "ACCELERATING THE REDUCTION OF MATERNAL AND
CHILD UNDERNUTRITION" Available at
http://www.unscn.org/Publications/AnnualMeeting/SCN35/35th_Session_Recommendations.pdf (Accessed 09/07/0)
37
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
38
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
39
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
oleh karena hal ini terkait dengan usia perkawinan nanti, dan usia
selanjutnay (melebihi anak dibawah umur) pada kehamilan yang
pertama.
6. Langkah Berikutnya
Mendapatkan persetujuan final dari laporan LA dari DepKes pada tingkat
Pusat dan, khususnya, dari Departemen Gizi Masyarakat.
Terjemahan dari laporan LA dalam Bahasa Indonesia
Mendesain dan mencetak laporan LA dalam dua bahasa (Inggris dan
Bahasa Indonesia)
Mengatur pertemuan di DepKes pada tingkat Pusat antar semua
departemen terkait terutama Komunitas Gizi, Kesehatan Masa Kehamilan
dan Kesehatan Anak untuk diseminasikan laporan LA. Pertemuan ini dapat
diorganisir oleh Direktur General Kesehatan Masyarakat di DepKes.
Disseminasi laporan LA oleh DepKes/Bappenas pada tingkat Pusat kepada
semua mitra yang relevan termasuk donor, kementerian, badan PBB, LSM,
dsb.
Integrasi rekomendasi prioritas dalam Rencana Aksi Pangan dan Gizi
Nasional 2011-2015. Hal ini dapat dilakukan melalui proses
pengembangan rencana Nasional yang akan berlanut sampai Desember
210. Selanjutnya, dengan menggunakan rekomendasi prioritas dari
Analisis Lanskap Kajian Negara, mengidentifikasi aksi jangka pendek
yang dapat dilaksanakan untuk 2011, dan kegiatan lebih lama yang akan
membutuhkan undang-undang dan peraturan baru, dsb.
Mempresentasikan hasil Anaisis Lanskap Kajian Negara pada tingkat
propinsi. Menggunakan kesempatan ini untuk mulai proses harmonisasi
mengenai tujuan dan sasaran atara tingkat nasional dan sub-nasional
demikian juga untuk advokasi lebih banyak anggaran nutrisi pada tingkat
sub-nasional.
Menginisiasi pelaksanaan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional di satu
(atau dua) kabupaten disetiap tiga propinsi dan selanjutnya
menyempurnakan dan memfokus sistem posyandu mengikuti
rekomendasinya. Hal ini akan termasuk Bidan dan Kader yang bekerja
lebih banyak dengan kelompok ibu yang menyiapkan mereka untuk
menjadi hamil tanpa anemia, dsb. Hal ini akan termasuk melengkapi
40
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
41
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Visi Keselurhan: Pemerintah dan petugas kesehatan Kabupaten yang berwenang mempunyai
komitmen dan kapasitas untuk menjamin cakupan tinggi intervensi gizi efektif agar mempercepat
pengurangan kurang gizi masa kehamilan dan anak. Intervensi gizi efektif adalah yang diidentifikasi
oleh Lancet Nutrition Series. Komitmen dan kapasitas pemerintah kabupaten akan dijamin
panduan dari tingkat Pusat ke pemerintah dan pejabat kesehatan kabupaten mengenai intervensi
gizi efektif dan membangun kapasitas mereka untuk melaksanakan perencanaan mikro untuk
mencapai cakupan tinggi dan pelaksanaan berkualitas. Pemerintah dan pejabat kesehatan propinsi
akan menyediakan pengawasan dan dukungan jaminan kualitas. Intervensi gizi efektif akan
dilaksanakan melalui sistem kesehatan yang ada dan akan didukung oleh dan secara sinergi
dengan kebijakan dan inisiatif nasional mengenai kesehatan, gizi, pengembangan pertanian,
pengentasan kemiskinan dan jaringan keselamatan, yang secara berhasil disebarkan pada tingkat
setempat.
Pada semua tingkat, Kajian Negara (CA) akan focus pada mengidentifikasi kelemahan dan
kesempatan untuk memperbaiki tujuh tantangan yang teridentifikasi oleh Lancet Series berikut ini:
1. Meletakkan gizi di agenda nasional,
2. Melakukan hal yang benar,
3. Tidak melakukan hal yang salah,
4. Melakukan hal berdasarkan skala,
5. Menjangkau kepada yang membutuhkan,
6. Menggunakan data bagi pembuatan keputusan untuk gizi,
7. Membangun kapasitas strategi dan operasional.
Pada tingkat kabupaten, Kajian Negara (CA) akan focus pada berikut ini:
1. Bagaimana untuk meningkatkan kapasitas kabupaten terhadap rencana mikro dan
melaksanakan intervensi gizi esensial
2. Bagaimana kebijakan dan panduan nasional disampaikan kepada dan digunakan oleh
kabupaten
3. Bagaimana pelaksanaan kabupaten mengenai intervensi gizi esensial dapat difasilitasi dan
didukung oleh pejabat propinsi yang berwenang
4. Bagaimana Mekanisme pembiayaan dan sumber daya dapat lebih baik diakses untuk
meningkatkan cakupan dan kualitas intervensi gizi esensial
5. Bagaimana program dan inisiatif nasional termasuk jaringan keselamatan dan program
pro-miskin dapat menjadi lebih sinergi dengan dan lebih mendukung pelaksanaan
kabupaten terhadap intervensi gizi esensial.
6. Data apa yang dibutuhkan dan bagaimana dapat lebih baik digunakannya pada tingkat
kabupaten untuk memfasiltasi pelaksanaan berkualitas pada cakupan yang tinggi dari
intervensi gizi esensial.
42
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Daftar anggota tim untuk kajian Negara (CA) disetiap propinsi dan kabupaten
Wawancara Kabupaten
Aceh Besar Aceh Timur Kota Semarang Banyumas Sikka Belu
Roger Sonia Anna Steve Rosnani Karen Codling
Rufina Setyawati Elvi Armunanto Helena Ninik
Arifin Darmiati Yazid Budi Setiana Henny Djoese
Mardewi Eko Ineu Arbie Maria
Bariadi
Wawancara Propinsi Wawancara Propinsi Wawancara Propinsi
Rachmi Untoro Yosi Dini Latief
Sugeng Diah Eman Sumarna
43
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Jadwal pelaksanaan
“Landscape Analysis” atau
Kajian dan Analisa Pemetaan Program Gizi dan Program Terkait Lainnya
11 s/d 26 Maret 2010
44
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
45
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
22 March 20010
23 March 2010
46
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
List of interviewees
21 Kasie Tanaman Pangan Dinas Pertanian Aceh Besar District Aceh Besar
47
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
27 Hasanudin Kasubbid Pengembangan SDM & Bappeda Aceh Besar District Aceh Besar
Keistimewaan Aceh
28 Kepala Dinas Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar
29 Program Officer KIA Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar
30 Program Officer P2P Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar
43 Dr Hambali, Agustina and Kepala Puskesmas, TPG dan Bidan Puskesmas Bireum Bayeun District Aceh Timur
Marlita Koordinator
44 Bupati Aceh Timur dan Bupati dan Sekretaris Kantor Bupati Distritc Aceh Timur
Bpk. Syanfanmur
45 Ir. Irham, MT Kepala Bappeda Kantor Bappeda District AcehTimur
46 Bidan Desa dan Kader Posyandu of Desa Alue Buloh District Aceh Timur
47 Ayubi, SKM dan Amir, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan District Aceh Timur
SKM Bidang Pelayanan Kesehatan
48 Kabid Hortikultura Dinas Pertanian District Aceh Timur
49 Badan Ketahanan Pangan Kantor Ketahanan Pangan District Aceh Timur
50 BPM-PKS Kepala Pemberdayaan Kantor BPM-PKS District Aceh Timur
Masy, Perempuan & Keluarga
Sejahtera
Bidan Desa dan Kader Posyandu Camar Laut-Desa Blang District Aceh Timur
51 Qlumpang
Kepala Puskesmas, TPG dan Bidan Puskesmas Idi Rayeuk District Aceh Timur
52 Koordinator
48
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
49
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
50
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Questionnaires
Preface
The original tools were have been developed by the Medical Research Council of
Cape Town, South Africa for the WHO Department of Nutrition for Health and
Development and adapted throughout the first six Landscape Assessments in
Madagascar, Burkina Faso, Ghana, Guatemala, Peru and South Africa. Each of these
countries has further enhanced the tools, adapting them to their respective national
situations. A major revamp was done by the South African country team to allow a
nation-wide large scale assessment where a total of almost 1,000 questionnaires were
completed. To facilitate computer based analysis of this amount of questionnaires,
coding fields were added. Due to the high focus on nutrition and HIV in South Africa,
an additional set of tools were developed for use in the ARV clinics (Forms 9 and 10).
