Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
pembuatan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Omnibus Law
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya sebagai
Ketenagakerjaan. Selain itu, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karna itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
memberikan wawasan yang lebih luas dan menambah pengetahuan bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………….2
Daftar Isi…………………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………5
C. Tujuan…………………………………………………………………......5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...……………………..……………………………………....9
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pekerjaan adalah hal yang pasti dan wajib kita sebagai manusia lakukan, agar
manusia dapat hidup maka manusia harus bekerja. Manusia sebagai mahluk
sosial (zoon politicon) mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, yang
diantaranya adalah sandang, papan, pangan. Demi terpenuhinya berbagai
kebutuhan itu manusia dituntut untuk bekerja karena dengan pekerjaanya itu
dapat diperoleh suatu penghasilan. Dalam hal ini, hak untuk bekerja sudah
secara eksplisit diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Implikasi dari hal tersebut
adalah Negara mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi warga negara agar
dapat memperoleh pekerjaan yang layak, oleh karena itu diperlukan
perencanaan yang matang di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan
kewajiban negara tersebut. Payung hukum yang digunakan sebagai sumber
hukum untuk pelaksanaan Ketenagakerjaan di Indonesia adalah Undang –
undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya oleh
penulis akan disebut Undang – undang Ketenagakerjaan. Undang – undang
ketenagakerjaan telah memberikan landasan kuat mengenai kedudukan dan
peranan perencanaan tenga kerja serta informasi ketenagakerjaan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 pada Bab IV tentang
penempatan tenaga kerja. Undang – undang Ketenagakerjaan juga
menjelaskan mengenai Hubungan Kerja antara pekerja dengan pemberi kerja.
Hubungan kerja di Indonesia ini menjadi masalah tersendiri, apabila penulis
kategorikan mengenai hubungan kerja kita mengenal istilah karyawan tetap,
karyawan kontrak dan juga outsourcing. Salah satu polemik dalam
ketenagakerjaan yang banyak mendapatkan sorotan adalah permasalahan
outsourcing. Kondisi perekonomian yang terpuruk telah memaksa pemerintah
dan dunia usaha untuk lebih kreatif untuk menciptakan iklim usaha. Melalui
4
berbagai regulasi, pemerintah telah menciptakan perangkat hukum bagi
berkembangnya investasi melalui dunia usaha. Disisi lain, pengusaha juga
berupaya untuk menangkap setiap peluang bisnis yang ada, baik melalui
pemanfaatan berbagai kemudahan usaha yang diberikan pemerintah maupun
melalui upaya-upaya internal, misalnya melakukan efiensi untuk menghemat
biaya operasional. Outsourcing merupakan istilah yang digunakan untuk
mengalihkan sebagian pekerjaan “tertentu” kepada orang lain atau perusahaan
penyedia jasa outsourcing untuk meringankan beban suatu perusahaan dengan
tidak mengganggu pekerjaan pokok atau produksi seuatu perusahaan.
Outsourcing juga disebut sebagai usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan
yang tadinya dikelola sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan kepada
perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan untuk
memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan. Dengan sistem outsourcing
diyakini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai
pekerja/sumber daya manusia yang bekerja di perusahaannya. Sistem ini juga
diyakini dapat membuka peluang bagi berdirinya perusahaan - perusahaan
baru yang dapat menampung/memperkerjakan tenaga kerja pengangguran.
Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus
berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan
jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan dibahas pada
C. TUJUAN
atas, tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam pembuatan makalah ini.
5
BAB II
PEMBAHASAN
terus menjadi masalah yang dipersoalkan oleh buruh. Salah satunya soal
tenaga kerja alih daya atau outsourcing. Di Omnibus law memang tak lagi
mengatur soal ruang pembatasan pekerja alih daya di industri. Selain itu, isu
lainnya adalah soal tak ada batas waktu kerja sebagai outsourcing. Ada yang
krusial pada omnibus law, antara lain ada penghapusan pasal dan perubahan
65 ayat 2 soal batasan pekerja outsourcing. Hal ini akan berdampak pada
2003.
6
Pasal 66
(1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang
tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.
(4) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk
alih daya, maka masa kerja dari pekerja/buruh tetap dihitung, dan pengalihan
7
Tapi, UU Cipta Kerja mengubah ketentuan outsourcing dengan menghapus
No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya,
Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP
perusahaan alih daya. Berbagai hal itu diatur dalam perjanjian kerja,
kerja antara perusahaan alih daya dengan buruh yang dipekerjakan didasarkan
hak bagi buruh ketika terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang
obyek pekerjaannya tetap ada. Hal ini sesuai dengan amanat putusan MK
No.27/PUU-IX/2011 terkait uji materi terhadap Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65,
8
outsourcing. Misalnya, tidak boleh melaksanakan kegiatan pokok atau
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari urain dan pembahasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal dalam
[Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu]. Ini hal baru yang penulis
9
DAFTAR PUSTAKA
https://ekonomi.bisnis.com/read/20201008/12/1302704/mengukur-untung-rugi-
skema-outsourcing-dan-kontrak-di-uu-cipta-kerja
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201007130006-4-192493/omnibus-law-
semua-pekerjaan-bisa-outsourcing-tiada-batas
10