Salah satu masalah yang sedang di alami di dalam dunia pendidikan kita adalah maslah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong uuntuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas di arahkan kepada
kemampuan anak untuk menghafal informasi ; otak anak dipaksa untuk mengingat dan
menimbun berbagai macam informasi tanpa di tuntut untuk memahami informasi yang
diingtanya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari – hari. Akibatnya, ketika anak
didik telah lulus dari sekolah, mereka pintas secara teoritis tetapi miskin aplikasi.
Undang – undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa pendidika adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Terdapat bebrapa hal penting yang perlu kita kritisi dari konsep pendidikan tersebut
menurut undang – undang.
Pertama, pendidikan adalah usaha sadar yang terancana hal ini berarti proses pendidikan
disekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan tetapi
proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa diarahkan pada
pencapaian tujuan.
Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran. Hal ini berarti proses pendidikan tidak boleh mengesampingkan
proses belajar.
Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat
mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan ini harus berorientasi kepada
siswa.
Dan yang ke empat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat, bangsa, dan negara.
Tampaknya proses pendidikan kita di sekolah belum sesuai harapan diatas. Para guru di
sekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan matapelajaran yang diberikannya. Seakan-
akan mata pelajaran yang satu terlepas dari mata pelajaran yang lainnya. Sebab selama ini belum
ada standar yang mengatur proses pelaksanaan pendidikan. Artinya belum ada pedoman yang
bisa dijadikan rujukan bagaimana seharusnya proses pendidikan itu berlangsung.
Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6).
Dari pengertian di atas, ada beberapa hal yang perlu digaris-bawahi. Pertama, standar
proses pendidikan, yang berarti standar proses pendidikan dimaksud berlaku untuk setiap
lembaga pendidikan formal pada jenjang pendidikan formal pada jenjang pendidikan tertentu
dimana pun lembaga pendidikan itu berada secara nasional.
Ketiga, standar proses pendidikan diarahkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Dengan demikian, standar kompetensi lulusan merupakan sumber atau rujukan utama dalam
menentukan standar proses pendidikan.
Lemahnya proses pembelajaran yang dikembangkan guru dewasa ini seperti yang telah
dijelaskan di atas, merupakan salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Proses
pembelajaan yang terjadi di dalam kelas dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan selera
guru, padahal pada kenyataannya kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran tidak
merata sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan guru serta motivasi dan
kecintaan dan kecintaan mereka terhadap profesinya.
Secara umum, Standar Proses Pendidikan (SPP) sebagai standar minimal yang harus
dilakukan memiliki fungsi sebagai pengendali proses pendidikan untuk memperoleh kualitas
hasil dan proses pembelajaran.
1. Fungsi SPP dalam Rangka Mencapai Standar Kompetensi yang Harus Dicapai
Proses pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni
kompetensi yang harus dicapai dalam ikhtiar pendidikan. Bagaimanapun bagus dan
idealnya suatu rumusan kompetensi, pada akhirnya keberhasilannya sangat tergantung
pada pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan guru.
Bagi kepala sekolah SPP berfungsi sebagai barometer atau alat pengukur keberhasilan
program pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.
Bagi para pengawas SPP berfungsi sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dalam
menetapkan bagian mana yang perlu disempurnakan atau diperbaiki oleh setiap guru
dalam pengelolaan proses pembelajaran.
Melalui pemahaman SPP, maka lembaga ini dapat melaksanakan fungsinya dalam
menyusun program dan memberikan bantuan khususnya yang berhubungan dengan
penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan oleh sekolah atau guru.
Dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang standar
pendidikan nasional dikatakan bahwa standar pendidikan nasional adalah criteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP
No. 19 Tahun 2005 Bab 1 pasal 1 ayat 1).
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
criteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan
silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 5).
Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah criteria pendidikan prajabatan dan
kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1
Pasal 1 ayat 7)
BAB 2
Guru dalam Pencapaian Standar Proses Pendidikan
A. Pendahuluan
Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat penting dan
strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Melalui standar proses
pendidikan setiap guru dan atau pengelola sekolah dapat menentukan bagaimana seharusnya
proses pembelajaran berlangsung.
Pada bagian ini akan diuraikan tentang strategi pencapaian proses pendidikan melalui
peningkatan dan perbaikan dilihat dari sudut guru yang meliputi tentang peningkatan profesional
guru serta mengoptimalkan peran guru dalam proses pembelajaran.
a. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya
mungkin di peroleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga
kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Suatu profesi menekankan kepada suatu kehlian dalam bidang tertentu yang spesifik
sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya
dapat dipisahkan secara tegas.
c. Tingkat keahlian dan kemampuan suatu profesi didasarkan kepada latar belakang
pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi
latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula
tingkat keahliannya, dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang
diterimanya.
d. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap
sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi
terhadap setiap efek yang ditimbulkannya dari pekerjaan profesinya itu.
Apakah mengajar sebagai pekerjaan profesional? Mari kita tinjau ciri dan karakteristik
dari proses mengajar sebagai tugas utama profesi Guru.
c. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahliannya,
diperlukan tingkat keahlian yang memadai.
d. Tugas guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan berperan
aktif di masyarakat. Oleh sebab itu, tidak mungkin pekerjaan seorang guru dapat
terlepas dari kehidupan sosial.
e. Pekerjaan guru bukanlah pekerjaan yang statis, tetapi pekerjaan yang dinamis, yang
selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan pekermbangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru,
yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial
kemasyarakatan.
a. Kompetensi pribadi
Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan
pengembangan kepribadian (personal competencies) di antaranya :
1) Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai
dengan keyakinan agama yang dianutnya.
2) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama.
3) Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan dan sistem nilai
yang berlaku di masyarakat.
4) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru, misalnya sopan
santun dan tata karma.
5) Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
b. Kompetensi profesional
Beberapa kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi ini di antaranya :
1) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan
tujuan pendidikan yang harus dicapai, baik tujuan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran.
a. Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi
masing-masing media tersebut.
b. Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media.
c. Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat
memanfaatkan berbagai sumber belajar.
d. Sebagai fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi
dan berinteraksi dengan siswa.
Yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk
mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti
dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai
demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sikap-sikap
yang terpuji. Dalam setiap aspek kehidupan, guru merupakan sosok ideal bagi setiap
siswa.
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan.
Artinya tidak ada dua individu yang sama. Agar guru berperan sebagai pembimbing yang
baik, maka ada beberapa hal yang harus dimiliki, diantaranya: pertama, guru harus
memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Kedua, guru harus
memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi
yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran.
Keterampilan dasar mengajar bagi guru diperlukan agar guru dapat melaksanakan
perannya dalam pengelolaan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Disamping itu, keterampilan dasar merupakan syarat mutlak agar guru bisa
mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang akan dibahas pada bab – bab
selanjutnya. Beberapa keterampilan dasar tersebut di jelaskan sebagai berikut.
Melalui keterampilan ini guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih
bermakna. Dapat anda rasakan, pembelajaran akan menjadi sangat membosankan manakala
selama berjam – jam guru menjelaskan materi tanpa diselingi dengan pertanyaan, baik hanya
sekedar pertanyaan pancingan atau pertanyaan untuk mengajak siswa berpikir. Oleh karena itu,
dalam setiap proses pembelajaran, strategi pembelajaran apapun yang digunakan, bertanya
merupakan kegiatan bertanya yang selalu merupakan kegiatan yang selalu merupakan bagian
yang mutlak tidak terpisahkan.
Sekarang bagaimana agar proses bertanya yang kita laksanakan dapat berhasil
membelajarkan siswa? Kita harus paham bagaimana cara bertanya yang baik. Beberapa saran
dalam teknik bertanya atau menerima jawaban dari pertanyaan yang kita ajukan di jelskan di
bawah ini.
Disamping beberapa petunjuk secara teknis, dalam teknik bertanya juga perlu
diperhatikan bagaimana meningkatkan kualitas pertanyaan agar mampu menjadi alat untuk
meniingkatkan kemampuan berpikir dan meningkatkan kualitas pembelajaran bagi siswa.
a. Penguatan Verbal
Penguatan verbal adalah penguatan yang diungkapkan dengan kata-kata, baik kata-kata
pujian maupun penghargaan atau kata-kata koreksi. Melalui kata-kata itu siswa akan merasa
tersanjung dan berbesar hati sehingga ia akan merasa puas dan terdorong untuk lebih aktif
belajar.
b. Penguatan Nonverbal
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan penguatan agar penguatan itu
dapat meningkatkan motivasi pembelajaran.
Untuk menjaga agar proses pembelajaran tetap kondusif, ada beberapa teknik yang perlu
dilakukan.