Preparations
As part of the preparations for the Landscape Analysis Country Assessment, the
country team has reviewed the tools, select which ones to use and adapt them to the
51
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
national situation. The country team also determined the scope of the assessment,
including scheduling interviews and planning field visits. The Word document
questionnaires can be obtained from WHO Department of Nutrition for Health and
Development, by contacting nutrition@who.int.
52
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Diisi oleh:
Kode
Nasional:
Kode
Instansi:
Kode
Responden:
Kode
Nama:
Jabatan:
Kode
Nama:
Jabatan:
Kode
Nama:
Jabatan:
53
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1. Kode
2. Kode
3. Kode
1.2 Apakah anda merasa bahwa masalah yang teridentifikasi mendapat perhatian dan
ditangani secara memadai dalam rencana aksi, strategi dan kebijakan gizi nasional?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
Jelaskan alasan anda:
1.3 Menurut pandangan anda, apa yang menyebabkan timbulnya masalah gizi ini?
(Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)
1. Kode
2. Kode
3. Kode
1.4 Menurut pandangan anda, apa yang menjadi kendala utama dalam meningkatkan skala
program gizi (atau yang terkait masalah gizi)? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)
1. Kode
2. Kode
3. Kode
54
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1.5 Menurut pandangan anda, peluang (opportunity) utama apa saja yang dapat digunakan
untuk meningkatkan skala program aksi gizi? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)
1. Kode
2. Kode
3. Kode
1. Kode
2. Kode
3. Kode
4. Kode
5. Kode
2.2 Menurut pandangan anda, aspek-aspek utama apakah yang perlu ditingkatkan dalam hal
koordinasi program gizi atau terkait gizi lainnya? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling
utama)
1. Kode
2. Kode
3. Kode
4. Kode
55
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
5. Kode
3.2 Jelaskan bentuk kegiatan / dukungan yang diberikan oleh instansi anda di berbagai
tingkatan sebagai berikut:
Propinsi
Komunitas
3.3 Di instansi anda, apakah ada kebijakan yang mendukung program/kegiatan ini?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
3.4 Menurut anda, strategi dan program gizi apa yang sekiranya menjadi prioritas untuk
ditingkatkan skala programnya?
Kode
3.5 Bagaimana/seberapa jauh instansi anda memberikan dukungan pada program gizi atau
terkait gizi ?
Kode
56
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
4.2 Menurut anda, kira-kira berapa persen dari seluruh total anggaran yang dialokasikan untuk
program gizi (atau terkait gizi) di instansi anda?
Tahun ini: Kode
4.3 Berasal dari mana saja sumber dana untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi
anda?
1 Kode
%
2 Kode
%
3 Kode
%
4 Kode
%
5 Kode
%
4.4 Menurut pendapat anda apakah terdapat cukup dana untuk menangani masalah gizi?
Jelaskan alasannya.
Kode
4.5 Bila tidak, menurut anda apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
anggaran/pendanaan tersebut?
Kode
57
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
5.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di
bidang gizi di Indonesia?
Kode
5.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab
untuk melaksanakan kegiatan program gizi?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
5.3.1 Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf
paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda?
5.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk program
gizi di Indonesia?
Kode
5.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah
petugas gizi di Indonesia?
Kode
58
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
5.4 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah diikuti
oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi?
Jumlah staf
Tingkat yang dilatih Topik Pelatihan Kode
Internasional
Nasional
5.5 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam dua
tahun terakhir, mengapa?
Kode
6.1 Jenis data gizi apa saja yang anda gunakan secara rutin?
Kode
6.2 Bagaimana dan siapa yang mengambil dan mengumpulkan data-data tersebut di atas?
Gali lebih dalam: survei, monitoring/laporan rutin, evaluasi/penelitian, dll.
Kode
6.3 Bagaimana instansi anda menggunakan data-data tersebut dan bagaimana anda
menyebarluaskan hasil tersebut?
Kode
59
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Kode
1.
2.
3.
7.2 Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah propinsi untuk meringankan
imbas dari krisis itu?
Kode
2.
3.
8.2 Tindakan-tindakan apa yang diambil oleh pemerintah propinsi anda untuk meringankan
efek/ imbas dari keadaan darurat untuk kelompok tsb? (berhubungan dgn pangan & gizi)
Kode
9.2 Apakah anda telah menggunakan indikator pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium
(MDG) dalam program gizi ini?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
Bila ya, jelaskan:
60
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
9.3 Apakah anda telah mengacu pada UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam
upaya ini?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
Bila ya, jelaskan:
9.5 Apa intervensi atau dukungan yang dapat dilakukan oleh instansi/ Departemen/ unit untuk
peningkatan cakupan program gizi?
1. Kode
2. Kode
3. Kode
9.6 Bila instansi/Departemen/ unit anda hanya dapat melaksanakan satu hal dalam
meningkatkan skala untuk peningkatan cakupan program gizi—apakah itu?
Kode
61
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
10.2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang
lebih baik mengenai situasi gizi di Indonesia?
Kode
62
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Diisi oleh:
Kode
Propinsi:
Kode
Instansi:
Kode
Responden:
Kode
Nama:
Jabatan:
Kode
Nama:
Jabatan:
Kode
Nama:
Jabatan:
63
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1. Kode
2. Kode
3. Kode
1.2 Apakah anda merasa bahwa masalah yang teridentifikasi mendapat perhatian dan
ditangani secara memadai dalam rencana aksi, strategi dan kebijakan gizi nasional
atau propinsi?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
Jelaskan alasan anda:
1.3 Menurut pandangan anda, apa yang menyebabkan timbulnya masalah gizi ini?
(Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)
1. Kode
2. Kode
3. Kode
1.4 Menurut pandangan anda, apa yang menjadi kendala utama dalam meningkatkan
skala program gizi (atau yang terkait masalah gizi) di propinsi anda? (Tuliskan berdasarkan
urutan dari yang paling utama)
1. Kode
2. Kode
3. Kode
64
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1.5 Menurut pandangan anda, peluang (opportunity) utama apa saja yang dapat
digunakan untuk meningkatkan skala program aksi gizi? (Tuliskan berdasarkan urutan dari
yang paling utama)
1. Kode
2. Kode
3. Kode
1. Kode
2. Kode
3. Kode
4. Kode
5. Kode
2.2 Menurut pandangan anda, aspek-aspek utama apakah yang perlu ditingkatkan dalam
hal koordinasi program gizi atau terkait gizi lainnya? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang
paling utama)
1. Kode
2. Kode
3. Kode
4. Kode
65
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
5. Kode
3.2 Jelaskan bentuk kegiatan / dukungan yang diberikan oleh instansi anda di berbagai
tingkatan sebagai berikut:
Kabupaten/
Kota
Komunitas
3.3 Di instansi anda, apakah ada kebijakan yang mendukung program/kegiatan ini?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
3.4 Menurut anda, strategi dan program gizi apa yang sekiranya menjadi prioritas untuk
ditingkatkan skala programnya?
Kode
3.5 Bagaimana/seberapa jauh instansi anda memberikan dukungan pada program gizi
atau terkait gizi ?
Kode
66
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
4.2 Menurut anda, kira-kira berapa persen dari seluruh total anggaran yang dialokasikan
untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi anda?
Tahun ini: Kode
4.3 Berasal dari mana saja sumber dana untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi
anda?
1 Kode
%
2 Kode
%
3 Kode
%
4 Kode
%
5 Kode
%
4.4 Menurut pendapat anda apakah terdapat cukup dana untuk menangani masalah gizi di
propinsi anda Jelaskan alasannya.
Kode
4.5 Bila tidak, menurut anda apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
anggaran/pendanaan tersebut?
Kode
67
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
5.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di
bidang gizi di Indonesia?
Kode
5.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab
untuk melaksanakan kegiatan program gizi?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
5.3.1 Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf
paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda?
5.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk
program gizi di seluruh propinsi anda?
Kode
5.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah
petugas gizi di propinsi anda?
Kode
68
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
5.4 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah
diikuti oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi?
Jumlah staf
Tingkat yang dilatih Topik Pelatihan Kode
Internasional
Nasional
propinsi
5.5 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam
dua tahun terakhir, mengapa?
