“Cenat Cenut”
I. PENDAHULUAN
Informasi 1
Cenat Cenut
Tuan Kribo berusia 35 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri
kepala. Keluhan ini dirasakan pada kepala bagian kanan, berdenyut dan sangat
nyeri. Nyeri kepala timbul sejak pagi hari sebelum tuanKribo bedagang bakso.
Nyeri dirasakan terus menerus dan menetap kurang lebih 8 jam yang lalu. Nyeri
semakin memberat saat tuan Kribo berjalan atau naik tangga dan berkurang
dengan istirahat di kamar yang sepi dan gelap. Tuan Kribo juga mengeluhkan
adanya mual dan muntah., munrtah sebanyak 2x dan tidak menyemprot.
Informasi II
RPD
Riwayat keluhan yang sama (+) 2x dalam 1 bulan terakhir
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
RPK: Keluhan yang serupa disangkal
Informasi III
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Vital sign TD : 120/70 mmHg
N : 92x/menit
RR : 24x/menit
S :36,5 ° C(Axillar)
Mata : Horner syndrome
Status internus : dbn
Informasi IV
Pemeriksaan neurologis
Tanda rangsang meningeal : (-)
Pemeriksaan nervus cranialis : dbn
Pemeriksaan sensiiblitas : dbn
Refleks fisiologis : +N/+N
+N/+N
Informasi V
Hb : 13,5 gr/dl
Leukosit : 9000/mm3
Trombosit : 250.000/mm3
Hematokrit : 42 vol %
GDS : 130 mg/dl
Kolesterol total : 170 mg/dl
HDL : 40 mg/dl
LDL : 175 mg/dl
Trigliserida : 152 mg/dl
Ureum : 23 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Kalium : 4 meq/l
Natrium : 140 meq/l
Klorida : 101 meq/l
Pemeriksaan penunjang lain
Head CT-Scan : dbn
Informasi VI
Diagnosis migrain tanpa aura
II. PEMBAHASAN
A. Klarifikasi Istilah
1. Nyeri kepala
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi
pada kepala. Dalam istilah medis disebut cephalgia (Corwin, 2009).
2. Mual
Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan abdomen
dengan kecendrungan untuk muntah. Dalam istilah medis disebut nausea
(Dorland, 2011).
B. Batasan Masalah
1. Identitas
a. Nama: tuan kribo
b. Usia: 35 tahun
c. Jenis kelamin: laki-laki
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan utama : nyeri kepala
b. Onset : sejak 8 jam yang lalu
c. Lokasi : kepala bagian kanan
d. Kualitas : berdenyut dan sangat nyeri terus menerus
dan menetap kurang dari 8 jam yang lalu
e. Kuantitas :-
f. Progresifitas : semakin memberat
g. Factor memperberat : berjalan atau naik tangga
h. Faktor memperingan : istirahat dikamar yang kira-kira sepi dan
gelap
i. Gangguan penyerta : mual dan muntah 2x dan tidak nyemprot
3. Riwayat penyakit dahulu
sering mengalami batuk dan pilek, tidak pernah kejang sebelumnya, tidak
ada trauma kepala
4. Riwayat penyakit keluarga :-
5. Riwayat penyakit social ekonomi : pedagang bakso
c. Varian migren
Dibedakan menjadi migren retina, migren optalmoplegik,
migren hemiplegik familial, dan confusional migraine pada
anak.
2. Cluster
Suatu sindroma nyeri kepala neurovascular yang khas dan dapat
disembuhkan walaupun insidensinya jauh lebih jarang daripada
migren. Terjadi lebih sering pada laki-laki disbanding perempuan.
Nyeri memiliki karakteristik konstan, parah, tidak berdenyut, dan
unilateral serta sering terbatas pada mata atau sisi wajah. Nyeri
kepala berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam dan
berkaitan dengan injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat,
dan kadang-kadang kmerahan pipi di sisi yang terkena. Tipe episodic
ditandai dengan satu sampai tiga serangan singkat nyeri preorbita
perhari selama periode 4-8 minggu diikiuti dengan interval bebas
nyeri selama 1 tahun.
Pada puncaknya nyeri kepala sangat hebat dan tidak tertahankan.
Berbeda dengan pengidap migren, pegidap cluster berjalan bolak
balik dengan gelisah dan tidak mampu berbaring atau duduk diam.
