Anda di halaman 1dari 3

PEMIKIRAN EKONOMI IBN MISKAWAIH

A.    Biografi Ibn Miskawaih


Nama lengkap Ibnu Miskawaih (330-421 H/940-1030 M) adalah Abu Ali Al-Kasim
Ahmad (Muhammad) bin Yaqub bin Maskawaih. Ia lahir di Rayy, belajar dan mematangkan
pengetahuannya di baghdad, serta wafat di Istahan. Setelah menjelajahi banyak ilmu
pengetahuan dan filsafat, ia lebih memusatkan perhatian pada sejarah dan akhlak. Gurunya
dalam bidang sejarah adalah Abu Bakar Ahmad bin Kamil Al-Qadi, sedangkan dalam bidang
filsafat adalah Ibnu Al-Khammar. Ahmad bin Muhammad bin ya’qub yang nama keluarganya
Miskawaih, disebut pula Abu Ali Al-Khazim.[1]
Belum dapat dipastikan apakah Miskawaih itu dia sendiri atau karena dia putra (ibn)
Miskawaih. Beberapa orang seperti Margoliouth dan Bergstrasser menerima alternatif pertama,
sedangkan yang lainnya seperti : Brockelmann, menerima alternatif kedua. Yaqut berkata bahwa
mula-mula beragama majusi, kemudian memeluk islam. Miskawaih sebagaimana tercermin pada
namanya adalah seorang muslim, yang bernama Muhammad.
Ia belajar sejarah, terutama Tarikh Ath-Thobari, kepada Abu Bakar Ahmad ibn Kamil Al-
Qadhi (350 H/960 M). Ibn Al-Khamar. Mufasir kenamaan karya-karya Aristoteles, adalah guru-
gurunya dalam ilmu filsafat. Miskawaih mengkaji al-kimiabersama Abu Ath-Thayyib Ar-Razi,
seorang ahli alkimia. Dari beberapa pertanyaan ibn Sina dan At-Tauhidi tampak bahwa mereka
berpendapat bahwa ia tak mampu berfilsafat. Iqbal, sebaliknya menganggapnya sebagai salah
seorang pemikir teistis, moralis, dan sejarah.
Miskawaih pernah bekerja selama puluhan tahun sebagai pustakawan dengan sejumlah
wazir dan amir bani Buwaihi, yakni bersama Abu-Fadhl Al-‘Amid (360 H/970 M) sebagai
pustakawannya. Setelah wafatnya Abu Ar Fadhl (360 H/970 M), ia mengabdi kepada putranya
Abu Al-Fath Ali ibn Muhammad ibn Al-‘Amid, dengan nama keluarga Dzu Al-Kifayatain. Ia
juga mengabdi kepada Abud Ad-Daulah, salah seorang Buwaihiah, kemudian kepada beberapa
pangeran lain dari keluarg terkenal itu. Miskawaih meninggal 9 safar 421/16 Februari 1030.
Tanggal kelahirannya tak jelas menurut Margoliuoth, ia lahir pada tahun 330 H/941 M. Tetapi
ada yang berpendapat ia lahir pada tahun 320 H/950 M, apabila bukan pada tahun-tahun
sebelumnya, karena ia biasa bersama Al-Mahallbi, yang menjabat sebagai wazir pada 339 H/950
M dan meninggal pada 352 H/963M, yang pada masa itu paling tidak ia telah berusia sembilan
belas tahun.
Ahmad ibn Miskawaih (w.421 H/1030 M) adalah salah satu seorang anggota kelompok
pemikir terkemuka yang berkarier politik dan beraktivitas filsafat sebagai bendahara pengusaha
dinasti Buwaihiyyah ‘Adhud Ad-Daulah. Ia banyak terlibat dalam segi praktis masyarakatnya,
sementara sebagai anggota kelompok intelektual termasuk At-tauhidi dan As-Sijistam, ia banyak
memberikan andil bagi perdebatan teoritis pada masa itu. Meskipun banyak orang sezamannya
meremehkan karya-karyanya dan meremehkan orangnya. Ia adalah seorang pemikir yang sangat
menarik dan banyak mempelihatkan ragam gaya masanya. Ia menulis sejumlah topik yang luas,
seperti dilakukan oleh banyak orang sezamannya, dan meskipun pasti muncul pertanyaan
mengapa karyanya kurang terkenal dibandingkan dengan karya-karya ibn sina, apa yang kita
ketahui tentangnya sekarang ini memberikan bukti sejumlah sumbangan menariknya bagi
perkembangan pemikiran filsafat. Dalam filsafat, klaim utama Miskawaih yang perlu
diperhatikan terletak pada sistem etikanya yang tersusun dengan baik

