Anda di halaman 1dari 57

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

A. KOMPETENSI INTI
1. Kompetensi Inti (KI 1):
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Kompetensi Inti (KI 2):
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Kompetensi Inti (KI 3):
Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian
yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Kompetensi Inti (KI 4):
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR PENYAMPAIANNYA
(GANJIL)
Kompetensi Dasar Indikator
1.1 Menghayati kebenaran dan
kebesaran Allah melalui al-Asma’
al-Husna; al-afuww, al-Rozaaq,
al-Malik, al-Hasiib, al-Hadi, al-
Khalik dan al-Hakim.
1.2 Menghayati nilai-nilai positif
dari tasamuh (toleransi), musawah
(persamaan) derajat, tawasuth
(moderat), dan ukhuwwah
(persaudaraan).
1.3 Menghayati dampak buruk
sifat tercela yang harus dihindari;
nifaq, keras hati, dan ghadab
(pemarah).
1.4 Menghayati adab Islam dalam
bergaul dengan orang yang sebaya
yang lebih tua, yang lebih muda
dan lawan jenis.
1.5 Menghayati keteladanan sifat-sifat
sufistik Imam Hanafi, Imam
Malik, Imam Asy-Syafei dan
Imam Ahmad bin Hanbal.
2.1 Mengamalkan keluhuran budi
saling memaafkan dan peduli
sebagai cermin yang terkandung
dalam al-Asma’ al-Husna; al-
afuww, al-Rozaaq, al-Malik, al-
Hasiib, al-Hadi, al-Khalik dan al-
Hakim.
2.2 Mengamalkan sikap tasamuh
(toleransi), musāwah
(persaamaan derajat), tawasuth
(moderat), dan ukhuwwah
(persaudaraan) dalam kehidupan
sehari-hari.
2.3 Mengamalkan sikap jujur,
tanggung jawab, dan santun
sebagai cermin dari pemahaman
sifat tercela nifāq (munafik), gaḍab
(marah) dan qaswah al-qalb (keras
hati).
2.4 Mengamalkan sikap jujur dan
santun sebagai bentuk
pemahaman tentang etika Islam
dalam bergaul dengan sebaya,
yang lebih tua, yang lebih muda
dan lawan jenis.
2.5 Mengamalkan sikap takwa, wara,
zuhud, sabar, dan ikhlash yang
mencerminkan sifat-sifat kesufian
Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafi’i dan Imam Ahmad
bin Hanbal
3.1 Menganalisis makna dan upaya Peserta didik mampu:
meneladani al-Asma` al-Ḥusna; al- 3.1.1 Menjelaskan pengertian
Afuww, al-Rozzaq, al-Malik, al- sifat-sifat Allah dalam al-
Hasib, al-Hadi, al-Khalik dan al- Asma’ al-Husna.
Hakim. 3.1.2 Menjelaskan dalil yang
mencerminkan sifat-sifat
Allah dalam al-Asma’ al-
Husna
3.1.3 Menjelaskan makna al-
Asma’ al-Husna dalam
penerapan kegiatan sehari-
hari.

3.2 Menganalisis makna, pentingnya, Peserta didik mampu:


dan upaya memiliki sikap tasamuh 3.2.1 Menjelaskan pengertian
(toleransi), musawah (persaamaan sikap toleransi, persamaan
derajat), tawasuth (moderat), derajat, moderat, dan
ukhuwwah (persaudaraan). persaudaraan.
3.2.2 Menjelaskan kejadian dan
peristiwa yang
mencerminkan toleransi,
persamaan derajat, moderat,
dan persaudaraan.
3.2.3 Menjelaskan nilai, urgensi
dan upaya sikap tasamuh
toleransi, persamaan derajat,
dan persaudaraan.

3.3 Menganalisis konsep, penyebab, Peserta didik mampu:


dan cara menghindari sifat 3.3.1 Menjelaskan pengertian
tercela nifaq, keras hati, dan sifat nifaq (munafik), gadab
ghadab (pemarah) (marah) dan qaswah al-qalb
(keras hati).
3.3.2 Menjelaskan dalil peristiwa
yang mencerminkan sifat
nifaq (munafik), gadab
(marah) dan qaswah al-qalb
(keras hati).
3.3.3 Menjelaskan cara mengatasi
peristiwa yang
mencerminkan sifat nifaq,
keras hati, pemarah.
3.4 Menganalisis adab Islam dalam Peserta didik mampu:
bergaul dengan sebaya, yang 3.4.1 Menjelaskan pengertian adab
lebih tua, yang lebih muda dan pergaulan sehari-hari.
lawan jenis. 3.4.2 Menjelaskan dalil tentang
adab pergaulan sehari-hari.
3.4.3 Menjelaskan macam-macam
etika bergaul.
3.5 Mengevaluasi kisah kesufian Peserta didik mampu:
Imam Hanafi, Imam Malik, 3.5.1 Menjelaskan sejarah singkat
Imam Asy-Syafel dan Imam kisah-kisah dari empat imam
Ahmad bin Hanbal. mazhab fikih.
3.5.2 Menjelaskan kisah-kisah
sufistik dari empat imam
mazhab fikih.
4.1 Menyajikan hasil analisis tentang Peserta didik mampu:
makna dan upaya meneladani al- 4.1.1 Menyajikan analis tentang
Asma’ al-Husna; al-Afuww, al- sikap yang mencerminkan
Rozaaq, al-Malik, al-Hasiib, al- sifat-sifat Allah dalam al-
Hadi, al-Khalik dan al-Hakim. Asma’ al-Husna.
4.2 Menyajikan hasil analisis tentang Peserta didik mampu:
makna, pentingnya, dan upaya 4.2.1 Mengatasi permasalahan
tasamuh (toleransi), musawah yang memuat sikap
(persamaan derajat), tawasuth toleransi, persamaan
(moderat), dan ukhuwwah derajat, moderat, dan
(persaudaraan) dalam menjaga persaudaraan.
keutuhan NKRI. 4.2.2 Mengelola permasalahan
untuk mendapatkan solusi
dengan sikap toleransi,
persamaan derajat, moderat
dan persaudaraan dalam
menjaga keutuhan NKRI.
4.3 Memaparkan hasil analisis Peserta didik mampu:
tentang konsep, penyebab, dan 4.3.1 Menyajikan pemaparan
cara menghindari sifat tercela hasil analisis peristiwa yang
nifaq, keras hati dan ghadab mencerminkan sifat nifaq
(pemarah). (munafik), gadab (marah)
dan qaswah al-qalb (keras
hati).
4.3.2 Merumuskan konsep
tentang sifat nifaq
(munafik), gadab (marah)
dan qaswah al-qalb (keras
hari).
4.4 Menyajikan hasil analisis tentang Peserta didik mampu:
adab Islam dalam bergaul dengan 4.4.1 Menyimulasikan etika
sebaya, yang lebih tua, yang bergaul dalam Islam.
lebih muda dan lawan jenis. 4.4.2 Merumuskan konsep etika
bergaul dalam Islam.
4.5 Menilai kisah kesufian Imam Peserta didik mampu:
Hanafi, Imam Malik, Imam Asy- 4.5.1 Menyajikan ragam sikap
Syafei dan Imam Ahmad bin dan sifat sufistik dari empat
Hanbal dalam kehidupan sehari- imam mazhab fikih.
hari untuk teladan kehidupan 4.5.2 Mengatasi masalah dengan
sehari-hari. bersuri teladan pada sikap
dan sifat sufistik dari empat
imam mazhab fikih.

C. MATERI PEMBELAJARAN

BAB I
Al-Asma’ Al-Husna
1. Pengertian al-Asma` al-Ḥusna; al-Afuww, al-Rozzaq, al-Malik, al-Hasib,
al-Hadi, al-Khalik dan al-Hakim.
 Pengertian Al Pengertian Al-Afuww
Kata al-Afuww, terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf ‘ain, fa`
dan wauw. Maknanya yaitu meninggalkan sesuatu dan memintanya.
Dari sini lahir kata ‘afwu yang berarti meninggalkan sanksi terhadap
yang bersalah (memaafkan). Dalam beberapa kamus kata afwu berarti
menghapus, membinasakan dan mencabut akar sesuatu.1
Kata al-‘Afuww berarti Allah Maha memafkan kesalahan hambanya.
Pemaafan Allah tidak hanya tertuju pada mereka yang bersalah secara
tidak sengaja atau melakukan kesalahan yang tidak diketahui,
melainkan pemaafan secara universal diberikan kepada semua hamba-
Nya bahkan sebelum mereka meminta maaf.
 Maha Pemberi Rezeki (Ar-Razaqq)
Kata Ar-Razzaq terambil dari akar kata ra`, za`, dan qaf, berarti rezeki
atau penghidupan. Dalam KBBI, rezeki berarti sesuatu yang dipakai
untuk memelihara kehidupan, dapat berupa makanan, nafkah, dan hal-
hal lain. kata ar-Razzāq adalah Dia yang menciptakan rezeki
dan menciptakan yang memberi rezeki, serta Dia pula yang
mengantarnya kepada mereka dan menciptakan sebab-sebab sehingga
mereka dapat menikmatinya. 2
 Maha Penguasa (Al-Malik)
Kata al-Malik secara umum diartikan raja atau penguasa. Kata al-
Malik terdiri dari huruf mim, lam, dan kaf yang rangkaiannya
mengandung arti kekuatan dan kesahihan. Imam al-Ghazali
menjelaskan arti al-Malik ialah Dia yang tidak butuh pada sesuatu dan
Dia adalah yang dibutuhkan. Dia adalah Penguasa dan Pemilik secara
mutlak segala hal yang ada.
 Maha Mencukupi dan Maha Pembuat Perhitungan (Al-Hasib)
Kata al-Ḥasib berakar kata dari huruf ḥa`, sin, dan ba` mempunyai arti
menghitung dan mencukupkan. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa
al-Hasib merupakan Dia yang mencukupi siapa yang

1
Ahmad Djazuli, Ilmu Fiqih Penggalian Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), 101.
2
Ibid, 123
mengandalkannya. Sifat ini tidak disandang kecuali Allah SWT
sendiri, karena Allah saja lah yang dapat mencukupi dan diandalkan
oleh semua makhluk.
 Maha Pemberi Petunjuk (Al-Hadi)
Kata al-Hadi berakar kata dari huruf ha`, dal, dan ya` berarti tampil ke
depan untuk member petunjuk dan menyampaikan dengan lemah
lembut. Imam al-Ghazali menjelaskan makna al-Hadi berarti Dia yang
Maha memberikan petunjuk kepada makhluk-Nya untuk mengenal
diri-Nya.
 Maha Pencipta (Al-Khaliq)
Kata al-Khaliq berakar kata dari huruf kha’, lam, dan qaf berarti
mengukur dan menghapus. Makna ini lalu mengalami perluasan
antara lain dengan arti menciptakan dari tiada dan menciptakan tanpa
suatu contoh terlebih dahulu. Nama al-Khaliq memiliki makna bahwa
Allah Maha pencipta segala sesuatu.
 Maha Bijaksana (Al-Hakim)
Kata al-Ḥakim berakar dari huruf ḥa`, kaf, dan mīm berarti bijaksana.
Nama al-Ḥakim menunjukkan bahwa Allah Mahabijaksana atas segala
sesuatu. Dengan kebijaksanaan-Nya, Allah memberikan manfaat dan
kemudahan makhluk-Nya atau menghalangi dan menghindarkan
terjadinya kesulitan bagi makhluk-Nya.3
2. Dalil yang mencerminkan sifat-sifat Allah dalam al-Asma’ al-Husna

 Al-Afuww, Allah SWT berfirman :

ِ ‫اسَتَزهَّلُ ُم الشَّْي ٰط ُن بَِب ْع‬ ِ ِ ِ ِ


‫ض َما‬ ْ ‫ا َّن الَّذيْ َن َت َولَّْوا مْن ُك ْم َي ْو َم الَْت َقى اجْلَ ْم ٰع ِنۙ امَّنَا‬
‫َك َسُب ْوا ۚ َولََق ْد َع َفا ال ٰلّهُ َعْن ُه ْم ۗ اِ َّن ال ٰلّهَ َغ ُف ْوٌر َحلِْي ٌم‬

3
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002), 150.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara
kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan
itu, sesungguhnya mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan
sebagian kesalahan (dosa) yang telah mereka perbuat (pada masa
lampau), tetapi Allah benar-benar telah memaafkan mereka. Sungguh,
Allah maha Pengampun, Maha Penyantun”. (QS. Al-Imran [3]: 155).4

 Al-Razzaq, Allah SWT berfirman :

‫ني‬ِ ِ َّ ‫إِ َّن ٱللَّهَ ُه َو‬


ُ ‫َّاق ذُو ٱلْ ُق َّوة ٱلْ َمت‬
ُ ‫ٱلرز‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang
mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”

 Al-Malik, Allah SWT berfirman :

َ ‫ان ِمن قَب ِْل أَن يُ ْق‬


َ ‫ض ٰ ٓى إِلَ ْي‬
‫ك‬ ِ ‫ق ۗ َواَل تَ ْع َجلْ بِ ْٱلقُرْ َء‬ ُّ ‫ك ْٱل َح‬
ُ ِ‫فَتَ ٰ َعلَى ٱهَّلل ُ ْٱل َمل‬
‫َوحْ يُهۥُ ۖ َوقُل رَّبِّ ِز ْدنِى ِع ْل ًما‬

Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan


janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum
disempurnakan mewahyukannya. kepadamu, dan katakanlah: "Ya
Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" (QS Thaha;
144)
 Al-Hasib, Allah SWT berfirman :

ُ‫َو َم ْن يَت ََو َّكلْ َعلَى هَّللا ِ فَه َُو َح ْسبُه‬

Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya


Allah akan mencukupkan (keperluan)Nya.” (Qs. Ath Thalaq: 3.)
 Al-Hadi, Allah SWT berfirman :
ِ َ‫ك ه ِاديا َّون‬ ِ ِ ِ ِ
‫ص ۡيًرا‬ َ ‫َو َك ٰذل‬
ً َ َ ِّ‫ك َج َعلۡنَا ل ُك ِّل نَىِب ٍّ َع ُد ًّوا ِّم َن ۡال ُمجۡ ِرميۡ َ‌نؕ َو َك ٰفى بَرب‬

4
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2010), 112.
Artinya: “Begitulah, bagi setiap nabi, telah Kami adakan musuh dari
orang-orang yang berdosa. Tetapi cukuplah Tuhanmu menjadi
pemberi petunjuk dan penolong.” (QS. Al-Furqan Ayat 31).
 Al-Khalik, Allah SWT berfirman :

‫ص ِّو ُر ۖ لَهُ ٱأْل َ ْس َمٓا ُء ْٱل ُح ْسن َٰى ۚ يُ َسبِّ ُح لَ ۥهُ َما فِى‬
َ ‫ئ ْٱل ُم‬ ُ ِ‫هُ َو ٱهَّلل ُ ْٱل ٰخَ ل‬
ِ َ‫ق ْٱلب‬
ُ ‫ار‬
‫ض ۖ َوهُ َو ْٱل َع ِزي ُز ْٱل َح ِكي ُم‬ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬ ِ ‫ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
Artinya: “Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang
membentuk rupa, yang mempunyai asmaaul husna. bertasbih kepada-
nya apa yang di langit dan bumi. dan dialah yang maha perkasa lagi
maha bijaksana.” (QS Al-Hashr [59] : 24).

