Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PBL III

BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE

“Cenat Cenut”

Tutor: dr. Dwi Adi Nugroho


Kelompok 3

Reza Amorga G1A011023


Paramita Deniswara G1A011024
Rian Ainunnahqi G1A011025
Ridwan G1A011026
Nur Qisthiyah G1A011027
Zamzai A.Baidowi G1A011028
Nurul Istiqomah G1A011029
Mona Septina R. G1A011030
Viny Agustiani Lestari G1A011031
Siti Nuriken G1A010090

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2014

I. PENDAHULUAN

Informasi 1
Cenat Cenut
Tuan Kribo berusia 35 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri
kepala. Keluhan ini dirasakan pada kepala bagian kanan, berdenyut dan sangat
nyeri. Nyeri kepala timbul sejak pagi hari sebelum tuanKribo bedagang bakso.
Nyeri dirasakan terus menerus dan menetap kurang lebih 8 jam yang lalu. Nyeri
semakin memberat saat tuan Kribo berjalan atau naik tangga dan berkurang
dengan istirahat di kamar yang sepi dan gelap. Tuan Kribo juga mengeluhkan
adanya mual dan muntah., munrtah sebanyak 2x dan tidak menyemprot.

Informasi II
RPD
Riwayat keluhan yang sama (+) 2x dalam 1 bulan terakhir
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
RPK: Keluhan yang serupa disangkal

Informasi III
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Vital sign TD : 120/70 mmHg
N : 92x/menit
RR : 24x/menit
S :36,5 ° C(Axillar)
Mata : Horner syndrome
Status internus : dbn

Informasi IV
Pemeriksaan neurologis
Tanda rangsang meningeal : (-)
Pemeriksaan nervus cranialis : dbn
Pemeriksaan sensiiblitas : dbn
Refleks fisiologis : +N/+N
+N/+N
Informasi V
Hb : 13,5 gr/dl
Leukosit : 9000/mm3
Trombosit : 250.000/mm3
Hematokrit : 42 vol %
GDS : 130 mg/dl
Kolesterol total : 170 mg/dl
HDL : 40 mg/dl
LDL : 175 mg/dl
Trigliserida : 152 mg/dl
Ureum : 23 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Kalium : 4 meq/l
Natrium : 140 meq/l
Klorida : 101 meq/l
Pemeriksaan penunjang lain
Head CT-Scan : dbn

Informasi VI
Diagnosis migrain tanpa aura

II. PEMBAHASAN

A. Klarifikasi Istilah
1. Nyeri kepala
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi
pada kepala. Dalam istilah medis disebut cephalgia (Corwin, 2009).
2. Mual
Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium dan abdomen
dengan kecendrungan untuk muntah. Dalam istilah medis disebut nausea
(Dorland, 2011).

B. Batasan Masalah
1. Identitas
a. Nama: tuan kribo
b. Usia: 35 tahun
c. Jenis kelamin: laki-laki
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Keluhan utama : nyeri kepala
b. Onset : sejak 8 jam yang lalu
c. Lokasi : kepala bagian kanan
d. Kualitas : berdenyut dan sangat nyeri terus menerus
dan menetap kurang dari 8 jam yang lalu
e. Kuantitas :-
f. Progresifitas : semakin memberat
g. Factor memperberat : berjalan atau naik tangga
h. Faktor memperingan : istirahat dikamar yang kira-kira sepi dan
gelap
i. Gangguan penyerta : mual dan muntah 2x dan tidak nyemprot
3. Riwayat penyakit dahulu
sering mengalami batuk dan pilek, tidak pernah kejang sebelumnya, tidak
ada trauma kepala
4. Riwayat penyakit keluarga :-
5. Riwayat penyakit social ekonomi : pedagang bakso

C. Menyusun Rumusan Masalah


1. Klasifikasi nyeri kepala
2. Penyebab nyeri kepala
3. Klasifikasi nyeri secara umum
4. Mekanisme terjadinya nyeri
5. Pendekatan Diagnosis Banding pada kasus