Kode
6.1 Jenis data gizi apa saja yang anda gunakan secara rutin?
Kode
6.2 Bagaimana dan siapa yang mengambil dan mengumpulkan data-data tersebut di atas?
Gali lebih dalam: survei, monitoring/laporan rutin, evaluasi/penelitian, dll.
Kode
6.3 Bagaimana instansi anda menggunakan data-data tersebut dan bagaimana anda
menyebarluaskan hasil tersebut ke tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota dan
pemangku kepentingan yang lain di bidang gizi?
Kode
69
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Kode
1.
2.
3.
7.2 Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah propinsi untuk meringankan
imbas dari krisis itu?
Kode
2.
3.
8.2 Tindakan-tindakan apa yang diambil oleh pemerintah propinsi anda untuk meringankan
efek/ imbas dari keadaan darurat untuk kelompok tsb? (berhubungan dgn pangan &
gizi)
Kode
70
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
9.3 Apakah anda telah mengacu pada UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
dalam upaya ini?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
Bila ya, jelaskan:
9.5 Apa intervensi atau dukungan yang dapat dilakukan oleh instansi/ Departemen/ unit
untuk peningkatan cakupan program gizi?
1. Kode
2. Kode
3. Kode
9.6 Bila instansi/Departemen/ unit anda hanya dapat melaksanakan satu hal dalam
meningkatkan skala untuk peningkatan cakupan program gizi—apakah itu?
Kode
71
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
10.2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang
lebih baik mengenai situasi gizi di propinsi anda?
Kode
72
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Tanggal
kunjungan
Tgl Bln Thn
Dilengkapi oleh:
Kode
Propinsi:
Kode
Kabupaten:
Kode
Dinas di kabupaten:
1 Dinas Kesehatan Kode
2 Dinas Pertanian
3 Badan Ketahanan Pangan
4 Bappeda
5
6
7
8
9
77 Lain-lain:
Responden:
1 Kepala Kode
2 Program officer bagian gizi
3 Program officer Kesehatan Ibu dan Anak
4 Pekerja kesehatan masyarakat
5 Relawan/ pendamping non profesi
77 Lain-lain: _____________________________
73
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1.2 Apa saja kegiatan gizi berbasis masyarakat yang dipromosikan untuk dilaksanakan di
kabupaten anda? Bacakan satu persatu di bawah ini dan tanyakan kegiatan apa saja
yang dilakukan
1.2.1 Gizi ibu: Kode
1.2.8 Pola makan dan kegiatan fisik (olah raga) untuk mencegah kelebihan berat badan:
74
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1.2.9 Pencegahann kecacingan pada anak dan ibu hamil (PHBS, dan program pencegahan
kecacingan
1.2.11 Pencegahan malaria pada anak-anak dan ibu hamil (mis, intermittent treatment,
distribusi kelambu)
1.2.12 Pencegahan penyakit menular untuk balita dan ibu (WUS?) (mis. Imunisasi)
1.2.14 Lain-lain
2.
3.
1.4 Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah pusat, propinsi/ kabupaten
untuk meringankan imbas dari krisis di kabupaten anda?
Kode
1.5 Dengan cara apa kabupaten memberlakukan Kode Internasional Pemasaran PASI
(Produk Pengganti ASI) atau International Code of Marketing of Breast-milk
Substitutes?
Kode
1.6 Berapa jumlah fasilitas kesehatan di kabupaten anda yang mendapatkan sertifikat
Rumah Sakit Sayang Bayi atau Baby-Friendly Hospital Initiative (BFHI)?
Kode
1.7 Berapa jumlah fasilitas kesehatan yang dalam proses -menjadi Rumah Sakit Sayang
Bayi?
75
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Kode
berat badan
1.8.1 1 0
Lain-lain: _____________ Ya Tdk
3
76
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1 0 99
77 Lain-lain:______________________________ Ya Tdk Tdk Tahu
2.2 Pelatihan apakah yang telah diikuti oleh penanggung jawab utama (di atas) yang
berkaitan dengan gizi ?
Kode
2.3 Bila ada, tanggung jawab terkait non-gizi apakah yang dimiliki oleh orang tersebut?
Kode
2.3 Dalam kalangan pemerintah, apakah ada pihak lain yang mengurus masalah gizi di
kabupaten anda? Siapa? Sebutkan kegiatan gizi yang telah mereka laksanakan
Kode
2.5 Siapa yang menyusun dan mengembangkan rencana dan strategi gizi di kabupaten,
dan apakah ini sudah disusun?
Kode
3.1 Dapatkan anda memperkirakan berapa anggaran tahunan di instansi anda yang
dialokasikan untuk program gizi ini?
Tahun ini: Kode
77
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
3.2 Menurut perkiraan, jumlah yang dianggarkan ini berapa persen dari keseluruhan total
anggaran?
Kode
Tahun ini: %
Kode
Tahun lalu: %
3.3 Sumber pendanaan kegiatan gizi apa dan dari mana saja yang diimplementasikan oleh
instansi anda untuk kegiatan gizi?
1 Kode
%
2 Kode
%
3 Kode
%
4 Kode
%
5 Kode
%
3.4 Menurut pendapat anda, apakah terdapat cukup pendanaan untuk menangani
keadaan gizi di kabupaten anda? Jelaskan alasan anda.
Kode
3.5 Bila tidak, apakah anda mempunyai rencana atau gagasan untuk meningkatkan
pendanaan?
Kode
78
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
4.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di
bidang gizi di Indonesia?
Kode
4.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab
untuk melaksanakan kegiatan program gizi?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak tahu
4.3.1 Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf
paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda?
4.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk
program gizi di seluruh propinsi anda?
Kode
4.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah
petugas gizi di propinsi anda?
Kode
4.6 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah
diikuti oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi?
Jumlah staf
Tingkat yang dilatih Topik Pelatihan Kode
Internasional
Nasional
propinsi
4.7 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam
dua tahun terakhir, mengapa?
Kode
79
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Bagian 5. Pelatihan
5.1 Pelatihan mengenai gizi apa saja yang telah ada / dilaksanakan di kabupaten anda
dalam dua tahun terakhir?
A. Pelatihan B. Partisipan
(Judul, organisasi penyelenggara) (jumlah peserta dan asal instansi) Kode
5.2 Bagaimana pelatihan dipantau dan ditindaklanjuti? Gali juga informasi mengenai
keberadaan pelatihan penyegaran dan pelatihan di lokasi.
Uraikan: Kode
80
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
6.3 Apakah anda pernah menerima umpan balik mengenai laporan gizi yang anda kirimkan
ke tingkat propinsi atau nasional ?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tidak Tahu
6.4 Bila ya, apakah umpan balik tersebut berguna? Dan bagaimana anda menggunakan
umpan balik ini?
Kode
7.2 Dalam kaitannya dengan kegiatan gizi, bagaimana caranya pemerintah daerah
berkomunikasi
7.2.1 dengan Mitra (pemerintah dan non pemerintah) di kabupaten: Kode
7.3 Dukungan apa yang telah diterima oleh kabupaten anda selama dua tahun terakhir
agar tim gizi mampu melaksanakan pembuatan program, perencanaan gizi dan
implementasinya?
Untuk pelatihan, dukungan anggaran, penelitian dan kunjungan lapangan, gali lebih
dalam.
Kode
81
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
8.1 Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan kabupaten dalam rangka
mempercepat penurunan kekurangan gizi? Jangan mengarahkan ke opsi berikut, buat
peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara.
Peringkat (1,
2, 3) Kode
Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang
lebih baik, minimalnya pergantian staf)
Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan
atau trainer yang lebih baik)
Persediaan barang (obat dan sistem logistik yang lebih baik)
8.2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang
lebih baik mengenai situasi gizi di kabupaten anda?
Kode
82
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Tanggal
kunjungan
Tgl Bln Thn
Dilengkapi oleh:
Kode
Propinsi:
Kode
Kabupaten:
Kode
Fasilitas Kesehatan:
Kode
1 Pusat Kesehatan Masyarakat
77 Lain-lain:
Unit:
1 Unit Rawat Jalan Kode
2 Unit bersalin/ kebidanan
3 Bangsal Anak
4 Rawat Inap
5 Management
77 Lain-lain:
Responden :
1) Manajer 1 Ada 0 Kode
Fasilitas Tidak ada
2) Penanggung Hadir: 0 Kode
jawab program 1 Kepala Puskesmas Tidak ada
gizi 2 Dokter/Dokter Gigi
3 Perawat
4 Perawat pembantu
5 Bidan
6 Ahli gizi/ Ahli Diet
7 Petugas Gizi/ Penasihat /Penyuluh
83
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1.2 Apakah puskesmas anda melaksanakan kegiatan gizi berikut ini di masyarakat?