 Al-Hakim, Allah SWT berfirman :

‫ك ۖ إِنَّ ۥهُ هُ َو ْٱل َح ِكي ُم ْٱل َعلِي ُم‬ ِ ِ‫وا َك ٰ َذل‬


َ َ‫ك ق‬
ِ ُّ‫ال َرب‬ ۟ ُ‫قَال‬

Artinya: “Mereka berkata "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan"


Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
(QS Adz-Dzariyat ayat 30).5
3. Makna al-Asma’ al-Husna dalam penerapan kegiatan sehari-hari.
a. Perilaku Asmaul Husna yang pertama, Menjadi orang yang dermawan
Sifat dermawan adalah sifat Allah Swt. (Maha Pemurah), sehingga
sebagai wujud keimanan tersebut, kita harus menjadi orang yang
pandai membagi kebahagiaan kepada orang lain baik dalam bentuk
harta atau bukan. Wujud kedermawanan tersebut, misalnya seperti
berikut:
 Selalu menyisihkan uang jajan untuk kotak amal setiap hari Jum’at
yang diedarkan oleh petugas Rohis.
 Membantu teman yang sedang dalam kesulitan.
 Menjamu tamu yang datang ke rumah sesuai dengan kemampuan.

5
Khalaf, Abdul Wahab, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Jakarta: Rajawali,1993), 123.
b. Perilaku Asmaul Husna yang kedua, Menjadi orang yang jujur dan
dapat memberikan rasa aman adalah seperti berikut:
 Menolong teman/orang lain yang sedang dalam bahaya atau
ketakutan.
 Menyingkirkan duri, paku, atau benda lain yang ada di jalan yang
dapat membahayakan pengguna jalan.
 Membantu orang tua atau anak-anak yang akan menyeberangi jalan
raya.
c. Perilaku Asmaul Husna yang ketiga, Senantiasa bertawakkal kepada
Allah Swt dapat berupa hal-hal berikut.
 Menjadi pribadi yang mandiri, melakukan pekerjaan tanpa harus
merepotkan orang lain.
 Bekerja/belajar dengan sunguh-sungguh karena Allah Swt. tidak
akan mengubah nasib seseorang apabila orang tersebut tidak mau
berusaha.

BAB II

KUNCI KERUKUNAN

A. Toleransi (Tasamuh)
1. Pengertian Toleransi
Kata tasamuḥ diambil dari kata samaḥa berarti tenggang rasa atau
toleransi. Dalam bahasa Arab sendiri tasāmuḥ berarti sama-sama berlaku
baik, lemah lembut dan saling pemaaf. Dalam pengertian secara istilah,
tasāmuḥ adalah sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat
rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang
digariskan oleh agama Islam.
Maksud dari tasāmuḥ ialah bersikap menerima dan damai terhadap
keadaan yang dihadapi, misalnya toleransi dalam agama ialah sikap saling
menghormati hak dan kewajiban antar agama. Tasamuh dalam agama
bukanlah mencampuradukkan keimanan dan ritual dalam agama,
melainkan menghargai eksistensi agama yang dianut orang lain.6
2. Toleransi dalam Agama Islam.
Tasamuḥ ialah sikap yang mengarahkan pada keterbukaan dan
menghargai perbedaan. Perbedaan merupakan fitrah yang sudah menjadi
ketetapan Allah Swt. dan seluruh manusia tak bisa menolak-Nya. Allah
berfirman:

ۚ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَ لَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَ ۤا ِٕٕىِ• َل لِتَ َعا َرفُوْ ا‬
‫اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم خَ بِ ْي ٌر‬
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha
teliti.”

3. Berperilaku Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari


Setelah mengetahui sikap tasamuḥ dalam Islam. Kita dituntut
untuk bersikap tasamuḥ. Sebagai contoh sikap tasamuḥ dalam Islam yaitu,7
a. Di kota Madinah, Rasulullah Saw. tidak sungkan berdampingan
dengan pribumi Yahudi maupun Nasrani.

6
Djazuli, Ilmu Fiqih Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta: Kencana
2005), 129.
7
M. Alfatih Suryadilaga, Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2003), 86.
b. Ketika menaklukkan Jerussalem, khalifah Umar r.a. tidak merusak
tempat-tempat ibadah warga non-muslim dan pemeluknya tetap
diberikan kebebasan untuk menjalankan ritual agamnya.
c. Rasulullah Saw. memberi makan seorang beragama Yahudi buta dan
miskin.
B. Persamaan Derajat (Musāwah)
1. Pengertian Persamaan Derajat (Musawah)
Kata musāwah berasal dari kata dasar sawwā berarti meratakan,
menyamaratakan. Kata musāwah secara bahasa berarti kesamaan atau
ekualitas. Sedangkan secara istilah musāwah adalah sikap terpuji di mana
memandang bahwa setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang
sama.
1. Musawah Dalam Islam
Menurut Muhammad Ali al Hasyimy dalam Manhaj al-Islam fi
al-‘Adalah wa al-Musāwah, ada beberapa hal berkaitan dengan prinsip
musawah dalam ajaran Islam, yaitu:
a. Persamaan adalah buah dari keadilan dalam Islam.
b. Setiap manusia sama derajatnya, tidak ada pengistimewaan tertentu
pada seorang terhadap orang lain. Maksudnya adalah tanggung
jawab yang sama.
c. Memelihara hak-hak non-muslim. Di antaranya adalah memahami
perbedaan keyakinan dan ritual agama.Persamaan derajat antara
laki-laki dan perempuan dalam kewajiban agama dan lainnya.
Maksudnya adalah dalam hak dan kewajiban, Islam menjadikan
keduanya sama, yaitu dalam kewajiban-kewajiban agama, hak
pribadi, martabat manusia, hak-hak sipil dan kekayaan.
d. Persamaan sosial di masyarakat. Maksudnya adalah dalam
kehidupan masyarakat, setiap orang baik kaya maupun miskin,
pejabat atau rakyat berada pada hak dan kewajiban yang sama
meskipun implementasinya berbeda karena faktor otoritas di
dalamnya seperti pejabat pemerintah memiliki kewajiban untuk
membuat undang-undang sedangkan rakyat tidak berhak untuk
membuat undang-undang.
e. Persamaan manusia di depan hukum. Maksudnya adalah dalam
hukum, siapapun akan menerima hukuman sesuai dengan
perilakunya. Tidak ada kata hukum tajam ke bawah dan tumpul ke
atas.
f. Persamaan dalam mendapatkan jabatan publik. Maksudnya adalah
setiap orang memiliki hak untuk menjadi pejabat publik.
Contohnya ketika Rasulullah memberikan jabatan panglima,
gubernur dan jabatan-jabatan strategis lainnya pada banyak budak
yang telah dimerdekakan seperti Zaid, Usamah bin Zaid, dan
lainnya.8
2. Berperilaku Musawah dalam Kehidupan Sehari-hari
a. Islam datang dengan meningkatkan derajat wanita. Pada masa
lampau, wanita dianggap sebagai harta yang dapat diperjual
belikan. Setelah datangnya Islam, wanita dikembalikan pada
fitrahnya.
b. Ketika seorang Yahudi menagih hutang yang belum jatuh tempo
pada Rasulullah, dan ia menagihnya dengan kasar. Ia berkata,
“Sungguh kalian adalah orang-orang yang menunda-nunda hutang
wahai Bani Abdil Mutthalib”. Lantas ketika Rasulullah melihat
para sahabatnya marah atas perkataan tersebut, Rasulullah
bersabda, “Biarkan dia, karena orang yang mempunyai hak, punya
hak bicara”
c. Ketika Khalifah Umar Ra. mengirim surat kepada hakimnya Abu
Musa al-Asy’ari yang berisi arahan tentang hukum persamaan hak
antara manusia di hadapan pengadilan. Beliau berkata, “Samakan
antara manusia di hadapanmu, di majelismu, dan hukummu,
sehingga orang lemah tidak putus asa dari keadilanmu, dan orang
mulia tidak mengharap kecuranganmu.”

8
M. Bahri Ghazali, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Pedoman Ilmu, 1992), 79.
d. Ketika Rasulullah memerintah seorang pemuda sekitar 18 tahun,
Usamah bin Zaid sebagai panglima pasukan umat Islam untuk
perbatasan Syam. Usamah merupakan panglima termuda pada
masa Rasulullah.9
C. Moderat (Tawasuth)
1. Pengertian Moderat (Tawasuth)
Kata tawasuth berasal dari kata wasatha berarti tengah atau
pertengahan. Kata tawasuth secara bahasa berarti moderat. Secara istilah
tawasuth ialah sikap terpuji di mana menghindarkan perilaku atau
pengungkapan yang ekstrem dan memilih sikap dengan berkecenderungan
ke arah jalan tengah. Allah Swt. berfirman:
ۤ َ ِ‫َو َك ٰذل‬
ِ َّ‫ك َج َع ْل ٰن ُك ْم اُ َّمةً َّو َسطًا لِّتَ ُكوْ نُوْ ا ُشهَدَا َء َعلَى الن‬
‫اس َويَ ُكوْ نَ ال َّرسُوْ ُل‬
‫ۗ َعلَ ْي ُك ْم َش ِه ْيدًا‬ 
Artinya: “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam)
‘umat pertengahan’ agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS. al-
Baqarah [2]: 143).
Sikap tawasuth merupakan sikap yang paling esensial karena sikap
ini tegak lurus, tidak condong ke kanan atau ke kiri. Hal itu membentuk
sikap bijaksana dalam mengambil keputusan.
2. Tawasuth Dalam Islam
Islam menyatakan bahwa umat Islam merupakan umat yang tengah-tengah
yaitu dalam menyelesaikan sesuatu dengan tanpa kecondongan ke kanan
atau pun ke kiri.
Dalam Islam, tawasuth terbagi menjadi tiga dimensi yaitu akidah,
akhlak, dan syariat.10
a. Dimensi akidah
Dalam dimensi akidah, ada setidaknya dua persoalan yaitu, 1)
Ketuhanan antara atheisme dan politheisme. Islam ada di antara
atheisme yang mengingkari adanya Tuhan dan poletheisme yang

9
Ibid, 90.
10
M. Bahri Ghazali, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Pedoman Ilmu, 1992), 97.
memercayai adanya banyak Tuhan. Islam adalah Monotheisme, yakni
paham yang memercayai Tuhan Yang Esa. 2) Manusia di antara jabr
dan ikhtiyār. Beberapa aliran mengatakan bahwa perbuatan manusia
adalah paksaan dari Allah, dan aliran lain mengatakan perbuatan
manusia adalah mutlak dari diri sendiri. Dalam Islam, tidak ada
keterpaksaan mutlak dan tidak ada kebebasan mutlak.
b. Dimensi akhlak
Salah satu persoalan dalam akhlak tasawuf ialah peribadatan antara
syariat dan hakikat. Dalam ibadah, Islam menggunakan kacamata
syariat dan hakikat. Karena syariat tanpa hakikat adalah kepalsuan dan
hakikat tanpa syariat merupakan omong kosong.
c. Dimensi syariat
Persoalan yang muncul pada dimensi syariat adalah antara
kemaslahatan individu dan kolektif. Dalam hal ini, Islam berorientasi
pada terwujudnya kemaslahatan induktif dan kolektif secara bersama
sama. Akan tetapi, kalau terjadi pertentangan maka didahulukan
kepentingan kolektif.
3. Berperilaku Tawasuth dalam Kehidupan Sehari-hari.
a. Menghindari perbuatan dan ungkapan ekstrim dalam menyebarluaskan
ajaran Islam.
b. Menjauhi perilaku penghakiman terhadap seseorang karena perbedaan
pemahaman.
c. Memegang prinsip persaudaraan dan toleransi dalam kehidupan
bermasyarakat.

D. Saling Bersaudara (Ukhuwwah)


1. Pengertian Saling Bersaudara (Ukhuwwah)
Kata ukhuwwah berasal dari kata akhun berarti saudara. Kata
ukhuwwah secara bahasa berarti persaudaraan. Secara istilah ukhuwwah
adalah sikap terpuji dimana menumbuhkan perasaan kasih sayang,
persaudaraan, kemuliaan, dan rasa saling percaya terhadap orang lain.
2. Ukhuwwah dalam Islam
Ukhuwwah dalam Islam sangatlah esensial, bahkan jika ada
perselisihan kita diperintahkan untuk mendamaikannya bukan
memperkeruh suasananya. Ukhuwwah dalam al-Qur`an diperkenalkan
beberapa macam, yaitu:
a. Persaudaraan senasab.
b. Persaudaraan sebangsa walau tidak seagama.
c. Persaudaraan semasyarakat walaupun berselisih paham
3. Berperilaku Ukhuwwah dalam Kehidupan Sehari-hari.
a. Melaksanakan saling mengenal (Ta’arruf), Ta’aruf ialah usaha saling
mengenal sesama manusia. Usaha ini merupakan wujud implementasi
dari perintah Allah untuk saling mengenal. Usaha ini meliputi
mengenali fisik, pemikiran, dan kejiwaan.
b. Melakukan proses saling memahami (Tafāhum). Tafāhum ialah usaha
saling memahami. Setelah saling mengenal, usaha saling memahami
sangat dibutuhkan untuk melanggengkan persaudaraan.
c. Bersikap tolong-menolong (Ta’awun). Ta’āwun ialah sikap saling
tolong-menolong. Sikap ini terjalin setelah proses pengenalan dan
saling memahami.
d. Bersatu (Ta’alluf). Ta’alluf adalah bersatunya seorang muslim dengan
muslim lainnya.