Variasi penggunaan media dan alat pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut.
1) Dengan menggunakan variasi media yang dapat dilihat (visual) seperti menggunakan
gambar, slide, foto dan lain-lain.
2) Variasi alat atau media yang dapat didengar (auditif) seperti menggunakan radio, musik,
deklamasi, puisi dan lain sebagainya.
3) Variasi alat atau media yang dapat diraba, dimanipulasi, dan digerakkan (motorik).
Membuka pelajaran atau set induction adalah usaha yang dilakukan oleh guru dalam
kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mental maupun perhatian
terpusat pada pengalaman belajar yang disajikan sehingga akan mudah mencapai kompetensi
yang diharapkan.
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar
yang optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal yang dapat mengganggu suasana
pembelajaran. Terdapat beberapa jenis perilaku yang dapat menganggu iklim belajar mengajar
seperti diuraikan di bawah ini.
2. Perilaku menganggu
3. Memusatkan perhatian
BAB 3
Sistem Pembelajaran dalam Standar Proses Pendidikan
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas proses
pendidikan adalah pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem kita dapat melihat berbagai
aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses.
Sistem adalah satu kesattuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling
berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan.
1. Melalui sistem perencanaan yang matang, guru akan terhindar dari keberhasilan secara
untung-untungan, dengan demikian pendekatan sistem memiliki daya ramal yang kuat
tentang keberhasilan suatu proses pembelajaran,karena memang perencanaan disusun
untuk mencapai hasil yang optimal.
1. Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi
pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu
tidak mungkin dapat diaplikasikan. Layaknya seorang prajurit di medan pertempuran.
Keberhasilan penerapan strategi berperang untuk menghancurkan musuh akan sangat bergantung
kepada kualitas prajurit itu sendiri.
Guru, dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Peran guru,
apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tidak mungkin dapat digantikan oleh perangkat
lain, seperti televisi, radio, komputer, dan lain sebagainya. Sebab, siswa adalah organisme yang
sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.
Menurut Dunkin (1974), ada sejumlah aspek yang dapat memengaruhi kualitas proses
pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu: "teacher formative experience, teacher training
experience and teacher properties".
Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru
yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini di antaranya,
meliputi tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya dan adat istiadat,
keadaan keluarga dari mama guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari keluarga
yang tergolong mampu atau tidak; apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau bukan.
Selain latar guru seperti di atas, pandangan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan
juga dapat pula memengaruhi proses pembelajaran. Guru yang menganggap mata pelajaran IPS
sebagai mata pelajaran hafalan, misalnya akan berbeda dalam pengelolaan pembelajarannya
dibandingkan dengan guru yang menganggap mata pelajaran tersebut sebagai mata pelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir; demikian juga dengan pelajaran matematika,
banyak guru yang menganggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Pandangan
yang demikian dapat memengaruhi cara penyajian mata pelajaran tersebut di dalam kelas
2. Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya,
akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu
sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di
samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
Aspek latar belakang, meliputi jenis kelamin in siswa, tempat kelahiran dan tempat
tinggal siswa, tingkat social ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal dan lain
sebagainya; sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar,
pengetahuan dan sikap.
Sikap dan penampilan siswa di dalam kelas, juga merupakan aspek lain yang dapat
memengaruhi proses pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang sangat aktif
(hyperkinetic) dan ads pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang
memiliki motivasi yang rendah dalam belajar. Semua itu Akan memengaruhi proses
pembelajaran di dalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru merupakan faktor
yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran
proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah,
dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat
mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya, jalan menuju sekolah, penerangan
sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana Akan membantu
guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana
merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dam
prasarana. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi
guru mengajar. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan
pada siswa untuk belajar.
4. Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat memengaruhi proses
pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis.
a. Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa sehingga
waktu yang tersedia akan semakin sempit.
b. Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua
sumber daya yang ada. Misalnya, dalam penggunaan waktu diskusi; jumlah siswa yang
terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan pikiran
akan sulit didapatkan dari setiap siswa.
c. Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok
belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru,
dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.
d. Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar
mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah ke dalam
sub-sub kelompok yang saling bertentangan.
e. Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa
yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.
f. Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang
enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.
Belajar adalah perubahan tingkah laku. Oleh sebab itu, terjadinya proses perubahan
tingkah laku merupakan suatu misteri, atau para ahli psikologi menamakannya sebagai kotak
hitam.
Sebagai suatu sistem kita perlu menganalisis berbagai komponen sistem proses
pembelajaran. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau
strategi pembelajaran, media atau evaluasi.
Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pembelajaran sesuai
dengan standar isi, kurikulum yang berlaku setiap satuan pendidikan adalah kurikulum berbasis
kompetensi. Dalam kurikulum yang demikian, tujuan yang diharapkan dapat dicapai adalah
sejumlah kompetensi yang tergambar baik dalam kompetensi dasar maupun dalam standar
kompetensi.
Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran. Dalam
konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering
terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Dalam kondisi
semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan.
Strategi atau metode adalah komponen yang juga mempunyai fungsi yang sangat
menentukan. Keberhasilan pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh komponen ini. Oleh karena
itu setiap guru perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dan strategi dalam
pelaksanaan proses pembelajaran.
Alat dan sumber, walaupun fungsinya sebagai alat bantu, akan tetapi memiliki peran yang
tidak kalah pentingnya. Dalam kemajuan teknologi seperti sekarang ini memungkinkan siswa
dapat belajar darimana saja dan kapan saja dengan memanfaatkan hasil-hasil teknologi. Oleh
karena itu, peran dan tugas guru bergeser dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran
sebagai pengelola sumber belajar.
---0---
BAB 4
Tujuan dan Standar Kompetensi
Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan yang
bertujuan. Sebagai kegiatan yang beertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa
hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian dalam
setting pembelajaran, tujuan merupakan pengikat segala aktifitas guru dan siswa. Oleh sebab itu,
merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang
program pembelajaran.
Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program
pembelajaran. Pertama, rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi
efektivitas proses pembelajaran. Keberhasilan itu merupakan indicator keberhasilan guru
merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
Kedua, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan
belajar siswa. Berkaitan dengan itu guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan
apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa belajar.
Keempat, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-
batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru bisa mengontrol sampai
mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan
kurikulum.
Atas dasar hal tersebut, maka setiap guru perlu memahami dan terampil merumuskan
tujuan pembelajaran.
B. Tingkatan Tujuan
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai
tujuan yang khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan
kompetensi. Tujuan pendidikandari yang bersifat umum sampai kepada tujuan khusus itu dapat
di klasifikasikan menjadi empat, yaitu :
2. Tujuan Institusional
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan.
Dengan kata lain tujuan ini didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap
siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program disuatu lembaga pendidikan
tertentu.
3. Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus
dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu
lembaga pendidikan.
Dalam kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi, tujuan yang harus
dicapai oleh siswa dirumuskan dalam bentuk kompetensi. Dalam konteks pengembangan
kurikulum, kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Sesuai dengan aspek-aspek di atas, maka tampak bahwa kompetensi sebagai tujuan dalam
kurikulum itu bersifat kompleks.
1. Kompetensi lulusan, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik
setelah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang atau satuan pendidikan tertentu.
2. Kompetensi standar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai setelah anak didik
menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu pada setiap jenjang pendidikan yang
diikutinya.
3. Kompetensi dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik dalam
penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang
pendidikan tertentu.
Dimuka telah dijelaskan bahwa tujuan institusional atau tujuan yang harus dicapai oleh
setiap lembaga pendidikan dirumuskan dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan institusional ini
harus dipahami dan dihayati oleh setiap guru, oleh karena tujuan ini merupakan dasar perumusan
tujuan-tujuan yang ada dibawahnya, yakni tujuan kurikuler dan tujuan pembelajaran.
Tujuan institusional dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yakni kemampuan yang harus
dicapai setelah siswa mengalami proses pembelajaran dalam satuan pendidikan tertentu.
4. Estetika;
Ada empat komponen pokok yang harus tampak dalam rumusan indikator hasil belajar
seperti yang digambarkan dalam pertanyaan berikut :
1. Siapa yang belajar, atau yang diharapkan dapat mencapai tujuan atau mencapai
hasil belajar itu ?
