Anda di halaman 1dari 16

Enterpreneur Campus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.Y DENGAN CEDERA KEPALA


SEDANG DI RUANG IGD RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO

Disusun Oleh
Nama : Selgia Siahaya
Nim : 2008079

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2021
TINJAUAN PUSTAKA CEDERA KEPALA

A. Laporan Pendahuluan Medis

1. Pengertian
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang
menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau
gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran dan dapat menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan
otak (Sezanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2013).
2. Penyebab /Faktorpredisposisi
Penyebab cedera kepala antara lain (Rosjidi, 2007):
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
c. Cedera akibat kekerasan.
d. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak.
e. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
f. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek
otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
3. Klasifikasi
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek, secara
praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:

a. Mekanisme cedera kepala


Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil/motor, jatuh
atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau
tusukan.Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera
termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
b. Beratnya cedera
Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera
kepala.
1) Cedera kepala ringan (CKR) GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran
(pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde, Tidak ada
kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2) Cedera kepala sedang (CKS) GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia
retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak.
3) Cedera kepala berat (CKB) GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam, juga meliputi kontusio
serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
c. Morfologi cedera
Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:
1) Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT-Scan untuk memperjelas garis
frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda
tersebut antara lain : ekimosis periorbital (Raccoon eye sign), ekimosis retro
aurikuler (Battle`sign), kebocoran cairan serebrosspinal (CSS) (rhonorrea,
ottorhea) dan Parese nervus facialis ( N VII ).