BAB III
RAGAM PENYAKIT HATI

A. Munafiq (Nifaq)
1. Pengertian Munafik (Nifaq)
Nifaq berasal dari akar kata nafaqa berarti munafik,
menyembunyikan, berbohong, berpura-pura. Kata ini diambil dari kata
nafiqā berarti salah satu lubang tikus, jika dicari melalui satu lubang, maka
tikus itu akan lari dan mencari lubang lainnya. Kata Nifāq secara istilah
adalah sikap menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya karena tak ingin
diketahui keberadaannya oleh orang lain sehingga menampakkan sesuatu
yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya. Atau dengan kata
lain nifāq ialah menyatakan keimanan padahal di balik itu tersimpan
kekufuran. Allah Swt. berfirman:

َ‫إِ َّن ْٱل ُم ٰنَفِقِينَ هُ ُم ْٱل ٰفَ ِسقُون‬


Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang
yang fasik”. (QS. At-Taubah [9]: 67).
2. Macam-Macam Perilaku Munafik (Nifaq)
a. Nifaq ‘Amali / ‘Urfi, ialah sikap yang dimiliki seseorang dengan
memperlihatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya
sehingga dalam interaksi sosialnya dia sering berperilaku atau
menampakkan tanda-tanda kemunafikan.
b. Nifaq Imani adalah suatu sikap yang dimiliki seseorang dengan
memperlihatkan keimanan dan menyembunyikan kekafirannya. Orang
seperti ini diancam neraka, sebab orang sangat berbahaya bagi umat
dan agama Islam.11
B. Marah (Gadab)
1. Pengertian Marah (Gadab)
Kata gaḍab berasal dari kata gaḍiba-yagḍabu berarti marah,
mengamuk, murka, berang, gusar, jengkel, naik pitam. Kata gaḍab secara
istilah adalah sikap tercela di mana gejolak darah dalam diri seseorang
meningkat karena tidak senang pada perlakuan tidak pantas. Gaḍab
merupakan fitrah manusia. Oleh karena itu sikap ini haruslah
dikendalikan bahkan diredam. Allah SWT berfirman :

‫اظ ِمينَ ْال َغ ْيظَ َو ْال َعافِينَ ع َِن‬


ِ ‫ضرَّاء َو ْال َك‬
َّ ‫الَّ ِذينَ يُنفِقُونَ فِي ال َّسرَّاء َوال‬
َ‫اس َوهّللا ُ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬
ِ َّ‫الن‬
11
Djazuli, Ilmu Fiqih Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta: Kencana
2005), 154.
Artinya: “Yaitu orang yang menginfakkan (hartanya) di waktu lapang atau
susah, dan orang-orang yang menahan amarah, dan bersikap pemaaf
kepada manusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik”
(Q.S Ali Imran [3]: 133-134).
2. Menghindari Perilaku Marah (Gadab)
a. Meredam rasa amarah dengan sabar
b. Meredam rasa amarah dengan berzikir kepada Allah.
c. Meredam rasa amarah dengan berwudhu.
d. Meredam rasa amarah dengan cara merubah posisi atau berdiam diri.
e. Memberi maaf.
C. Keras Hati
1. Pengertian Keras Hati
Dalam memahami arti dari keras hati, Amin Syukur dalam terapi
hati mengatakan bahwa Imam al-Ghazali menjelaskan tentang tiga macam
hati, yaitu
a. Hati yang sehat, tandanya adalah iman yang kuat dan pengamalan
yang konsisten.
b. Hati yang sakit, tandanya adalah adanya keimanan, ibadah, namun
ternodai dengan keburukan dan kemaksiatan.
c. Hati yang mati, tandanya adalah mengeras dan membatunya hati
karena banyak kemaksiatan yang diperbuat.12
Dari pembagian di atas, kita memahami bahwa keras hati adalah sikap
tercela di mana seseorang menutup pikiran dan hatinya akibat dari perilaku
keburukan dan kemaksiatan yang telah diperbuat semisal munafik dan
marah. Allah Swt. berfirman:

ٰ
ٞ ‫لِّيَ ۡج َع َل َما ي ُۡلقِي ٱل َّش ۡي ٰطَ ُن فِ ۡتن َٗة لِّلَّ ِذينَ فِي قُلُوبِ ِهم َّم َر‬
َ‫ض َو ۡٱلقَا ِسيَ ِة قُلُوبُهُمۡ ۗ َوإِ َّن ٱلظَّلِ ِمين‬
ِ ۭ َ‫لَفِي ِشق‬
‫اق بَ ِع ٖيد‬

12
Ibid, 160.
Artinya: “Dia (Allah) ingin menjadikan godaan yang ditimbulkan setan
itu, sebagai

cobaan bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan orang yang
berhati keras. Dan orang-orang yang zhalim itu benar-benar dalam
permusuhan yang jauh.” (QS.Al-Hajj:53).

2. Cara Menghindari Mengerasnya Hati


a. Membaca al-Qur`an disertai dengan perenungan
b. Mengatur pola makan agar perut tidak kenyang
c. Bangun malam
d. Merendahkan diri di hadapan Allah pada akhir malam.
e. Bergaul dengan orang-orang saleh
f. Berempati kepada orang lain.

BAB IV
ETIKA BERGAUL DALAM ISLAM

A. Pengertian Etika Bergaul


Etika ialah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban. Dalam Bahasa Arab, etika biasa disebut dengan adab
yaitu kebiasaan atau aturan tingkah laku praktis yang mempunyai muatan
baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut al-
Jurjani, adab adalah pengetahuan yang dapat menjauhkan seseorang dari
kelalaian.
Sedangkan Bergaul ialah berbaur dengan individu atau kelompok lain. Jadi
yang dimaksud dengan etika bergaul adalah aturan tingkah laku untuk
berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesama manusia sehingga terjalin
hubungan tingkah laku yang baik antar individu.13
Islam mengajarkan untuk mengusahakan etika bergaul yang baik. Seperti
etika berjalan, Islam mengajarkan kerendahan hati ketika berjalan dan
menjawab sapaan dengan baik meskipun dari orang-orang jahil.
B. Dalil Naqli Mengenai Etika Bergaul
Allah SWT, berfirman :
۟ ُ‫َو ِعبَا ُد ٱلرَّحْ ٰمن ٱلَّ ِذينَ يَ ْم ُشونَ َعلَى ٱأْل َرْ ض هَوْ نًا َوإ َذا خَاطَبَهُ ُم ْٱل ٰ َج ِهلُونَ قَال‬
‫وا‬ ِ ِ ِ َ
‫َس ٰلَ ًما‬
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan.” (QS. al-Furqān [25]: 63).
Selain itu Islam juga melarang untuk berbuat permusuhan.
Permusuhan bisa terjadi ketika perbuatan keji, kejelekan, dan keburukan
dilakukan dalam bergaul. Allah Swt.
berfirman:
ۤ ‫هّٰللا‬
‫ئ ِذى ْالقُرْ ٰبى َويَ ْن ٰهى َع ِن‬ ِ ‫ان َواِ ْيتَا‬ ِ ‫اِ َّن َ يَأْ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َوااْل ِ حْ َس‬
‫ْالفَحْ َش ۤا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang
(melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. an-
Nahl [16] : 90).
C. Macam-macam Etika Bergaul
13
H Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqih Muqara, Pengantar Fiqih Muqaram, (Yogyakarta: Erlangga,
1989), 90.
Dalam bergaul kita sering berinteraksi dengan orang yang lebih tua, teman
sebaya, anak-anak, dan lawan jenis. Berdasarkan segi umur lawan bicara,
etika bergaul ada tiga yaitu :
1. Etika bergaul dengan orang yang lebih tua, yaitu:
a) Mendengarkan dan mengikuti arahan orang tua
b) Berdiri ketika orang tua berdiri
c) Tidak berjalan di depan orang tua
d) Mencari ridha kedua orang tua
e) Bersikap rendah hati kepada orang tua
f) Tidak mengungkit-ungkit kebaikan orang tua
g) Tidak menunjukkan sikap murung dan tajam di hadapan orang tua
h) Sebelum pergi harus meminta izin kepada orang tua
2. Etika bergaul dengan teman sebaya, yaitu:
a) Mengutamakan kepentingan teman dari dirinya
b) Menutup aib teman
c) Mendengarkan teman ketika berdiskusi
d) Menghindari perdebatan yang tidak penting
e) Memanggil dengan panggilan yang baik
f) Memberikan nasihat yag baik
g) Mendoakan sahabat ketika masih hidup atau sudah meninggal
h) Menyapa ketika bertemu
i) Menyukai teman dengan tulus
3. Etika bergaul dengan orang yang lebih muda, yaitu:
a) Menyayangi orang yang lebih muda
b) Membimbing kepada arah kebaikan
c) Memberikan teladan yang baik
d) Memberikan apresiasi atas pencapaian berharganya
4. Etika bergaul dengan lawan jenis, yaitu:
a) Menurup aurat.
b) Dilarang berduaan
c) Menundukkan pandangan
d) Tidak menyentuh
e) Tidak berdandan
f) Menjaga intensitas berkomunikasi.

BAB V

SURI TELADAN EMPAT IMAM MAẒHAB FIKIH

A. Imam Hanafi
1. Biografi Singkat Imam Hanafi
Nu’man bin Tsabit bin Marzuban atau Abu Hanifah lahir di kota
Kufah pada tahun 80 H/699 H dan wafat di kota Baghdad pada tahun 150
H/767 M. Beliau tumbuh di dalam keluarga yang saleh dan kaya.
Ayahnya, Tsabit merupakan seorang pedagang sutra yang masuk Islam
masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sejak kecil beliau sudah hafal al-
Qur’an dan menghabiskan waktunya untuk terus-menerus mengulangi
hafalan agar tidak lupa. Pada bulan Ramadan, Abu Hanifah bahkan bisa
mengkhatamkan al-Qur’an berkali-kali.14
Pada awalnya beliau menganggap bahwa belajar agama bukan
tujuan utama karena sebagian besar waktunya dihabiskan untuk
berdagang di pasar. Namun, setelah bertemu dengan seorang ulama besar,
al-Sya’bi beliau mulai serius dalam belajar agama. Al-Sya’bi mengatakan
kepada Abu Hanifah, “Kamu harus memperdalam ilmu dan mengikuti
halaqah para ulama karena kamu cerdas dan memiliki potensi yang sangat
tinggi,” tutur al-Sya’bi.
Setelah itu, Imam Abu Hanifah pun mengikuti halaqah Hammad
bin Abu Sulaiman. Beliau belajar selama 18 tahun kepada Hammad
sampai guru beliau wafat pada 120 H. Imam Abu Hanifah pernah pergi
dari Kufah menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah
ke kota Madinah. Dalam perjalanan ini, beliau berguru kepada, Atha` bin
Abi Rabah, ulama terbaik di kota Makkah dari generasi tabi’in. Jumlah
total guru Imam Abu Hanifah adalah tak kurang dari 4000 orang guru. Di
antaranya 7 orang dari sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan
14
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 235.
sisanya dari kalangan tabi’ at-tabi’in. Imam Abu Hanifah dikenal dengan
ulama yang terbuka. Beliau mau belajar dengan siapapun semisal dengan
tokoh muktazilah dan syi’ah. Meskipun demikian, beliau tidak fanatik
dengan pemikiran gurunya.
2. Kisah Imam Abu Hanifah Yang Perlu Diteladani
a. Saling memuji dan berbaik sangka
Ketika Imam Malik berkata, “Saya merasa tidak punya apa-apa ketika
bersama Abu Hanifah, sesungguhnya ia benar-benar ahli fikih wahai
orang Mesir, wahai al-Laits” Kemudian al-Laits pun menceritakan
ucapan pujian Imam Malik kepada Imam Abu Hanifah. Lalu beliau
menjawab, “Bagus sekali ucapan Imam Malik terhadap anda”. Dan
beliau menambahkan, “Demi Allah, saya belum pernah melihat orang
yang lebih cepat memberikan jawaban yang benar dan zuhud serta
sempurna melebihi Imam Malik”.
b. Bersikap terbuka dan mau menerima kritikan Imam Abu Hanifah
merupakan seorang yang tidak menganggap bahwa pendapat selain
dirinya adalah salah.15
B. Imam Malik bin Anas
1. Biografi Imam Malik bin Anas
Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-
Humyari al-Asbahi al-Madani lahir di Madinah pada tahun 93 H / 714
M dan wafat pada tahun 179 H / 800 M. Beliau adalah pendiri Maẓhab
Maliki yang ahli di bidang fikih dan hadis. Beliau juga merupakan
penyusun kitab al-Muwaththa’ yang menghabiskan waktu 40 tahun
dan kitabnya telah diperlihatkan kepada 70 ahli fikih di Madinah.
Anas, ayah beliau merupakan periwayat hadis dan Malik bin ‘Amr,
kakek beliau adalah ulama dari kalangan tabi’in. Kakeknya banyak
meriwayatkan hadis dari tokoh-tokoh besar sahabat, seperti Umar bin
Khattab, Utsman bin ‘Affan,
Thalhah bin ‘Ubaidillah, Ummul Mukminin ‘Aisyah, Abu
Hurairah, Hasan bin Tsabit dan ‘Uqail bin Abi Thalib. Imam Malik