(Bacakan/tanyakan sesuai list di bawah ini)
Kode
1.2.1. Suplementasi tablet besi folat bagi ibu 1 0 99
hamil Ya Tdk Tdk Tahu
1 0 99
1.2.4. Promosi Pemberian ASI Ya Tdk Tdk Tahu
1.2.5. Promosi pemberian makanan 1 0 99
pendamping ASI lokal Ya Tdk Tdk Tahu
1 0 99
1.2.12. Promosi garam beryodium Ya Tdk Tdk Tahu
1.2.13. Promosi dan pemantauan tumbuh 1 0 99
kembang anak Ya Tdk Tdk Tahu
84
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1 0 99
1.2.14. Penanganan gizi kurang pada balita Ya Tdk Tdk Tahu
1 0 99
1.2.15. Penanganan gizi buruk pada balita Ya Tdk Tdk Tahu
1.2.16. Penyuluhan/promosi pemberian 1 0 99
makan bagi anak sakit Ya Tdk Tdk Tahu
1 0 99
1.2.17. Promosi cuci tangan dengan sabun Ya Tdk Tdk Tahu
1.2.18. Promosi Pemberian tablet cacing 1 0 99
(untuk anak dan ibu hamil) Ya Tdk Tdk Tahu
1 0 99
1.2.19. Promosi kelambu berobat Ya Tdk Tdk Tahu
1.2.20. Pengobatan malaria pada saat 1 0 99
kehamilan Ya Tdk Tdk Tahu
1 0 99
1.2.23 Keluarga Berencana Ya Tdk Tdk Tahu
1.2.24. Lain-lain: 1 0 99
__________________________ Ya Tdk Tdk Tahu
1.3 Bagaimana gizi diintegrasikan ke program atau kegiatan pelayanan kesehatan dasar?
Untuk menggali lebih dalam: Bagaimana gizi diintegrasikan ke dalam MTBS (Management Terpadu Balita
Sakit), Kesehatan ibu, kesehatan remaja, HIV/AIDS dll.
Kode
1.4 Jelaskan bagaimana penyuluhan dan konseling gizi dijalankan di puskesmas ini.
Untuk menggali lebih dalam: Siapa yang bertanggung jawab, kapan dan dimana kegiatan itu dilangsungkan.
materi yang diberikan
Kode
1.5 Bagaimana pendapat bapak/ibu terhadap program dan pelayanan gizi di puskesmas
ini?
Kode
1.6 Siapa yang biasanya memberikan pelayanan gizi di fasilitas kesehatan ini?
(Jangan dibacakan list di bawah ini)
Kode
85
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1 0 99
1. Kepala Puskesmas Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
2. Dokter/Dokter Gizi Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
3. Perawat Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
4. Perawat pembantu Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
5. Bidan Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
6. Ahli gizi/ ahli diet Ya Tdk Tidak Tahu
7. Penyuluh / Petugas Gizi /Pembantu 1 0 99
Ahli Gizi Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
8. Petugas program lain Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
9. Petugas kesehatan masyarakat Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
10. Relawan/ Honorer Ya Tdk Tidak Tahu
1 0 99
11. Petugas administrasi Ya Tdk Tidak Tahu
77. Lain- 1 0 99
lain:________________________ Ya Tdk Tidak Tahu
86
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
2.2 Berapa banyak dari staf di atas yang telah menerima pelatihan gizi itu masih bekerja di
sini?
1 2 3 4 77 99 Kode
Semua Sebagian Beberapa Tdk ada Lain-lain Tdk tahu
besar
2.3 Untuk masing-masing bidang berikut, apakah ada dari staf puskesman yang telah
menerima pelatihan dan /atau memberikan pelatihan ke pihak lainnya?
Kode
0
1 2 3
2.3.1 Gizi ibu Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
sekali
Konseling Pemberian 0
1 2 3
2.3.2 Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
ASI sekali
Pelatihan (dukungan 0
1 2 3
2.3.3 dan manajemen Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
sekali
Pemberian ASI)
Konseling pemberian 0
1 2 3
2.3.4 Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
MP-ASI sekali
Suplementasi Zink 0
1 2 3
2.3.5 Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
untuk penanganan diare sekali
87
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Suplementasi Kapsul 0
1 2 3
2.3.6 Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
Vitamin A bagi balita sekali
Suplementasi Kapsul 0
1 2 3
2.3.7 Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
Vitamin A bagi bufas sekali
Pemberian tabur gizi
(vitalita/Mix 0
1 2 3
2.3.8 Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
Me/Taburia) untuk sekali
balita
Pemberian tablet multi- 0
1 2 3
2.3.9 vitamin dan mineral Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
sekali
untuk bumil dan bufas
Pemantauan dan 0
1 2 3
2.3.10 promosi tumbuh Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
sekali
kembang
0
1 2 3
2.3.11 Penanganan gizi kurang Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
sekali
0
1 2 3
2.3.12 Penanganan Gizi buruk Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
sekali
Pencegahan dan 0
1 2 3
2.3.13 perawatan untuk anak Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
sekali
diare
Pemberian ASI dalam 0
1 2 3
2.3.14 konteks Konseling HIV/ Menerima Memberi Keduanya
Tidak sama
AIDS sekali
2.4 Apakah ada pemantauan atau tindak lanjut dari kegiatan pelatihan gizi yang dilakukan
dalam dua tahun terakhir di puskesmas ini.
1 0 Kode
Ya Tdk
88
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
89
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
3.1.9 Pola hidup sehat (Kegiatan fisik dan gizi seimbang) untuk Kode
mencegah kelebihan berat badan
Lain-Lain, Sebutkan:
3.2 Selain posyandu, apakah ada kegiatan sosmob (mobilisasi masyarakat) terkait gizi
yang sudah diprakarsai oleh puskesmas dalam dua tahun terakhir?
Kode
Kode
90
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Bagian 4. Dukungan
4.1 Seberapa sering pertemuan/rapat formal diadakan dengan staf gizi kabupaten?
1 2 3 4 5 Kode
Setiap hari Setiap Setiap bulan Jarang Tidak
minggu Pernah
4.2 Seberapa sering pertemuan/rapat diadakan dengan staf gizi propinsi setahun terakhir?
1 2 3 4 5 Kode
Setiap hari Setiap Setiap bulan Jarang Tidak
minggu Pernah
4.3 Apakah anda merasa bahwa anda menerima dukungan yang memadai dari staf gizi di
tingkat kabupaten dalam setahun terakhir?
1 0 Kode
Ya Tdk
4.3b Bila tidak, berikan alasan dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
/ memperbaiki keadaan ini. Berikan contoh spesifiknya.
Kode
91
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
5.2 Sebutkan porsi waktu yang dihabiskan untuk memberikan konseling/penyuluhan gizi
dalam sebulan terakhir?
99 Kode
Proporsi: % Tidak
tahu
5.4 Apakah Tenaga Pelaksana Gizi di Puskesmas ini memiliki latar belakang pendidikan
formal gizi?
1 0 Kode
Ya Tdk
5.5 Apakah Tenaga Pengelola Gizi di Puskesmas ini pernah menerima pelatihan mengenai
gizi dalam dua tahun terakhir?
1 0 Kode
Ya Tdk
92
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Ya Tdk
6.3 Apakah ada hari khusus di tiap minggu atau bulan dimana pelayanan konseling gizi
dapat dilakukan dengan memesan waktu?
1 0 Kode
Ya Tdk
6.4 Berapa jumlah rata-rata pasien per bulan yang mendapatkan konseling gizi?
Kode
93
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
7.2 Apakah ada hal lain yang menurut pendapat anda ingin anda sampaikan ke kami agar
kami memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai situasi gizi di puskesmas anda?