2) Lesi intracranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis
lesi sering terjadi bersamaan. Cedera otak difus umumnya menunjukkan
gambaran CT-Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita
sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya
koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksonal Difus (CAD).
a) Perdarahan epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi
pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri
meningea media. Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar
dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini
disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist
unilateral yang diikuti oleh timbulnya gejala neurologi yang secara
progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala
herniasi transcentorial. Perdarahan epidural difossa posterior dengan
perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan
menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral
dan paresis nervus kranialis. Ciri perdarahan epidural berbentuk
bikonveks atau menyerupai lensa cembung
b) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi dari pada perdarahan epidural
(kira-kira 30% dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi
akibat robeknya vena vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri
dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga
akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural
biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak
dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dari pada
perdarahan epidural.
c) Kontusio dan perdarahan intraserebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal,
walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan
cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari
atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral.
d) Cedera difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi
dan deselerasi. Cedera ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi
pada cedera kepala.
4. Patofisiologi
Proses patofisiologi cedera otak dibagi menjadi dua yang didasarkan pada asumsi
bahwa kerusakan otak pada awalnya disebabkan oleh kekuatan fisik yang lalu diikuti
proses patologis yang terjadi segera dan sebagian besar bersifat permanen. Dari
tahapan itu, Arifin (2002) membagi cedera kepala menjadi dua :
a. Cedera otak primer
Cedera otak primer (COP) adalah cedera yang terjadi sebagai akibat langsung
dari efek mekanik dari luar pada otak yang menimbulkan kontusio dan laserasi
parenkim otak dan kerusakan akson pada substantia alba hemisper otak hingga
batang otak.
b. Cedera otak sekunder
Cedera otak sekunder (COS) yaitu cedera otak yang terjadi akibat proses
metabolisme dan homeostatis ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan
kompartement cairan serebrosspinal (CSS) yang dimulai segera setelah trauma
tetapi tidak tampak secara klinis segera setelah trauma. Cedera otak sekunder ini
disebabkan oleh banyak faktor antara lain kerusakan sawar darah otak, gangguan
aliran darah otak, gangguan metabolisme dan homeostatis ion sel otak, gangguan
hormonal, pengeluaran neurotransmitter dan reactive oxygen species, infeksi dan
asidosis. Kelainan utama ini meliputi perdarahan intrakranial, edema otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan kerusakan otak.
Cedera kepala menyebabkan sebagian sel yang terkena benturan mati atau
rusa irreversible, proses ini disebut proses primer dan sel otak disekelilingnya
akan mengalami gangguan fungsional tetapi belum mati dan bila keadaan
menguntungkan sel akan sembuh dalam beberapa menit, jam atau hari. Proses
selanjutnya disebut proses patologi sekunder. Proses biokimiawi dan struktur
massa yang rusak akan menyebabkan kerusakan seluler yang luas pada sel yang
cedera maupun sel yang tidak cedera. Secara garis besar cedera kepala sekunder
pasca trauma diakibatkan oleh beberapa proses dan faktor dibawah ini :
1) Lesi massa, pergeseran garis tengah dan herniasi yang terdiri dari : perdarahan
intracranial dan edema serebral
2) Iskemik cerebri yang diakibatkan oleh : penurunan tekanan perfusi serebral,
hipotensi arterial, hipertensi intracranial, hiperpireksia dan infeksi,
hipokalsemia/anemia dan hipotensi, vasospasme serebri dan kejang.
Proses inflamasi terjadi segera setelah trauma yang ditandai dengan aktifasi
substansi mediator yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah, penurunan aliran
darah, dan permeabilitas kapiler yang meningkat. Hal ini menyebabkan
akumulasi cairan (edema) dan leukosit pada daerah trauma. Sel terbanyak yang
berperan dalam respon inflamasi adalah sel fagosit, terutama sel leukosit
Polymorphonuclear (PMN), yang terakumulasi dalam 30 - 60 menit yang
memfagosit jaringan mati. Bila penyebab respon inflamasi berlangsung melebihi
waktu ini, antara waktu 5-6 jam akan terjadi infiltrasi sel leukosit mononuklear,
makrofag, dan limfosit. Makrofag ini membantu aktivitas sel polymorphonuclear
(PMN) dalam proses fagositosis (Riahi, 2006).
Inflamasi, yang merupakan respon dasar terhadap trauma sangat berperan
dalam terjadinya cedera sekunder. Pada tahap awal proses inflamasi, akan terjadi
perlekatan netrofil pada endotelium dengan beberapa molekul perekat Intra
Cellular Adhesion Molecules-1 (ICAM-1). Proses perlekatan ini mempunyai
kecenderungan merusak/merugikan karena mengurangi aliran dalam
mikrosirkulasi. Selain itu, netrofil juga melepaskan senyawa toksik (radikal
bebas), atau mediator lainnya (prostaglandin, leukotrin) di mana senyawa-
senyawa ini akan memacu terjadinya cedera lebih lanjut. Makrofag juga
mempunyai peranan penting sebagai sel radang predominan pada cedera otak
(Hergenroeder, 2008).
5. PengkajianKeperawatan
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
c. Pemeriksaan fisik
1) Sistem respirasi: Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).
2) Kardiovaskuler: Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh peningkatan
tekanan intracranial (TIK).
3) Kemampuan komunikasi: Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau
afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
4) Psikososial: Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien
dari keluarga.
5) Aktivitas/istirahat: Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan, perubahan
kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam berjalan (ataksia),
cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
6) Sirkulasi: Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi), perubahan
frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
7) Integritas Ego: Perubahan tingkah laku/kepribadian, mudah tersinggung,
delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive dan depresi.
8) Eliminasi: buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK) mengalami
inkontinensia/disfungsi.
9) Makanan/cairan: Mual, muntah, perubahan selera makan, muntah (mungkin
proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
10) Neurosensori: kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan
pengecapan/pembauan, perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon
terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta
pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap
sentuhan / gerakan.
11) Nyeri/Keyamanan: sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
wajah menyeringa, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah
12) Keamanan: Trauma/injuri kecelakaan, fraktur dislokasi, gangguan
penglihatan, gangguan range of motion (ROM), tonus otot hilang kekuatan
paralysis, demam, perubahan regulasi temperatur tubuh.
13) Penyuluhan/Pembelajaran: Riwayat penggunaan alcohol/obat-obatan
terlarang
d. Pemeriksaan penunjang
1) Computed Temografik Scan (CT-Scan) (tanpa/denga kontras) :
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Sama dengan Computed Temografik
Scan (CT-Scan) dengan atau tanpa kontras.
3) Angiografi serebral: Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pengeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
4) Electroencephalogram (EEG) : Untuk memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis.
5) Sinar-X : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6) Brain Auditory Evoked Respons (BAER): Menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
7) Positron Emission Tomography (PET): Menunjukan perubahan aktifitas
metabolisme pada otak.
8) Fungsi lumbal, cairan serebrosspinal (CSS): Dapat menduka kemungkinan
adanya perdarahan subarachnoid.
9) Gas Darah Artery (GDA) : Mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan tekanan intracranial (TIK).
10) Kimia /elektrolit darah : Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan
dalam peningkatan tekanan intracranial (TIK)/perubahan mental.
11) Pemeriksaan toksikologi: Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran.
12) Kadar antikonvulsan darah: dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup efektif untuk mengatasi kejang
6. DiagnosaKeperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,
neurovaskuler, kerusakan medula oblongata neuromaskuler
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran
urine dan elektrolit meningkat
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan melemahnya
otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan
e. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat traksi
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan
kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan
g. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran,
peningkatan tekanan intra kranial
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan penurunan
keseadara.
i. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan kulit
kepala.
7. Evaluasi
Evaluasi pada asuhan keperawatan dilakukan SOAP
 S (Subjektif) : informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
 O (Objektif) : informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
 A (Analisis) : adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi.
 P (Planing) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
Daftar Pustaka