2. Tingkah laku atau hasil belajar yang bagaimana diharapkan dapat dicapai itu?
3. Dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu dapat ditampilkan?
4. Seberapa jauh hasil belajar itu bisa diperoleh?
Pertanyaan pertama berhubungan dengan subjek belajar. Penentuan subjek ini sangat
penting untuk menunjukkan sasaran belajar
Pertanyaan kedua berhubungan dengan tingkah laku yang harus muncul sebagai hasil
belajar setelah subjek mengikuti atau melaksanakan proses pembelajaran. Istilah-istilah tingkah
laku yang dapat diukur sehingga menggambarkan indikator hasil belajar itu diantaranya :
Mengidentifikasi (identify);
Menyebutkan (name);
Menyusun (construct);
Menjelaskan (describe);
Mengatur (order);
Membedakan (different).
Sedangkan istilah istilah untuk tingkah laku yang tidak terukur sehingga kurang tepat
dijadikan sebagai tingkah laku dalam tujuan pembelajaran karena tidak menggambarkan
indikator hasil belajar, misalnya :
Mengetahui;
Menerima;
Memahami;
Mencintai;
Mengira-ngira;
Pertanyaan ketiga berhubungan dengan kondisi atau dalam situasi dimana subjek dapat
menunjukkan kemampuannya.
Pertanyaan keempat berhubungan dengan standar kualitas dan kuantitas hasil belajar.
Artinya standar minimal yang harus dicapai oleh siswa.
Dari keempat kriteria atau komponen dalam merumuskan tujuan pembelajaran maka
sebaiknya rumusan tujuan pembelajaran mengandung unsur ABCD, yaitu Audience (siapa yang
harus memiliki kemampuan), Behavior (perilaku yang bagaimana yang diharapkan dapat
dimiliki), Condition (dalam kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukan
kemampuan sebagai hasil belajar yang telah diperolehnya) dan Degree (kualitas atau kuantitas
tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal).
---0---
BAB 5
Mengajar dan Belajar dalam Standar Proses Pendidikan
A. Pendahuluan
Hampir satu jam pelajaran seorang guru menghabiskan waktunya untuk menyampaikan
materi pelajaran kepada anak didiknya. Tentu saja materi yang ia sampaikan adalah materi yang
telah ia persiapkan pada malam harinya. Sebagian besar siswa sama sekali tidak merasa tertarik
dengan materi pelajaran yang disampaikannya. Karena mereka merasa bahwa apa yang
disampaikan sang guru sama persis dengan apa yang ada didalam buku yang telah mereka
pelajari dirumah. Oleh karena itulah mereka merasa gelisah selama mendengarkan penjelasan
guru. Diantara mereka ada yang asyik membaca buku, mengobrol dan ada juga yang mengantuk.
Memperhatikan gejala yang tidak mengenakan itu, guru segera bereaksi : “anak-anak
tolong perhatikan! Materi yang bapak sampaikan ini adalah materi yang sangat penting untuk
kalian kuasai. Nanti soal-soal ulangan tidak akan jauh dari apa yang bapak sampaikan. Oleh
karena itu, tolong perhatikan apa yang bapak sampaikan!” anak-anak diam sebentar, yang sedang
mengobrol segera menghentikan obrolannya, yang sedang membaca melipat buku bacaannya,
demikian juga yang sedang mengantuk melepas kantuknya. Sang guru segera melanjutkan
pembelajarannya, bertutur menyampaikan informasi.
Suara sedikit melemah, karena kehabisan energi, sehingga siswa yang duduk dibangku
bagian belakang tidak dapat menangkap apa yang diuraikan guru. Ini semua semakin membuat
bosan siswa. Mereka kembali dengan aktivitas semula: mengobrol, membaca, dan mengantuk.
“membosankan!" gerutu seorang siswa yang duduk dibelakang.
Hari ini memang membosankan, baik bagi guru maupun bagi siswa. Guru menganggap
anak didiknya bandel-bandel. Ia merasa disepelehkan oleh siswa yang tidak mau mendengarkan
penjelasannya. Demikian juga siswa, mereka merasa guru tidak mampu mengajar, karena ia
hanya menyampaikan informasi yang sebetulnya sudah merasa mereka kuasai. Oleh sebab itu,
ketika bel berbunyi tanda pelajaran berakhir, baik guru maupun siswa seakan-akan keluar dari
mimpi buruk yang menegangkan. Siswapun bersorak kegirangan menyambut bunyi bel,
sementara guru keluar dari kelas dengan langkah gotal karena kecapaian.
Bagaimana menurut anda, bijaksanakah tindakan guru yang demikian? Sebelum anda
menjawab pertanyaan tersebut marilah kita tinjau beberapa hal yang dilakukan guru dalam
proses belajar mengajar di atas.
Pertama, ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang
diajarkan sudah dipahami siswa atau belum. Kurangnya perhatian siswa seperti dalam peristiwa
belajar mengajar di atas, jelas disebabkan karena siswa sudah memahami informasi yang
disampaikan guru, sehingga mereka menganggap materi itu tidak penting lagi
Kedua, dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak siswa berpikir.
Komunikasi terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa siswa
menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan kemampuan
berpikir.
Ketiga, guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau
mendengarkan penjelasannya.
Keempat, guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai
pelajaran dibandingkan dengan siswa. Siswa dianggap sebagai “tong kosong” yang harus didisi
dengan sesuatu yang dianggapnya penting.
Keempat hal itu, merupakan kekeliruan guru dalam mengajar. Mengapa demikian? Mari
kita analisis keempat hal diatas.
Dalam pembelajaran, bukan hanya menyampaikan materi pelajaran akan tetapi melatih
kemampuan siswa untuk berpikir, menggunakan struktur kognitifnya secara penuh dan terarah.
Materi pelajaran mestinya digunakan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir bukan
tujuan. Mengajar yang hanya menyampaikan informasi akan membuat siswa kehilangan
motivasi dan konsentrasinya. Mengajar adalah mengajak siswa berpikir, sehingga melalui
kemampuan berpikir akan terbentuk siswa yang cerdas dan mampu memecahkan setiap
persoalan yang dihadapinya.
Proses pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Oleh sebab itu, apa yang dilakukan
oleh seorang guru seharusnya mengarah pada pencapaian tujuan. Apa bedanya seorang guru
dengan seorang penjual obat? Ya, perbedaannya terletak pada tujuan yang ingin dicapai. Walau
keduanya sama-sama bicara , tapi bicaranya penjual obat berbeda dengan bicaranya guru. Apa
yang keluar dari mulut penjual obat, tidak lebih dari keinginannya untuk menarik perhatian
orang, sedangkan apa yang keluar dari mulut seorang guru selalu diarahkan untuk mencapai
tujuan belajar yakni perubahan tingkah laku..
4. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai
pelajaran
Dewasa ini berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi
setiap orang bisa memperoleh pengetahuan lewat berbagai media. Dengan demikian kalau
sekarang ini ada guru yang menganggap dirinya paling pintar, paling menguasai sesuatu, itu
sangat keliru.
Di era informasi seperti sekarang ini seharusnya telah terjadi perubahan peranan guru.
Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar, akan tetapi lebih berperan sebagai
pengelola pembelajaran . dalam posisi semacam ini bisa terjadi guru dan siswa saling
membelajarkan.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru memegang peran yang sangat penting. Guru
menentukan segalanya. Mau diapakan siswa? Apa yang harus dikuasai siswa? Semuanya
tergantung guru. Oleh karena betapa pentingnya peran guru, maka biasanya proses pengajaran
hanya akan berlangsung manakala ada guru, dan tidak mungkin ada proses pembelajaran tanpa
guru.
Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai
materi pelajaran yang disampaikan guru.
Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Peran guru
berubah dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator. Artinya, guru lebih
banyak sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar.
Dalam konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, siswa tidak dianggap
sebagai organisme yang pasif yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi dipandang
sebagai organisme yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang.
Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk
mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu, dianggap
sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Minimal ada tiga alasan penting. Alasan inilah yang
menuntut perlu terjadinya perubahan paradigma mengajar dari mengajar hanya sebatas
menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar sebagai suatu proses mengatur lingkungan.
Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, tetapi mereka adalah organisme
yang sedang berkembang. Agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya,
dibutuhkan orang dewasa untuk mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan
berkembang secara optimal.
Ketiga hal di atas, menuntut perubahan makna dalam mengajar. Mengajar jangan
diartikan sebagai proses menyampaikan materi pelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-
banyaknya kepada siswa, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar
siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
D. Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan
Mengajar dalam makna konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar
menyampaika materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses megatur lingkungan
supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan
pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus
dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak , peradaban,
dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran itu perlu memberdayakan semua
potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Dari penjeasan di atas,
maka makna pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan ditunjukkan oleh beberapa
ciri yang dijelaskan sebagai berikut.
Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada pro-ses mencari dan
menemukan pengetahuan melalui interaksi antara inividu de-ngan lingkungan. Dalam
pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi
pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk
memperoleh pengetahuannya sendiri (Self regulated). Dengan kata lain, proses pembela-jaran
hendaknya merangsang siswa untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi sendiri sekali gus
mampu mengkonfirmasi sesuatu sesuai dengan proses ber-pikirnya sendiri.
Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas
pada dinding kelas. Hal ini berdasar pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan
selalui dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam proses mencapai
tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan. Manakala rintangan sudah dilalui-
nya, maka manusia akan dihadapkan pada tujuan atau masalah baru, untuk mencapai tujuan baru
itu manusia akan dihadapkan pada rintangan baru pula, yang kadang-kadang rintangan itu
semakin berat. Demikianlah siklus kehi-dupan dari mulai lahir sampai kematiannya manusia
akan senantiasa dihadap-kan pada tujuan dan rintangan yang terus menerus.
E. Teori-teori Belajar
Proses belajar pada hakekatnya juga merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat.
Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan.
Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala peruban perilaku yang tampak.
Misalnya, ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun sepertinya seorang
siswa memerhatikan dengan seksama sambil mengangguk-anggukan kepala, maka belum tentu
yang bersangkutan belajar.
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa teori yang dianggap sangat berpengaruh. Untuk
lebih memahami teori-teori belajar, dipersilahkan untuk membaca buku-buku yang khusus
membahas teori belajar seperti yang tercantum dalam daftar bacaan.
Teori belajar koneksionisme di kembangkan oleh Thorndike sekitar tahun 1913. Menurut
teori belajar ini, belajar pada hewan dan pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut
prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan
yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara
stimulus dan repons.
Seperti halnya Thorndike, Pavlov dan Watson yang menjadi tokoh teori ini juga percaya
bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau
pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu.
c. Operant Conditioning
Teori operant Conditioning yang dikembangkan oleh skinner merupakan pengembangan
dari teori stimulus respons. Skinner membedakan dua macam respons, yakni respondent respons
(reflextive response) dan operant respons (instrumental response). Respondent response adalah
respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Respon ini relatif tetap. Artinya,
setiap ada stimulus semacam itu akan muncul respons tertentu. Sedangkan operant response
adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.
a. Teori Gestalt
Menurut teori gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah
pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda
dengan teori behaviioristik yang menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis,
sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan insight.
b. Teori Medan
Teori ini dikembangkan oleh kurt lewin. Sama seperti teori Gestalt, teori medan
menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Beberapa hal yang berkaitan
proses pemecahan masalah menurut Lewin dalam belajar adalah:
c. Teori Konstruktivistik
Teori ini dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Pada dasarnya setiap
individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Pengetahuan yang di konsentrasi anak sebagai sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan
yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan
tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.
---0---
BAB 6
Strategi Pembelajarn Berorientasi Aktivitas Siswa
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara
penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan peperangan.
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities
design to archieves a particular educational goal (J.R.David, 1976). Jadi, dengan demikian
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan metode adalah
cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.
Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat juga istilah lain yang
kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar
merupakan penjabaran dari metode pembelajaran.
Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach).
Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan strategimaupun metode. Pendekatan dapat diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan
merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum.
Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau
tergantung pada pendekatan tertentu.
Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan
siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Roy Killen menyebutnya dengan strategi
pembelajaran langsung. Mengapa dikatakn strategi pembelajaran langsung ? sebab dalam strategi
ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa. Siswa tidak dituntut untuk mengolahnya.
Strategi belajar invidual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan
keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang
bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya disesain untuk belajar sendiri.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat
dibedakan antara strategi pembelajaran dedukatif dan strategi pembelajaran induktif. Strategi
pembelajaran dedukatif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari
konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau
bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan
menuju hal yang konkret. Sebaliknya dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang
dipelajari dimulai dari hal-hal konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa
dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar.
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses menambah informasi dan kemampuan baru.
Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus kita miliki oleh siswa, maka pada
saat itu juga kita semestinya strategi apa yang harus dlakukan agar semua itu dapa tercapai
secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, sebelum menentukan strategi pembelajaran yang
dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan.
1. Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekadar
menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses
mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
2. Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses inspiratif, yang memungkinkan siswa untuk mencoba
dan melakukan sesuatu.berbagai macam informasi dan proses pemecahan masalah dalam
pembelajaran bukan harga mati yang bersifat mutlak, tetapi merupakan hipotesis yang
merangsang siswa untuk mau dan mencobanya.
3. Menyenangkan
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa
yang dapat terwujud jika siswa terbebas dari rasa takut, dan menegangkan.
4. Menantang
Proses pembelajaran merupakan proses yang menantang bagi siswa untuk
mengembangkan kemampuan berfikir. Kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui rasa
ingin tahu siswa. Apapun yang dilakukan dan diberikan guru harus dapat merangsang siswa
untuk berfikir dan melakukan.
5. Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya
motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemampuan untuk belajar. Oleh karena itu,
membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses
pembelajaran.
Ada beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa. Pertama,
asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan
manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, social, maupun kedewasaan moral.
Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi
mencangkup seluruh potensi yang dimiliki anak didik.
Kedua, asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan. Asumsi tersebut
menggambarkan bahwa anak didik bukanlah objek yang harus dijejali dengan informasi, tetapi
mereka adalah subjek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran seharusnya diarahkan
untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak didik itu.
Ketiga, asumsi tentang guru adalah: (a) guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil
belajar peserta didik; (b) guru memiliki kemampuan professional dalam mengajar; (c) guru
mempunyai kode etik keguruan; (d) guru memiliki peran sebagai sumber belajar, pemimpin
dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.
Keempat, asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran adalah (a) bahwa proses
pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem; (b) peristiwa belajar akan
terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru; (c) proses
pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya
guna; (d) pengajaran member tekanan kepada proses dan produk secara seimbang; (e) inti proses
pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal.
PBAS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan
kepada aktifitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dari konsep tersebut, ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, dipandang dari sisi
proses pembelajaran , PBAS menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal, artinya PBAS
menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental, termasuk emosional dan aktifitas
intelektual. Kedua, dipandang dari sisi belajar, PBAS menghendaki hasil belajar yang seimbang
dan terpadu antara kemampuan intelektual, sikap, dan keterampilan. Artinya, dalam PBAS
pembentukan siswa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran.
Dari penjelasan diatas, PBAS juga sebagai salah satu bentuk innovasi dalam
memperbaiki kualitas proses belajar mengajar. Dan bertujuan untuk membantu peserta didik agar
bisa belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri.
Dalam implementas PBAS, guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang
bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi yg lebih penting adalah
bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh karena itu, penerapan PBAS menuntut guru
untuk kreatif dan invofatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan gaya
dan karakteristik belajar siswa.
Untuk itu ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru, diantaranya adalah :
a. Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum
kegiatan pembelajaran dimulai.
b. Menyusun tugas-tugas belajar bersama siswa.
c. Memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan.
d. Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya.
e. Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing, dan lain
sebagainya melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan.
f. Membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan.
Dalam kegiatan belajar mengajar PBAS diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan,
seperti mendengarkan, berdiskusi, memproduksi sesuatu, menyusun laporan, memecahkan
masalah, dan lain sebagainya. Keaktifan siswa itu ada yang langsung diamati, seperti
mengerjakan tugas, berdiskusi, mengumpulkan data dan lain sebagainya; akan tetapi ada yang
tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan menyimak.
Namun demikian, salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mengetahui apakah suatu
proses pembelajaran memiliki kadar PBAS yang tinggi, sedang atau lemah dapat kita lihat dari
kriteria penetapan PBAS dalam proses pembelajaran. Kriteria tersebut menggambarkan
sejauhmana keterlibatan siswa dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pembelajaran,
proses pembelajaran maupun dalam mengevaluasi hasil pembelajaran.
Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber belajar yang
diperlukan.
Keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar yang
tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan pembela-jaran.
Terjadinya interaksi yang multi arah baik antara siswa dengan siswa atau antara
guru dan siswa. Interaksi ini juga ditandai dengan keterli-batan semua siswa
secara merata. Artinya pembicaraan atau proses tanya jawab tidak didominasi oleh
siswa-siswa tertentu.
Kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan
berkenaan hasil belajar yang diperolehnya.
b. Sarana belajar
Keberhasilan implementasi PBAS juga dapat dipengaruhi oleh ketersedia sarana
belajar. Ketersediaan sarana itu meliputi ruang kelas dan seting tempat duduk siswa, media,
dan sumber belajar.
1) Ruang Kelas
Kondisi ruang kelas merupakan faktor yang menentukan keberhasilan penerapan PBAS.