Kode
94
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Tanggal
kunjungan
Tgl Bln Thn
Diisi oleh:
Kode
Propinsi:
Kode
Kabupaten/Kota:
Kode
Fasilitas Kesehatan:
Kode
1 Puskesmas
77 Lain-lain:
Unit:
1 Bagian Rawat Jalan Kode
2 Bagian Rawat Inap
3 Unit bersalin/ kebidanan
4 Bangsal Anak
77 Lain-lain:
Responden:
1 Kepala Puskesmas Kode
2 Dokter/Dokter Gigi
3 Perawat
4 Perawat pembantu
5 Bidan
6 Ahli gizi/ Ahli Diet
7 Petugas Gizi/ Penasihat /Penyuluh Gizi/Pembantu Ahli Gizi
8 Petugas kesehatan masyarakat (Jurim/Sanitarian)
9 Relawan/ Honorer
10 Petugas administrasi/ karyawan
77 Lain-lain:________________________
95
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Pedoman/Protap Suplementasi
1.8
vitamin A bagi Bufas
Pedoman/Protap Suplementasi
1 0
1.9 Zink bagi anak (Reguler atau Ya Tdk
Selama Diare)
Pedoman/Protap Pemantauan
1 0
1.10 dan Promosi Tumbuh Ya Tdk
Kembang Anak
Pedoman/Protap Penanganan 1 0
1.11 Ya Tdk
Gizi Kurang
Pedoman/Protap Penanganan 1 0
1.12 Ya Tdk
Gizi Buruk
Register/Laporan Penanganan 1 0
1.13 Ya Tdk
Gizi Buruk
Pedoman/Protap Pemberikan 1 0
1.14 Ya Tdk
Makan Anak Sakit
Manual MTBS Manajemen
1.15
Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Pedoman/Protap Pemberian
1 0
1.16 Makan Bayi dalam Konteks Ya Tdk
HIV/AIDS
1.17
Pedoman Umum Gizi
Seimbang (PUGS)
96
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Lain-lain: 1 0
1.19 Ya Tdk
___________________
1 0
2.4 Pemberian MP ASI yang Optimal Ya Tdk
1 0
2.9 Konsumsi garam beryodium Ya Tdk
Penanganan/Manajemen Gizi 1 0
2.10 Ya Tdk
Kurang
1 0
2.11 Penanganan/Manajemen Gizi Buruk Ya Tdk
1 0
2.12 Pemberian Makan bagi Anak Sakit Ya Tdk
1 0
2.13 Cuci Tangan dengan Sabun Ya Tdk
1 0
2.15 Penggunaan kelambu berobat Ya Tdk
97
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
1 0
2.21 Imunisasi Ya Tdk
Lain-lain : 1 0
2.22 Ya Tdk
____________________
Tabur Gizi:
3.4 (Vitalita/Mixme/Taburia)untuk
Balita
1 0
3.5 Kapsul Vitamin A 100,000IU Ya Tdk
1 0
3.6 Kapsul Vitamin A 200,000IU Ya Tdk
1 0
3.7 Tablet Zink Ya Tdk
1 0
3.8 Timbangan Bayi yang masih berfungsi Ya Tdk
1 0
3.11 Papan ukur tinggi badan Ya Tdk
1 0
3.12 KMS/Buku KIA Ya Tdk
1 0
3.13 Pita LILA Ya Tdk
98
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
99
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Tanggal
kunjungan
Tgl Bln Thn
Diisi oleh:
Kode
Propinsi:
Kode
Kabupaten/Kota:
Kode
Fasilitas Kesehatan:
1 Pos Kesehatan Desa Kode
6 Klinik bersalin/ Polindes
7 Posyandu
77 Lain-lain:
Unit:
1 Bagian Rawat Jalan Kode
2 Klinik bersalin/ kebidanan
3 Bangsal Anak
77 Lain-lain:
Responden:
1. Bidan Desa Kode
77. Lain-lain:________________________:
100
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Kode
1 0
1.1.1 Gizi ibu Ya Tdk
1 0
1.1.4 Konseling/Penyuluhan Pemberian MP-ASI Ya Tdk
1 0
1.1.7 Suplementasi Vitamin A bagi bufas Ya Tdk
1 0
1.1.12 Penanganan gizi buruk Ya Tdk
1 0
1.1.13 Pencegahan dan perawatan diare pada balita Ya Tdk
1 0
1.1.18 Pelayanan KB Ya Tdk
1 0
1.1.19 Pencegahan dan Pengobatan Malaria Ya Tdk
1 0
1.1.12 Lain-lain: __________________ Ya Tdk
101
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
2.1 Suplemen gizi mikro apakah yang hendaknya diterima oleh ibu hamil? Lingkari
sesuai jawaban
1 2 3 4 5 99 Kode
Tidak Zat Besi Kalsium Multiple Lainnya, Tidak
ada Folat vitamin dan ________ tahu
minera
2.2 Kapan seorang bayi seharusnya diletakkan di dada ibunya setelah lahir? Lingkari
sesuai jawaban
1 2 3 4 99 Kode
Dalam waktu 1 Dalam waktu 6 Dalam waktu Setelah ibu Tidak tahu
jam jam 24 jam pulih
2.5 Suplemen Zink hendaknya diberikan ke semua anak yang menderita diare.
1 2 99 Kode
Benar Salah Tdk Tahu
2.6 Semua anak di semua negara memiliki potensi yang sama untuk tumbuh dari
sejak lahir sampai berusia 5 tahun.
1 2 99 Kode
Benar Salah Tdk Tahu
2.7 Anak yang menderita gizi buruk mengalami defisiensi gizi mikro dan oleh karena itu
hendaknya segera menerima tablet besi dan vitamin & mineral lainnya.
1 2 99 Kode
Benar Salah Tdk Tahu
2.8 Anak yang disusui secara eksklusif yang menderita diare mungkin memerlukan sejumlah air untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang. `
1 2 99 Kode
Benar Salah Tdk Tahu
102
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
2.10 Seberapa segera setelah persalinan tali pusat bayi hendaknya dipotong?
1 2 3 4 99 Kode
Segera Setelah satu Setelah tiga Setelah satu jam Tidak tahu
menit menit
4.2 Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu dengan HIV
untuk pemberian makan bayinya?
1 2 3 4 5 99 Kode
Setiap hari Setiap Setiap Kurang Tidak Tdk tahu
minggu bulan sering pernah
4.3 Apakah polindes/posyandu anda pernah menerima sampel susu formula gratis/
pamflet/ poster atau alat tulis/ blok-note dari perusahaan pembuat formula bayi?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tdk Tahu
Bila ya, jelaskan.
103
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
6.2 Menurut anda, pelatihan gizi apa saja yang perlu ditingkatkan?
1 0 Kode
Ya Tidak
Bila Ya, jelaskan jenis pelatihan itu:
Kode
7.2 Apakah anda memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas terkait gizi?
1 2 0 Kode
Ya, kadang-kadang Ya, selalu Tidak pernah
7.3 Apakah ada hal lain yang ingin anda tambahkan dalam implementasi pelayanan gizi di
wilayah kerja anda?
Kode
104
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Tanggal
kunjungan
Tgl Bln Thn
Diisi oleh:
Kode
Propinsi:
Kode
Kabupaten/Kota:
Kode
Fasilitas Kesehatan:
1 Pos Kesehatan Desa Kode
6 Klinik bersalin/ Polindes
7 Posyandu
77 Lain-lain:
Unit:
1 Bagian Rawat Jalan Kode
2 Klinik bersalin/ kebidanan
3 Bangsal Anak
77 Lain-lain:
Responden:
1. Bidan Desa Kode
77. Lain-lain:________________________:
105
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Kode
1 0
1.1.1 Gizi ibu Ya Tdk
1 0
1.1.4 Konseling/Penyuluhan Pemberian MP-ASI Ya Tdk
1 0
1.1.7 Suplementasi Vitamin A bagi bufas Ya Tdk
1 0
1.1.12 Penanganan gizi buruk Ya Tdk
1 0
1.1.13 Pencegahan dan perawatan diare pada balita Ya Tdk
1 0
1.1.18 Pelayanan KB Ya Tdk
1 0
1.1.19 Pencegahan dan Pengobatan Malaria Ya Tdk
1 0
1.1.12 Lain-lain: __________________ Ya Tdk
106
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
2.1 Suplemen gizi mikro apakah yang hendaknya diterima oleh ibu hamil? Lingkari
sesuai jawaban
1 2 3 4 5 99 Kode
Tidak Zat Besi Kalsium Multiple Lainnya, Tidak
ada Folat vitamin dan ________ tahu
minera
2.2 Kapan seorang bayi seharusnya diletakkan di dada ibunya setelah lahir? Lingkari
sesuai jawaban
1 2 3 4 99 Kode
Dalam waktu 1 Dalam waktu 6 Dalam waktu Setelah ibu Tidak tahu
jam jam 24 jam pulih
2.5 Suplemen Zink hendaknya diberikan ke semua anak yang menderita diare.
1 2 99 Kode
Benar Salah Tdk Tahu
2.6 Semua anak di semua negara memiliki potensi yang sama untuk tumbuh dari
sejak lahir sampai berusia 5 tahun.
1 2 99 Kode
Benar Salah Tdk Tahu
2.7 Anak yang menderita gizi buruk mengalami defisiensi gizi mikro dan oleh karena itu
hendaknya segera menerima tablet besi dan vitamin & mineral lainnya.
