Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 1 Nomor 2, Oktober 2015 | 131

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI METIL ESTER DARI MINYAK GORENG


KELAPA SAWIT KOMERSIAL

PRODUCTION AND CHARACTERIZATION OF COMMERCIAL PALM OIL


METHYLESTER

Rosy Hutami1a, Dewi Fortuna Ayu1


1a
Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda
Bogor, Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak Pos 35 Ciawi, Bogor 16720.
1
Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Riau, Kampus Bina
Widya Km 12.5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru, Riau.
a
Korespondensi : Rosy Hutami, E-mail: rosy.hutami@unida.ac.id
(Diterima Dewan Redaksi: 16-08-2015)
(Dipulikasikan Dewan Redaksi: 02-10-2015)

ABSTRACT
The oil conversion process into esters (methyl ester) of fatty acids through transesterification
process was a solution to reduce the viscosity of vegetable oil. Reducing vegetable oil
viscosity is to make reinjection and atomization process of fuel in machine run properly.
Commercial palm oil can be used as a raw material of methyl ester (ME) resulting in
transesterification process. The aim of this study was to determine the physico-chemical
characteristics of methyl ester from the commercial palm cooking oil transesterification by
using alkaline. Transesterification process was using methanol with molar ratio of 6:1 and
KOH 1% w/w as alkaline catalyst. The transesterification process provided a yield of 90.34%
ME with characteristics : 5.62 ± 0.01 mm2/s kinematic viscosity, 872 kg/m3 density, 0.28 ±
0.00 mg KOH/g acid number, 202.35 ± 2.02 saponification value, 202.07 ± 2.02 ester value,
54.34 ± 2.62 iodine value, 0.02 ± 0.00 ash content, 8891.68 ± 18.85 cal/g heat of combustion,
yellow (rather dark) colour, and smelled a rather rancid.
Keywords: biodiesel, methyl ester, transesterification, palm cooking oil

ABSTRAK
Proses konversi minyak ke dalam bentuk ester (metil ester) dari asam lemaknya melalui
proses transesterifikasi dapat menjadi solusi dalam menurunkan viskositas minyak nabati.
Penurunan viskositas minyak bertujuan agar proses penginjeksian kemabli dan atomisasi
bahan bakar di dalam mesin dapat berlangsung dengan baik. Minyak sawit komersial dapat
digunakan sebagai bahan baku metil ester (ME) yang dihasilkan melalui proses
transesterifikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik fisiko-kimia
metil ester hasil transesterifikasi minyak goring kelapa sawit komersial menggunakan basa.
Transesterifikasi dilakukan menggunakan methanol dengan rasio 6:1 dan KOH 1% /w/w
sebagai katalis basa. Proses transesterifikasi menghasilkan rendemen 90.34% ME dengan
karakteristik : viskositas kenimatis 5.62 ± 0.01 mm2/s, densitas 872 kg/m3, bilangan asam
0.28 ± 0.00 mg KOH/g, bilangan saponifikasi 202.35 ± 2.02, bilangan ester 202.07 ± 2.02,
bilangan iod 54.34 ± 2.62, kadar abu 0.02 ± 0.00, kalor pembakaran 8891.68 ± 18.85 cal/g,
berwarna kuning (agak gelap), dan berbau agak asam.
Kata Kunci: biodiesel, metil ester, transesterifikasi, minyak goring kelapa sawit

Hutami R dan Ayu DF. 2015. Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester dari Minyak Goreng
Kelapa Sawit Komersila. Jurnal Agroindustri Halal 1(2): 131-138.
132 |Hutami dan Ayu Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester MKS