3. Tension
Disebut juga nyeri kepala kontraksi otot. Ditimbulkan karena tegang,
kontraksi menetap otot-otot kulit kepala, dahi, leher yang disertai
vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa kencang
seperti pita disekitar kepala dan nyeri tekan di daerah
oksipitoservikalis. Nyeri berlangsung 1-2 hari. Nyeri kepala kronik
lebih sering terjadi pada perempuan disbanding laki-laki dan bersifat
bilateral, terus menerus, tumpu, tidak berdenyut, dan sering disertai
rasa cemas, depresi, dan perasaan tertekan.
b. Nyeri sekunder
Bukan merupakan diagnosis utama, dan merupakan akibat atau
manifestasi dari penyakit lain baik yang intracranial (tumor) maupun
ekstrakanial (gastritis)
F. Belajar Mandiri
Sudah dilaksanakan
1. Definisi
Sindrom nyeri kepala rekuren episodic yang berifat unilateral, berdenyut,
berlangsung 4-72 jam, memberat dengan aktivitas sehari-hari tanpa di
dahului gejala aura (gangguan penglihatan) (Price, 2006).
2. Epidemiologi
Wanita dua kali lebih sering terkena migraen dari pada laki-laki (18%:
6%). Migraen juga dapat mengenai anak-anak hingga orang dewasa (10-
55 tahun), prevalensi puncak pada usia 35 sampai 45 tahun, tetapi seiring
bertambahnya umur, tingkat keparahan dan keseringan semakin menurun.
Penderita migrain sebanyak 70 % memiliki riwayat keluarga migraine,
dengan kemungkinana hubungan dengan DNA mitokondrial dan
kromosom 19 (Brashers, 2008).
3. Etiologi
Factor pencetus migren (Price, 2006):
a. Makanan (keju, cokelat, yang mengandung gula murni)
b. Minuman (alcohol, caffeine)
c. Nikotin
d. Bau yang tajam
e. Cahaya yang berkilau
f. Stres dan emosi
g. Daur tidur yang tidak teratur
4. Penegakan diagnosis
Kriteria diagnosis (Machelska, 2003):
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi criteria B-D
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati)
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas atau penderita menghindari
aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)
d. Selama nyeri kepala disertai salah sau dibawah ini:
1. Nausea dan muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
5. Patomekanisme
Secara teori, migrain dapat terjadi melalui enam cara yang berbeda yang
dijelaskan melalui teori patomekanisme migrain. Teori patomekanisme
migrain terdiri dari teori genetik, teori vaskular, teori neuronal, teori
trigeminovaskular, teori neurotransmitter, dan teori saraf simpatis
(Raskin, 2006).
a. Teori genetic
Menurut teori genetik, migrain terjadi sebagai akibat dari gen-gen
tertentu pada seorang individu. Beberapa penelitian telah berhasil
mengungkapkan berbagai gen dan lokusnya yang berhubungan dengan
migrain. Gen-gen tersebut ialah sebagai berikut.
b. Teori vascular
Menurut teori ini, migrain terjadi karena adanya ketidakseimbangan
pada vasokonstriksi-vasodilatasi vaskuler pada otak. Hal tersebut
menyebabkan adanya hipoperfusi, terutama pada bagian
temporoparietal, yang mengakibatkan penurunan pelepasan Kalium
pada korteks. Hal ini menyebabkan terkirimnya impuls ke jaras nyeri
sehingga diinterpretasikan sebagai rasa nyeri.
c. Teori neuronal
Stimulasi elektron pada neuron-neuron di dorsal raphe (batang otak)
akan mengakibatkan peningkatan aktivitas sel dan pengiriman impuls
ke pusat visual. Pada pusat visual, nantinya impuls tersebut akan
diinterpretasikan sebagai aura.
d. Teori trigeminovaskular
Nukleus trigeminal yang teraktivasi akan mengakibatkan pelepasan
neuropeptida, substansi P, dan calcitonin-gen related peptide. Zat-zat
tersebut nantinya akan menginduksi inflamasi yang selanjutnya
mengaktivasi nosiseptor trigeminal. Dari nosiseptor tersebut, impuls
akan dikirim melalui jaras nyeri dan diinterpretasikan sebagai rasa
nyeri.
e. Teori neurotransmitter
Ikatan antara neurotransmitter dengan reseptornya dapat memicu
induksi impuls nyeri. Neurotransmitter yang terlibat dalam proses
tersebut antara lain serotonin dan dopamin
f. Teori saraf simpatis
Kondisi lingkungan, stres, pola tidur, hormonal, dan hipoglikemia
dapat mengaktivasi saraf simpatis yang memicu penghantaran impuls
nyeri
Dari berbagai teori patogenesis tersebut, patogenesis migrain diketahui sebagai
berikut (Hartwig, 2005)
Ganglion trigeminus
Jaras nyeri
Migrain
6. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Prinsip terapi farmakologis dalam kasus migrain adalan terapi tahap
akut yaitu pada saat serangan dan terapi profilaksis untuk mencegah
serangan akut migrain kambuh kembali. Pendekatan tata laksananya
terbagi menjadi dua cara yaitu stepped care dan stratified care.