o Baughman, Diane C. dan Joann C. Hackley. 2003. Keperawatan Medikal


Bedah Buku Saku Dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
o Pascual, J. L., LeRoux, P. D., dan Gracias, V. H. 2008. Injury To The Brain
dalam Trauma : Contemporary Principles and Therapy. Philadelphia:
Lippincot
o Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
ProsesProses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
o Rosjidi, C. H. 2007. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Cedera Kepala.
Yogyakarta : Adana Media
o Sastrodiningrat, A. G. 2006. Memahami Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Prognosa Cedera Kepala Berat. Majalah Kedokteran Nusantara. 39
o Smeltzer, Sezanne C. & Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan medical bedah
(8thed). Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
 
PENGKAJIAN
A.    IDENTITAS KLIEN
Nama klien                      : Ny. Y
Usia                                 : 35 thn
Jenis kelamin                   : Perempuan
Tanggal masuk                 : 23-03-2021 Jam 13.00 WIB
No Register                      : 53229XX
Diagnosa medik               : Cidera Kepala Sedang (CKS)

B.     KELUHAN UTAMA/ALASAN MASUK RS


P              : Pasien dibawa ke IGD setelah mengalami kecelakaan lalu lintas
Q             : Pasien tampak lemah
R           : terlihat jejas pada kepala bagian frontal dan oksipital, luka robek pada femur
dextra berukuran 20 cm x 5 cm x 2 cm dengan perdarahan masif
S              : Hasil pengkajian didapatkan data terdengan suara gurgling, RR 33x/m
irregular, dangkal, terlihat ada retraksi dinding dada, nadi 130x/m, irregular,
lemah, SPO2 89% , akral teraba dingin
T        : Saat dilakukan pengkajian pasien saat diberi penekanan pada ujung kuku
mengeluarkan suara yang tidak jelas, terlihat ada respon mata, dan terlihat
tangan ditarik saat diberikan rangsangan nyeri. Pupil mata saat diberi
rangsangan cahaya mengecil dengan diameter 2 mm isokor

C.    PENGKAJIAN PRIMER


a.      AIRWAY
jalan nafas : tidak paten
obstruksi : terdapat sumbatan jalan nafas
suara nafas : gurgling
suspek cervical injury :-
reflek mual muntah :-
masalah keperawatan : bersihan jalan nafas tidak efektif
b.       BREATHING
nafas :
gerakan dinding dada : simetris
RR : 33 x/menit
Sesak nafas : ada
Retraksi otot bantu nafas : ada retraksi dinding dada
Pernafasan cuping hidung :-
Pernafasan :
Irama nafas : dangkal
Pola nafas : irreguler
Masalah keperawatan : gangguan pertukaran gas
c.       CIRCULATION
Nadi : teraba
Frekuensi : 130 x/menit
Tekanan darah : 90/60 Mmhg
Pucat : Ya
Sianosis : Ya
CRT :
Akral : dingin
Pendarahan : Masif
Turgor :
Riwayat kehilangan cairan berlebih :
masalah keperawatan : resiko gangguan sirkulasi spontan

d.  DISABILITY
kesadaran : Somnolen
GCS : E2V3M4
Pupil : Isokor
Repleks Cahaya : Positif
Repleks Fisiologis :
Repleks Patologis :
masalah keperawatan :
e. EKSPOSURE/ENVIRONMENT/EVENT
deformitas :-
contusio : jejas pada kepala bagian frontal dan
oksipital, dan jejas pada abdomen
abrasi :-
penetrasi :-
laserasi : luka robek pada femur dekstra berukuran
20cm x 5 cm x 2 cm
edema :-
masalah keperawatan : gangguan integritas jaringan