PENDAHULUAN komersial dengan menggunakan metanol dan


katalis basa.
Indonesia merupakan salah satu negara
penghasil minyak kelapa sawit terbesar di MATERI DAN METODE
dunia selain Malaysia. Hingga tahun 2013,
total produksi minyak sawit mentah (crude Alat dan Bahan
palm oil, CPO) Indonesia telah mencapai Bahan-bahan yang digunakan pada
26.9 juta ton dengan luas lahan perkebunan pembuatan biodisel adalah minyak sawit
besar 6,171,700 Ha dan perkebunan rakyat komersial yang sudah mengalami proses
4,415,800 Ha (BPS 2014). Melihat tingginya pemurnian dengan kandungan asam lemak
produksi minyak kelapa sawit Indonesia, bebas (FFA) < 2%, metanol, dan KOH.
pengembangan produk kelapa sawit dalam Sedangkan alat-alat yang digunakan hot
rangka peningkatan nilai tambah yang plate, magnetic stirrer, labu leher empat,
dimilikinya sudah sepantasnya menjadi termometer, labu pemisah, erlenmeyer, gelas
prioritas utama, salah satu berupa produk piala, timbangan, gelas ukur, pipet
biodiesel. Penggunaan biodiesel sebagai volumetrik, penangas air, piknometer,
alternatif bahan bakar transportasi saat ini viskometer Oswald, stop watch, desikator,
semakin meningkat, karena selain berasal dan tanur.
dari sumberdaya biologi terbarukan, juga
bersifat biodegradable, tidak beracun, dan Metode
emisi rendah (Martin et al. 2010). Sampel minyak ditimbang sebanyak
Pemanfaatan minyak nabati secara 495 gram, dicampur dengan metanol 349.40
langsung sebagai bahan bakar mesin diesel gram dan KOH 4.95 gram, lalu diaduk.
(biodiesel) masih memiliki kendala. Kendala Selanjutnya dilakukan pemanasan suhu 55-
yang dihadapi terutama disebabkan 60°C selama satu jam. Pemanasan diiringi
viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi pengadukan dengan kecepatan 300-500 rpm.
jika dibandingkan dengan petroleum diesel Kemudian dilakukan pencucian sampel
(Von Wedel R. 1999). Viskositas minyak menggunakan air untuk memisahkan gliserol
nabati yang terlalu tinggi ini mengakibatkan dan metil ester.
proses penginjeksian dan atomisasi bahan Tahapan setelah biodisel didapatkan
bakar tidak dapat berlangsung dengan baik, adalah melakukan sejumlah pengujian dan
menghasilkan pembakaran kurang sempurna analisis untuk mengkarakterisasi sifat fisiko-
dan mengakibatkan terbentuknya deposit kimia dari biodisel yang dihasilkan.
dalam ruang bakar. Pengujian dan analisis tersebut sebagai
Untuk mengatasi kendala tersebut, berikut :
perlu dilakukan proses konversi minyak
nabati ke dalam bentuk ester (metil ester) a. Uji Bilangan Asam
melalui proses transesterifikasi (Pelly M. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram ke
2000). Proses transesterifikasi dilakukan dalam erlenmeyer, ditambahkan 25 ml
dengan metanol atau etanol menggunakan etanol netral 95%, dan dipanaskan selama
katalis asam atau basa. Oleh karena itu, 10 menit dalam penangas air sambil
perlu dilakukan studi proses pembuatan dan diaduk. Larutan kemudian dititrasi KOH
karakterisasi sifat fisiko-kimia metil ester 0.1 N dengan indikator larutan
(ME) yang dihasilkan. phenolptalin 1% dalam etanol, sampai
Penelitian ini bertujuan untuk tepat terlihat berwarna merah jambu.
mendapatkan informasi mengenai Bilangan asam dihitung dengan
karakteristik sifat fisik dan kimia metil ester persamaan sebagai berikut :
hasil transesterifikasi minyak kelapa sawit
AV = (VKOH x NKOH x 56.1)/Wsampel
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 1 Nomor 2, Oktober 2015 | 133