1 2 99 Kode
Benar Salah Tdk Tahu
2.8 Anak yang disusui secara eksklusif yang menderita diare mungkin memerlukan sejumlah air untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang. `
1 2 99 Kode
Benar Salah Tdk Tahu
107
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
2.10 Seberapa segera setelah persalinan tali pusat bayi hendaknya dipotong?
1 2 3 4 99 Kode
Segera Setelah satu Setelah tiga Setelah satu jam Tidak tahu
menit menit
4.2 Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu dengan HIV
untuk pemberian makan bayinya?
1 2 3 4 5 99 Kode
Setiap hari Setiap Setiap Kurang Tidak Tdk tahu
minggu bulan sering pernah
4.3 Apakah polindes/posyandu anda pernah menerima sampel susu formula gratis/
pamflet/ poster atau alat tulis/ blok-note dari perusahaan pembuat formula bayi?
1 0 99 Kode
Ya Tidak Tdk Tahu
Bila ya, jelaskan.
108
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
6.2 Menurut anda, pelatihan gizi apa saja yang perlu ditingkatkan?
1 0 Kode
Ya Tidak
Bila Ya, jelaskan jenis pelatihan itu:
Kode
7.2 Apakah anda memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas terkait gizi?
1 2 0 Kode
Ya, kadang-kadang Ya, selalu Tidak pernah
7.3 Apakah ada hal lain yang ingin anda tambahkan dalam implementasi pelayanan gizi di
wilayah kerja anda?
Kode
109
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
110
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
kecuali suatu kenaikan kecil antara tahun 2005 dan 2006 sebagai akibat kenaikan
harga beras pada bulan Februari 2005 akibat pelarangan46 impor beras. Namun,
dengan adanya 32 juta penduduk dalam kemiskinan, Indonesia masih mempunyai
beban kemiskinan yang besar. Sebagai tambahan, bagian besar penduduk
terkelompok (terklaster) sedikit diatas garis kemiskinan nasional. Data Susenas 2006
menunjuka bahwa hanya 16.7% hidup dibawah garis kemiskinan nasional dengan
pendapatan PPP US$1.55 per hari, sebanyak 49% hidup dibawah PPP US$2 per hari
yang berarti bahwa kerawanan terhadap kemiskinan sangat tinggi di Indonesia dan
bahwa program pengentasan kemiskinana sungguh perlu menentukan sasaran
terhadap yang miskin dan mendekati miskin.
46
Meski harga bahan bakar meningkat secara signifikan dalam bulan Oktober 2005, tingkat kemiskinan
tidak naik karena program transfer uang tunai tidak bersyarat (lihat dibawah dalam dokumen).
111
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
memperkuat koordinasi dalam kebijakan dan pada tingkat program. Badan serupa
telah didirikan juga pada tingkat propinsi dan local (kabupaten/kota).
Sebagai tambahan terhadap upaya Indonesia untuk pengentasan kemiskinan, dibawah
Undang-undang Jaminan Sosial, pemerintah mempertimbangkan suatu sistem
pencakupan asuransi kesehatan universal yang bersifat wajib dan dalam pensiun yang
akan datang dan mekanisme jaminan sosial yang lain. Proses untuk memastikan
cakupan asuransi kesehatan universal sudah dimulai.
Program Raskin47
Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan untuk membantu
rumahtangga miskin agar dapat memenuhi kebutuhan pangan dan mengurangi beban
keuangan dengan menyediakan beras subsidi. Hal tersebut didirikan di tahun 1997
disaat Krisis Finansial Asia untuk menahan efek peningkatan harga dan kesempatan
kerja yang makin menurun. Pada waktu yang bersamaan program memungkinkan
pemerintah untuk membeli beras surplus agar mempertahankan stok penyangga untuk
dipergunakan diwaktu darurat. Pada tahun 2007 biaya total program adalah Rp 6.28
triliun (sekitar US$ 690 juta). Dibawah program, rumahtangga miskin dimaksudkan
untuk menerima 10 kg beras setiap bulan dengan harga subsidi Rp 1,000 per kg.
Badan Logistik Negara (Bulog) bertanggunjawab atas distribusi beras kepada titik
distribusi, sementara pemerintah daerah setempat bertanggungjawab untuk
mendistribusikan beras kepada rumahtangga miskin di titik distribusi. Dianggap
bahwa program menyediakan beras bersubsidi kepada rumahtangga miskin, dan dapat
diharapkan bahwa program Raskin dapat berkontribusi terhadap pencegahan kurang
gizi dari kaum ibu dan anak. Strategi dapat efektif mencapai tujuan ini jika kaum ibu
dan anak dalam rumahtangga miskin dalam keadaan kurang pangan karena
ketidakmampuan untuk membeli pangan yang cukup karena kemiskinan. Pada
kenyataan kelihatannya bahwa program Raskin secara luas dilihat tidak efektif
sebagai jaringan keselamatan dan tidak efisien dalam penggunaa sumber daya.
Beberapa masalah yang menjadi perhatian adalah :
Meskipun jumlah sasaran penerima meningkat setiap tahun, tapi masih lebih
rendah dari jumlah total rumahtangga miskin (RTM). Sebagai akibat,
pemerintah setempat mempunyai kesulitan dalam mendistribusikan beras
sebagaimana mestinya karena jumlahnya tidak cukup. Sebagai tanggapan,
beberapa RTM tidak menerima beras samasekali, semua penerima mendapat
jumlah yang kurang dari semestinya atau berasnya disdistribusikan kepada
semua tanpa fokus samasekali terhadap yang miskin. Dengan demikian, data
Susenas menunjukkan bahwa rumahtangga miskin (tingkat 1 dan 2 dari lima
bagian) berjumlah 53% dari total penerima; misalnya terdapat 53% kebocoran
ke rumahtangga non-miskin.
Data Survai Sosio ekonomi Rumahtangga (BPS) dimaksudkan untuk
dipergunakan untuk verifikasi rumahtangga miskin pada tingkat desa melalui
pertemuan desa untuk memfinalkan daftar penerima. Proses dalam melakukan
ini bervariasi dan tidal transparan, menciptakan peluang bagi korupsi dan
berkontribusi kepada salah sasaran.
47
The Effectiveness of the Raskin Program. SMERU Research Institute. February 2008
112
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Dengan mengesampingkan kelemahan ini, suatu peluang baru telah muncul bagi
Raskin untuk memanfaatkan gizi; dalam tahun 2009, ADB dan Pemerintah Jepang
telah menyetujui hibah sebesar US$ 2 juta untuk fortifikasi pangan di Indonesia.
Hibah tersebut akan digunakan untuk mengkaji kelayakan, biaya dan dampak dalam
memberikan beras berfortifikasi zat besi melalui Raskin. Apabila beras Raskin dapat
difortifikasi, dan dapat dijadikan sasaran sebagaimana dimaksud terhadap yang
miskin dan ketidak-jaminan pangan, hal ini akan menjadi cara yang sangat biaya
efektif untuk meningkatkan konsumsi zat besi pada segmen masyarakat yang paling
rawan.
48
Kriteria termasuk hal seperti ukuran rumah, bahan lantai dan dinding rumah, akses kepada air dan
sanitasi, sumber cahaya, jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak, berapa kali per minggu
keluarga membeli daging/ayam/susu, berapa kali per hari keluarga makan dan memiliki asset khusus.
113
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Transfer uang tunai bersyarat (Program Keluarga Harapan – PKH) dimulai di tahun
2007 dengan sasaran rumahtangga yang sama dengan BLT tetapi dengan kriteria
tambahan untuk memenuhi syarat. Tujuan dari PKH adalah untuk (i) mengurangi
kematian kehamilan, (ii) mengurangi kematian anak, (iii) memastikan cakupan
universal pendidikan dasar, (iv) mengurangi pemburuhan anak dan mendorong anak
untuk bersekolah. Rumahtangga yang memenuhi syarat harus ada seorang ibu hamil,
anak berusia 0-6 tahun atau anak sekolah dasar atau berusia sekolah menengah atas
(6-17). Transfer uang tunai diberikan kepada rumahtangga dengan syarat bahwa
mereka dapat memenuhi 12 syarat dibawah ini. Dana diberikan kepada kaum ibu
(atau ibu dewasa lain) di rumahtangga setiap tiga bulan. Penerima dapat berpartisipasi
selama maksimum 6 tahun dan terdapat sertifikasi kembali mengenai dipenuhi syarat
setiap 3 tahun. PKH dilaksanakan oleh Kementerian Sosial (DepSos) dan akan
berlangsung sampai tahun 2015 sejalan dengan TPM (MDG). Program PKH telah
dilaksanakan di 7 propinsi sebagai pilot (percontohan). Sejak itu telah diperluas dan
pada tahun 2009 telah mencakup total 720,000 rumahtangga.