15
Ibid, 244.
merupakan pribadi yang tekun. Saat masih kecil, Imam Malik sudah
hafal al-Qur’an lalu beliau beralih menghafal hadis setelahnya. Selain
menghafal, Imam Malik juga rajin belajar ilmu fikih. Beliau belajar
ilmu fikih kepada Rabi’ah bin Abdurrahman. Beliau juga belajar di
halaqah Abdurrahman bin Hurmuz selama 13 tahun tanpa diselingi
belajar kepada guru lain. Beliau juga tidak pernah mengembara ke
negeri lain untuk mencari ilmu. Beliau hanya mencukupkan belajar
ilmu kepada tokoh dan ulama dari kalangan tabiin di Madinah.
Dengan ketekunan tersebut menjadikan beliau pribadi yang
berpengetahuan luas. Ulama besar seperti Imam Abu Hanifah dan
Imam Syafi’i pernah menimba ilmu dan belajar kepada beliau.
Sebelum beliau wafat, beliau meninggalkan beberapa karya yang dapat
dinikmati yaitu kitab Al-Muwattha` dan Maẓhab Maliki.
2. Kisah Imam Malik Yang Perlu Diteladani
Kisah yang dapat diteladani dari Imam Malik ialah berani berkata
tidak tahu kepada penanya. Hal ini penting karena sebagai seorang
yang berpengetahuan terkadang sulit atau bahkan gengsi untuk
mengatakan tidak tahu. Sebuah riwayat dari Ibnu Mahdi menyatakan
bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik tentang sebuah
masalah. Imam Malik menjawab, “Lā uhsinuhā (aku tidak mengerti
masalah itu dengan baik)”. Lalu lelaki itu berkata lagi, “Aku tentang
masalah ini”. Imam Malik lalu berkata kepadanya, “Ketika kau
kembali ke tempat tinggalmu, kabarkan pada masyarakat di sana
bahwa aku berkata kepadamu bahwa aku tidak mengerti dengan baik
masalah tersebut”.
C. Imam Syafi’i
1. Biografi Imam Syafi’i
Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī atau Muhammad
bin Idris asy-Syafi`i atau Imam Syafi’i adalah seorang mufti besar
Sunni Islam dan juga pendiri madzhab Syafi’i.
Beliau lahir pada tahun 150 H di Gaza, Palestina, pada tahun yang
sama wafat Imam Abu Hanifah, seorang ulama besar Sunni Islam dan
beliau wafat pada malam Jum’at menjelang subuh pada hari terakhir
bulan Rajab tahun 204 H atau tahun 809 M pada usia 52 tahun.
Beliau dinamai ayahnya, Idris bin Abbas ketika mengetahui bahwa
istrinya, Fatimah al-Azdiyyah sedang mengandung. Idris bin Abbas
berkata, “Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan aku
namakan Muhammad, dan akan aku panggil dengan nama salah
seorang kakeknya yaitu Syafi’i bin Asy-Syaib”. Ayah Imam Syafi’i
meninggal setelah dua tahun kelahirannya, lalu ibunya membawanya
ke Makkah, tanah air nenek moyang.
2. Kisah Imam Syafi’i Yang Perlu Diteladani
a. Tidak sewenang-wenang meskipun kepada murid
b. Mendamaikan perselihan
D. Imam Ahmad bin Hanbal
1. Biografi Imam Ahmad bin Hanbal
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal atau Ahmad bin
Hanbal lahir di Baghdad, pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H. Saat
masih kanak-kanak, Imam Ahmad bin Hanbal telah ditinggal wafat
oleh ayahnya yang gugur dalam pertempuran melawan Bizantium.
Sedangkan kakeknya, Hanbal, adalah seorang gubernur pada masa
Dinasti Umayyah.
Imam Ahmad menghafal al-Qur`an di usia belia dan mulai
mengumpulkan hadis dan mendalami fikih sejak umur 15 tahun.
Sampai umur 19 tahun, beliau mencari ilmu di Baghdad. Setelah
belajar di Baghdad, beliau berkelana ke banyak daerah, seperti Kufah,
Basrah, Makkah, Madinah, Yaman dan Syam, guna berguru kepada
ulama terkemuka setempat.
Beliau pernah belajar kepada Abu Yusuf, salah satu murid Imam
Abu Hanifah, kemudian Abdurazzaq, salah satu generasi pemula
penyusun kitab hadis, serta Imam Syafi’i.
2. Kisah Imam Ahmad bin Hanbal Yang Perlu Diteladani
Imam Ahmad bin Hambal dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan
gigih dalam menuntut ilmu. Pernah ada seseorang yang
mempertanyakan kegigihannya itu. Ia berkata, “Sampai kapan engkau
terus mencari ilmu pengetahuan? Padahal, engkau kini telah mencapai
kedudukan mulia di antara pencari ilmu.”
Kemudian beliau menjawab pertanyaan tersebut dengan singkat,
“Aku akan membawa dawat tinta ini hingga ke liang lahat.”
Pernyataan tersebut mempertegas kegigihannya di dalam mencari
ilmu. Artinya, ia tidak akan berhenti mencari ilmu hingga ajal
menemuinya.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)
A. KOMPETENSI INTI :
1. Kompetensi Inti (KI 1) :
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2. Kompetensi Inti (KI 2) :
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Kompetensi Inti (KI 3) : Memahami, menerapkan, menganalisis
pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
4. Kompetensi Inti (KI 4) :
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR PENYAMPAIANNYA


(GENAP)
Kompetensi Dasar Indikator
1.6 Menghayati pentingnya nilai-nilai
positif pada sikap bekerjakeras,
kolaboratif, fastabiqul khairat,
optimis, dinamis, kreatif, dan
inovatif
1.7 Menghayati perbuatan tercela
yang harus dihindari; fitnah,
berita bohong (hoaks), namimah,
tajassus dan ghibah
1.8 Menghayati akhlak mulia dalam
berorganisasi dan bekerja
1.9 Menghayati keutamaan sifat-sifat
Kyai Kholil al-Bangkalani, Kyai
Hasyim Asy'ari, dan Kyai Ahmad
Dahlan
2.6 Mengamalkan sikap jujur dan
tenggang rasa sebagai cermin
pemahaman dari prilaku sikap
bekerja keras, kolaboratif,
fastabiqul khairat, optimis,
dinamis, kreatif, dan inovatif
2.7 Mengamalkan sikap jujur dan
tanggung jawab sebagai cermin
menghindari perilaku fitnah,
berita bohong (hoaks), namimah,
tajassus dan ghibah
2.8 Mengamalkan sikap santun dan
tanggung jawab sebagai cermin
dari pemahaman akhlak mulia
dalam berorganisasi dan bekerja
2.9 Mengamalkan sikap disiplin dan
jujur sebagai cermin keteladan
dari sifat-sifat Kyai Kholil al-
Bangkalani, Kyai Hasyim
Asy'ari, dan Kyai Ahmad Dahlan.
3.6 Menganalisis konsep dan Siswa Mampu :
pentingnya perilaku semangat 3.6.1 Membri contoh gambaran
sikap bekerja keras, kolaboratif, peristiwa yang berhubungan
fastabiqul khairat, optimis, dengan sikap semangat
dinamis, kreatif, dan inovatif berlomba dalam kebaikan,
bekerja keras dan kolaboratif,
dinamis dan optimis, serta
kreatif dan inovati
3.6.2 Menjelaskan manfaat dari sikap
semangat berlomba dalam
kebaikan, bekerja keras dan
kolaboratif, dinamis dan
optimis, serta kreatif dan
inovatif dan melatihnya dalam
aktivitas sehari-hari
3.7 Menganalisis konsep dan cara Peserta didik mampu:
menghindari perilaku fitnah, berita
bohong (hoaks), namimah, tajassus 3.7.1 Menjelaskan peristiwa yang
dan ghibah mencerminkan perilaku fitnah
dan berita bohong (hoaks), adu
domba, mencari-cari kesalahan
orang lain dan gosip

3.7.2 Menjelaskan akibat dari


perilaku fitnah dan berita
bohong (hoaks), adu domba,
mencari-cari kesalahan orang
lain dan gosip

3.8 Menerapkan akhlak mulia dalam Peseta didik mampu:


berorganisasi dan bekerja 3.8.1 Menjelaskan ragam peristiwa
tentang keorganisasian dan
pekerjaan
3.8.2 Menjelaskan dan mengkritik
ragam peristiwa tentang
keorganisasian dan pekerjaan

3.8.3 Menjelaskan sikap-sikap yang


perlu diterapkan dalam
berorganisasi dan bekerja

3.9 Menganalisis keteladanan sifat- Peserta didik mampu:


sifat positif Kyai Kholil al- 3.9.1 Menjelaskan biografi dan sifat-
Bangkalani, Kyai Hasyim sifat positif Kyai Kholil al-
Asy'ari, dan Kyai Ahmad Bangkalani, Kyai Hasyim
Dahlan Asy'ari, dan Kyai Ahmad
Dahlan
3.9.2 Menjelaskan peristiwa dari
Kyai Kholil al-Bangkalani,
Kyai Hasyim Asy'ari, dan Kyai
Ahmad Dahlan yang
berhubungan dengan perilaku
semangat sikap bekerja keras, k

olaboratif, fastabiqul khairat, optimis,


dinamis, kreatif, dan inovatif
4.6 Menyajikan hasil analisis tentang Peserta didik mampu:
konsep dan pentingnya perilaku 4.6.1 Merumuskan konsep tentang
semangat sikap bekerja keras, sikap semangat berlomba dalam
kolaboratif, fastabiqul khairat, kebaikan, bekerja keras dan
optimis, dinamis, kreatif, dan kolaboratif, dinamis dan
inovatif dalam kehidupan optimis, serta kreatif dan
inovatif
4.6.2 Menerapkan sikap semangat
berlomba dalam kebaikan,
bekerja keras dan kolaboratif,
dinamis dan optimis, serta
kreatif dan inovatif di dalam
kelas
4.7 Mengomunikasikan hasil analisis Peserta didik mampu:
tentang konsep dan cara 4.7.1 Merumuskan konsep dan cara
menghindari perilaku fitnah, menghindari perilaku fitnah dan
berita bohong (hoaks), namimah, berita bohong (hoaks), adu
tajassus dan ghibah domba, mencari-cari kesalahan
orang lain dan gosip
4.7.2 Mengatasi permasalahan
berhubungan dengan perilaku
fitnah dan berita bohong
(hoaks), adu domba, mencari-
cari kesalahan orang lain dan
gosip
4.8 Menyajikan hasil analisis tentang Peserta didik mampu:
akhlak mulia dalam adab 4.8.1 Merumuskan konsep etika yang
berorganisasi dan bekerja baik dalam berorganisasi dan
bekerja
4.8.2 Mengatasi permasalahan dalam
berorganisasi dan bekerja
4.9 Mengomunikasikan contoh Peserta didik mampu:
implementasi keteladanan Kyai 4.9.1 Mengatasi masalah dengan
Kholil al-Bangkalani, Kyai bersuri teladan pada sikap dan
Hasyim Asy'ari, dan Kyai sifat tokoh Islam di Indonesia
Ahmad Dahlan dalam kehidupan dalam kehidupan sehari-hari
sehari-hari dan dalam guna membentuk sikap cinta
membentuk sikap cinta tanah air tanah air dan bela negara
dan Bela Negara

C. MATERI PEMBELAJARAN

BAB VI
RAGAM SIKAP TERPUJI
1. Fastabiqul Koirot
1) PengertianFastabiqul Khoirot(Berlomba-lomba Dalam Kebaikan)
Agama islamadalah agama yang memberi rahmat bagi seluruh
alam. Demi menyebarkan rahmat kepada seluruh alam, maka kita
sebagai seorang muslim harus senantiasa menebarkan kebaikan.
Oleh karena itu islam menyerukan umatnya untuk berlomba-lomba
dalam kebaikan.
Allah SWT berfirman :

‫وايَ ۡأتِبِ ُك ُمٱللَّهُ َج ِميع ًۚاإِنَّٱللَّهَ َعلَ ٰى ُكلِّ َش ۡي ٖء‬


ْ ُ‫وا ۡٱلخ َۡي ٰ َر ۚتِأ َ ۡينَ َماتَ ُكون‬ ۡ َ‫َولِ ُك ٖلّ ِو ۡجهَةٌهُ َو ُم َولِّيهَ ۖاف‬
ْ ُ‫ٱستَبِق‬
‫ير‬ ٞ ‫قَ ِد‬
"Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu
berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu".(Q.S al-Baqarah [2] :148)
Fastabiqumerupakan perintah yang ditujukan kepada orang banyak
atau seluruh umat islam. Islam menyeru seluruh umatnya -tanpa terkecuali
agar selalu menebar dan berlomba-lomba dalam kebaikan, hal ini berarti
seruan fastabiqulkhoirottidak hanya ditujukan kepada orang alim, ustad
maupun orang sholeh. Namun seruan ini ditujukan untuk semua umat,
bahkan yang selalu berbuat maksiat maupun yang jarang sholat.
Allah SWT berfirman :

ْ ُ‫ضأ ُ ِع َّد ۡتلِلَّ ِذينَ َءا َمن‬


‫وابِٱ‬ ِ ‫ضٱل َّس َمٓا ِء َوٱأۡل َ ۡر‬ِ ‫ضهَا َك َع ۡر‬ ُ ‫َسابِقُ ٓو ْاإِلَ ٰى َم ۡغفِ َر ٖة ِّمن َّربِّ ُكمۡ َو َجنَّ ٍةع َۡر‬
ۡ ‫ض‬
‫ٱِلل َع ِظ ِ•يم‬ ۡ َ‫للَّ ِه َو ُر ُسلِ ِۚۦه ٰ َذلِ َكف‬
ۡ ‫ضٱُلللَّ ِهي ُۡؤتِي ِه َمنيَ َشٓا ۚ ُء َوٱللَّهُ ُذ‬
ۡ َ‫وٱلف‬

"Berlomba-lombalah kamu untuk mendapatkan ampunan dari Tuhanmu


dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah
karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar".(Q.S al-Hadid [57] : 21)
Salah satu bentuk berlomba-lomba dalam kebaikan adalah
memohon ampunan kepada Allah SWT. Allah SWT adalah Dzat yang
Maha Pemurah dan Maha Pemaaf, Ia akan selalu terbuka bagi hamba-Nya
yang memohon kepada-Nya.
Tidak sedikit orang selalu merasa jika dia memiliki dosa yang
begitu besar dan banyak seakan tak terhingga, kemudian dia merasa bahwa
dosa itu tidak mungkin bisa di ampuni. Salah, sebesar apapun dosa itu
asalkan seorang hamba mau bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada
Tuhannya, InsyaAllahIa akan mengampuninya. Karena misalkan dosa itu
sebesar gunung, maka ampunan Allah lebih besar darinya. Jika dosa itu
seluas samudera, maka ampunan Allah lebih luas darinya.