b. Uji Bilangan Penyabunan campuran dititrasi menggunakan Na2SO3


Sampel ditimbang sebanyak 2 gram 0.1 N dengan indikator pati hingga
ke dalam erlenmeyer bertutup. Perlahan didapatkan warna titrat bening.
ditambahkan 25 ml KOH 0.5 N
beralkohol dengan pipet. Labu f. Pengukuran Viskositas
erlenmeyer dihubungkan dengan Pengukuran viskositas dilakukan pada
pendingin tegak dan didinginkan secara suhu 40°C dengan metode Oswald, yaitu
hati-hati sampai tersabunkan dengan dengan mengukur laju aliran minyak dan
sempurna. Bagian dalam dari pendingin biodisel yang kemudian dibandingkan
tegak dibilas dengan sedikit air. dengan laju aliran senyawa pembanding
Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan (air) yang telah diketahui densitasnya.
1 ml larutan indikator phenolptalin, Pengukuran viskositas biodisel dilakukan
kemudian dititrasi dengan HCl 0.5 N lima kali ulangan.
sampai warna merah jambu menghilang.
Titrasi juga dilakukan untuk blanko, yaitu g. Pengukuran Densitas
pelarut KOH 0.5 N. Bilangan penyabunan Pengukuran densitas dilakukan
sampel dihitung sebagai berikut : dengan menghitung selisih berat volume
SV = [(VHCl blanko-VHCLsampel) x 28.5]/Wsampel tertentu dari minyak sawit dan biodisel
dengan air di dalam gelas piknometer
c. Uji Bilangan Ester pada suhu 40oC. Pengujian dilakukan
Bilangan ester dihitung sebagai selisih secara triplo.
antara bilangan penyabunan dan bilangan
asam : HASIL DAN PEMBAHASAN
EV = SV- AV
d. Pengukuran Kadar Abu (AOAC 1995, Proses Transesterifikasi
923.03) Biodiesel (metil ester) pada penelitian
Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram, ini dihasilkan melalui reaksi transesterifikasi
kemudian dimasukkan ke dalam sebuah trigliserida (TAG) minyak goreng kelapa
cawan porselen yang telah diketahui bobot sawit komersial dengan metanol dan katalis
tetapnya. Contoh diarangkan di atas nyala basa (KOH). Menurut Lele (2005),
pembakar lalu diabukan dalam tanur transesterifikasi hanya bekerja secara baik
listrik pada suhu 550 °C selama 5-6 jam. pada minyak yang mempunyai kualitas baik,
Cawan kemudian didinginkan dalam apabila minyak mengandung ALB melebihi
desikator, lalu ditimbang sampai bobot 1% maka akan membentuk formasi emulsi
tetap. Kadar abu = (W1-W2)/W x 100% di sabun yang menyulitkan pemisahan biodiesel
mana W adalah bobot contoh sebelum yang dihasilkan.
diabukan (g), W1 adalah bobot contoh + Penelitian ini menggunakan nisbah
cawan sesudah diabukan (g), dan W2 molar metanol dengan minyak 6:1 dan katalis
adalah bobot cawan kosong. basa. Hasil penelitian Cheng et al. (2004)
menunjukkan bahwa penggunaan nisbah
e. Uji Bilangan Iod molar metanol dengan minyak 6:1
Sampel ditimbang sebanyak 0.2 gram menghasilkan viskositas metil ester (ME)
ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 20 ml yang lebih rendah dan tidak berbeda nyata
kloroform dan 25 ml larutan Wijs, dengan 10:1, sehingga nisbah molar 6:1
kemudian diaduk hingga homogen. paling efisien digunakan untuk proses
Sampel dan pelarut tersebut direaksikan di transesterifikasi. Katalis basa sendiri lebih
dalam ruangan gelap selama 1 jam. banyak digunakan karena reaksinya sangat
Campuran selanjutnya ditambahkan 20 ml cepat, sempurna, dan dapat dilakukan pada
larutan KI 15% dan 100 ml aquades suhu rendah.
hingga berwarna gelap. Setelah itu
134 |Hutami dan Ayu Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester MKS

