Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Outsourcing dalam Omnibus Law & UU Cipta Kerja

Oleh:

Muhammad Woga Worotikan


2015200066

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha

penyayang, alhamdulillah karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan

pembuatan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Makalah ini membahas mengenai Outsourcing dengan UU Cipta Kerja &

Omnibus Law

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya sebagai

salah satu persyaratann untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum

Ketenagakerjaan. Selain itu, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh

dari kata sempurna. Oleh karna itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat

memberikan wawasan yang lebih luas dan menambah pengetahuan bagi pembaca.

Jakarta, 20 April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………….2
Daftar Isi…………………………………………………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………5
C. Tujuan…………………………………………………………………......5

BAB II PEMBAHASAN

A. Analisis outsourcing dalam Omnibus law UU Ciptaker..........…..………..6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...……………………..……………………………………....9

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….....10

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pekerjaan adalah hal yang pasti dan wajib kita sebagai manusia lakukan, agar
manusia dapat hidup maka manusia harus bekerja. Manusia sebagai mahluk
sosial (zoon politicon) mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, yang
diantaranya adalah sandang, papan, pangan. Demi terpenuhinya berbagai
kebutuhan itu manusia dituntut untuk bekerja karena dengan pekerjaanya itu
dapat diperoleh suatu penghasilan. Dalam hal ini, hak untuk bekerja sudah
secara eksplisit diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Implikasi dari hal tersebut
adalah Negara mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi warga negara agar
dapat memperoleh pekerjaan yang layak, oleh karena itu diperlukan
perencanaan yang matang di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan
kewajiban negara tersebut. Payung hukum yang digunakan sebagai sumber
hukum untuk pelaksanaan Ketenagakerjaan di Indonesia adalah Undang –
undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya oleh
penulis akan disebut Undang – undang Ketenagakerjaan. Undang – undang
ketenagakerjaan telah memberikan landasan kuat mengenai kedudukan dan
peranan perencanaan tenga kerja serta informasi ketenagakerjaan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 pada Bab IV tentang
penempatan tenaga kerja. Undang – undang Ketenagakerjaan juga
menjelaskan mengenai Hubungan Kerja antara pekerja dengan pemberi kerja.
Hubungan kerja di Indonesia ini menjadi masalah tersendiri, apabila penulis
kategorikan mengenai hubungan kerja kita mengenal istilah karyawan tetap,
karyawan kontrak dan juga outsourcing. Salah satu polemik dalam
ketenagakerjaan yang banyak mendapatkan sorotan adalah permasalahan
outsourcing. Kondisi perekonomian yang terpuruk telah memaksa pemerintah
dan dunia usaha untuk lebih kreatif untuk menciptakan iklim usaha. Melalui

4
berbagai regulasi, pemerintah telah menciptakan perangkat hukum bagi
berkembangnya investasi melalui dunia usaha. Disisi lain, pengusaha juga
berupaya untuk menangkap setiap peluang bisnis yang ada, baik melalui
pemanfaatan berbagai kemudahan usaha yang diberikan pemerintah maupun
melalui upaya-upaya internal, misalnya melakukan efiensi untuk menghemat
biaya operasional. Outsourcing merupakan istilah yang digunakan untuk
mengalihkan sebagian pekerjaan “tertentu” kepada orang lain atau perusahaan
penyedia jasa outsourcing untuk meringankan beban suatu perusahaan dengan
tidak mengganggu pekerjaan pokok atau produksi seuatu perusahaan.
Outsourcing juga disebut sebagai usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan
yang tadinya dikelola sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan kepada
perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan untuk
memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan. Dengan sistem outsourcing
diyakini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai
pekerja/sumber daya manusia yang bekerja di perusahaannya. Sistem ini juga
diyakini dapat membuka peluang bagi berdirinya perusahaan - perusahaan
baru yang dapat menampung/memperkerjakan tenaga kerja pengangguran.
Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus
berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan
jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang akan dibahas pada

karya ilmiah ini ialah

1. Analisis outsourcing dalam Omnibus law UU Ciptaker

C. TUJUAN

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan di

atas, tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam pembuatan makalah ini.