Pengobatan stepped care terbagi dalam dua tahap yaitu stepped care
crossed attack (pengobatan dalam serangan akut denagn mencoba
menggunakan obat abortif nonspesifik lalu dosis ditingkatkan sampai
mencapai efek terapeutik yang dinginkan) dan stepped care within
attack (pemberian abortif nonspesifik sampai 2 jam jika tidak memberi
respon baik maka ganti ke obat spesifik). Pendekatan terapi yang lain
ialah dengan stratified care (yaitu dengan pengobatan sederhana
terlebih dauhulu berdasarkan derajat disabilitas tubuh kemudia diobati
dengan abortif nonspesifik untuk menghindari keberlangsungan
diasbilitas tubuhnya akibat migrain (Suharjanti, 2013, Dewanto et al.,
2007).
1. Terapi akut/segera/abortif
Obat migren abortif dibagi menjadi dua jenis yaitu obat golongan
abortif non-spesifik dan obat abortif spesifik (Suharjanti, 2013,
Dewanto et al., 2007).
a) Abortif nonspesifik
Obat-obatan ini digunakan untuk serangan ringan/sedang serta
atau yang berespons baik terhadap obat yang sama. Obat-
obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah analgesik
yang biasa dijual bebas atau obat-obatan NSAID atau mungkin
obat kombinasi analgesik. Berbagai sediaan obat abortif
nonspesifik dan dosisnya tercantum dalam tabel 1. (Suharjanti,
2013).
Tabel 1. Obat abortif non- spesifik untuk serangan migren akut (Suharjanti, 2013).
b) Abortif spesifik
Tabel 2. Obat abortif spesifik (Golongan Triptan) untuk serangan migren akut
(Suharjanti, 2013).
2. Terapi profilaksis
Obat obatan untuk mencegah serangan akut kembali yang sering
digunakan adalah beta blocker seperti metoprolol, atenolol, dan
propranolol. Selain itu obat golongan antagonis serotonin
(misalnya metisergid dan siproheptadin) dan obat penyekat
kalsium (misalnya verapamil) juga bisa digunakan. Untuk
serangan yang frekuensinya jarang tetapi kualitas serangannya
kuat maka penggunaan beta blocker menjadi tepat (Dewanto et
al., 2007).
b. Non medikamentosa
Masih sedikit informasi yang menerangkan penangan yang sesuai
untuk mendampingi terapi farmakologis kasus migrain. Yoga, terapi
relaksasi, hipnotis tidak cukup valid untuk menjaskan efiksasinya.
Pendekatan psikoterapi yang akan dilakukan harus diterapkan sejak
awal bersamaan dengan terapi medika mentosa (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2008).
7. Prognosis
Remisi berkepanjangan sering terjadi. Salah satu studi menunjukkan
anak-anak yang mempunyai migrain, 62% akan terbebas dari migrain
lebih dari 2 tahun selama masa pubertas dan dewasa muda, dan hanya
40% masih bebas pada usia 30 tahun (Chawla, 2013).
8. Komplikasi
Komplikasi migrain adalah (Chawla, 2013).
a. Migrain kronis
b. Infark migren (stroke dengan migrain)
c. Migrain aura persisten (misalnya, 30-60 menit) tanpa infark
d. Stroke iskemik à langka tapi serius
e. stroke hemoragik dan Migrain yang dipicu dengan kejang terjadi
pada migrain dengan aura.
III. KESIMPULAN
1) Migren tanpa aura adalah Sindrom nyeri kepala rekuren episodic yang
berifat unilateral, berdenyut, berlangsung 4-72 jam, memberat dengan
aktivitas sehari-hari tanpa di dahului gejala aura (gangguan penglihatan).
2) Wanita dua kali lebih sering terkena migraen dari pada laki-laki (18%:
6%).
3) Penatalaksanaan migren medikamentosa meliputi terapi abortif dan terapi
profilaksis.
4) Prognosis dari migren adalah remisi berkepanjangan sering terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Baehr, Mathias dan Michael Frotscher. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS.
Jakarta: EGC
Brashers, Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan
Manajemen, Ed. 2. Jakarta : EGC
Brashers, ValentinaL. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi :Pemeriksaan &
Manajemen Ed 2. Jakarta: EGC
Chawla, Jasvinder. 2013. Migraine Headache. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-overview#aw2aab6b2b7
Corwin, Elisabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku (Alih Bahasa : Nike Budhi).
Jakarta : EGC
Dorland, W.A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih
Bahasa : Albertus Agung Mahode). Jakarta : EGC
Price, Silvya A., Lorraine M Wilson. 2006. Patofosiologi Volume 2. Jakarta: EGC
Raskin, Neil H. 2006. Headache. Dalam : Harrison’s : Neuology in Clinical
Medicine. Pennsylvania : McGraw Hill
Suharjanti, Isti.2013. Strtaegi Pengobatan Migren Akut. Surabaya : Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran vol.40 (2).
The international classification of headache disorder, 2nd edition. 2004.
Chepalgia;24 suplement