D. Menyusunan Urutan Penjelasan Mengenai Permasalahan


1. Klasifikasi nyeri kepala
Klasifikasi the Internasional Headache Society (IHS) pada tahun 1988
membagi nyeri kepala menjadi 2 (Price, 2006):
a. Nyeri primer
Merupakan diagnosis utama, bukan disebabkan karena penyakit lain.
Terbagi dalam beberapa jenis:
1. Migren
Suatu sindroma nyeri kepala rekuren episodic, diklasifikasikan
menjadi tiga tipe:
a. Migren tanpa aura (migren biasa)
Tipe yang lebih sering ditemui, ditemukan pada sekitar 80%
pengidap migren. Sinyal nyeri berjalan dari pembuluh ke
aferen primer kemudian ke ganglion trigeminus, suatu daerah
pengelola nyeri di batang otak. Neuron-neuron aktif di SSP
kemudian mengekspresikan gen c-fos, yang ditekan oleh
butabarbital di dalam nucleus kaudatus. Kriteria migren tanpa
aura:
1. Durasi 4-72 jam apabila tidak diobati
2. Nyeri kepala paling sedikit 2 dari gambaran berikut:
a. Lokasi unilateral
b. Kualitas berdenyut (pulsating)
c. Intensitas nyeri sedang-berat
d. Nyeri diperparah oleh aktivitas fisik rutin
3. Selama nyeri kepala, paling sedikit satu dari 2 hal berikut:
a. mual muntah atau keduanya
b. fotofobia dan fonofobia

b. Migren dengan aura (migren klasik)


Pasien yang mengalami migren didahului dengan aura lebih
besar kemungkinannya mengalami rangkaian perubahan
neurobiologik 24-48 jam sebelum awitan nyeri kepala. Kriteria
diagnostic IHS , paling tidak tiga dari empat karakteristik
tersebut:
1. Satu atau lebih gejala aura reversible yang mengisyaratkan
disfungsi korteks serebrum atau batang otak atau
keduanya.
2. Paling tidak satu gejala aura timbul secara bertahap selama
lebIh dari 4 menit
3. Tidak ada gejala aura yang menetap lebih dari 60 menit
4. Nyeri kepala mengikuti aura dengan interval bebas kurang
dari 60 menit dan dapat muncul sebelum atau bersama aura.
5. Nyeri kepala berlangsung 4-72 jam

c. Varian migren
Dibedakan menjadi migren retina, migren optalmoplegik,
migren hemiplegik familial, dan confusional migraine pada
anak.

2. Cluster
Suatu sindroma nyeri kepala neurovascular yang khas dan dapat
disembuhkan walaupun insidensinya jauh lebih jarang daripada
migren. Terjadi lebih sering pada laki-laki disbanding perempuan.
Nyeri memiliki karakteristik konstan, parah, tidak berdenyut, dan
unilateral serta sering terbatas pada mata atau sisi wajah. Nyeri
kepala berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam dan
berkaitan dengan injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat,
dan kadang-kadang kmerahan pipi di sisi yang terkena. Tipe episodic
ditandai dengan satu sampai tiga serangan singkat nyeri preorbita
perhari selama periode 4-8 minggu diikiuti dengan interval bebas
nyeri selama 1 tahun.
Pada puncaknya nyeri kepala sangat hebat dan tidak tertahankan.
Berbeda dengan pengidap migren, pegidap cluster berjalan bolak
balik dengan gelisah dan tidak mampu berbaring atau duduk diam.

3. Tension
Disebut juga nyeri kepala kontraksi otot. Ditimbulkan karena tegang,
kontraksi menetap otot-otot kulit kepala, dahi, leher yang disertai
vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa kencang
seperti pita disekitar kepala dan nyeri tekan di daerah
oksipitoservikalis. Nyeri berlangsung 1-2 hari. Nyeri kepala kronik
lebih sering terjadi pada perempuan disbanding laki-laki dan bersifat
bilateral, terus menerus, tumpu, tidak berdenyut, dan sering disertai
rasa cemas, depresi, dan perasaan tertekan.

b. Nyeri sekunder
Bukan merupakan diagnosis utama, dan merupakan akibat atau
manifestasi dari penyakit lain baik yang intracranial (tumor) maupun
ekstrakanial (gastritis)

2. Penyebab nyeri kepala


Penyebab sakit kepala secara umum ialah sebagai berikut (Raskin, 2006).
1. Distensi, traksi, dan dilatasi vaskuler intra maupun ekstracranial.
2. Traksi maupun perkembangan duramater.
3. Kompresi, traksi, dan inflamasi pada nervus cranialis maupun nervus
spinalis.
4. Spasme, inflamasi, maupun trauma pada otot-otot kepala maupun
leher.
5. Iritasi meningeal
6. Peningkatan tekanan intrakranial