1. Menjelaskan nasib pekerja outsourcing dalam Omnibus law UU ciptaker

5
BAB II

PEMBAHASAN

B. Analisis outsourcing dalam Omnibus law UU Ciptaker

Persoalan ketenagakerjaan dalam Omnibus law UU Cipta Kerja (Ciptaker)

terus menjadi masalah yang dipersoalkan oleh buruh. Salah satunya soal

tenaga kerja alih daya atau outsourcing. Di Omnibus law memang tak lagi

mengatur soal ruang pembatasan pekerja alih daya di industri. Selain itu, isu

lainnya adalah soal tak ada batas waktu kerja sebagai outsourcing. Ada yang

krusial pada omnibus law, antara lain ada penghapusan pasal dan perubahan

pasal yang selama ini menjadi landasan pengelolaan pekerja outsourcing di

UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Misalnya penghapusan pasal

65 ayat 2 soal batasan pekerja outsourcing. Hal ini akan berdampak pada

aturan di bawahnya, antara lain, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (Permenakertrans) No.19/2012. Pada permenaker diatur 5

bidang di luar pekerjaan utama yang boleh di-outsourcing yaitu jasa

pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, katering dan jasa

minyak dan gas pertambangan. Berikut penghapusan dan perubahan pada UU

Ciptaker dan Perbandingan dengan pasal yang sama pada UU No 13 tahun

2003.

Ketentuan Pasal 64 dihapus.

Ketentuan Pasal 65 dihapus.

Ketentuan Pasal 66 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

6
Pasal 66

(1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang

dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara

tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak

tertentu.

(2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja

serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung

jawab perusahaan alih daya.

(3) Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh

berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan

perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian

perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.

(4) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk

badan hukum dan wajib memenuhi

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono

Moegiarso menjelaskan alasan lingkup pekerjaan yang dapat dialihdayakan

tidak dibatasi, karena apabila terjadi pengalihan pekerjaan dari perusahaan

alih daya, maka masa kerja dari pekerja/buruh tetap dihitung, dan pengalihan

perlindungan hak-hak pekerja harus dipersyaratkan dalam perjanjian kerja.

Bagi buruh dengan penghapusan dan perubahan pada pasal-pasal outsourcing,

konsekuensi adalah dianggap outsourcing pekerja bisa dilakukan seumur

hidup, tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing.

7
Tapi, UU Cipta Kerja mengubah ketentuan outsourcing dengan menghapus

Pasal 64 dan Pasal 65 serta mengubah Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.

Outsourcing dalam UU Cipta Kerja dikenal dengan istilah alih daya. PP

No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya,

Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP

PKWT-PHK) menyebutkan perusahaan alih daya adalah badan usaha

berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk melaksanakan

pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati dengan perusahaan

pemberi pekerjaan, UU Cipta Kerja mengatur hak dan kewajiban perusahaan

alih daya dengan pekerjanya. Intinya, perusahaan alih daya bertanggung

jawab penuh terhadap semua yang timbul akibat hubungan kerja.

Pelindungan buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang

muncul dilaksanakan sesuai peraturan dan menjadi tanggung jawab

perusahaan alih daya. Berbagai hal itu diatur dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Selain itu, hubungan

kerja antara perusahaan alih daya dengan buruh yang dipekerjakan didasarkan

pada PKWT atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan buruh berdasarkan PKWT,

perjanjian kerja itu harus mencantumkan syarat pengalihan pelindungan hak-

hak bagi buruh ketika terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang

obyek pekerjaannya tetap ada. Hal ini sesuai dengan amanat putusan MK

No.27/PUU-IX/2011 terkait uji materi terhadap Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65,

dan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan

mengatur batasan jenis kegiatan yang dapat dikerjakan oleh buruh

8
outsourcing. Misalnya, tidak boleh melaksanakan kegiatan pokok atau

berhubungan langsung dengan proses produksi; buruh outsourcing hanya

mengerjakan kegiatan penunjang atau tidak berhubungan langsung dengan

proses produksi. Tapi, dalam UU Cipta Kerja menghapus batasan tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari urain dan pembahasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal dalam

analisis outsouring dengan uu ciptaker dan omnibus law yaitu:

 Untuk kedepannya perusahaan alih daya wajib berbadan hukum dan

memenuhi syarat perizinan berusaha yang diterbitkan pemerintah

pusat. sehingga, perlindungan pekerja diharapkan menjadi lebih

terjamin. agar nanti perusahaan alih daya tidak dengan gampang

melakukan rekrutmen, baik bentuknya PKWT maupun PKWTT

[Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu]. Ini hal baru yang penulis

harapkan dapat memberi kepastian perlindungan.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://ekonomi.bisnis.com/read/20201008/12/1302704/mengukur-untung-rugi-
skema-outsourcing-dan-kontrak-di-uu-cipta-kerja

https://www.cnbcindonesia.com/news/20201007130006-4-192493/omnibus-law-
semua-pekerjaan-bisa-outsourcing-tiada-batas

10

Anda mungkin juga menyukai