D.    PENGKAJIAN SEKUNDER


a.      Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dibawa ke rumah sakit pada pagi hari dengan kondisi post traffic injury.
Didapatkan hasil pemeriksaan,kesadaran somnolen, Auskultasi suara napas
terdengar gurgling, RR 33 x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 130 x/menit,
bibir terlihat sianosis, SpO2 90%, akral teraba dingin,terdapat jejas pada kepala
bagian frontal dan oksipital, ada luka robek pada femur dextra berukuran 20cm x 5
cm x 2 cm dan jejas pada abdomen
b.      Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah masuk rumah sakit.
c.       Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang memiliki
penyakit menular maupun keturunan.
d.       Anamnesa singkat
Alergi : Tidak terkaji
Medikasi :-
Nyeri : Tidak terkaji
Terakhir kali makan : pukul 9 malam
Penyebab injury : post traffic injury
e.       Pemeriksaan head to toe
kepala dan wajah
kepala : Terdapat jejas pada kepala bagian frontal dan oksipital, tidak ada
ketombe, persebaran rambut merata,warna rambut hitam

wajah: Bentuk wajah simetris, tidak ada acne, mata simetris kanan dan kiri, pupil
saat diberi rangsang cahaya mengecil dengan diameter 2 miosis isokor reflek kedip
(+) reflek cahaya (+), mukosa bibir sianosis.
Leher : Tidak ada edema, tidak ada bendungan vena jugularis, arteri karotis teraba

Dada :
I: Bentuk dada simetris, terlihat ada retraksi dinding dada.
P: Tactil vocal premitus teraba.
P : Tidak terkaji
A : Vesikuler

Abdomen dan Pinggul :


I : Abdomen simetris, bentuk datar, terlihat jejas
A : Peristaltic usus 9x/menit
P : Tidak terkaji
P : Tidak terkaji

Pelvis dan Perineum : Tidak terkaji

Ekstermitas :
Atas : Akral dingin, turgor kulit elestis, nadi 130x/menit, terpasang infuse RL di
punggung tangan kiri.
Bawah : Warna kulit pucat, tidak ada farises, terdapat luka robek pada femur
dekstra.

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG


a.      Pemeriksaan radiologi                               :-
b.      Pemeriksaan lab darah                              : -
c.       Pemeriksaan penunjang lainnya               : -

F.     TERAPI MEDIS


 
ANALISA DATA
 
No Tgl /jam Symtom Etiologi Problem
1. 23-03-2021 DS : Cedera kepala Bersihan Jalan
13.00 WIB Nafas tidak efektif
DO:
 Aulkutasi suara nafas
gurgling
 Sianosis
 Frekuensi nafas
berubah ( 33x/m)
 Pola nafas berubah
(Irreguler,dangkal ,
retraksi dinding dada)
 Bunyi paru vesikuler
2. 23-03-2021 DS: Ketidakseimba Gangguan
13.00 WIB ngan ventilasi pertukaran gas
DO : – perfusi
 Kesadaran menurun
- Takikardia
- Bunyi nafas tambahan
(aulkutasi nafas
gurgling)
- Sianosis
- Pola nafas
abnormal( irregular,
dangkal)
- Spo2 90%
- Suhu : 36 %
3. 23-03-2021 DS: Kekurangan Resiko gangguan
13.00 WIB volume cairan sirkulasi spontan
DO:
- Takikardia
- Perdarahan masif

4. 23-03-2021 DS : Faktor mekanis Gangguan


13.00 WIB (luka post intergitas jaringan
DO: traficc injury)
- Jejas pada kepala
bagian frontal dan
oksipital
- Luka robek pada
femur dekstra
berukuran 20 cm X 5
cm X 2 cm
- Jejas abdomen