Pemilihan minyak kelapa sawit (MKS) Gambar 2. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi
metil ester menggunakan katalis basa
komersial sebagai bahan baku utama ME
karena memiliki kadar asam lemak bebas
(ALB) yang rendah (<2%), selain
dipengaruhi oleh jenis dan komposisi asam
lemak minyak tersebut. Menurut Canacki &
Van Gerpen (2001), terbentuknya sabun pada
proses produksi biodiesel dari minyak yang
mempunyai kadar air dan ALB tinggi akan
menyulitkan proses pencucian dan Gambar 3. Metil ester dan gliserol hasil transesterifikasi
MKS menggunakan metanol dan katalis basa
memungkinkan hilangnya produk lebih
banyak. Alternatif untuk mengatasi hal ini
adalah menggunakan dua tahap reaksi Proses esterifikasi yang dilakukan
dengan katalis asam dan katalis basa. menghasilkan produk berupa metil ester dan
Komposisi bahan baku biodisel yang gliserol dengan komposisi seperti Tabel 2.
digunakan diperlihatkan Tabel 1. Rendeman metil ester sebesar 90.34% b/b
dengan kehilangan 9.66% b/b. Kehilangan
Tabel 1. Komposisi bahan baku biodiesel ini dapat berasal dari bahan yang menguap,
Pemilihan metanol dalam proses pemisahan, dan pencucian metil ester
transesterifikasi ini karena harganya yang menggunakan air. Beberapa faktor yang
murah dan mudah pengunaan berulang kali. mempengaruhi rendemen ester antara lain
Transesterifikasi merupakan reaksi rasio molar antara TAG dan alkohol, jenis
keseimbangan, sehingga untuk mendorong katalis, suhu reaksi, waktu, kandungan air,
reaksi bergerak ke arah kanan penambahan dan ALB yang dapat menghambat reaksi.
metanol harus dilakukan dalam jumlah
berlebih atau salah satu produk yang Tabel 2. Komposisi produk transesterifikasi
dihasilkan harus dipisahkan. Metanol sendiri Komposisi Berat (g) Persentase
lebih suka bereaksi dengan asam lemak produk (%)
bebas daripada asam lemak dalam TAG, Metil ester 447.20 95.78
sehingga penambahan katalis basa perlu Gliserol 19.71 4.22
dilakukan dalam proses transesterifikasi. Total 466.91 100.00
Transesterifikasi dengan katalis basa Rendemen 90.34
berlangsung antara metanol dan TAG melalui Kehilangan 9.66
pembentukan berturut-turut DAG dan MAG
menghasilkan ME pada setiap tahapnya. Karakterisasi Sifat Fisik-Kimia Metil
Reaksi transesterifiksi dan produk yang Ester
dihasilkannya dapat dilihat pada Gambar 2 Proses transesterifikasi telah
dan 3. menyebabkan perubahan karakteristik sifat
fisiko-kimia MKS yang digunakan. Proses
transesterifikasi telah menyebabkan
penurunan viskositas kinematik dan densitas
ME yang dihasilkan dibandingkan dengan
MKS. Perbandingan karakteristik sifat fisiko-
kimia MKS dan ME yang dihasilkan dapat
dilihat pada Tabel 3 berikut:
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 1 Nomor 2, Oktober 2015 | 135

Tabel 3. Karakteristik sifat fisiko-kimia MKS dan ME


Karakteristik Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit Metil Ester (MS)
(MKS)
Viskositas kinematik pada 59.21±0.76 5.62±0.01
40°C (mm2/s)
Densitas (kg/m3) 918 872
Bilangan asam (mg KOH/g) 0.28±0.00 0.28±0.00
Bilangan penyabunan 201.42±2.72 202.35±2.02
Bilangan ester 201.14±2.72 202.07±2.02
Bilangan iod 56.82±0.41 53.34±2.62
Panas pembakaran (kal/g) 8902.63±27.52 8891.68±18.85
Kadar abu (%) 0.02±0.01 0.02±0.00
Warna Kuning jernih Kuning kejinggaan (agak gelap)
Bau Normal, tidak berbau Agak tengik

MKS memiliki viskositas kinematik menyulitkan injeksi bahan bakar ke dalam


dan densitas masing-masing sebesar ruang bakar. Viskositas berkaitan dengan
2 3
59.21±0.76 mm /s dan 918 kg/m turun komposisi asam lemak (ikatan rangkap dan
menjadi 5.62±0.01 mm2/s dan 872 kg/m3 panjang rantai karbon) dan tingkat kemurnian
pada ME yang dihasilkan. Penurunan terutama residu trigliserida (Mittelbach &
viskositas dan densitas pada ME yang Remschmidt 2004). Densitas juga
dihasilkan berkorelasi positif dengan menentukan mutu biodiesel, berhubungan
tingginya rendemen metil ester yang dengan kadar air, kadar sedimen, dan kadar
dihasilkan, yaitu sebesar 90.34%. abu yang erat kaitannya dengan proses
Menurut Sahirman (2009), pemurnian biodiesel (Mittelbach &
keberhasilan proses transesterifikasi dapat Remschmidt 2006).
ditentukan oleh beberapa parameter antara Bilangan asam merupakan salah satu
lain penurunan viskositas, penurunan parameter standar biodiesel yang
densitas, dan peningkatan kandungan metil menunjukkan jumlah miligram KOH yang
ester. Al Widyan dan Al Shyoukh (2002) digunakan untuk menetralkan ALB dalam
mengukur keberhasilan proses minyak/lemak (Ketaren 2008). Hasil analisis
transesterifikasi berdasarkan penurunan menunjukkan tidak terjadi perubahan jumlah
spesific grafity (massa jenis), sedangkan kandungan ALB antara MKS dan ME, yaitu
Cheng et al. (2004) menggunakan parameter 0.28±0.00 mg KOH/g minyak. Hal ini
penurunan kadar gliserida dan peningkatan mengindikasikan bahwa selama proses
ME. transesterifikasi tidak terjadi degradasi ester
Viskositas dan tegangan permukaan atau ALB yang terdapat dalam MKS tidak
merupakan faktor penting dalam pemecahan sepenuhnya terkonversi menjadi ME.
serta atomisasi bahan bakar sesaat setelah Bilangan asam yang tinggi tidak diinginkan
keluar dari mulut pipa semprot (nozzle) dalam produk biodiesel, dimana bilangan
menuju ruang bakar (Soewaridjaja et al. asam lebih dari 0.8 diasosiasikan akan
2005). Beberapa standar mutu biodiesel menjadi deposit dalam sistem bahan bakar
mensyaratkan nilai rentang viskositas dan mengurangi umur pompa dan filter
tertentu (Tabel 3). Viskositas yang tidak (Tyson 2004).
terlalu kecil dapat meningkatkan kemampuan Bilangan penyabunan menunjukkan
daya lumas bahan bakar terhadap mesin jumlah miligram KOH yang dibutuhkan
kendaraan dan mencegah terjadinya untuk menyabunkan 1 gram minyak/lemak
kebocoran, sedangkan viskositas yang tinggi (Ketaren 2008), dipengaruhi oleh senyawa-
(diatas 5.5 cSt) tidak diharapkan karena dapat senyawa seperti TAG, DAG, dan MAG yang
menghambat jalannya mesin dan terbentuk selama proses transesterifikasi.
136 |Hutami dan Ayu Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester MKS