B.     Karya-karya ibn Miskawaih[2]


Jumlah karya tulisnya dalam tulisan Abdul Azis Dahlan yang berjudul mendasaran
kepada para penulis masa lalu adalah sebanyak 18 buah judul yang kebanyakan berbicara tentng
jiwa dan akhlak (etika). Akan tetapi, yaqut memberikan daftar 13 buah karya Miskawaih. Untuk
bahan rujukan, penulis merincikan menjadi sebagai berikut :
1.      Al-Fauz Al-Akbar ( tentang keberhasilan besar).
2.      Al-Fauz Al-Asghar ( tentang keberhasilan kecil).
3.      Tajarib Al-Umam (tentang pengalaman bangsa-bangsa sejak awal sampai masa hidupnya).
4.      Uns Al-Farid (kumpulan anekdot, syair, peribahasa, dan kata-kata mutiara.
5.      Tartib As-Sa’adah (tentang akhlak dan politik).
6.      Al-Mushafa (syair-syair pilihan).
7.      Jamidan Khirad (kumpulan ungkapan bijak).
8.      Al-Jami (penghimpun).
9.      As-Siyar (tentang aturan hidup).
10.   Tahzib Al-Akhlaq (pendidikan akhlak).
11.  Ajwibah wa Al-As’ilah fi An-Nafs wa Al-Aql (tanya jawab tentang jiwa)
12.  Al-Jawab fi Al-Masa’il As-Salas (jawaban tentang tiga masalah).
13.  Taharah An-Nafs (kesucian jiwa).
14.  Risalah fi Al-Ladzdzat wal-Alam fi jauhar An-Nafs (risalah tentang keindahan alam dalam
jiwa ).
15.  Risalah fi jawab fi su’al Ali bin Muhammad Abu Hayyam Ash-Shufi fi Haqiqat Al-Aql (risalah
tentang tanya jawab Ali bin Muhammad Abu Hayyam Ash-Shufi).
16.  Risalah fi Haqiqah Al-‘Aql (risalah tentang hakikat akal)
Muhammad Baqir ibn Zain Al-Abidin Al-Hawanshari yang dikutip Fuad Al-Ahwani,
mengatakan bahwa ia juga menulis beberapa risalah pendek dalam bahasa parsi (Raudhat Al-
Jannah, Teheran, 1287 H/ 1870 M.

C.     Pemikiran Ekonomi
Ibn Miskawaih dalam bukunya,  Tahdib Al-Akhlaq, banyak berpendapat dalam tataran
filosofi etis dalam upaya menyintesiskan pandangan-pandangan Aristoteles dengan ajaran islam.
Ia banyak membahas pertukaran barang dan jasa serta peranan uang. Menurutnya, manusia
adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan
barang dan jasa. Oleh karena itu, manusia akan melakukan pertukaran barang dan jasa dengan
kompensasi yang pas ( riward, al-mukafad al-munasibah). Manusia berperan sebagai alat penilai
dan penyeimbang (al-muqawwim al-musawwi baynahuma) dalam pertukaran sehingga tercipta
keadlan. Ia juga banyak membahas kelebihan uang emas (dinar) yang dapat diterima secara luas
dan menjadi subtitusi (mu’awwid) bagi semua jenis barang dan jasa hal ini dikarenakan emas
merupakan logam yang sifatnya tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah ditiru, dikehendaki dan
digemari banyak orang.[3]

[1] Husain Ahmad amin,  Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: remaja rosdakarya, 1997)hlm
154
[2] Ibid hlm  157
[3] Adiwarman karim, sejarah pemikiran ekonomi islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2004) hlm 17

Anda mungkin juga menyukai