2) ManfaatFastabiqul khoirot
Di balik setiap syariat islam pasti ada hikmah yang terkandung di
dalamnya. Begitu juga dengan perintah untuk berlomba-lomba dalam
kebaikan. Betikut adalah beberapa manfaat yang bisa kita ambil dari
fastabiqulkhoirot:
a. Disukai banyak orang
Ketika kita telah menerapkan perilaku yang sesuai dengan ajaran dan
nilai-nilai islam, kita akan di sukai banyak orang. Bukan hanya umat
muslim, namun seluruh umat manusia akan menyukai kita. Karena
islam selalu mengajarkan kita untuk berbuat baik dan berlomba-lomba
dalam kebaikan.
b. Waktu tidak terbuang sia-sia
Ketika seseorang berusaha untuk selalu berbuat kebaikan, maka dia
tidak memiliki waktu untuk berleha-leha dan tidak melakukan apa-
apa. Karena hampir semua waktunya difokuskan untuk berusaha
berbuat kebaikan.
c. Memperolehridha Allah dan pahala yang banyak
Memang benar, Allah hanya meridhai orang-orang yang Ia kehendaki.
Lalu siapakah mereka?, Salah satunya adalah orang-orang yang
senantiasa berlomba dan berusaha berbuat kebaikan. Dan dalam Al-
Qur’an menyebutkan bahwa setiap satu kebaikan akan dibalas
berlipat-lipat

‫َّمثَٱُللَّ ِذينَيُنفِقُونَأَمۡ ٰ َولَهُمۡ فِي َسبِيٱِلللَّ ِه َك َمثَلِ َحبَّ ٍةأَ ۢنبَت َۡت َس ۡب َع َسنَابِلَفِي ُكلِّس ُۢنبُلَ ٖة ِّماْئَةُ َحب ٖ َّۗة‬
‫ض ِعفُلِ َمنيَ َشٓا ۚ ُء َوٱللَّهُ ٰ َو ِس ٌع َعلِي ٌم‬
َ ٰ ُ‫َوٱللَّهُي‬
“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan
Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada
setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa
yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui”.(Q.S
al-Baqarah [2] : 261)

3. Bekerja Keras dan Kolaboratif


a. Makna Bekerja Keras dan Kolaboratif
Bekerja keras adalah salah satu upaya untuk mendapatkan hasil, dalam
islam kerja keras disebut sebagai ikhtiar. Ikhtiar merupakan kata yang
berhasal dari bahasa Arab yang berarti berusaha. Ikhtiar adalah
kebebasan seseorang dalam memilih dan menentukan tindaknnya
dalam mencapai tujuan. Allah SWT berfirman:

ۡ ‫ت ِّم ۢنبَ ۡينِيَد َۡي ِه َو ِم ۡن‬ٞ َ‫لَ ۥهُ ُم َعقِّ ٰب‬


ِّ‫خَلفِِۦهيَ ۡحفَظُونَ ۥهُ ِم ۡنأَمۡ ِرٱللَّ ۗ ِهإِنَّٱللَّهَاَل يُ َغيِّ ُر َمابِقَ ۡو ٍم َحتَّ ٰىيُ َغي‬
‫ُوا َمابِأَنفُ ِس ِهمۡ ۗ َوإِ َذٓاأَ َرادَٱللَّهُبِقَ ۡو ٖمس ُٓوءٗ افَاَل َم َر َّدلَ ۚۥهُ َو َمالَهُم ِّمن ُدونِِۦه ِمن َوا ٍل‬ ْ ‫ر‬

"Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya


bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan
suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan
tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia".(Q.S Ar-Ra'd [13] :
11)
Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk ber-iktiaratau
bekerja keras dalam mencapai urusannya. Allah tidak akan merubah
hamba-Nya jika dia tidak menghendaki perubahan bagi dirinya sendiri.
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama seperti gotong royong, kontrak
kerja dll. Dalam bekerja sama seseorang harus memiliki sifat ta'awunyaitu
tolong menolong. Ta'awunadalah tolong menolong antar sesama manusia
dalam menuju kebaikan. Islam sangat menganjurkan untuk saling tolong
menolong dalam kebaikan. Allah SWT berfirman:

‫اونُوا َعلَىاإْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن‬ ْ َ‫اونُوا َعل‬


َ ‫ َواَل تَ َع‬. ‫ىالبِرِّ َوالتَّ ْق َو ٰى‬ َ ‫َوتَ َع‬
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.” (QS Al-Ma'idah[5]: 2)

b. Manfaat Bekerja Keras dan Kolaboratif


Sikap kerja keras dan kolaboratif sangat diperlukan untuk
mencapai suatu tujuan, berikut adalah manfaat dari bekerja keras dan
kolaboratif:
a) Meringankan pekerjaan yang berat, Pekerjaan berat yang dilakukan
bersama-sama bisa meringankan beban kita
b) Melatih kemandirian kita, Ketika kita berusaha dan bekerja keras
dengan urusan kita sendiri, itu sama saja berlatih untuk
meningkatkan aspek afektif, kognitif dan psikomotorik
c) Meningkatkan solidaritas dan rasa saling percaya antar sesama
d) Menambah kepercayaan diri dalam melakukan pekerjaan
4. Dinamis dan Optimis
a. Pengertian Dinamis dan Optimis
Dalam KBBI Dinamis merupakan sikap yang penuh semangat dan
bertenaga shingga mampu bergerak cepat dan mudah menyesuaikan
diri dengan keadaan.
Orang yang bersifat dan bersikap dinamis adalah orang yang aktif
dengan lingkungan sekitar. Seorang yang dinamis akan mudah
menemukan teman dimanapun, sekalipun lingkungan itu adalah
lingkungan yang baru ia datangi.
Seseorang yang berjiwa dinamis tidak akan mengurung dirinya
karena belum mengenal orang disekitarnya, ia juga tidak berlarut-
larut dalam meratapi kegagalan yang telah dialami. Sikap dinamis
akanenjadikan seseorang mampu berteman dengan keadaan dan
membuatnya sebagai semangat dan nilai positif dalam dirinya.
Sikap dinamis semakin sempurna jika digandengkan dengan sifat
optimis. Optimis adalah sikap selalu berpandangan baik dalam
menghadapi segala hal.
Ketika kita memiliki pandangan yang baik kepada semua hal, kita
akan selalu percaya diri dan selalu merasa kita bisa menghadapi
semua masalah itu. Allah juga selalu menyemangati kita dan
menganjurkan kita untuk selalu percaya diri karena kita adalah
makhluk yang paling mulia. Allah SWT berfirman :

َ‫وا َوأَنتُ ُمٱأۡل َ ۡعلَ ۡونَإِن ُكنتُم ُّم ۡؤ ِمنِين‬


ْ ُ‫وا َواَل ت َۡحزَ ن‬
ْ ُ‫َواَل تَ ِهن‬

“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih


hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang
beriman”.(Q.S Ali 'Imran[3] :139)

b. Manfaat Dinamis dan Optimis


Bersikap Dinamis dan Optimis dapat menumbuhkan sifat dan
sikap positif lainyya, yaitu ;
a) Berfikir progresif dan berkemajuan
b) Sabar dan teguh dalam menghadapi lingkungan yang ada
c) Selalu berprasangka baik kepada orang lain
d) Berani menerima resiko dan bertanggung jawab atas tindakan
yang telah diambil.16
5. Kreatif dan Inovatif
a. Pengertian Kreatif dan Inovatif
16
Yusuf Alfi Syahr,Akidah Akhlak MA Kelas XII, (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah), 122.
Dalam KBBI kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan,
kreatif adalag menciptakan suatu karya yang sebelumnya tidak ada.
Kreatif dilakukan dengan cara menemukan, menggabungkan,
membangun, mengarang, mendesain, merancang, mengubah
ataupun menambah sesuatu untuk bernilai manfaat. Dalam
pandangan Islam, kreatif merupakan cerminan dari nama Allah, al-
Khāliq dan al-Mushawwir. Kreatif ialah kemampuan menggunakan
apa yang dimilikinya dalam menghasilkan sesuatu yang terbaik dan
bermanfat bagi kehidupan sebagai wujud pengabdian yang tulus
kehadirat-Nya dan rasa syukur atas nikmat-Nya. Allah Swt
berfirman:

ْ ‫ٱَللظلُ ٰ َمتِ َوٱلنُّو ۖ َرثُ َّمٱلَّ ِذينَ َكفَر‬


‫ُوابِ َربِّ ِهۡ•م‬ َ ‫ۡٱل َحمۡ ُدلِلَّ ِهٱلَّ ِذي َخلَقَٱل َّس ٰ َم ٰ َوتِ َوٱأۡل َ ۡر‬
ُّ ‫ض َو َج َع‬
َ‫يَ ۡع ِدلُون‬
“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi,
dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang
kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu”.(Q.S
Al-An'am [6]: 1).17
Sementara inovatif adalah menemukan sesuatu baru yang
berbeda dengan sebelumnya atau berbeda dengan yang sudah ada.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk berperilaku kreatif dan
inovatif, karena semua yang ada di dunia ini memiliki manfaat,
maka kita sebagai khalifah filardharus selalu membuat karya dan
memunculkan hal yang baru agar tidak menyia-nyiakan ciptaan
Allah. Allah SWT berfirman:

ۡ ِ‫ُودا َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ِهمۡ َويَتَفَ َّكرُونَف‬


•ِ ‫يخَلقِٱل َّس ٰ َم ٰ َوتِ َوٱأۡل َ ۡر‬
‫ض‬ ٗ ‫اوقُع‬ َ ‫ٱلَّ ِذينَيَ ۡذ ُكرُونَٱللَّهَقِ ٰيَ ٗم‬
ۡ
ِ َّ‫َربَّنَا َما َخلَقتَ ٰهَ َذا ٰبَ ِطاٗل س ُۡب ٰ َحنَ َكفَقِنَا َع َذابَٱلن‬
‫ار‬

“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk


atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau,
lindungilah kami dari azab neraka”.(Q.S Ali 'Imran [3]: 191)
b. Manfaat Sikap Kreatif dan Inovatif
Selain beribadah kepada Allah SWT, islam juga memberikan
ilmu sebagai bekal untuk hidup bahagia di dunia maupun di
akhirat. Saat seseorang memiliki sikap keeatif dan inivatif, mereka
akan merasakan dampak atau perubahan positif dalam dirinya,
diantaranya yaitu:
17
Ibid, hal 123
a) Berpikir dengan mendalam
b) Beretos kerja tinggi
c) Produktif
d) Pantang menyerah
e) Evaluatif untuk kemaslahatan

BAB VII
RAGAM SIKAP TERPUJI
A. Fitnah
1. Pengertian Fitnah
Siapakah yang belum pernah mendengar kata “fitnah”? Mungkin
hampir setiap hari kata itu terdengar. Umumnya masyarakat
memahami pengertian fitnah sebagai “segala perbuatan atau
penyebaran berita yang tidak didasarkan kepada fakta”; atau secara
ringkas fitnah dipahami sebagai  “menyebarluaskan berita bohong”.
Dalam bahasa Indonesia, fitnah memang lebih sering dipahami sebagai
berita bohong atau desas-desus tentang seseorang yang
dilatarbelakangi maksud-maksud jahat kepada orang lain.
Pemahaman tersebut tidak salah. Tetapi sebenarnya pengertian
fitnah itu lebih luas dari itu. Di dalam kamus bahasa Arab Majma al-
Lughah al-Arabiyah (1958), terdapat beberapa arti fitnah. Di antaranya
adalah: godaan, cobaan, terpesona, huru-hara, hasutan, kekacauan,
siksaan/penderitaan, perselisihan, bencana, syirik, dan ujian.18
Kata fitnah dengan berbagai macam derivasinya, ditemukan
sebanyak 60 kali dalam al-Qur`an dan menyebar di 32 Surah. Salah
satu ayat yang menjelaskan tentang fitnah adalah pada Surah al-
Baqarah. Allah Swtberfirman:

‫َو ۡٱقتُلُوهُمۡ َح ۡيثُثَقِ ۡفتُ ُموهُمۡ َوأَ ۡخ ِرجُوهُم ِّم ۡن َح ۡيثُأ َ ۡخ َرجُو ُكمۡۚ َو ۡٱلفِ ۡتنَةُأَ َش ُّد ِمن َۡٱلقَ ۡت ۚلِ َواَل‬
‫تُ ٰقَتِلُوهُمۡ ِعند َۡٱل َم ۡس ِج ِد ۡٱل َح َرا ِم َحتَّ ٰىيُ ٰقَتِلُو ُكمۡ فِي ۖ ِهفَإِن ٰقَتَلُو ُكمۡ فَ ۡٱقتُلُوهُمۡ ۗ َك ٰ َذلِ َك َجزَٓا ُء ۡ•ٱل‬
َ‫ٰ َكفِ ِرين‬
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu temui mereka, dan
usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah
itu lebih kejam dari pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi
mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di
tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah

18
Arif Subhan,“Menghindarkan Fitnah Untuk Moderasi Beragama”,Kolom Dekan, 2019. Online
pada 10 Maret 2021.http://fidkom.uinjkt.ac.id/menghindarkan-fitnah-untuk-moderasi-
beragama/
mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir”. (Q.S Al-Baqarah
[2]: 191)
Dalam ayat di atas menyebutkan bahwa fitnah itu lebih kejam
daripada pembunuhan. Mengapa fitnah lebih kejam/dahsyat daripada
pembunuhan? Jika dikaitkan dengan makna fitnah sebagai perbuatan yang
dapat menimbulkan kekacauan, maka tidak heran jika dianggap lebih
kejam daripada pembunuhan. Contohnya adalah perbuatan mengusir
sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka, menyakiti
atau mengganggu kebebasan beragama mereka. Termasuk di dalamnya
adalah upaya-upaya penganiayaan dan segala perbuatan yang
dimaksudkan untuk menindas Islam dan kaum Muslimin.19
B. Bahaya Fitnah
Fitnah adalah perbuatan yang dilarang dalam islam, bahkan
mungkin semua agama melarang umatnya untuk berbuat fitnah. Berikut
adalah bahaya atau akibat dari perbuatan fitnah :
a. Merusak hubungan dengan orang lain
b. Merusak karakter dan individu orang lain
c. Menimbulkan ketidak amanan dan saling bermusuhan
2. Menyikapi Fitnah
Islam juga tidak memperbolehkan balas dendam, maka ketika kita
tertimpah fitnah hendaknya kita bersikap :
a) Sabar menghadapi fitnah yang ditimpakan dan berdoa agar
selamat dari buruknya dampak fitnah.
b) Memohon ampunan dan bertaubat kepada Allah. Karena sebagai
korban fitnah, kita perlu introspeksi diri. Barangkali ada kelalaian
dan kesalahan yang tak sengaja atau sengaja kepada orang lain
sehingga membuat orang lain akan berperilaku buruk kepadanya.
c) Menjaga persatuan dan kesatuan umat. Hal ini diperlukan sambil
mengklarifikasi fitnah yang terjadi. Kita harus melihat secara
terbuka dan jelas tentang fitnah yang ada. Oleh karena itu, kita
seharusnya berpikir positif dan tidak mencela dan mengancam
orang ketika terjadi perbuatan fitnah tersebut.20
3. Ghibah
a. Pengertian Ghibah
Secara etimoligi, Ghibah berasal dari kata
ghaabayaghiibughaiban yang berarti ghaib, tidak hadir, dalam kitab
Maqayisal-Lughah diartikan sebagai “sesuatu yang tertutup dari
pandangan”. Asal kata ini memberikan pemahamaan unsur
"ketidakhadiran seseorang‟ dalam ghibah, yakni orang yang
menjadi objek pembicaraan. Kata ghibah dalam bahasa Indonesia