3. Klasifikasi nyeri secara umum


Nyeri merupakan sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang biasanya
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial. Rasa nyeri
berdasarkan kecepatan sensasi dapat dibagi menjadi 2 jenis utama, yaitu
rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lambat. Apabila diberikan suatu stimulus,
rasa nyeri cepat lebih dulu timbul dalam waktu 0,1 detik, sedangkan rasa
nyeri lambat timbul sekitar lebih dari 1 detik atau lebih dan kemudian
secara perlahan bertambah dalam beberapa detik dan beberapa menit
(Guyton, 2007).
Rasa nyeri cepat akan terasa bila sebuah jarum ditusukkan ke dalam
kulit atau biasanya disebut rasa nyeri tertusuk, bila kulit tersayat pisau,
kulit terbakar secara akut, atau bila subjek mendapat sentruman listrik.
Nyeri cepat terlokalisasi dengan baik pada suatu tempat dan sering
digambarkan sebagai suatu tusukan atau tajam. Nyeri cepat biasanya
dirasakan pada atau di dekat permukaan tubuh. Nyeri tipe ini disalurkan ke
medula spinalis oleh serabut Aδ. Serabut Aδ melepaskan neurotransmiter
glutamat saat akan bersinap di medula spinalis. Rasa nyeri lambat biasanya
dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Nyeri tipe ini sering
diinterpretasikan sebagai nyeri tumpul, berdenyut, atau terbakar. Nyeri ini
dapat meningkat dalam beberapa menit dan dapat terjadi di kulit atau
semua jaringan dalam tubuh. Nyeri lambat yang durasinya lama dapat
menjadi nyeri kronis sehingga menimbulkan disabilitas yang berat. Nyeri
lambat disalurkan ke medula spinalis oleh serabut C yang lambat. Serabut
C melepaskan neutransmitter substansi P saat bersinap di medula spinalis
(Corwin, 2009).
Setelah mengetahui rasa nyeri berdasarkan kecepatan sensasi, berikut
ini merupakan pembagian nyeri berdasarkan lokasi (Corwin, 2009):
a. Nyeri kulit
Nyeri kulit merupakan nyeri yang dirasakan di kulit atau di jaringan
subkutan, misalnya nyeri yang dirasakan saat tertusuk jarum atau lutut
lecet. Nyeri kulit terlokalisasi dengan baik di dermatom (daerah kulit
yang dipersarafi oleh segmen medula spinalis tertentu) dan disalurkan
dengan cepat.
b. Nyeri somatik
Nyeri somatik merupakan nyeri yang berasal dari tulang dan sendi,
tendon, otot rangka, pembuluh darah, dan tekanan saraf dalam. Sakit
kepala dianggap sebagai nyeri somatik dalam. Nyeri tipe ini merupakan
nyeri lambat yang dapat menyebar sepanjang rute saraf.
c. Nyeri viseral
Nyeri visceral merupakan nyeri yang terjadi di rongga abdomen atau
toraks. Nyeri visceral biasanya menimbulkan nyeri hebat dan dapat
terlokalisasi dengan baik di satu titik, tetapi juga dapat dialihkan ke
bagian tubuh yang berbeda (referred pain).

4. Mekanisme terjadinya nyeri


Pada mekanisme nyeri dibutuhkan suatu reseptor nyeri atau yang
disebut dengan nosireseptor. Nosireseptor dibagi menjadi 3, yaitu
nosireseptor mekanis, suhu, dan kimiawi. Nosireseptor mekanis berespon
terhadap kerusakan mekanis misalnya tersayat, terpukul, atau cubitan.
Nosireseptor suhu berespon terhadap suhu ekstrim terutama panas.
Nosireseptor kimiawi berespon terhadap zat kimia yang dikeluarkan oleh
jaringan yang cedera.
Pada umumnya, nyeri cepat diperoleh melalui rangsangan jenis
mekanis atau suhu, sedangkan nyeri lambat diperoleh melalui ketiga jenis
rangsangan tersebut. Setelah nyeri ditangkap oleh reseptornya kemudian
impuls tersebut dihantarkan oleh serabut aferen untuk bersinaps di medula
spinalis, dimana serabut aferen terdapat 2 jenis yaitu serabut Aδ dan C.
Serabut Aδ memodulasi terjadinya nyeri cepat karena serabut ini bermielin
dan dapat menghantarkan dengan kecepatan 30 m/s. Serabut Aδ
melepaskan neurotransmiter glutamat saat akan bersinap di medula
spinalis. serabut C memodulasi terjadinya nyeri lambat karena
kecepatannya hanya 0,5 – 2 m/s serta serabut ini tidak memiliki selubung
mielin. Serabut C melepaskan neutransmitter substansi P saat bersinap di
medula spinalis (Guyton, 2007).