Ruang kelas yang terlalu sempit, misalnya akan mempengaruhi kenyamanan siswa dalam
belajar. Demikian juga halnya dengan penataan kelas. Kelas yang tidak ditata dengan rapi,
tanpa ada gambar yang menyegarkan, ventilasi yang kurang memadai dan sebagainya akan
membuat siswa cepat lelah dan tidak bergairah dalam belajar.
c. Lingkungan Belajar
Lingkungan belajar merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan
PBAS. Ada dua hal yang termasuk kedalam faktor lingkungan belajar, yaitu lingkungan fisik
dan lingklungan psikologis. Lingkungan fisik meliputi keadaan dan kondisi sekolah, misalnya
jum-lah kelas, laboratorium, perpustakaan, kantin, kamar kecil yang tersedia; serta dimana lokasi
sekolah itu berada. Apabila sekolah berada di dekat terminal atau pasar yang bising, misalnya,
tentu saja akan mempengaruhi kenyamanan anak dalam belajar. Yang termasuk kedalam
lingkungan fisik ini juga adalah keadaan dan jumlah guru.
BAB 7
Metode dan Media Pembelajaran dalam Standar Proses Pendidikan
Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti,
metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah diterapkan. Berikut ini disajikan
beberapa metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk memimplementasikan strtegi
pembelajaran.
1. Ceramah
Metode caramah dapat diartikan sebagai cara penyajian pelajaran melalui penuturan
secara lisan atau penjelasan secara langsung kepada sekelompok siswa.
Metode ceramah meraupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap
guru maupun instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga
adanya faktor kebiasaan baik dari guru ataupun siswa.
Ada beberapa alasan mengapa ceramah sering digunakan. Alasan ini sekaligus
merupakan keunggulan metode ini.
Agar metode ceramah berhasil maka ada beberapa hal yang harus dilakukan baik pada
tahap pearsiapan maupun tahap pelaksanaan.
1) Tahap persiapan
Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.
Menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan.
Mempersiapkan alat bantu.
2) Tahap Pelaksanaan
b) Langkah penyajian
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan cara
bertutur. Agar ceramah kita berkualitas sebagai metode pembelajaran, maka guru harus
menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi pembelajaran yang sedang
disampaikan. Untuk menjaga perhatian ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh sswa. Oleh sebab itu
sebaiknya guru tidak menggunakan istilah-istilah yang kurang populer.
Sajikan materi pembelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat agar mudah
ditangkap oleh siswa.
Tanggapilah respons siswa dengan segera. Artinya, sekecil apapun respons siswa
harus kita tanggapi.
Jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar. Kelas yang
kondusif memungkinkan siswa tetap bersemangat dan penuh motivasi untuk
belajar.
2. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu. baik
sebenarnya atau hanya sekedar tiruan.
3. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu
permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan,
menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membentuk
suatu keputusan.
Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran.
Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini
permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Pengatur
jalannya diskusi adalah guru. Kedua, diskusi kelompok kecil. Pada diskusi ini siswa dibagi
dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3 - 7 orang. Proses pelaksanaan diskusi
ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa submasalah. Setiap kelompok
memecahkan submasalah yang disampaikan guru. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap
kelompok.
Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar
mengajar.
1) Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam
memberikan gagasan dan ide - ide.
2) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap
permasalahan.
3) Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di
samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang
memiliki keterampilan berbicara.
2) Kadang - kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.
3) Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang
direncanakan.
4) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak
terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat
mengganggu iklim pembelajaran.
b. Jenis-jenis Diskusi
1) Diskusi kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah
yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi.
2) Diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok -
kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3 - 5 orang. Pelaksanaannya dimulai
dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut
dibagi - bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil.
Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.
3) Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang
dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk
memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para penyaji memberikan
pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan
pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya.
4) Diskusi panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang
panelis yang biasanya terdiri dari 4 - 5 orang di hadapan audiens. Diskusi panel
berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara
langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau para panelis yang sedang
melaksanakan diskusi.
1) Langkah persiapan
Merumuskan tujuan yang akan dicapai, baik tujuan yang bersifat umum
maupun tujuan khusus.
Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
2) Pelaksanaan diskusi
3) Menutup Diskusi
4. Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan.
Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan
menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.
1) Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi yang
sebenarnya kelak; baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun menghadapi
dunia kerja.
2) Simulasi dapat mengembangkan krwativitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi
kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.
3) Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4) Memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi
berbagai situasi sosial yang problematis.
5) Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran.
1) Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan
kenyataan di lapangan.
2) Pengelolaan yang kurang baik. sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga
tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempenggaruhi siswa dalam
melakukan simulasi.
b) Jenis-jenis simulasi
1) Sosiodrama
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak
dari permasalahan-permasalahan psikologis.
3) Role playing
Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari
simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, actual, atau kejadian
yang mungkin muncul pada masa mendatang.
c) Langkah-langkah simulasi
1) Persiapan simulasi
Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi.
Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus
dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa
yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
2) Pelaksanaan simulasi
3) Penutup
Melakukan diskusi baik tentang jalannnya simulasi maupun materi cerita yang
disimulasikan.
Merumuskan kesimpulan.
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, dalam salah satu proses komunikasi
melibatkan tiga komponen pokok. Yaitu, komponen pengirim pesan (guru), komponen penerima
pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri biasanya materi pelajaran. Kadang-kadang dalam
proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Untuk menghindari semua itu, maka guru
dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media dan sumber
belajaran.
Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Media
pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan
pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi dan
Breidle alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan
maka merupakan media pembelajaran.
Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi
siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut
pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale Ini pada saat ini dianut secara
luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh
pengalaman belajar secara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran
bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses erbuatan atau mengalami
sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan
proses mendengarkan melalui bahawa. Semakin konkret siswa mempelajari ahan pengajaran,
contohnya me3lalui penglaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh
siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya
mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.
Selanjutnya uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan dalam kerucut
pengalaman tersebut akan dijelaskan berikut ini.
a. Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai hasil dari
aktivitas sendiri. Siswa mengalami, pencapaian tujuan.
b. Penglaman tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda atau kejadian yang
dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya.
c. Pengalaman melalui drama, yaitu penglaaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi
yang diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan scenario yang sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
d. Pengalaman melalui demonstrasi adalah teknik penyampaian informasi melalui
peragaan.
e. Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu
objek yang ingin dipelajari melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung,
mencatat, dan bertannya tentang hal-hal yang dikunjungi.
f. Pengalaman melalui peeran. Pemeran adalah usaha untuk menunjukkan hasil karya.
g. Penglaman melalui televise merupakan pengalaman tidak langsung, sebab televise
merupakan perantara.
h. Pengalamann melaui gambar hidup dan film. Gambar hidup atau film merupakan
rangkaian gambar mati yang diproyaksikan pada layer dengan kecepatan tertentu
i. Penglaaman melalui radio, tape recorder dan gambar.
j. Pengalaman melalui lambang-lambang visual seperti grafik, gambar, dan bagan.
k. Penglaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak
Memperhatikan penjelasan diatas maka secara khusus media pembelajaran memiliki fungsi dan
berperan untuk :
1) Media auditif
2) Media visual
3) Media audio visual
b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi kedalam :
1) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi.
2) Media yang mempunyai daya liput yang terbatasoleh ruang dan waktu seperti film
dan slide.
c. Dilihat dari cara atau teknik pemakainnya, media dapat dibagi kedalam :
1) Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi den sebagainya.
2) Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto lukisan, radio dan lain
sebagainya.
Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pada setiap kegiatan
belajar mengajar adalah bahwa media digunakan dan diarahkan untuk mempermudah siswa
belajar dalam upaya memahami materi pelajaran.
Agar media pembelajaran benar-benar digunakan untuk membelajarkan siswa, maka ada
sejumlah prinsip ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, diantaranya:
a. Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
c. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa.
6. Sumber belajar
Yang dimaksud dengan sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan
oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Beberapa sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh guru khususnya dalam setting
proses pembelajaran di dalam kelas diantaranya adalah :
a. Manusia sumber
Manusia merupakan summer utama dalam proses pembelajaran. Dalam usaha pencapaian
tujuan pembelajaran, guru dapat memanfaaatkannya dalam setting proses belajar
mengajar.
b. Alat dan bahan pengajaran
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu guru sedangkan bahan
pengajaran adalah segala sesuatu yang mengandung pesan ang akan disampaikan kepada
siswa.
c. Berbagai aktifitas dan keadaan
Yang dimaksud aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja dirancang oleh guru untuk
memfasilitsi kegiatan belajar siswa seperti kegiatan diskusi, demonstrasi, simulasi,
melakukan percobaan, dan lain sebagainya.
d. Lingkungan atau setting
Adalah segala sesuatu yang dapat memungkinkan siswa belajar. Misalnya, gedung
sekolah, perpustakaan laboratorium, taman, kantin sekolah, dan lain sebagainya.