19
Ibid,.
20
Yusuf Alfi Syahr......., 141-142
mengandung arti umpatan, yang diarahkan sebagai perkataan yang
memburuk-burukkan orang.
Ghibah secara syar‟I yaitu menceritakan tentang seseorang
yang tidak berada di tempat dengan sesuatu yang tidak disukainya.
Baik menyebutkan aib badannya, keturunannya, akhlaknya,
perbuatannya, urusan agamanya, dan urusan duanianya.
Sebagaimana dalam Hadis dijelaskan pengertian ghibah
sebagaimana penjelasan Hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ْ ‫ أَتَ ْدرُوْ نَ َم‬: ‫ال‬


: ‫اال ِغ ْيبَةُ؟قَالُوْ ا‬ َ َ‫صلَّىاللهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمق‬ َ ‫َع ْنأَبِ ْيه َُري َْرةَأَنَّ َرسُوْ اَل لل ِه‬
: ‫فَقِي َْل‬،ُ‫ ِذ ْك ُر َكأَخَا َكبِ َمايَ ْك َره‬: ‫ال‬ َ َ‫ق‬،‫الله َُو َرسُوْ لُهُأ َ ْعلَ ُم‬
َ َ‫أَفَ َرأَ ْيتَإ ِ ْن َكانَفِيْأ َ ْخ ْي َماأَقُوْ لُ؟ق‬
‫ إِ ْن َكانَفِ ْي ِه َماتَقُوْ لُفَقَ ِدا ْغتَ ْبتَه‬: ‫ال‬
•ُ‫ َوإِ ْنلَ ْميَ ُك ْنفِ ْي ِه َماتَقُوْ لُفَقَ ْدبَهَتَّه‬،ُ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “’Tahukah
kalian apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya
yang lebih tahu’. Rasulullah bersabda: ‘Engkau menyebut
saudaramu tentang apa yang dia benci’. Beliau ditanya:
‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang
saudaraku?’ Rasulullah bersabda: ‘jika engkau menyebutkan
tentang kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah
tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang sebaliknya
maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang
saudaramu.’” (HR. Muslim no. 2589)21

b. Bahaya Ghibah
Islam melarang umatnya melakukan gosip karena menghancurkan
hubungan yang sudah terbangun kokoh. Perilaku gosip dapat
berubah menjadi fitnah dan hoaks jika kabar itu tidak benar dan
berubah lagi menjadi adu domba yang menghancurkan hubungan
manusia. Di samping menghancurkan keharmonisan hubungan,
perilaku gosip akan memberikan beberapa dampak negatif
lainnya,yaitu
a) Mendapat dosa yang lebih berat dari zina
b) Dengan melakukan gosip, seseorang telah berbuat zalim kepada
orang lain.

21
Dewi Indriana, Skripsi: “Ghibah Menurut Imam An-Nawawi dan Yusuf Al-Qardhawi (Kasus
Media Sosial Facebook Pada Masyarakat Kecamatan Pulau Rakyat)”(Medan: UINSU, 2019),23.
c) Orang-orang yang melakukan gosip tidak akan dimaafkan
sebelum mereka meminta maaf kepada orang yang dibicarakan.
d) Merendahkan derajat manusia22
c. Batasan Ghibah
Batas dikatakan gosip atau ghibah adalah membicarakan sesuatu
yang terdapat pada orang lain yang tidak akan menyukai
pembicaraan tentangnya. Pembicaraan itu misalnya
a) Pembicaraan yang berkenaan dengan kekurangan tubuhnya,
misalnya menyebutkan bahwa orang itu penglihatannya rabun,
kepalanya juling, kepalanya botak atau sifat-sifat lain yang
sekiranya tidak disukai untuk dibicarakan
b) Pembicaraan yang berkenaan dengan keturunan, misalnya
menyebutkan ayahnya bahwa seorang yang fasik, seorangvyang
struktur sosialnya rendah atau sebutan-sebutan lainnya yang
tidak disukai jika dibicarakan.
c) Pembicaraan yang berkenaan dengan akhlak, misalnya
menyebutkan orang itu kikir, congkak, sombong, atau sifat lain
yang tidak disukai jika dibicarakan.
d) Pembicaraan yang berkenaan dengan masalah agama, misalnya
menyebutkan bahwa orang itu pencuri, pendusta, peminum
alkohol atau sebutan-sebutan lain yang tidak suka dibicarakan.
e) Pembicaraan yang berkenaan dengan urusan dunia, misalnya
menyebutkan bahwa orang itu berbudi pekerti rendah,
menganggap remeh orang lain, tidak pernah menganggap hak
orang lain pada dirinya, dan sebutan-sebuatan lain yang tidak
disukai jika dibicarakan.23
4. Hoaks
a. Hoaks dalam islam
Kata hoax berasal dari bahasa Inggris yang terambil dari bahasa
Yunani dari kata hocus. Sedangkan kata hocus terambil dari kata
hocus pocus yakni kata yang sering digunakan oleh para pesulap
(semacam sim salabim), Menurut bahasa, houx berarti olok-olokan,
cerita bohong, dan senda gurau. Dalam bahasa Arab, hoax disebut
dengan kata ‫( إفك‬ifki) dan setara pula maknanya dengan kata
(kadzah) yang memiliki arti dusta. Berdasarkan istilah, Fuad
Thahari mendefinisikan bahwa hoax adalah suatu kata yang
digunakan untuk menunjukan pemberitaan palsu atau usaha untuk
menipu atau mengakali pembaca pendengarnya untuk
mempercayai sesuatu.24
Fuad Thahari juga mengatakan bahwa dalam lintasan sejarah
Islam, hoax pernah terjadi dalam hanyak peristiwa. Adapun
22
Yusuf Alfi Syahr........, 152-153
23
Ibid, 153
24
Abdullah bin Muhammad Razaki, Skripsi, “Pandangan Al-Qur’an Terhadap Berita Bohong Atau
Hoax”, (Jambi: UINSTS, 2019), 11.
peristiwa-peristiwa atau fenomena fenomena hoax tersebut telah
penulis rangkum sebagai berikut:
a. Pada Masa Nabi Adam A.S
Ketika itu nabi Adam masih di dalam surga. Setan tak ingin
nabi Adam kekal di dalam surga. Maka setan membujuk nabi
Adam dan Hawa untuk memakan buah khuldi yang menjadi
larangan Allah kepada keduanya. Setan membisikkan pikiran
jahat kepada nabi Adam dengan mengatakan "Tuhan hanya
melarang kalian mendekati pohon ini (khuldi) agar kalian tidak
memakan buahnya supaya kalian berdua tidaak menjadi
malaikat dan kekal di dalam surga.
b. Pada Masa Nabi Muhammad SAW
Beliau dan keluarganya pernah menjadi korban hoax. Ketika
isteri beliau Aisyah r.a dituduh selingkuh, dan beritanya
menjadi tersebar di Madinah. Berita bohong ini menimpa istri
Aisyah setelah peperangan dengan Bani Mushtaliq pada bulan
Sya'ban. Peperangan ini diikuti kaum munafik, dan turut pula
'Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara
istri istri beliau.
Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka
berhenti pada suatu tempat. Aisyah keluar dari sekedupnya
untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia
merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi
mencarinyabSementara itu, rombongan berangkat dengan
persangkaan bahwa Aisyah masih ada dalam sekedup.
Setelah Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat,
dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan
kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang
sahabat Nabi, Shafwan bin Mu'aththal as-Sulami,
diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan dia
terkejut lalu mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilathi raji'un,
isteri Rasul!" Aisyah terbangun.
Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya.
Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di
Madinah. Orang-orang yang melihat mereka
membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah
timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik
membesarkannya, maka fitnah atas Aisyah itu pun bertambah
luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum
Muslimin. Dan orang yang paling getol dalam hal itu adalah
Abdullah bin Ubay bin Salul.25
b. Larangan Hoaks dalam Islam

25
Ibid, 12-13
Di dalam Islam sudah jelas bahwa menyebarkan hoax itu
adalah perbuatan dosa besar yang akan merugikan orang lain dan
juga merugikan diri sendiri. Al-Qur’an melarang perbuatan
menyebarkan hoax karena sudah pasti ada alasannya. Hoax
menyebabkan timbulnya ketidak nyamanan, kerugian, dan
mengganggu keamanan baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Banyak sekali dampak yang terjadi dari menyebarnya berita
bohong atau hoax. Seseoang dapat berpisah dengan orang yang di
cintainya, pimpinan sebuah perusahaan memecat stafnya, pejabat
sudah tidak percaya kepada bawahannya, rumah tangga suami istri
yang telah dibangun bertahun-tahun hancur memilih jalan
perceraian, hingga bahkan tidak sedikit yang menyebabkan adanya
korban-korban jiwa. Dan semua ini dikarenakan berita hoax yang
tidak bisa dipertanggung jawabkan fakta kebenarannya.
Allah SWT berfirman:

ٓ
َ‫يٱل َك ِذبَٱلَّ ِذينَاَل ي ُۡؤ ِمنُونَبِٔـََٔ•ا ٰيَتِٱللَّ ۖ ِه َوأُوْ ٰلَئِ َكهُ ُم ۡٱل ٰ َك ِذبُون‬
ۡ ‫إِنَّ َمايَ ۡفتَر‬
ِ
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah
orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka
itulah pembohong”.(Q.S An-Nahl [16] : 105)
c. Dampak Dari Hoaks
Semaraknya peredaran hoax di media sosial, telah memberikan
dampak negatif yang sangat signifikan, tidak ada dampak positif
dalam hal ini. Beberapa dampak negatif yang dihasilkan ialah
sebagaimana berikut:
a) Merugikan masyarakat, karena berita-berita hoax berisi
kebohongan besar dan fitnah.
b) Memecah belah publik, baik mengatas namakan kepentingan
politik maupun organisasi agama tertentu.
c) Mempengaruhi opini publik, hoax menjadi profokator untuk
memundurkan masyarakat.
d) Berita-berita hoax sengaja dibuat untuk kepentingan
mendiskreditkan salah satu pihak. Sehingga bisa
mengakibatkan adu domba terhadap sesama umat Islam.
e) Sengaja ditujukan untuk menghebohkan masyarakat, sehingga
menciptakan ketakutan terhadap masyarakat.26
5. Adu Domba
a. Adu Domba Dalam Islam
Adu domba dalam islam disebut dengan Namimah. Menurut Imam
Abu Zakaria Yahya bin Syarifin Nawawi definisi adu domba
adalah merekayasa omongan, menghasut, memprovokasi untuk
menghancurkan manusia.Al-Baghawi rahimahullah menngatakan
26
Ibid, 18.
bahwa adu domba adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan
untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara.
Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah
menjelaskan bahwa adu domba adalah membeberkan sesuatu yang
tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak
yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak
yang lainnya.
Mengadu domba merupakan dosa besar yang telah di
peringatkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul-Nya.
Perilaku jelek ini termasuk penyakit hati yang mematikan, virus
ganas yang dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat serta
melahirkan permusuhan dan pertikaan dikalangan umat manusia.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan melewati dua kuburan, lalu
beliau bersabda:

•‫بَلَىإِنَّهُ َكبِ ْير‬،‫إِنَّهُ َمالَيُ َع َّذبَانِ َو َمايُ َع َّذبَانِفِ ْي َكبِي ٍْر‬


‫أَ َّماأَ َح ُدهُ َمافَ َكانَيَ ْم ِش ْيبِالنَّ ِم ْي َم ِة َوأَ َّم ْااآلخَ ُرفَ َكانَالَيَ ْستَتِ ُر ِم ْنبَوْ لِ ِه‬،ٌ.
“Sesungguhnya kedua penghuni kubur itu sedang disiksa,
keduanya tidak disiksa karena dosa besar, namun sesungguhnya itu
adalah dosa besar, salah satu di antara keduanya disiksa karena ia
berjalan kesana dan kemari untuk menebar fitnah, sedangkan yang
kedua disiksa karena tidak sempurna bersuci saat buang air kecil”.
(H.R Bukhari)

Para ulama berkata tentang makna: “Keduanya tidak disiksa karena


dosa besar”, maksudnya adalah: bahwa kedua penghuni kubur itu
tidak menyangka bahwa perbuatannya itu termasuk yang berdosa
besar.27

b. Sikap Seorang Muslim Terhadap Adu Domba


Apabila seseorang melakukan adu domba, dan mengatakan
kepadanya bahwa si A telah membicarakannya, maka dia wajib
menjalankan enam hal:
a) Tidak memercayainya, karena orang yang melakukan adu
domba adalahorang fasik, dan orang fasik tertolak beritanya.
b) Melarangnya dari perbuatan tersebut, menasihatinya, dan
mengerti isinya.
c) Membencinya karena Allah, sebab dia dibenci di sisi Allah.
Membenci karena Allah hukumnya wajib.
d) Tidak berburuk sangka kepada orang yang sedang diceritakan.