Gambar 1. Serabut Aδ dan C menghantarkan impuls


ke medula spinalis (Guyton, 2007)

Sewaktu memasuki medula spinalis impuls nyeri melewati 2 jaras ke


otak, traktus neospinotalamikus untuk nyeri cepat dan traktus
paleospinotalamikus untuk nyeri lambat. Pada traktus neospinotalamikus,
serabut Aδ berakhir di lamina I (Lamina marginalis) pada cornu dorsalis.
Kemudian impuls tersebut merangsang neuron penghantar yang kedua
untuk melewati komisura anterior dan selanjutnya berbelok naik ke otak
dalam kolumna anterolateralis. Sebagian serabut traktus
neospinotalamikus berakhir di medula oblongata untuk bersinaps dengan
formatio retikularis. Akan tetapi sebagian besar melewati medula
oblongata untuk lanjut ke talamus dan berakhir di kompleks ventrobasal di
traktus lemnikus medialis untuk sensasi raba. Dari daerah talamus ini,
sinyal akan dijalarkan ke daerah korteks somatosensorik (Guyton, 2007).

Gambar 2. Penjalaran sinyal nyeri menuju medula oblongata dan


korteks serebri melalui jaras neospinotalamikus dan
paleospinotalamikus (Guyton, 2007)

Pada traktus paleospinotalamikus, serabut C berakhir di medula


spinalis di lamina II dan III kornu dorsalis yang bersama-sama disebut
substansia gelatinosa. Sebagian besar sinyal melewati neuron tambahan
sebelum memasuki lamina V di cornu posterior kemudian sebagian besar
menyambut dengan serabut panjang nyeri cepat untuk melewati comisura
anterior kemudian naik ke otak dalam jaras anterolateral. Jaras
Paleospinotalamikus hanya berakhir secara luas di medula oblongata.
Kebanyakan serabut-serabut nyeri lambat ini berakhir di satu dari 3 daerah
berikut : (1) nukleus retikularis di medula, pons, mesensefalon; (2) area
tektal dari mesensefalon dalam kolikuli superior dan inferior; (3) daerah
periakueduktus substansia grisea. Dari area medula oblongata, banyak
neuron pendek yang memancarkan sinyal nyeri naik ke intralaminar dan
nukleus ventrolateral dari talamus kemudian sinyal ini dijalarkan ke
korteks somatosensorik. Terdapat interkoneksi dari talamus dan formatio
retikularis baik dari traktus paleospinotalamikus maupun
neospinotalamikus ke hipotalamus dan sistem limbik untuk memicu
respons perilaku dan emosi yang menyertai pengalaman yang
menimbulkan nyeri (Guyton, 2007).

5. Pendekatan Diagnosis Banding pada kasus


Migren tanpa aura Migren dengan aura Nyeri kepala cluster Tumor otak
Tanda dan gejala Tanda dan gejala: Tanda dan gejala: Tanda dan gejala:
(Brashers, 2008):  Berlangsung 4-72  Banyak pada laki-  nyeri kepala
 Berlangsung 4-72 jam laki (dalam, terus
jam  Didahului dengan  Berlangsung 15-180 menerus, tumpul)
 Unilateral timbulnya gejala menit  mual, muntah
 Berdenyut aura (gangguan  Frekuensi serangan  papilledema
 Sedang-berat penglihatan) mulai 1kali per 2
 Memberat jika naik  Gejala aura timbul hari - 2 kali per hari pemeriksaan
tangga/ aktivitas selama 4 menit (Davey,2006) penunjang:
sehari-hari tidak lebih dari 60  Unilateral CT-Scan
 Mual, muntah menit  Berdenyut, sering (Price, 2006)