Bilangan penyabunan juga menunjukkan Panas pembakaran merupakan


berat molekul biodiesel. Proses kemampuan biodiesel untuk menghasilkan
transesterifikasi yang dilakukan kalor ketika dilakukan pembakaran, berkaitan
meningkatkan bilangan penyabunan dan dengan konsumsi bahan bakar mesin
bilangan ester masing-masing dari kendaraan setiap satuan waktu. Hasil analisis
201.42±2.72 dan 201.14±2.72 pada MKS menunjukkan bahwa proses transesterifikasi
menjadi 202.35±2.02 dan 202.07±2.02 pada menghasilkan sedikit penurunan panas
ME yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan pembakaran yaitu 8902.63±27.52 kal/g pada
bahwa selama proses transesterifikasi terjadi MKS menjadi 8891.68±18.85 kal/g pada ME
pembentukan DAG dan MAG yang yang dihasilkan. Terjadinya penurunan nilai
kemudian terkonversi membentuk ME. panas pembakaran ini disebabkan karena
Semakin banyak DAG dan MAG yang selama proses transesterifikasi terjadi
terbentuk, semakin banyak ME yang pemutusan rantai karbon menjadi lebih
terkonversi sehingga menurunkan berat pendek menghasilkan DAG, MAG, dan ME.
molekul dan meningkatkan bilangan Semakin pendek rantai karbon dalam ME,
penyabunan ME. Sementara itu, bilangan panas pembakaran menjadi semakin
ester sendiri merupakan selisih antara menurun. Penurunan kalor pembakaran pada
bilangan penyabunan dan bilangan asam ME sejalan dengan peningkatan bilangan
sehingga semakin tinggi bilangan ester ME penyabunan yang menunjukkan semakin
yang terukur menunjukkan tingkat banyak senyawa DAG, MAG, dan ME yang
kemurnian biodiesel yang dihasilkan. terkonversi.
Bilangan iod berkaitan dengan derajat Kadar abu menunjukkan banyaknya
ketidakjenuhan minyak/lemak. Proses residu hasil pembakaran ME pada suhu
transesterifikasi telah menyebabkan tinggi (550°C) selama 6 jam. Hasil analisis
peningkatan bilangan iod MKS dari kadar abu baik pada MKS maupun ME tidak
54.34±2.62 menjadi 56.82±0.41 pada ME mengalami perubahan, yaitu ±0.02%. Kadar
yang dihasilkan. Semakin tinggi bilangan abu ME ini masih memenuhi syarat mutu
iod maka terjadi penurunan stabilitas oksidasi biodiesel metil ester, yaitu maksimal 0.05%.
yang berakibat pada semakin rendahnya Menurut Tyson (2004), karbon residu
kualitas produk (biodisel). Bilangan iod mempunyai tendensi terbentuknya deposit
memiliki korelasi dengan viskositas karbon dalam engine. Pengotoran ruang
kinematik dan bilangan setana. Penurunan bakar dan mesin diesel disebabkan oleh
nilai dari kedua parameter ini menyebabkan deposit karbon yang dapat terjadi secara
meningkatnya ketidakjenuhan minyak cepat jika kadar fraksi-fraksi yang memiliki
(Mittelbach & Remschmidt 2004). Nilai titik didih tinggi dalam bahan bakar cukup
bilangan iod yang didapatkan dari hasil tinggi atau jika bahan bakar mengandung
pengukuran sudah memenuhi standar komponen yang tidak dapat terbakar
biodisel, di mana beberapa standar biodisel sempurna pada kondisi mesin berjalan
mensyaratkan nilai bilangan iodin yang tidak normal. Menurut Schindlbauer (1998), sisa
melebihi 115 atau 120. Pembatasan nilai katalis lebih berpengaruh terhadap nilai
bilangan iod dimaksudkan untuk residu karbon dibandingkan dengan ALB dan
menghindari kandungan asam lemak tak gliserida.
jenuh ganda yang tinggi dalam biodiesel. Secara visual, proses transesterifikasi
Menurut Martin et al. (2010), kandungan MKS juga menyebabkan perubahan warna
asam lemak tidak jenuh ganda yang tinggi dan bau yang signifikan pada ME yang
sangat mudah mengalami oksidasi dan dihasilkan. ME yang dihasilkan memberikan
polimerisasi sehingga membentuk gum warna minyak menjadi lebih gelap (kuning
ketika digunakan sebagai bahan bakar dalam agak kejingga-jinggaan) dan bau yang lebih
mesin. menyengat (sedikit tengik). Warna yang
lebih gelap pada ME disebabkan terjadinya
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 1 Nomor 2, Oktober 2015 | 137