27
Hariyadin, Skripsi, “Larangan Adu Domba Sesama Umat Islam Dalam Pandangan Hadist Nabi
SAW”, (Makassar : UIN ALAUDDIN, 2017), 12-13
e) Tidak menjadikan berita itu sebagai alasan untuk memata
matai dan menyelidikinya untuk membuktikan kebenaran
berita tersebut.
f) Tidak menuruti apa yang dicegah oleh tukang pengadu domba
dengan tidak rela kalau terjadi pada dirinya, dan tidak turut
serta menyebarkan berita fitnah tersebut.28
6. Mencari Kesalahan Orang lain
a. Tajassus
Tajassus adalah meneliti aib dan mengungkap rahasia orang lain
agar terbuka di hadapan khalayak. Tajassus adalah dilarang agama
dan haram hukumnya. Bahkan menurut Al Ghazali, pelaku tajassus
apalagi terhadap kemaksiatan orang lain, dosanya dua kali lipat.
Dosa karena mengintip dan dosa karena meyebar.
Perzinahan memang dilarang keras oleh agama dan diancam
hukuman yang berat. Namun Allah maha pengasih dan penyayang.
Ia selalu membuka pintu taubat kepada siapapun dan kapanpun.
Bisa jadi saat ini berdosa, tetapi sehari, sebulan, setahun kemudian
ia menjadi baik. Sebaliknya, saat ini saleh, baik, rajin ibadah,
namun sedetik, semenit, sehari, seminggu, sebulan kemudian ia
menjadi jahat bahkan sangat jahat. Sebab itu Allah Swt selalu
membuka pintu taubat kapanpun bagi orang yang mendapatkan
hidayah. Dan satu satunya pemilik hidayah hanyalah Allah sendiri.
Allah bisa mencabut dan menanamkan Hidayah dari dan kepada
siapapun.29
b. Larangan Tajassus
Islam melarang perbuatan Tajassus, bahkan fatwa ulama
mengatakan bahwa tajassus merupakan dosa besar.
Allah SWT berfirman :

َّ‫ُوا َواَل يَ ۡغتَبب‬ ْ ‫ ۖم َواَل تَ َج َّسس‬ٞ ‫ضٱلظَّنِّإ ِ ۡث‬


َ ‫يرا ِّمنَٱلظَّنِّإِنَّبَ ۡع‬ ْ ‫ٱجتَنِب‬
ٗ ِ‫ُوا َكث‬ ۡ ‫وا‬ ْ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَاٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫ض ُكمبَ ۡعض ًۚاأَيُ ِحبُّأ َ َح ُد ُكمۡ أَنيَ ۡأ ُكلَلَ ۡح َمأ َ ِخي ِه َم ۡي ٗتافَ َك ِر ۡهتُ ُمو ۚهُ َوٱتَّق‬
‫واٱللَّ ۚهَإِنَّٱللَّهَتَ َّو‬ ُ ‫ۡع‬
‫يم‬ٞ ‫ َّر ِح‬ٞ‫اب‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah
ada di antara kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada
di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah,

28
Ibid, 18
29
Imam Nakhei, “ Haram Menjebak, Memata-Matai, dan Mencari-cari Kesalahan Orang Lain”,
Lembaga Kader Ahli Fiqih Ma'had Aly, 2021. Online pada 11 maret 2021http://mahadaly-
situbondo.ac.id/haram-menjebak-memata-matai-dan-mencari-cari-kesalahan-dan-aib-orang/
Sungguh, Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang”. (Q.S
Al-Hujurat [49] :12)

BAB VIII
Etika Dalam Berprofesi Dan Berorganisasi
A. Pengertian Dan Etika Organisasi
1. Pengertian Etika
Etika berasal dari Bahasa Yunani ETHOS (jamak ta etha) yang
berarti kebiasaan.Selain etika dikenal juga Moral atau Moralitas yang
dari bahasa Latin MOS (jamak mores) yang juga berarti kebiasaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 198) etika
mengandung arti:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang baik dan buruk tentang
hak dan kewajiban moral.
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianutsuatu golongan atau
masyarakat.
Dalam bahasa sehari-hari kita sering menyebutnya dengan etiket
yang berarti cara bergaul atau berperilaku yang baik, sering disebut
sebagai sopan santun. Etika menggambarkan suatu kode perilaku yang
berkaitan dengan nilai tentang mana yang benar dan mana yang salah yang
berlaku secara obyektif dalam masyarakat.Nilai-nilai perilaku yang
ditunjukkan oleh individu dalam hubungannya dengan individu lain
maupun dengan lingkungannya, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
dianut oleh individu tersebut.30
2. Pengertian Organisasi
Secara bahasa organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang
berarti alat bantu atau instrumen. Apabila dilihat dari asal katanya,
organisasi berarti alat bantu yang sengaja didirikan atau diciptakan
untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan-
tujuannya. Secara istilah organisasi adalah sistem sosial yang
dikoordinasikan secara sadar dengan aturan yang telah dibuat dan
disepakati bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi
memiliki beberapa unsur yaitu:
a. Tujuan suatu organisasi ialah untuk menghasilkan barang dan
pelayanan. Organisasi non profit, sebagai contoh: menghasilkan

30
Nikita Dini,“Pengertian dan Contoh Etika Dalam Organisasi Atau Kelompok”, Modul Makalah,
2016. Online pada 12 Maret 2021https://modulmakalah.blogspot.com/2016/01/pengertian-dan-
contoh-etika-dalam.html?m=1
pelayanan dengan keuntungan masyarakat, seperti pemeliharaan
kesehatan, pendidikan, proses keadilan, dan pemeliharaan jalan.
Bisnis menghasilkan barang konsumsi dan pelayanan seperti mobil,
perumahan, dan wahana rekreasi.
b. Pembagian kerja adalah sebuah proses melaksanakan pekerjaan ke
dalam suatu komponen kecil yang melayani tujuan organisasi dan
untuk dilakukan oleh individu atau kelompok. Pembagian kerja ini
berlangsung untuk memobilisasi organisasi dalam pekerjaan
banyak orang untuk mencapai tujuan umum dari organisasi.
c. Hirarki kewenangan adalah hak untuk bertindak dan memerintah
pribadi orang lain. Hal itu menunjukkan terkoordinirnya sebuah
organisasi untuk menjamin hasil pekerjaan mencapai tujuan
organisasi.
d. Sumber daya. Di sini sumber daya yang dimaksudkan adalah
kumpulan orang yang beraktivitas untuk mencapai tujuan
organisasi.31

3. Etika Dalam Organisasi


a. Memiliki niat dan tujuan yang mulia
Sebuah organisasi pasti didirikan karena ada niat dan tujuan. Niat
dan tujuan didirikan organisasi ini sangat menentukan langkah-
langkah yang akan dilakukan dalam organisasi meskipun nantinya
keberlangsungan organisasi akan bergantung pada etos individu
dan kelompok dalam organisasi. Jikalau niat dan tujuannya mulia,
maka dibentuknya organisasi akan lebih bermanfaat sesuai dengan
niat dan tujuannya.
b. Amanah
Seseorang dalam organisasi haruslah memiliki sikap amanah dalam
mengemban tugas. Dengan adanya sikap amanah, pembagian tugas
yang dilakukan oleh pembina organisasi menjadi lebih optimal.
Sikap ini menimbulkan kepercayaan organisasi menjadi lebih
tumbuh sehingga pemberi dan pelaksana tugas akan lebih ulet
dalam tindakan.Jika sikap amanah tidak dilakukan di dalam
organisasi, maka berbagai penyelewengan akan terjadi sehingga
timbul keraguan untuk mempercayakan sebuah tugas dalam
organisasi. Kemudian organisasi akan mengalami penurunan dan
menghilang dari permukaan. Oleh karenanya sikap amanah adalah
sikap yang harus ada dalam organisasi. Rasulullah Saw bersabda :
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah dan tidak ada
agama bagi yang tidak memegang janji.” (HR. Ahmad)
c. Saling tolong menolong
Satu hal yang perlu digaris bawahi dalam sikap tolong-menolong
adalah kesesuaian dengan pembagian tugas yang diberikan.

31
Yusuf Alfi Syahr......, 169
Apabila tugas individu belum terselesaikan, tidak sepatutnya untuk
mencampuradukkan tugas individu dengan tugas lainnya. Misalnya
dalam pembuatan acara sekolah terdapat divisi dekorasi. Divisi
dekorasi tidak patut untuk mencampuri tugas divisi lainnya
sebelum divisinya terselesaikan. Divisi dekorasi hanya dapat
memberikan masukan ketika rapat dilakukan atau sekedar
mengingatkan divisi humas ketika ada ketidaksesuaian antara
pelaksanaan di lapangan dengan putusan rapat yang telah
disepakati. Apabila divisi dekorasi mencampuradukkan tugasnya,
maka proses dan hasil terhadap jalannya acara tidak akan
maksimal.
d. Berkomunikasi dengan baik
Untuk menjalankan organisasi yang baik, hubungan antar individu
dan kelompok dalam organisasi pun juga harus baik. Hubungan
baik dapat ditumbuhkan dan dijaga dengan komunikasi yang baik.
Dalam Islam, ada lima prinsip dalam berkomunikasi yaitu
a) Menggunakan kata-kata yang mulia dan penuh penghormatan
terhadap sesama atau diam jika tidak mampu (Qaulan
Karīman),
b) Perkataan dikakukan dengan lemah lembut meskipun dengan
lawan atau rival (Qaulan Layyinan),
c) Isi perkataan berupa sesuatu yang benar dan jujur (Qaulan
Sadīdan),
d) Pantas diucapkan sesuai dengan situasi dan kondisi (Qaulan
Balīghan),
e) Perkataan yang keluar mudah dimengerti oleh pendengar
(Qaulan Ma’rūfan/Masyuran).32

4. Pengertian Dan Etika Dalam Profesi


a. Pengertian Profesi
Istilah Profesi, Profesional, Profesionalisme sudah sangat
sering dipergunakan baik dalam percakapan sehari-hari maupun
dalam berbagai tulisan di media masa, jurnal ilmiah, atau buku
teks. Akan tetapi, arti yang diberikan pada istilah-istilah tersebut
cukup beragam.
Sering kali kata tersebut dipakai untuk menunjuk kepada
suatu pekerjaan tetap. Apabila seseorang itu melakukan pelacuran
sebagai satu-satunya pekerjaan untuk memperoleh nafkah, maka
melacur itu adalah sebuah profesi, walaupun kata-kata itu hanya
sebuah iritasi, karena melacur bukanlah pekerjaan yang pantas dan
dianggap sebagai suatu pekerjaan yang buruk dalam masyarakat
yang beradab. Oleh karena itulah, maka pengertian profesi dibuat
menjadi lebih khusus.

32
Ibid, 170-172
Suatu profesi adalah pekerjaan yang memang memerlukan
keahlian-keahlian tertentu, yaitu ketrampilan yang mendasarkan
diri pada pengetahuan teoritis dan sesuai dengan kaidah tingkah
laku (kode etik). Sudah tentu pengetahuan itu harus diperoleh dari
suatu proses pendidikan dan latihan.
Menurut Hidayat Nur Wahid dalam Economics, Business,
Accounting Review, edisi II/ April 2006: “Profesi adalah sebuah
pilihan yang sadar dilakukan oleh seseorang, sebuah pekerjaan
yang secara khusus dipilih, dilakukan dengan konsisten, kontinu
ditekuni, sehingga orang bisa menyebut kalau dia memang
berprofesi di bidang tersebut. Sedangkan profesionalisme yang
memayungi profesi tersebut adalah semangat, paradigma, spirit,
tingkah laku, ideology, pemikiran, gairah untuk terus menerus
secara dewasa, secara intelek meningkatkan kualitas profesi
mereka.”33
5. Etika Dalam Profesi
Aspek etika merupakan hal mendasar yang harus selalu
diperhatikan dalam segala jenis profesi, misalnya bekerja dengan
baik, didasari iman dan takwa, jujur dan amanah, kesesuaian upah,
tidak menipu, tidak semena-mena, ahli dan professional, serta tidak
melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum Allah atau
syariat Islam.
Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk menyempurnakan
akhlak, menurut Rasulullah orang yang menerapkan etika dalam
kehidupan, termasuk dalam bisnis dan bekerja, akan mendapatkan
keberuntungan. Misalnya orang yang bersedekah hartanya akan
bertambah, orang yang suka minta maaf akan mendapat kemuliaan,
dan orang yang tawadhu‟ (rendah hati) akanditinggikan derajatnya,
sebagaimana sabdanya:
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah
dan Ibnu Hujr mereka berkata: telah menceritakan kepada kami
Isma‟il yaitu Ibnu Ja‟far dari Al-A‟laa dari bapaknya dari Abu
Hurairah dari Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah sedekah akan
mengurangi harta, tidaklah seseorang memberi maaf kepada orang
lain kecuali Allah akan menambah kemuliaannya, dan tidaklah
seseorang merendahkan hati karena Allah kecuali dia akan
mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim)
Disamping hadis diatas, Rasulullah banyak memberikan petunjuk
mengenai etika. Petunjuk-petunjuk Rasulullah tentang etika
profesi, antara lain:
a. Kejujuran, dalam ajaran Islam kejujuran merupakan syarat
paling mendasar dalam kegiatan mencari rizki. Rasulullah
33
Umi Latifah Anwar, Skripsi,“Narasi-Narasi Profesi Dalam Hadist”, (Semarang: UIN WALISONGO,
2016), 17-18
sangat menganjurkan kejujuran dalam segala bentuk aktifitas
sehari-hari. Menurut Nabi, kejujuran akan membawa kepada
kebajikan dan kebajikan akan membawa pada surga. Demikian
pula sebaliknya, kebohongan akan membawa pelakunya pada
keburukan dan akhirnya ke neraka.
b. Amānah dan Profesional dalam bekerja. Di samping jujur, sikap
amanah juga sangat dianjurkan dalam aktifitas ekonomi.
Kejujuran dan amanah mempunyai hubungan yang sangat erat,
karena orang yang selalu jujur pastilah bersikap amānah
(terpercaya). Allah memerintahkan agar umat Islam menunaikan
amanat kepada orang yang berhak menerimanya dan jika
memutuskan perkara agar dilakukan secara adil.
c. Tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad melarang
seseorang melakukan sumpah palsu dalam segala hal, termasuk
dalam jual beli. Orang yang melakukan sumpah palsu pada
dasarnya telah berbuat dosa besar sebagaimana halnya dosa-
dosa besar yang lain seperti menyekutukan Allah, durhaka
kepada kedua orang tua, berzina, membunuh, dan sebagainya.
d. Bersikap ramah tamah dalam melakukan pekerjaan. Seseorang
harus bersikap ramah dalam melakukan sebuah pekerjaan.
Disamping itu, seseorang sangat dianjurkan untuk mempunyai
jiwa dan sikap kepribadian yang baik.
e. Tidak mengganggu kegiatan ibadah kepada Allah. Sebagai
muslim harus menyadari bahwa tujuan manusia diciptakan di
muka bumi untuk beribadah kepada Allah.
f. Dilakukan dengan suka rela atau tanpa paksaan. Pada dasarnya,
segala aktivitas harus dilakukan dengan kerelaan pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya, termasuk dalam bidang pekerjaan.
Tidak boleh ada pihak tertentu yang memaksa pihak lain dalam
bekerjasama. Orang yang melakukan pekerjaan dengan
memaksa orang lain termasuk kategori kebatilan yang sangat
dilarang dalam Islam.
g. Bersih dari unsur riba. Allah melarang umat Islam melakukan
segala bentuk aktivitas bisnis yang mengandung unsur riba,
begitu juga Rasulullah. Di samping itu, Rasulullah mengutuk
orang-orang yang terlibat dalam riba baik yang memakan,
mewakili dalam transaksi riba, menulis atau menjadi saksinya.34