Indikator kesehatan:
Indikator untuk ibu hamil: (i) empat kunjungan rawatan prenatal selama kehamilan,
(ii) konsumsi suplemen zat besi selama kehamilan, (iii) mendapatkan kehamilan yang
dibantu oleh professional yang terlatih, (iv) dua four prenatal care visits during
pregnancy, (ii) take iron supplements during pregnancy, (iii) have a delivery assisted
by a trained professional, (iv) dua kunjungan rawatan pos-natal;
Indikator untuk anak balita: (v) imunisasi anak lengkap, (vi) pemantauan
pertumbuhan bulanan anak dibawah 3 dan triwulanan kemudian (1-6 tahun), (vii)
peningkatan bobot bulanan anak, (viii) vitamin A setiap enam bulan untuk anak balita.
Indikator Pendidikan:
(i) semua anak berusia 6-12 terdaftar di sekolah dasar, (ii) minimum tingkat kehadiran
85% untuk semua anak berusia sekolah dasar, (iii) semua anak usia 13-15 terdaftar di
sekolah menengah pertama, (iv) minimum tingkat kehadiran 85% untuk semua anak
berusia sekolah menengah pertama.
49
Widjaja. An Economic and Social Review on Indonesian Direct Cash Transfer Program to Poor
Families Year 2005.
114
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Asuransi Kesehatan51
Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia telah membuat komitmen untuk menyediakan
seluruh penduduk Indonesia dengan cakupan asuransi kesehatan melalui pola asuransi
kesehatan masyarakat wajib. Secara prinsip hal ini seharusnya berkontribusi cukup
signifikan untuk meningkatkan status gizi dalam hal harus memastikan akses terhadap
layanan kesehatan esensial termasuk rawatan antenatal, rawatan kelahiran, suplemen
mikro-nutrien, rawatan penyakit anak dan layanan pencegahan serta pemberian advis
mengenai gizi. Sebagai tambahan terhadap memastikan cakupan asuransi bagi semua,
ketidakefisien dalam sistem kesehatan dan keseluruhan kualitas rendahnya
penyediaan layanan perlu dibahas agar meningkatkan pasokan layanan kesehatan
dasar. Pendanaan kesehatan sejak desentralisasi telah menjadi lebih rumit dan
pemberian layanan kesehatan makin buruk. Sebagai akibat, separoh dari semua
pengeluaran kesehatan adalah pribadi, sebagian besar dari kantong sendiri (OOP) dan
separoh dari yang sakit mencari layanan kesehatan dari penyedia swasta.
Gar dapat memberi asuransi kesehatan untuk semua, pemerintah telah mendirikan
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Health Insurance for Poor Population) atau
Askeskin pada tahun 2004 dan telah memperluaskannya kedalam Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Health Insurance for the Population) atau Jamkesmas pada tahun 2008.
Sementara pegawai negeri dan pertanggungannya tercakup dibawah program askes
dan Jamsostek mencakup karyawan sektor swasta dalam perusahaan dengan 10 atau
lebih karyawan. Susenas 2007 menunjukkan bahwa 26% dari penduduk tercakup
asuransi kesehatan, mayoritasnya oleh Jamkesmas (14.3%). Hal ini berarti bahwa
73.9% tetap belum terasuransi. Pemerintah memperkirakan bahwa pada tahun 2008,
proporsi yang tercakup telah meningat sampai 48% sebagian besar karena perluasan
dari Jamkesmas. Visi pemerintah adalah cakupan untuk yang miskin akan didanai
oleh pemerintah dan pendanaan untuk sisa penduduk akan melalui suatu pola
kontribusi. Legislasi mempertimbangkan pembawa asuransi kesehatan yang ada yang
berkonversi menjadi status non-keuntungan dan semua pembawa menyatu dibawah
suatu sistem wajib yang universal dan dibawah dewan jaminan social nasional.
Masalahnya adalah bagaimana pemerintah akan identifikasi tambahan ruang fiskal
untuk mendanai cakupan bagi yang mi9skin (sekitar 70 juta orang) dan bagaimana
sektor informal yang sangat besar terdiri dari 60 juta orang akan dicakup oleh karena
sulit sekali mengidentifikasi mereka dan akan sulit untuk mendapatkan kontribusi dari
segmen dari populasi ini.
50
Karin Schelzig Bloom. Conditional Cash Transfers: Lessons from Indonesia’s Program Keluarga
Harapan. July 2009. ADB
51
Health Financing in Indonesia: A Reform Road Map. World Bank, 2009
115
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
program ini telah diskalakan, pada tahun 2009 semua sub-kabupaten di Negara telah
tercakup (6,408 sub-kabupaten).
Tujuan umum dari PNPM Mandiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dari
komunitas miskin. Tujuan spesifik termasuk (i) peningatan partisipasi anggota
masyarakat, (ii) meningkatkan kapasitas institusi masyarakat, (iii) meningkatkan
kapasitas pemerintah local untuk menyediakan layanan masyarakat, (iv)
meningkatkan sinergi diantara komunitas, pemerintah lokal dan pemangku
kepentingan pro-miskin, (v) meningkatkan kapasitas dan kemampuan komunitas dan
pemerintah local dan (vi) meningkatkan inovasi dan penggunaan teknologi, informasi
dan komunikasi yang diapresiasi dalam pembangunan komunitas.
Program PNPM Mandiri dapat dikategorikan kedalam : PNPM Inti dan PNPM
Pendukung. Program PNPM Inti terdiri atas program pemberdayaan berdasar
masyarakat dan kegiatan seperti PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM Mandiri Perkotaan,
PNPM Mandiri untuk area Terbelakang, PNPM Mandiri untuk Infrastruktur pedesaan,
dan PNPM Mandiri untuk Infrastruktur Sosio-Ekonomi Pedesaan. Program PNPM
pendukung terdiri atas pemberdayaan komunitas khusus, berdasar sector, berdasar
regional yang dirancang untuk mendukung pengentasan kemiskinan yang terkait
keberhasilan sasaran spesifik seperti PNPM Generasi, PNPM Hijau, dan PNPM
Inisiatif Pembangunan Agribisnis Kecil (SADI).
Sebagian besar sumber dana PNPM Mandiri dating dari Anggaran tahunan
pemerintah (APBN), dana daerah (APBD), swasta/kontribusi komunitas dan juga
hibah atau pinjaman dari berbagai donor.
116
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
komunitas dalam PNPM Generasi adalah bersyarat dibawah komitmen mereka untuk
memenuhi 12 syarat tersebut. Semua desa yang berpartisipasi menerima fasilitas atau
bantuan teknis dalam bentuk fasilitator dan pelatihan, dan hibah blok pedesaan rerata
sebesar US$ 8,400. Dengan dibantu oleh fasilitator, komunitas mengikuti silus
sosialisasi, perencaan desa, pelaksanaan desa dan pengukuran kinerja. Satu siklus
mengambil waktu 12 bulan dengan pelaksanaan desa selama 9 bulan. Dalam tahun
pertama operasi, 2007, 56% dana dipergunakan untuk kegiatan pendidikan dibanding
44% untuk kegiatan kesehatan. Fi dalam kegiatan kesehatan, dana digunakan sebagai
berikut: pemberian makanan suplemen bagi bobot kurang dan anak kurang makan
(40%), bantuan finansial untuk perempuan hamil dan kaum ibu untuk dapat akses
kepada layanan kesehatan (30%), infrastruktur (13%), fasilitas dan peralatan (11%),
sosialisasi dan pelatihan (3%) dan insentif untuk petugas kesehatan (3%). Suatu
evaluasi oleh Bank Dunia telah menemukan perbaikan dalam pencakupan layanan
kesehatan, khususnya partisipasi dalam cakupan imunisasi. Evaluasi juga mencatat
perbaikan dalam anak bobot kurang dibawah 3% (25% sebelumnya dan 21% setelah
di Jakarta).52
Sudah jelas bahwa PKH dan Mandiri Generasi mempunyai potensial yang signifikan
untuk berkontribusi terhadap perbaikan dalam gizi, dan beberapa hasil di area ini telah
dilaporkan. Namun sebagaimana dilaksanakan saat ini, proporsi signifikan dari upaya
telah diperuntukkan intervensi yaitu bukan yang paling efektif dalam mengurangi
kurang gizi dalam masa kehamilan dan anak seperti meningkatkan partisipasi dalam
program menimbang bobot bulanan dan program pemberian pangan suplemen.