 Fotofobia  Unilateral berbatas pada mata

 Fonofobia  Berdenyut dan sisi wajah

 Frekuensi migraine 6-  Mual, muntah  Nyeri singkat, sering

8 x/ bulan (Price, 2006) pada malam hari

(Isselbacher, 2000) sehingga


membanngunkan
tidur (Baehr,2012).
 eritema fasial,
 lakrimasi
 sekresi nasal
 pasien berjalan
bolak-balik gelisah
tidak bisa berbaring/
beristirahat
(Ginsberg,2005)

Dari ke empat diagnosis diferensial di atas, berdasarkan dari informasi


yang di dapatkan pada PBL 3, pasien tuan kribo menderita migren tanpa
aura.

E. Merumuskan Tujuan Belajar


1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Etiologi
4. Penegakan diagnosis
5. Patomekanisme
6. Tatalaksana
7. Prognosis
8. Komplikasi

F. Belajar Mandiri
Sudah dilaksanakan

G. Menyusun Penjelasan Mengenai Tujuan Belajar

1. Definisi
Sindrom nyeri kepala rekuren episodic yang berifat unilateral, berdenyut,
berlangsung 4-72 jam, memberat dengan aktivitas sehari-hari tanpa di
dahului gejala aura (gangguan penglihatan) (Price, 2006).

2. Epidemiologi
Wanita dua kali lebih sering terkena migraen dari pada laki-laki (18%:
6%). Migraen juga dapat mengenai anak-anak hingga orang dewasa (10-
55 tahun), prevalensi puncak pada usia 35 sampai 45 tahun, tetapi seiring
bertambahnya umur, tingkat keparahan dan keseringan semakin menurun.
Penderita migrain sebanyak 70 % memiliki riwayat keluarga migraine,
dengan kemungkinana hubungan dengan DNA mitokondrial dan
kromosom 19 (Brashers, 2008).

3. Etiologi
Factor pencetus migren (Price, 2006):
a. Makanan (keju, cokelat, yang mengandung gula murni)
b. Minuman (alcohol, caffeine)
c. Nikotin
d. Bau yang tajam
e. Cahaya yang berkilau
f. Stres dan emosi
g. Daur tidur yang tidak teratur

4. Penegakan diagnosis
Kriteria diagnosis (Machelska, 2003):
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi criteria B-D
b. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau
tidak berhasil diobati)
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral
2. Kualitas berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang atau berat
4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas atau penderita menghindari
aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)
d. Selama nyeri kepala disertai salah sau dibawah ini:
1. Nausea dan muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain
5. Patomekanisme
Secara teori, migrain dapat terjadi melalui enam cara yang berbeda yang
dijelaskan melalui teori patomekanisme migrain. Teori patomekanisme
migrain terdiri dari teori genetik, teori vaskular, teori neuronal, teori
trigeminovaskular, teori neurotransmitter, dan teori saraf simpatis
(Raskin, 2006).
a. Teori genetic
Menurut teori genetik, migrain terjadi sebagai akibat dari gen-gen
tertentu pada seorang individu. Beberapa penelitian telah berhasil
mengungkapkan berbagai gen dan lokusnya yang berhubungan dengan
migrain. Gen-gen tersebut ialah sebagai berikut.

Gen (Locus) Gejala Klinis


tRNALeu(UUR) MELAS Syndrome (Episodic migraine-like
(Mitochondria) headache, Asidosis laktat, dsb)
CACNL1A4 (19p13) Familial Hemiplegic Migraine
DRD2 (11q23) Migraine

b. Teori vascular
Menurut teori ini, migrain terjadi karena adanya ketidakseimbangan
pada vasokonstriksi-vasodilatasi vaskuler pada otak. Hal tersebut
menyebabkan adanya hipoperfusi, terutama pada bagian
temporoparietal, yang mengakibatkan penurunan pelepasan Kalium
pada korteks. Hal ini menyebabkan terkirimnya impuls ke jaras nyeri
sehingga diinterpretasikan sebagai rasa nyeri.
c. Teori neuronal
Stimulasi elektron pada neuron-neuron di dorsal raphe (batang otak)
akan mengakibatkan peningkatan aktivitas sel dan pengiriman impuls
ke pusat visual. Pada pusat visual, nantinya impuls tersebut akan
diinterpretasikan sebagai aura.