reaksi oksidasi akibat suhu tinggi pada biodiesel European Union Standar (EN
tokoferol sehingga menghasilkan warna yang 14214) dan SNI 04-7182-2006, bilangan
lebih gelap. Timbulnya bau yang agak asam berdasarkan standar biodisel ASTM
menyengat disebabkan karena proses D6751-06, EN 14214, dan SNI 04-7182-
transesterifikasi akibat penambahan metanol 2006, serta bilangan iod berdasarkan standar
pada suhu tinggi yang menghasilkan biodiesel ASTM D6751-06 dan SNI 04-
beberapa komponen berantai pendek bersifat 7182-2006. Ketiga jenis standar biodiesel
volatil yang ikut terbawa sekaligus dengan yang digunakan sebagai pembanding
menguapnya metanol. memiliki kriteria mutu biodiesel yang
Jika dibandingkan dengan standar berbeda tergantung kepentingan negara yang
biodiesel, ME hasil transesterifikasi MKS menggunakannya. Perbandingan kriteria
menggunakan katalis basa (KOH) sudah mutu ME dengan masing-masing standar
memenuhi syarat mutu viskositas kinematik, biodiesel dapat dilihat pada Tabel 4 berikut
densitas, dan kadar abu berdasarkan standar ini.

Tabel 4 Perbandingan ME dengan standar mutu biodiesel


Kriteria Mutu Biodiesel Metil Ester ASTM EN 14214 SNI 04-7182-
Kelapa Sawit D6751- (Ong et al. 2006
06 (Ong 2011)
et al.
2011)
Viskositas kinematik pada 5.62±0.01 3.5-5.0 1.9-6.0 2.3-6.0
2
40°C (mm /s)
Densitas (kg/m3) 872 869-900 850-890
Bilangan asam (mg KOH/g) 0.28±0.00 Maks 0.5 Maks 0.8 Maks 0.8
Bilangan iod 56.81±0.40 Maks Maks 115
120
Kadar abu (%) 0.02±0.00 Maks 0.05 Maks 0.05