Kondisi PKH sejalan dengan strategi nasional untuk gizi dalam arti bahwa juga
termasuk focus terhadap kesehatan kehamilan dan pada anak muda (pemantauan
pertumbuhan ditentukan hanya menjadi bulanan bagi anak dibawah 1 tahun misalnya)
tetapi dapat diberikan tekanan lebih yang ditempatkan pada perbaikan gizi pada masa
kehamilan dan memperkuat layanan gizi anak (seperti pemberian asi eksklusif dan
advis pemberian makan pelengkap, atau suplemen vitamin A) daripada pemantauan
pertumbuhan misalnya.
52
Karin Schelzig Bloom. Conditional Cash Transfers: Lessons from Indonesia’s Program Keluarga
Harapan. July 2009. ADB. Kelihatannya dampak ini telah dihasilkan melalui kombinasi PKH dan
PNPM Generasi.
117
Lampiranx 3. Intervensi Gizi Esensial, Kebijakan dan rangka kerja Program
menerima
tablet
MMN
Yodium masa Rencana Aksi Nasional Panduan operasional 90% (2014) Nasional 62.8% Riskesdas – jmlh
kehamilan untuk Pangan & Gizi untuk kesadaran gizi rumahtangga
melalui garam 2006-2010 keluarga di desa siaga mengkonsumsi
beryodium (KepMenKes: cukup garam
Kep No: JM 03 747/MOH/SK/VI/2007) beryodium
03/BV/2195/09 Buku panduan (metodologi titrasi)
Intervensi dipercepat Konseling untuk
garam tak beryodium mencapai kesadaran gizi
2009 keluarga 2007
Rencana aksi mengenai Buku panduan strategi
Gizi Komunitas (2010- IEC untuk program
2014) kesadaran gizi keluarga
2007
Panduan pemantauan
garam beryodium di
komunitas 2001
Intervensi untuk Rencana Aksi Nasional Tidak tersedia Tidak tersedia Sub-nasional 97% DHS - % kaum
mengurangi untuk Pangan & Gizi perempuan yang
konsumsi 2006-2010 tidak menggunakan
tembakau dan Majelis Ulama (MUI), tembakau. Namun
polusi dalam 2010 Fatwa melarang pada 87.8% pria
ruang semua muslim merokok yang menggunakan
di tempat umum tembakau. Data
Menkeu No 2003/PMK mengenai polusi
001/2008 Pajak Rokok dalam ruang tidak
Tambahan tersedia
Peraturan Kesehatan No
36, bab 113, 114,115
mengenai keamanan
bahan adiktif
119
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
120
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Zat Seng (Zinc) Departemen Kesehatan Panduan sedang Tidak ada Nasional Tidak
dalam RI dalam Keputusan dikembangkan. tersedia
pengelolaan Menteri Kesehatan
diare Republik Indonesia
Nomor: 1216 /
MENKES / SK /XI /
2001 tentang Pedoman
Pemberantasan Penyakit
Diare edisi ke-5, tahun
2007
Suplementasi Rencana Aksi Nasional Panduan operasional Nasional 68.5% - DHS 2007 dan
Vitamin A untuk Pangan & Gizi untuk kesadaran gizi 85% (6-59 71.5%. Riskesdas 2007
2006-2010 keluarga di desa siaga bulan anak,
(KepMenKes: 2014)
Standard Layanan 747/MOH/SK/VI/2007)
Kesehatan Minimum Buku panduan
2008 Konseling untuk
Rencana aksi mengenai mencapai kesadaran gizi
Gizi Komunitas (2010- keluarga 2007
2014)
Panduan pengelolaan
suplementasi vit A
2009
121
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Garam Seperti diatas mengenai Seperti diatas mengenai 90% Nasional 62,8% Riskesdas – jmlh
beryodium yodium masa kehamilan yodium masa kehamilan rumahtangga
universal melalui garam melalui garam mengkonsumsi
beryodium beryodium cukup garam
beryodium (titrasi)
Cuci tangan Rencana Aksi Nasional Tidak ada panduan 100% Nasional 23.2% dan Riskesdas - %
atau intervensi untuk Pangan & Gizi 71.1% penduduk lebih
higiene 2006-2010 dari usia 10 tahun
Standard Layanan dengan perilaku
Kesehatan Minimum benar dalam
2008 mencuci tangan
Kep No dan buang air besar
852/MOH/SK/IX/2008
Kep Nasional (2008)
mengenai Sanitasi
berbasis Masyarakat
Perawatan Rencana Aksi Nasional Panduan untuk skrining 100% of anak Nasional Tidak Kebijakan panduan
kurang gizi untuk Pangan & Gizi kurang gizi buruk 2009 dengan Gizi tersedia nasional kini
sangat akut 2006-2010 Pengelolaan kurang gizi buruk (2014) sedang
Standard Layanan buruk 2009 dimutakhirkan
Kesehatan Minimum Buku pemantauan untuk
2008 pengelolaan kurang gizi
Tindakan aksi nasional buruk 2009
untuk pencegahan dan
intervensi kurang gizi
sangat buruk 2005-2009
Rencana aksi mengenai
Gizi Komunitas (2010-
2014)
Intervensi dengan bukti cukup untuk pelaksanaan dalam konteks spesifik, situasional
Hasil masa kehamilan dan kelahiran
Suplemen Tidak ada Tidak ada Tidak tersedia Belum 0% Pemberian makanan
energi dan dilaksanakan suplemen ibu hamil
122
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
123
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
pendidikan
gizi)**
Perawatan Tidak ada pada ibu Tidak ada Tidak tersedia Sub-national Tidak tersedia Jarangnya data
cacingan*** hamil dan anak balita mengenai prevalensi
membatasi
pelaksanaan
kebijakan/program
ini
Program Rencana Aksi Nasional Tidak ada Semua tepung Nasional 100% Fortifikasi tepung
fortifikasi dan untuk Pangan & Gizi terigu terigu dengan zat
suplementasi zat 2006-2010 besi adalah wajib di
besi*** Kep No Indonesia dan
1452/MOH/SK/X/2003 hampir 100% semua
Fortifikasi tepung terigu tepung terigu
difortifikasi
meskipun tidak
diketahui berapa
banyak tepung terigu
anak muda
mengkonsumsi.
Kelambu Seperti diatas Seperti diatas 3.3% DHS - % anak balita
beroleskan yang tidur dibawah
insektisida* kelambu teroles
insektisida semalam
sebelum survai
124
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
Seperti FIA 2005, FSVA 2009 berlaku sebagai ialat penting bagi pembuat keputusan
dalam menentukan sasaran dan mengembangkan rekomendasi untuk menanggapi
terhadap kerawanan pangan pada tingkat propinsi dan kabupaten..
FSVA telah menganalisa 13 indikator yang terkait keamanan pangan, berdasarkan data
sekunder yang diterbitkan secara resmi di periode 2004-2007, dan mengembangkan 9
komposit untuk menurunkan suatu Indeks Keamanan Pangan Komposit yang
memperkenankan FSVA untuk menjawab tiga pertanyaan kunci yang terkait keamanan
pangan dan kerawanannya: Dimana kerawanan lebih tinggi terhadap kerawanan pangan
(berdasarkan propinsi, kecamatan); Terdapat Berapa banyak (estimasi penduduk);
dan Mengapa lebih tinggi kerawanannya (penyebab dasar utama kerawanan pangan)?
125
Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia
listrik
Prosentase rumahtangga
tanpa akses terhadap air
minum yang lebih baik
Prosenase rumahtangga
yang bertempat tinggal
lebih dari 5 km dari
fasilitas kesehatan
Catatan. Untuk pemanfaatan pangan, data pada indikator langsung seperti konsumsi
pangan, tidak tersedia pada tingkat kecamatan. Dengan demikian, indikator tidak
langsung yang mungkin terpengaruh pemanfaatan pangan, atau dapat mempengaruhi
pemanfaatan pangan, dan dimana data tersedia pada tingkat kecamatan, dipergunakan.
Dalam kenyataannya, tidak ada indikator yang digunakan dibawah pemanfaatan pangan
dapat dikatakan menjadi indikator untuk pemanfaatan pangan; melainkan merupakan
indikator kerawanan terhadap pangan dan bahkan untuk keamanan gizi.
FSVA menyediakan alat informasi bagi pembuat keputusan untuk secara cepat
mengidentifikasi area paling rawan dimana investasi dalam layanan yang berbeda,
pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur yang terkait keamanan pangan
akan lebih besar dampaknya terhadap penghidupan, keamanan pangan dan gizi
masyarakat.
126