---0---
BAB 8
Strategi Pembelajaran Ekspositori
A. Pendahuluan
Strategi pembelajaran ekspositori ini menekankan kepada proses bertutur. Materi
pelajaran sengaja diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah menyimak
untuk menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru.
Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya dengan yang akan dan harus
dipelajari siswa (overview).
Apabila guru menginginkan agar siswa memiliki gaya model intelektual tertentu,
misalnya agar siswa dapat mengingat bahan pelajaran sehingga ia akan dapat
mengungkapkannya kembali manakala diperlukan.
Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan, artinya dipandang
dari sifat dan jenis materi pelajaran memang materi pelajaran itu hanya mungkin dapat
dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru, misalnya materi pelajaran
hasil penelitian berupa data-data khusus.
Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topik tertentu. Misalnya, materi
pelajaran yang bersifat pancingan untuk meningkatkan morivasi belajar siswa.
Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk
kegiatan praktek.
Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru perlu
menjelaskan untuk seluruh siswa.
Jika guru akan mengajar pada sekolompok siswa yang rata-rata memiliki kemampuan
rendah.
Jika lingkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang berpusat pada siswa,
misalnya tidak adanya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Jika guru tidak memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang
berpusat pada siswa.
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan diantaranya adalah:
a) Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif
b) Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai
c) Bukalah file dalam otak siswa
2. Penyajian (presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan
persiapan yang telah dilakukan. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan langkah ini.
a) Penggunaan bahasa
b) Intonasi suara
c) Menjaga kontak mata dengan siswa
d) Menggunakan joke-joke yang menyegarkan
3. Korelasi (Correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman
siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya
dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
4. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang
telah disajikan.
5. Mengaplikasikan (Application)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak
penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajarn
ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang
penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa.
2. Kelemahan
Di samping memiliki keunggulan, strtategi ekspositori juga memiliki kelemahan
diantaranya
a. Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang
memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik..
b. Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik
perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat dan bakat serta perbedaan
gaya belajar.
c. Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan
interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
d. Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang
dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat,
antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur
(berkomukasi), dan kemampuan mengelola kelas.
e. Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu
arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman
siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula.
Memperhatikan beberapa kelemahan di atas, maka sebaiknya dalam melaksanakan
stgrategi ini, guru perlu persiapan yang matang baik mengenai materi pelajaran yang akan
disampaikan maupun mengenai hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kelancaran proses
presentasi.
---0---
BAB 9
Strategi Pembelajaran Inkuiri
A. Pendahuluan
2. Prinsip interaksi
3. Prinsip bertanya
5. Prinsip keterbukaan
1. Orientasi
2. Merumuskan masalah
3. Mengajukan hipotesis
4. Mengumpulkan data
5. Menguji hipotesis
6. Merumuskan kesimpulan
E. Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial
Menurut Bruce Joyce, inkuiri sosial merupakan strategi pembelajaran dari kelompok
sosial (social family) subkelompok konsep masyarakat. Subkelompok ini didasarkan pada
asumsi bahwa metode pendidikan bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal
yang dapat hidup dan dapat mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itulah
siswa harus diberi pengalaman yang memadai bagaimana caranya memecahkan persoalan-
persoalan yang muncul di masyarakat.
SPI merupakan salah satu srategi pembelajaran yang dianggap baru khususnya di
indonesia. Sebagai suatu strategi baru, dalam penerapannya terdapat beberapa kesulitan.
Pertama, SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir
yang berdasarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya. Yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Selama ini guru yang sudah terbiasa dengan pola pembelajaran sebagai proses menyampaikan
informasi yang lebih menekankan kepada hasil belajar, banyak yang masih keberatan untuk
mengubah pola mengajarnya. Bahwa ada guru yang menganggap bahwa SPI sebagai strategi
yang tidak mungkin dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan budaya dan sistem pendidikan
diindonesia.
Kedua, sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa bahwa belajar pada dasarnya
adalah menerima meteri pelajaran dari guru, dengan demikian bagi mereka guru adalah sumber
belajar yang utama. Karena budaya belajar semacam itu sudah terbentuk dan menjadi kebiasaan.
Maka akan sulit mengubah pola belajar mereka dengan menjadikan belajar sebagai proses
berpikir
modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman.
2. Kelemahan
a. Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol
kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Srategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentuakan.
---0---
BAB 10
Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM)
A. Pendahuluan
Dalam penerapan strategi ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menetapkan topik masalah, walaupun sebenarnya guru sudah mempersiapkan apa yang harus
dibahas. Proses pembelajaran diarahkan agar siswa dapat menyelesaikan masalah secara
sistematis dan logis.
Dilihat dari aspek psikologi belajar SPBM bersandarkan pada psikologi kognitif yang
berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses
interaksi secara sadar antar invidu dengan lingkungannya.
Dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk
mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM merupakan strategi
yang memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada
kenyataannya setiap masalah manusia akan selalu dihadapkan kepada masalah. SPBM inilah
diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu
strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Kita
menyadari selama ini kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang
diperhatikan oleh setiap guru.
Untuk mengimplementasikan SPBM guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki
permasalahn yang dapat dipecahkan. Permasalahn itu dapat diambil dari buku teks atau dari
sumber-sumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar.
Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan
kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan.
Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan, atau kecemasan.
Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang
bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu
sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Di bawah ini diberikan kriteria pemilihan bahan
pelajaran dalam SPBM.
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa
bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap
siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang
banyak (universal), sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.
D. Tahap-tahap SPBM
Banyak ahli yang menjelaskan banyak penerapan SPBM. John Dewey seorang ahli
berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah SPBM yang kemudian dia namakan metode
pemecahan masalah (problem solving), yaitu:
1. Merumuskan masalah
2. Menganalisis masalah
3. Merumuskan hipotesis
4. Mengumpulkan data
5. Pengujian hipotesis
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah
David Johnson & Johnson mengemukakan ada 5 langkah SPBM melalui kegiatan kelompok.
1. Mendefinisikan masalah
2. Mendiagnosis masalah
3. Merumuskan alternatif strategi
4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan
5. Melakukan evaluasi
Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa bentuk
SPBM yang dikemukakan para ahli, maka secara umum SPBM bisa dilakukan dengan langkah-
langkah:
1. Menyadari Masalah
Implementasi SPBM harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus
dipecahkan. Mungkin pada tahap ini siswa dapat menemukan kesenjangan lebih dari satu,
akan tetapi guru dapat mendorong siswa agar menentukan satu atau dua kesenjangan
yang pantas untuk dikaji baik melalui kelompok besar atau kelompok kecil atau bahkan
individual.
2. Merumusakan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dicari dari kesenjangan, selanjutnya difokuskan
pada masalah apa yang pantas untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting, sebab
selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah
dan berkaitan dengan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya.
Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah siswa dapat
menentukan prioritas masalah.
3. Merumuskan Hipotesis
Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan
induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh
ditinggalkan. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah siswa
dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan.
4. Mengumpulkan Data
Sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah
merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, dalam tahapan ini siswa didorong
untuk mengumpulkan data yang relevan.
5. Menguji Hipotesis
Berdasarkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan hipotesis mana yang
diterima dan mana yang ditolak. Kemampuan yang diharapakan dari siswa dalam tahapan
ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat
hubungannya dengan masalah yang dikaji. Di samping itu, diharapkan siswa dapat
mengambil dan kesimpulan.
6. Menentukan Pilihan Penyelesaian
Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses SPBM. Kemampuan yang
diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang
memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan
terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat
yang akan terjadi pada setiap pilihan.
E. Keunggulan dan Kelemahan SPBM
1. Keunggulan
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata
pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti
oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
g. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis
dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus
belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
2. Kelemahan
BAB 11
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
A. Pendahuluan
Dalam SPPKB, materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa. Akan tetapi,
siswa di bimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis
yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa.
B. Hakikat dan Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan
Kemampuan Berpikir (SPPKB)
Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian diatas. Pertama, SPPKB adalah
model pembelajaran yang bertumpu pada perkembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan
yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah bukan sekadar siswa dapat menguasai sejumlah materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide
melalui kemampuan berbahasa secara verbal.
Ketiga, sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-
masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.
Pembelajaran adalah proses interaksi baik antara manusia dengan manusia ataupun
antara manusia dengan manusia dengan lingkungan.
Dilihat dari bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh manusia, dapat didekati dari
dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan rasional dan empiris. Rasionalisme
menyatakan bahwa pengetahuan menunjuk kepada objek dan kebenaran itu merupakan akibat
deduksi logis. Aliran rasionalis menekankan pada rasio, logika, dan pengetahuan deduktif.