d. Teori trigeminovaskular
Nukleus trigeminal yang teraktivasi akan mengakibatkan pelepasan
neuropeptida, substansi P, dan calcitonin-gen related peptide. Zat-zat
tersebut nantinya akan menginduksi inflamasi yang selanjutnya
mengaktivasi nosiseptor trigeminal. Dari nosiseptor tersebut, impuls
akan dikirim melalui jaras nyeri dan diinterpretasikan sebagai rasa
nyeri.
e. Teori neurotransmitter
Ikatan antara neurotransmitter dengan reseptornya dapat memicu
induksi impuls nyeri. Neurotransmitter yang terlibat dalam proses
tersebut antara lain serotonin dan dopamin
f. Teori saraf simpatis
Kondisi lingkungan, stres, pola tidur, hormonal, dan hipoglikemia
dapat mengaktivasi saraf simpatis yang memicu penghantaran impuls
nyeri
Dari berbagai teori patogenesis tersebut, patogenesis migrain diketahui sebagai
berikut (Hartwig, 2005)

Gangguan Vaskuler Gangguan Neurokimiawi


(vasokonstriksi, vasodilatasi) (serotonin, dopamin)

Gangguan keseimbangan Hilangnya pengendalian neural


vaskular kranial sentral

Plasma menuju spatium


Peningkatan vasodilatasi
perivascular

Aferen trigeminus melepaskan


Inflamasi perivaskuler
neuropeptida

Kerusakan jaringan Nosiseptor

Ganglion trigeminus

Nucleus caudalis trigeminal

Ekspresi gen c-fos

Jaras nyeri

Migrain

6. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Prinsip terapi farmakologis dalam kasus migrain adalan terapi tahap
akut yaitu pada saat serangan dan terapi profilaksis untuk mencegah
serangan akut migrain kambuh kembali. Pendekatan tata laksananya
terbagi menjadi dua cara yaitu stepped care dan stratified care.
Pengobatan stepped care terbagi dalam dua tahap yaitu stepped care
crossed attack (pengobatan dalam serangan akut denagn mencoba
menggunakan obat abortif nonspesifik lalu dosis ditingkatkan sampai
mencapai efek terapeutik yang dinginkan) dan stepped care within
attack (pemberian abortif nonspesifik sampai 2 jam jika tidak memberi
respon baik maka ganti ke obat spesifik). Pendekatan terapi yang lain
ialah dengan stratified care (yaitu dengan pengobatan sederhana
terlebih dauhulu berdasarkan derajat disabilitas tubuh kemudia diobati
dengan abortif nonspesifik untuk menghindari keberlangsungan
diasbilitas tubuhnya akibat migrain (Suharjanti, 2013, Dewanto et al.,
2007).
1. Terapi akut/segera/abortif
Obat migren abortif dibagi menjadi dua jenis yaitu obat golongan
abortif non-spesifik dan obat abortif spesifik (Suharjanti, 2013,
Dewanto et al., 2007).
a) Abortif nonspesifik
Obat-obatan ini digunakan untuk serangan ringan/sedang serta
atau yang berespons baik terhadap obat yang sama. Obat-
obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah analgesik
yang biasa dijual bebas atau obat-obatan NSAID atau mungkin
obat kombinasi analgesik. Berbagai sediaan obat abortif
nonspesifik dan dosisnya tercantum dalam tabel 1. (Suharjanti,
2013).
Tabel 1. Obat abortif non- spesifik untuk serangan migren akut (Suharjanti, 2013).
b) Abortif spesifik

Digunakan bila gejala tidak mereda atau tidak responsif terhadap


pemberian obat abortif non-spesifik. Golongan obat yang
digunakaan disini adalah golongan triptan, ergotamin, dan
dihidroergotamin (DHE). Pemeberian obat antiemetik seperti
metilklorpamid (remaja dewasa dosis 20 mg) secara kombinasi
juga dimungkinkan untuk menambah kemampuan reabsorbsi obat
analgetik. Berbagai sediaan obat dan dosisnya tercantum dalam
tabel 2 (Suharjanti, 2013).