KESIMPULAN 14214 dan SNI 04-7182-2006, bilangan asam


untuk standar biodisel ASTM D6751-06, EN
Minyak kelapa sawit komersial dapat 14214, dan SNI 04-7182-2006, sedangkan
digunakan sebagai bahan baku ME melalui bilangan iod untuk standar biodiesel ASTM
proses transesterfisikasi menggunakan D6751-06 dan SNI 04-7182-2006.
metanol dengan nisbah molar metanol 6:1,
dan katalis basa (KOH 1% w/w). Proses DAFTAR PUSTAKA
transesterifikasi ini memberikan rendemen
ME sebesar 90.34% dengan karakteristik Al-Widyan MI, Al Shyoukh AO. 2002.
viskositas kinematik 5.62±0.01 mm2/s, Experimental evaluation of the
densitas 872 kg/m3, bilangan asam 0.28±0.00 transesterification of waster palm oil inti
mg KOH/g, bilangan penyabunan biodiesel. Bioresource Technology 85.
202.35±2.02, bilangan ester 202.07±2.02, 253-256.
bilangan iod 54.34±2.62, kadar abu Barsic NJ and Humke AL. 1981.
0.02±0.00%, panas pembakaran Performance and Emissions
8891.68±18.85 kal/g, warna kuning Characetristics of a Naturally Aspirated
kejinggaan (agak gelap), dan berbau agak Diesel Engine With Vagetable Oil Fiels.
tengik. Northerm Agricultral Energy Center,
Karakteristk ME ini sudah memenuhi Peoria, Illionois.
syarat mutu viskositas kinematik, densitas, BSN. 2006. Biodiesel. SNI 04-7182-2006.
dan kadar abu untuk standar biodiesel EN
138 |Hutami dan Ayu Pembuatan dan Karakterisasi Metil Ester MKS

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik http://journeytoforever.org/biodiesel_mike


Indonesia. Jakarta (ID): BPS. s.html [12 November 2012]
Canakci M & Van Gerpen J. 2001. Sahirman. 2009. Perancangan Proses
Biodiesel from oil and fats with high free Produksi Biodiesel dari Minyak Biji
fatty acids. Trans. ASAE 44, 1429- Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)
1436. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Cheng SF, Choo VM, Ma AN, Chuah CH. Institut Pertanian Bogor.
2004. Kinetics study on transesterification Soerawidjaja TH, Adrisman T, Siagian UW,
of palm oil. J. Oil Palm Res 16, 19-29. Prakoso T, Reksowardojo IK, Permana
Lele S. 2005. Biodiesel in India. KS. 2005. Studi Kebijakan
http//www.svlele.com/biodiesel [7 Pembangunan Biodiesel di Indonesia. Di
November 2012]. dalam : P Haryadi, N. Andarwulan, L.
Ketaren S. 2008. Minyak dan Lemak Nuraidi, Y, Sukmawati. Editor Kajian
Pangan. UI Press. Kebijakan dan Kumpulan Artikel
Martin C, Moure A, Martin G, Carillo E, Penelitian Biodiesel. Kementerian Ristek
Dominguez, Parajo JC. 2011. Fractional dan Teknologi RI-MAKSI IPB Bogor.
characterisation of jatropha, neem, Schindlbauer H. 1998. Standardization and
moringa, trisperma, castor and candlenut analysis of biodiesel: What specifications
seeds as potensial feedstocks for biodiesel are important. Proceeding of the 1998
production in Cuba. Biomass and PORIM International Biofuel Conference,
Bioenergy 34. 533-538. Kuala Lumpur, 4-5 May 1998.
Mekhilef S, Siga S, Raidur R. 2011. A Tickell J. 1982. Proceedings of the
review on palm oil biodiesel as source of International Conference on Plant and
renewable fuel. Renewable and Vegetable Oils as Fuels. American
Sustainable Energy Reviews. 15:1937- Society of Agricultural Engineers,
1949. Michigan.
Mittelbach M, Remschmidt C. 2004. Tyson KS. 2004. Energy Efficiency and
Biodiesel. Boersedruck ges.m.b.H., Viena Renewable Energy. U.S. Departement of
Austria. Energy. http://www.osti.gov/bridge [7
Ong HC, Mahlia TMI, Masjuki HH. November 2012].
Norhasyima. 2011. Comparison of palm Van Gerpen J, Shanks B, Pruszko R,
oil, Jatropha curcas and Calophyllum Clements D, Konthe G. 2004. Biodiesel
inophyllum for biodiesel : A review. production technology.
Renewable and Sustainable Energy http://www.nrel.gov [7 November 2012].
Reviews. 15:3501-3515. Von Wedel R. 1999. Technical Handbook for
Pelly M. 2000. Making of Biodiesel: Mike Marine Biodiesel. CytoCulture
Pelly’s Biodiesel Method. International Inc., California.

Anda mungkin juga menyukai