Berbeda dengan aliran rasionalis, aliran empiris lebih menekankan kepada pentingnya
pengalaman dalam memahami setiap objek. Aliran ini memandang bahwa semua kenyataan
itu diketahui melalui indra dan kriteria kebenaran itu adalah kesesuaian dengan pengalaman.
Dengan demikian, pandangan empirisme menekankan kepada pengalaman dan pengetahuan
induktif.
Dalam proses pembelajaran berpikir, pengetahuan tidak diperoleh hasil transfer dari
orang lain. Akan tetapi pengetahuan diperoleh melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,
pengalaman dan lingkungan yang ada. Suatu pengetahuan dianggap benar manakala pengetahuan
tersebut berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang muncul.
Aliran konstruktivisme menganggap bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer begutu saja dari
seseorang kepada orang lain, tetapi harus di interpretasikan sendiri oleh masing-masing individu.
Oleh sebab itu, model pembelajaran berpikir menekankan kepada aktivitas siswa untuk mencari
pemahaman akan objek, menganalisis, dan mengkonstruksinya sehingga terbentuk pengetahuan
baru dalam diri individu.
Landasan psikologis SPPKB adalah aliran psikologis kognitif. Menurut aliran kognitif,
belajar pada hakikatnya merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral. Sebagai
peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi
yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang menggerakkan fisik itu. Sebab manusia
selamnya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong
manusia untuk berperilaku.
Dalam perspektif psikologi kognitif sebagai landasan SPPKB, belajar adalah proses aktif
individu dalam membangun pengetahuan dan pencapaian tujuan. Artinya, proses belajar tidaklah
tergantung kepada pengaruh dari luar, tetapi sangat tergantung kepada individu yang belajar
(student centered).
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu
kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir.
Artinya, belum tentu seseorang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami memiliki
kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan berpikir seseorang sudah pasti diikuti
oleh kemampuan mengingat dan memahami.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka SPPKB bukan hanya sekedar model pembelajaran
yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai data, fakta, atau
konsep akan tetapi bagaimana data, fakta dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk
melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan memecahkan suatu problem.
E. Karakteristik SPPKB
1. Proses pembelajaran pada SPPKB menekankan pada proses mental siswa secara
maksimal.
SPP bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekadar mendengar dan
mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir.
2. SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus.
Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir
itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi
sendiri.
3. SPPKB adalah model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama
pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar.
Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil
belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan dan penguasaan materi
pembelajaran baru.
Ada perbedaan pokok antara SPPKB dengan pembelajaran yang selama ini banyak
dilakukan guru. Perbedaan tersebut adalah :
1. SPPKB menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, artinya peserta didik berperan
aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali pengalamannya sendiri;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional peserta didik ditempatkan sebagai objek
belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
2. Dalam SPPKB, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui penggalian
pengalaman setiap siswa; sedangkan dalam pembelajaran konvensioanal pembelajaran
bersifat teoritis dan abstrak.
3. Dalam SPPKB, perilaku dibangun atas kesadaran diri, sedangkan dalam pembelajaran
konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan.
4. Dalam SPPKB, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran SPPKB adalah kemampuan berpikir melalui
proses menghubungkan antara pengalaman dengan kenyataan; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah penguasaan materi pembelajaran.
6. Dalam SPPKB, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri; sedangkan
dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku didasarkan oleh faktor dari luar
dirinya.
7. Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai
dengan pengalaman yang dialaminya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak
mungkin.
8. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir
untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteria keberhasilan ditentukan oleh proses dan
hasil belajar; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran
biasanya diukur dari tes.
SPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam belajar. Hal ini sesuai
dengan hakikat SPPKB yang tidak hanya mengharapkan peserta didik sebagai objek belajar yang
hanya duduk mendengarkan penjelasan guru. Ada 6 tahap dalam SPPKB sebaga berikut :
1. Tahap orientasi
Pada tahap ini guru mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan
pembelajaran.
2. Tahap pelacakan
Tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai
dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan.
3. Tahap konfrontasi
Tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan
dan pengalaman siswa.
4. Tahap inkuiri
Tahapan terpenting dalam SPPKB. Pada tahap inilah siswa belajar berpikir yang
sesungguhnya. Melalui tahapan ini, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang
dihadapi.
5. Tahap akomodasi
Tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan.
6. Tahap transfer
Tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Pada
tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan pokok pembahasan.
BAB 12
Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK)
A. Pendahuluan
Kelompok merupakan konsep yang penting dalam kehidupan manusia, karena sepanjang
hidupnya manusia tidak akan terlepas dari kelompoknya. Kelompok dalam konteks pembelajaran
dapat diartikan sebagai kumpulan dua orang invidu atau lebih yang berinteraksi secara tatap
muka, dan setiap individu menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompoknya,
sehingga mereka merasa memiliki, dan saling ketergantungan secara positif yang digunakan
untuk mencapai tujuan bersama.
Dari konsep diatas maka jelas, dalam proses pembelajaran kelompok setiap anggota
kelompok akan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama pula.
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan belajar yang telah dirumuskan.
Ada empat unsur penting dalam SPK, yaitu : (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya
aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang
harus dicapai.
Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok
belajar. Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang
terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota kelompok. Upaya
belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya yang telah dimiliki
maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap
maupun keterampilan. Aspek tujuan dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami
sasaran setiap kegiatan belajar.
Salah satu dari strategi dari model pembelajaran kelompok adalah strategi pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan
sistem pengelompokan/tim kecil. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika
kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.
Jadi, hal yang menarik dari SPK adalah adanya harapan selain memiliki dampak
pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik juga mempunyai dampak
pengiring sebagai relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga
diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang
lain.
1. Karakteristik SPK
Pembelajaan kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran lain. Perbedaan itu dapat
dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam
kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian
penguasaan bahan pelajaran. Tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi
tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif.
Slavin, Abrani, dan Chambers (1996) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat
di jelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif
perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Berikut adalah karakteristik strategi
pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk
mencapai tujuan. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan
oleh keberhasilan tim.
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang
tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama.
Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijlaskan dibawah ini.
Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-
masing membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Membagi tugas sesuai
dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan
kemampuan anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas
kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan mana kala ada anggota yang tidak dapat
menyelesaikan tugasnya, dan ini semua memerlukan kerjasama yang baik dari
masing-masing anggota kelompok.
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap
anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling
membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga
kepada setiap anggota kelompok yang bekerja sama, menghargai setiap perbedaan-
perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota dan mengisi
kekurangan masing-masing.
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan
berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam
kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu, sebelum melakukan kooperatif guru perlu
membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi.
Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu: (1)
penjelasan materi, (2) belajar dalam kelompok, (3) penilaian, dan (4) pengakuan tim.
1. Penjelasan Materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi
pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.
2. Belajar dalam Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran,
selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah
dibentuk sebelumnya.
3. Penilaian
Penilaian dalam SPK bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan
baik secara individual maupun secara kelompok.
4. Pengakuan Tim
Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling
berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.
1. Keunggulan SPK
a. Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat
menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari
berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
c. SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab
dalam belajar.
e. SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi
akademik sekaligus kemampuan sosial.
f. Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
2. Keterbatasan SPK
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu. Sangat tidak
rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami
filsafat cooperative learning.
b. Ciri utama dari SPK adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika
tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari
guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan
dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun
demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan
adalah prestasi setiap individu siswa.
d. Keberhasilan SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan
periode waktu yang cukup panjang.
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan yang sangat penting untuk siswa, akan
tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan
secara individual.
BAB 13
Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)
A. Pendahuluan
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan
kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
Dibawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan kedua model tersebut, dilihat dari
konteks tertentu.
1. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam
setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi
pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek
belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
2. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja
kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi. Sedangkan dalam pembelajaran
konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat,
dan menghafal materi pelajaran.
3. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara rill; sedangkan
dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
4. Dalam CTL, kemampuan didasarkan pada pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran
konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan
dalam pembelajaran konvensional, tujuan akhir adalah nilai atau angka.
6. Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri; sedangkan
dalam pembelajaran konvensional, tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor
dari luar dirinya.
7. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan
pengalaman yang yang dialaminya. Dalam pembelajaran konvensional hal ini tidak
mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena
pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
8. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan
mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran
konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
9. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan
setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran
konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
10. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka
dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
E. Peran Guru dan Siswa dalam CTL
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam
dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam
pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya
sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai sistem penindasan.