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA


 
NO TGL/JAM DIAGNOSA PRIORITAS
1 23-03-2021 Bersihan Jalan Nafas tidak efektif Aktul
13.00WIB b.d Cedera kepala d.b.d data objektif
Aulkutasi suara nafas gurgling,
Sianosis, Frekuensi nafas berubah
( 33x/m), Pola nafas berubah
(Irreguler,dangkal , retraksi dinding
dada) ,Bunyi paru vesikuler.
2 23-03-2021 Gangguan pertukaran gas b.d Aktual
13.00 WIB Ketidakseimbangan ventilasi –
perfusi d.b.d Kesadaran menurun
,Takikardia ,Bunyi nafas tambahan
(aulkutasi nafas
gurgling),Sianosis ,Pola nafas
abnormal( irregular, dangkal), Spo2
90% ,Suhu : 36 %
3 23-03-2021 Resiko gangguan sirkulasi spontan Resiko
13.00 WIB b.d Kekurangan volume cairan d.b.d
Takikardia, Perdarahan masif
4 23-03-2021 Gangguan intergitas jaringan b.d Promosi
13.00WIB Faktor mekanis (luka post traficc
injury) d.b.d Jejas pada kepala
bagian frontal dan oksipital,Luka
robek pada femur dekstra berukuran
20 cm X 5 cm X 2 cm, Jejas
abdomen

RENCANA KEPERAWATAN

N0 TGL/JAM TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI


DP HASIL
1. 23-03- Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas
2021 keperawatan 3x24 jam di 1. Monitor pola nafas
13.10 WIB harapkan bersihan jalan nafas 2. Monitor bunyi nafas
tidak efektif meningkat dengan 3. Lakukan penghisapan
Kriteria hasil : lendir kurang dari 15
1. Produksi sputum detik
menurun(5) 4. Lakukan hiperoksigenasi
2. Sianosis menurun (5) sebelum penghisapan
3. Frekuensi napas membaik endotrakeal
(5)
4. Pola nafas (5) Pemantauan respirasi
1. Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
2. Auskultasi bunyi nafas
3. Monitor saturasi oksigen
4. Dokumentasi hasil
pemantauan
5. 23-03- Setelah dilakukan asuhan Terapi oksigen
2021 keperawatan 3x24 jam di 1. Monitor kecepatan aliran
13.15 WIB harapkan pertukaran gas oksigen
meningkat dengan kriteria hasil : 2. Monitor posisi alat terapi
1. Bunyi nafas tambahan oksigen
menurun (5) 3. Pertahankan kepatenan
2. Takikardia membaik (5) jalan nafas
3. Sianosis membaik (5) 4. Monitor efektifitas terapi
4. Pola napas membaik (5) oksigen
5. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
6. Bersihkan sekret pada
mulut,hidung dan trakea
6. 23-03- Setelah dilakukan asuhan Resusitasi cairan
2021 keperawatan 3x24 jam di 1. Identifikasi kelas syock
13.15 WIB harapkan risiko gangguan untuk estimasi kehilangan
sirkulasi spontan meningkat
dengan kriteria hasil : darah
1. Tingkat kesadaran 2. Monitor status oksigen
meningkat (5) 3. Monitor output cairan
2. Frekuensi nadi menurun tubuh
(5) 4. Pasang jalur iv berukuran
3. Tekanan darah meningkat besar
(1) 5. Kolaborasi penentuan
4. Frekuensi napas menurun jenis dan jumlah cairan
(5) 6. Kolaborasi pemberian
5. Saturasi oksigen produk darah.
meningkat (1)

7. 23-03- Setelah dilakukan asuhan Perawatan luka


2021 keperawatan 3x24 jam di 1. Monitor karakteristik luka
08.00 WIB harapkan intergritas kulit dan 2. Monitor tanda tanda
jaringan meningkat dan infeksi
penyembuhan luka meningkat 3. Cukur rambut di sekitar
dengan kriteria hasil : daerah luka
1. Kerusakan jaringan 4. Bersihkan dengan cairan
menurun (5) NaCl atau pembersih
2. Kerusakan lapisan kulit nontosik sesuai kebutuhan
menurun menurun (5) 5. Pasang balutan sesuai
3. Perdarahan menurun (5) jenis luka
4. Penyatuan kulit meningkat 6. Jelaskan tanda dan gejala
(5) infeksi
5. Penyatuan tepi luka 7. Kolaborasi pemberian
meningkat (5) antibiotik

Anda mungkin juga menyukai