Tabel 2. Obat abortif spesifik (Golongan Triptan) untuk serangan migren akut
(Suharjanti, 2013).
2. Terapi profilaksis
Obat obatan untuk mencegah serangan akut kembali yang sering
digunakan adalah beta blocker seperti metoprolol, atenolol, dan
propranolol. Selain itu obat golongan antagonis serotonin
(misalnya metisergid dan siproheptadin) dan obat penyekat
kalsium (misalnya verapamil) juga bisa digunakan. Untuk
serangan yang frekuensinya jarang tetapi kualitas serangannya
kuat maka penggunaan beta blocker menjadi tepat (Dewanto et
al., 2007).

Gambar Alur Skema penanganan migren (Dewanto, 2009)

b. Non medikamentosa
Masih sedikit informasi yang menerangkan penangan yang sesuai
untuk mendampingi terapi farmakologis kasus migrain. Yoga, terapi
relaksasi, hipnotis tidak cukup valid untuk menjaskan efiksasinya.
Pendekatan psikoterapi yang akan dilakukan harus diterapkan sejak
awal bersamaan dengan terapi medika mentosa (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2008).

7. Prognosis
Remisi berkepanjangan sering terjadi. Salah satu studi menunjukkan
anak-anak yang mempunyai migrain, 62% akan terbebas dari migrain
lebih dari 2 tahun selama masa pubertas dan dewasa muda, dan hanya
40% masih bebas pada usia 30 tahun (Chawla, 2013).

8. Komplikasi
Komplikasi migrain adalah (Chawla, 2013).
a. Migrain kronis
b. Infark migren (stroke dengan migrain)
c. Migrain aura persisten (misalnya, 30-60 menit) tanpa infark
d. Stroke iskemik à langka tapi serius
e. stroke hemoragik dan Migrain yang dipicu dengan kejang terjadi
pada migrain dengan aura.
III. KESIMPULAN

1) Migren tanpa aura adalah Sindrom nyeri kepala rekuren episodic yang
berifat unilateral, berdenyut, berlangsung 4-72 jam, memberat dengan
aktivitas sehari-hari tanpa di dahului gejala aura (gangguan penglihatan).
2) Wanita dua kali lebih sering terkena migraen dari pada laki-laki (18%:
6%).
3) Penatalaksanaan migren medikamentosa meliputi terapi abortif dan terapi
profilaksis.
4) Prognosis dari migren adalah remisi berkepanjangan sering terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Baehr, Mathias dan Michael Frotscher. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS.
Jakarta: EGC
Brashers, Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan
Manajemen, Ed. 2. Jakarta : EGC
Brashers, ValentinaL. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi :Pemeriksaan &
Manajemen Ed 2. Jakarta: EGC
Chawla, Jasvinder. 2013. Migraine Headache. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-overview#aw2aab6b2b7
Corwin, Elisabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku (Alih Bahasa : Nike Budhi).
Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.

Davey, Patrick. 2006. Medicine at a Glance. Jakarta: Erlangga


Dewanto, George D, et al.2007.Panduan Praktik Diagnosis dan Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta :EGC
Dewanto, George. 2009.Panduan Praktis Diagnosis dan Talaksana Penyakit
Syaraf. Jakarta : EGC

Dorland, W.A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih
Bahasa : Albertus Agung Mahode). Jakarta : EGC

Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes Neurologi Edisi 8. Jakarta: Erlangga


Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hartwig, Mary S. 2005. Nyeri. Dalam : Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-


proses Penyakit Vol.II Edisi 6 (Alih Bahasa : Brahm U Pendit). Jakarta :
EGC

Isselbacher, Kurt J. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:


EGC
Machelska h, heppenstali pa, stein c, 2003.breaking the pain barrier.
Natmed.;9(11):1353-1354
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.2008.Buku Ajar Neurologi Klinik.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Price, Silvya A., Lorraine M Wilson. 2006. Patofosiologi Volume 2. Jakarta: EGC
Raskin, Neil H. 2006. Headache. Dalam : Harrison’s : Neuology in Clinical
Medicine. Pennsylvania : McGraw Hill
Suharjanti, Isti.2013. Strtaegi Pengobatan Migren Akut. Surabaya : Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran vol.40 (2).
The international classification of headache disorder, 2nd edition. 2004.
Chepalgia;24 suplement

Anda mungkin juga menyukai