F. Asas-asas CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang
melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkala
asas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Selanjutnya ketujuh asas ini akan dijelaskan di
bawah ini.
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
2. Inkuiri
Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui
proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari
mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
3. Bertanya
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan sesorang dalam berpikir.
4. Masyarakat Belajar
Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
melalui kerja sama dengan orang lain.
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan
menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
5. Pemodelan
Yang dimaksud dengan asas pemodelan (modeling) adalah proses pembelajaran dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa.
6. Refleksi
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang
telah dilaluinya.
7. Penilaian Nyata
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Misalkan pada suatu hari guru akan membelajarkan anak tentang fungsi pasar.
Kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami fungsi dan jenis
pasar. Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan beberapa indikator hasil belajar:
1. Siswa dapat menjelaskan pengertian pasar.
2. Siswa dapat menjelaskan jenis-jenis pasar.
3. Siswa dapat menjelaskan perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dengan pasar
nontradisional.
4. Siswa dapat menyimpulkan tentang fungsi pasar.
5. Siswa bisa membuat karangan yang ada kaitannya dengan pasar.
Dari model pembelajaran seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka tampak bahwa
proses pembelajaran sepenuhnya ada pada kendali guru. Siswa diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi. Pengalaman belajar siswa terbatas, hanya sekedar mendengarkan. Melalui pola
pembelajaran semacam itu, maka jelas faktor-faktor psikologis anak tidak berkembang secara
utuh, misalnya mental dan moivasi belajar siswa.
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi-kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses
pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL.
3) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
b. Inti
Dilapangan
2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang
telah mereka tentukan sebelumnya.
Didalam kelas
c. Penutup
1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil kegiatan observasi.
2) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka
dengan tema “pasar”.
Pada CTL untuk dapat mendapatkan pemahaman konsep, anak mengalami langsung
dalam kehidupan nyata di masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat dan menerima
informasi dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan.
BAB 14
Strategi Pembelajaran Afektif
A. Pendahuluan
Strategi pembelajaran afektif berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan
keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam.
Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki seseorang. Sikap merupakan
refleksi dari nilai yang dimiliki. Oleh karenanya, pendidikan sikap pada dasarnya adalah
pendidikan nilai.
Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi,
tidak dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik
dan buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil dan sebagainya.
Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai pada peserta didik
yang diharapkan siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan
tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh skinner melalui
teorinya operant conditioning. Proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang dilakukan
Watson berbeda dengan proses pembiasaan yang dilakukan Skinner. Pembentukan sikap yang
dilakukan Skinner menekankan pada proses peneguhan respon anak. Setiap kali menunjukkan
prestasi yang baik diberikan penguatan dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang
menyenangkan. Lama-kelamaan, anak berusaha meningkatkan sifat positifnya.
2. Modeling
Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu
pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh.
Proses penanaman sikap anak terhadap suatu objek melalui proses modeling pada
mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu
dilakukan. Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita harus telaten terhadap tanaman; atau
mengapa kita harus berpakaian bersih. Hal ini dilakukan agar sikap tertentu yang muncul benar-
benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.
Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang
mengandung konflik atau situasi yang problematis. Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat
mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik. Dibawah ini disajikan beberapa
model strategi pembelajaran pembentukan sikap.
1. Model Konsiderasi
Model konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis. Model ini
menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya
adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Dengan
demikian, pembelajaran sikap pada dasarnya adalah membantu anak agar dapat
mengembangkan kemampuan untuk bisa hidup bersama secara harmonis, peduli, dan
merasakan apa yang dirasakan orang lain.
a. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri.
Artinya pertimbangan moral didasarkan pada pandangan secara individual tanpa menghiraukan
rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat. Pada tingkat prakonvensional ini terdiri atas
dua tahap.
Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi.
b. Tingkat Konvensional
Pada tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu-masyarakat.
Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa perilaku itu harus sesuai dengan norma-norma
dan aturan yang berlaku di masyarakat.
Pada tahap ini ditandai dengan setiap perilaku yang ditampilkan individu didorong oleh
keinginan untuk memenuhi harapan orang lain.
Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada dorongan untuk memenuhi harapan
orang lain yang dihormatinya, akan tetapu didasarkan pada tuntutan dan harapan mayarakat.
c. Tingkat Postkonvensional
Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma-norma
masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-nilai
yang dimilikinya secara individu.
Pada tahap ini perilaku individu didasarkan pada kebenaran yang diakui oleh masyarakat.
Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT
dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan
menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses
menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses
pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang
dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya,
sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama
yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru.
VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral VCT bertujuan:
1. Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.
3. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan
diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa.
Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung
diarahkan untuk pembentukan intelektual. Dengan demikian, keberhasilan proses pendidikan dan
proses pembelajaran di sekolah ditentukan oleh kriteria kemampuan intelektual. Akibatnya,
upaya yang dilakukan setiap guru diarahkan kepada bagaimana agar anak dapat menguasai
sejumlah pengetahuan sesuai dengan standar isi kurikulum yang berlaku oleh karena kemampuan
intelektual identik dengan penguasaan materi pelajaran.
Kedua, sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan sikap seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses
pembiasaan maupun modeling bukan hanya ditentukan oleh faktor guru, tetapi juga faktor-faktor
lain terutama faktor lingkungan. Artinya, walaupun di sekolah guru berusaha memberikan contoh
yang baik, akan tetapi manakala tidak didukung oleh lingkungan anak baik lingkungan sekolah
maupun lingkungan masyarakat, maka pembentukan sikap akan sulit dilaksanakan.
Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda
dengan pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui
setelah proses pembelajaran berakhir, maka keberhasilan dari pembentukan sikap baru dapat
dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan
internalisasi nilai yang memerlukan proses yang lama.
Dari pembahasan mengenai rangkuman buku strategi pembelajaran ini, maka dapat diperoleh
manfaat sebagai berikut :
5. Dapat mengerti kondisi anak didiknya karna bisa menerapkan model pembelajaran
yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi peserta didik.
Adapun kelebihan dan kekurangan dalam buku strategi pembelajaran ini menurut saya
pribadi adalah dari segi pembahasan materi setiap bab sudah sangat baik karena dalam setiap bab
sudah dilengkapi dengan pendahuluan sebagai pengenalan materi, lalu pembahasan materinya
sudah sangat baik, jelas dan mudah dipahami. Dari segi pembahasan materinya juga sudah
sangat baik karena kajian mengenai strategi pembelajarannya sudah sangat dalam, di perjelas
lagi dengan teori-teori dari para ahli sebagai acuan dalam pembahasan teori tersebut. Adapun
kekurangan dari buku strategi pembelajaan ini menurut saya pribadi tidak terlalu banyak,
seharusnya buku ini memuat lebih banyak lagi jenis-jenis strategi pembelajaran dan model-
model pembelajaran yang ada sekarang ini sehingga akan lebih memberluas lagi wawasan kita
mengenai ragam jenis strategi pembelajaran yang bisa kita gunakan untuk di terapkan dalam
pembelajaran di kelas.
Berikut ini beberapa komentar atau pendapat saya pribadi mengenai buku strategi pembelajaran
yang sudah dibahas dalam rangkuman ini, yaitu sebagai berikut :
1. Buku strategi pembelajaran ini sangat bagus karena mengulas mengenai bergamai
macam strategi pembelajaran yang sangat baik untuk digunakan dalam pemeblajaran
peserta didik di kelas.
2. Buku strategi pembelajaran ini sangat bagus karena memberikan petunjuk tentang
bagaimana cara menentukan strategi pembelajaran yang cocok untuk diterapkan
dikelas sesuai dengan kondisi belajar siswa
PENUTUP
Demikianlah pemaparan mengenai buku strategi pembelajaran ini yang telah saya
rangkum menjadi lebih sederhana dalam rangkuman buku strategi pembelajaran ini. Tujuan dari
rangkuman buku ini adalah untuk lebih menyingkat dan menyederhanakan lagi materi yang
dibahas dalam buku strategi pembelajaran supaya tidak terlalu panjang lebar sehingga para
pembaca akan lebih mudah dalam mempelajari gagasan-gagasan inti yang terdapat dalam buku
strategi pembelajaran. Harapanya semoga rangkuman buku strategi pembelajaran ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam bidang kajian strategi pembelajaran. Apabila
dalam penyusunan rangkuman buku strtegi pembelajaran ini masih terdapat banyak kesalahan
penulisan ejaan, kata, maupun istilah-istilah lainnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Karena didunia ini tidak ada sesuatu yang paling sempurna kecuali kesempurnaan itu hanya
miliki oleh Allah Swt semata. Sekian dan terimakasih.