34
Ibid, 21-26
BAB IX
SURI TELADAN TOKOH ISLAM DI INDONESIA
A. Kiai Khalil Al-Bangkalani
1) Sosok Kiai Khalil Al-Bangkalani
Nama lengkap beliau adalah Muhammad Kholil bin Abdul Lathif.
Tapi nama lengkap dan gelar beliau adalah Kiai al-'Alim al-'Allamah
asy-Syaikh Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al-Bangkalanial-
Madurial-Jawi asy-Syafi'i atau lebih dikenal dengan nama Syaikhona
Kholil atau Syekh Kholil. Beliau lahir pada hari selasa 11 Jumadil
Akhir tahun 1252 H atau tanggal 20 September 1834 M, di Desa
Lagundih KecamatanUjung Piring, Bangkalan.
Beliau berasal dari keluarga ulama. Ayahnya bernama K.H. Abdul
Lathif yang mempunyai garis keturunan denganSunan Gunung Jati.
Kakeknya bernama Kiai Hamim, yang merupakanputra dari Kiai Abdul
Karim bin Kiai Muharram bin Kiai Asror Karomah bin Kiai Abdullah
bin Sayyid Sulaiman. Dengan kata lain, garis yang menghubungkan
Kiai Kholil dengan Sunan Gunung Jati adalah melalui Sayyid Sulaiman
yang merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati dari pihak ibu.
Kiai Kholil menjadi salah satu pendakwah yang juga ikut
membangun pesantren. Hal ini menjelaskan bahwa Kiai Kholil
memandang pentingnya mewariskan dasar-dasar intelektualisme Islam
ke dalam sebuah lembaga tradisional yang kelak akan menjadi wadah
kaderisasi ulama, asatidz dan para da'i generasi selanjutnya.
Salah satu warisan ulama dalam bentuk lembaga-lembaga
pendidikan Islam “tradisional” di Nusantara yang telah mencapai jumah
16.000 pesantren dan sekitar 60.000 madrasah merupakan jaringan
pendidikan Islam yang paling besar dan paling luas apabila
dibandingkan dengan jaringan serupa di negeri-negeri muslim yang
lain. Dan itulah rahasianya, mengapa para ulama itu mampu
mengislamkan sekitar 90 % penduduk di Nusantara yang kini
jumlahnya mencapai lebih dari 200 jutaorang.35
2. Teladan Dari Kiai Khalil Al-Bangkalani
a. Pantang menyerah dan senantiasa berusaha
Kiai Kholil ialah seorang yang selalu berusaha dan tidak mudah
menyerah pada keadaan. Hal ini terbukti saat di Jawa, Kholil tak
pernah membebani orang tua atau pengasuhnya, Nyai Maryam. Beliau
bekerja menjadi buruh tani ketika belajar di kota Pasuruan. Beliau
juga bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota
Banyuwangi. Dan beliau menjadi penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn
Malik untuk diperjual belikan ketika belajar di Makkah. Setengah dari
hasil penjualannya diamalkan kepada guru-gurunya.
35
Aah Syafaah, “ Menelusuri Jejak Dan Kiprah Kiai Khalil Al-Bangkalani”, Tamaddun, Vol 5. 1, 2017
Setelah pulang dari Makkah, Kiai Kholil bekerja menjadi penjaga
malam di kantor pejabat Adipati Bangkalan. Beliau selalu
menyempatkan membaca kitab-kitab dan mengulangi ilmu yang telah
didalaminya selama belasan tahun. Beliau pun menikahi putri seorang
kerabat Adipati, Raden Ludrapati yang pernah tertarik menjadikannya
menantu. Setelah itu, beliau pun berdakwah dan berhasil membangun
beberapa masjid, pesantren dan kapal Sarimuna yang kelak diwariskan
pada anak-cucunyaa.
Pembangunan masjid, pesantren dan kapal tersebut memiliki pesan
simbolik bahwa kegiatan dakwah harus beriringan dengan ekonomi
yang baik.
b. Ketulusan dalam beramal
Ketika ada sepasang suami-istri yang ingin berkunjung menemui
Kiai Kholil, tetapi mereka hanya memiliki “Bentol”, ubi-ubian talas
untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Akhirnya keduanya pun sepakat
untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak kiai, Kiai Kholil
menyambut keduanya dengan hangat. Mereka kemudian
menghaturkan bawaannya dan Kiai Kholil menerima dengan wajah
berseri-seri dan berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin makan
bentol”. Lantas Kiai Kholil meminta “Kawula”, pembantu dalam
bahasa jawa untuk memasaknya. Kiai Kholil pun memakan dengan
lahap di hadapan suami-istri yang belum diizinkan pulang tersebut.
Pasangan suami-istri itu pun senang melihat Kholil menikmati oleh-
oleh sederhana yang dibawanya.
Setelah kejadian itu, sepasang suami-istri tersebut berkeinginan
untuk kembali lagi dengan membawa bentol lebih banyak lagi. Tapi
sesampainya di kediaman pak kiai, Kiai Kholil tidak memperlakukan
mereka seperti sebelumnya. Bahkan oleh-oleh bentol yang dibawa
mereka ditolak dan diminta untuk membawanya pulang kembali.
Dalam perjalanan pulang, keduanya terus berpikir tentang kejadian
tersebut.
Dalam kedua kejadian ini, Kiai Kholil menyadari bahwa pasangan
suamiistri berkunjung pertama kali dengan ketulusan ingin
memulyakan ilmu dan ulama. Sedangkan dalam kunjungan kedua,
mereka datang untuk memuaskan kiai dan ingin mendapat perhatian
dan pujian dari Kiai Kholil.36
3. K.H HasyimAsy'ari
a. Sosok K.H Hasyim Asy'ari
Beliau bernama Muhammad Hasyim lahir pada 24 Dzul Qa‟dah 1287
H/14 Februari 1871 M di Desa Godang Jombang, Jawa Timur. Ayah
beliau bernama Kiai Asy‟ari yang berasal dari Demak, Jawa Tengah
yang memiliki sebuah pesantren yang besar. Ayahnya adalah
keturunan ke delapan dari penguasa kerajaan Islam Demak, Jaka

36
Yusuf Alfi Syahr......, 188
Tingkir, Sultan Pajang pada tahun 1568, yang merupakan putra
Brawijaya VI, penguasa Kerajaan Majapahit pada seperempat pertama
abad VXI di Jawa. Sementara kakeknya bernama Kiai Usman yang
merupakan kiai terkenal dan pendiri Pesantren Gedang yang didirikan
pada abad ke-19. Selain itu, moyangnya, Kiai Sihah, adalah pendiri
Pesantren Tambakberas, Jombang.
Ayah KH. Hasyim Asy'ari sebelumnya merupakan santri terpandai
di Pesantren Kiai Usman. Ilmu dan akhlaknya sangat mengagumkan
sang kiai sehingga beliau dinikahkan dengan anaknya Halimah.
Pendidikan KH. Hasyim Asy‟ari sama dengan yang dialami oleh
kebanyakan santri muslim seusianya. Pendidikan awal beliau sampai
berumur 15 tahun, diperoleh dengan bimbingan ayahnya. Beliau
mendapat pelajaran dasar-dasar tauhid, fiqh, tafsir dan hadits. KH.
Hasyim Asy'ari kemudian melanjutkan studi di beberapa pesantren di
Jawa dan Madura, yaitu Pesantren Wonokoyo (Probolinggo),
Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis, Pesantren
Kademangan (Bangkalan. Madura), dan Pesantren Siwalan Panji
(Sidoarjo).
Tradisi pesantren dalam mencari ilmu ini memberi kesempatan
pada KH. Hasyim Asy'ari untuk belajar tata bahasa dan sastra Arab,
fiqh, dan sufisme dari Kiai Khalil dari Bangkalan selama 3 tahun,
sebelum memfokuskan diri dalam bidang fiqh selama dua tahun di
bawah bimbingan Kiai Ya'kub di Pesantren Siwalan Panji.37
b. Teladan K.H Hasyim Asy'ari
a) Berkhidmah Kepada Guru
Ada cerita yang cukup mengagumkan tatkala Kiai Hasyim bersama
dengan Kiai Kholil. Suatu hari, beliau melihat Kiai Kholil bersedih,
beliau memberanikan diri untuk bertanya. Kiai Khalil menjawab,
bahwa cincin istrinya jatuh di WC, Kiai Hasyim pun mengusulkan
agar Kiai Kholil membeli cincin lagi.
Kiai Kholil pun mengatakan bahwa cincin itu adalah cincin
istrinya. Setelah melihat kesedihan di wajah guru besarnya itu, Kiai
Hasyim menawarkan diri untuk mencari cincin tersebut didalam WC.
Akhirnya, Kiai Hasyim benar-benar mencari cincin itu didalam WC,
dengan penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya Kiai
Hasyim menemukan cincin tersebut. Alangkah bahagianya Kiai Kholil
atas keberhasilan Kiai Hasyim itu. Dari kejadian inilah Kiai Hasyim
menjadi sangat dekat dengan Kiai Kholil, baik semasa menjadi
santrinya maupun setelah kembali ke masyarakat untuk berjuang. Hal
ini terlihat dengan pemberian tongkat saat Kiai Hasyim hendak
mendirikan Jam’iyahNahdlatul Ulama`.
b) Berkhidmat pada Negara Kesatuan Republik Indonesia

37
Rahayuningsih, Skripsi, “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Biografi K.H Hasyim Asy'ari”.
(Ponorogo : IAIN Ponorogo, 2017), 32
Kiai Hasyim adalah seseorang yang memberi fatwa bahwa Hindia
Belanda adalah darussalam karena memberi kebebasan umat Islam
untuk menjalankan syariat Islam.
Tetapi ketika kita dalam proses mendirikan negara, beliau
memfatwakan untuk berjuang supaya Islam menjadi dasar negara.
Seperti saat Kiai Hasyim mengeluarkan fatwa jihad pada 17
September 1945 yang berbunyi
c) Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita
adalah fardlu ‘ain bagi setiap orang Islam yang mungkin meskipun
bagi orang fakir.
d) Hukumnya orang yang meninggal dalam peperangan melawan NICA
serta komplotannya adalah mati syahid.
e) Hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini wajib
dibunuh.
Selanjutnya pengukuhan Resolusi Jihad digelar dalam rapat para
ulama se-Jawa dan Madura pada tanggal 22 Oktober 1945.
Pengukuhan tersebut ditutup oleh pidato Kiai Hasyim yang berbunyi,
“Apakah ada darikita orang yang suka ketinggalan tidak turut
berjuang pada waktu-waktu ini, dan kemudian ia mengalami keadaan
sebagaimana disebutkan Allah ketika memberi sifat kepada kaum
munafik yang tidak suka ikut berjuang bersama Rasulullah.
Demikianlah maka sesungguhnya pendirian umat adalah bulat untuk
mempertahankan kemerdekaan dan membela kedaulatannya dengan
segala kekuatan dan kesanggupan yang ada pada mereka, tidak akan
surut seujung rambut pun.
Barang siapa memihak kepada kaum penjajah dan condong kepada
mereka berarti memecah kebulatan umat dan mengacau barisannya.
Maka barangsiapa yang memecah pendirian umat yang sudah bulat,
pancunglah leher mereka dengan pedang siapa pun orangnya”.
Fatwa Resolusi Jihad pun disebarluaskan dan dengannya mampu
menggerakkan rakyat Indonesia untuk melawan dan mengusir
penjajahan kembali oleh Belanda. Fatwa tersebut menggambarkan
bahwa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan
kewajiban agama.38
4. K.H Ahmad Dahlan
a. Sosok K.H Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta pada tahun 1868. Nama
kecilnya adalah Muhammad Darwis. Ia adalah putera keempat dari
K.H. Abu Bakar, seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid
Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Ia termasuk keturunan
yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang
terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama
Islam di Jawa.

38
Yusuf Alfi Syahr......., 191
Pada usia ke-15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama
lima tahun. Pada periode inilah Muhammad Darwis muda mulai
berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu
Taimiyah. Setelah menunaikan ibadah haji dan sebelum ia kembali ke
kampung halaman ia diberi nama Ahmad Dahlan. Selanjutnya pada
tahun 1888 ia pulang kampung halaman. Sepulang dari Mekkah, ia
menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu
Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah.
Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti
Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Pada tahun 1902 ia
berangkat kembali ke Mekah dan menetap di sana selama 2 tahun.
Pada keberangkatan kedua ini tampaknya ia sengaja ingin
memperdalam ilmu pengetahuan. Pada masa ini, ia sempat berguru
kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH.
Hasyim Asyari. 39
b. Teladan K.H Ahmad Dahlan
a) Menciptakan Masyarakat Islam yang Sejahtera
Kiai Ahmad Dahlan dalam menciptakan masyarakat Islam
yang sejahtera menekankan pada bentuk-bentuk pelayanan. Hal ini
terlihat pada beberapa sekolah, panti asuhan, rumah sakit dan
penerbit. Pernah jamaah bertanya kepada beliau, “Kenapa Kiai
membahas Surah al-Maun dilakukan berulang-ulang?“. Beliau
menjawab, “Saya tidak akan berhenti menyampaikan Surah itu
sebelum anda terjun kemasyarakat mencari orang-orang yang perlu
ditolong”.
Bentuk-bentuk pelayanan di sini terbagi menjadi tiga
bidang yaitu, pendidikan, sosial, dan keagamaan.
Pertama, di bidang pendidikan lembaga pendidikan Islam harus
diperbaharui dengan metode dan sistem pendidikan yanglebih baik.
Model pembelajaran sorogan dan bandongan yang selama ini
diterapkan di pesantren perlu diganti dengan model pembelajaran
klasikal, sehingga sasaran dan tujuan kegiatan pembelajaran lebih
terarah dan terukur. Beliau menggabungkan sisi baik model
pendidikan pesantren dengan model pendidikan Barat untuk
diterapkan dalam pendidikan Islam. Kegiatan pendidikan
dilakukan di dalam kelas, materi pelajaran tidak hanya
pengetahuan agama saja tetapi dilengkapi dengan materi ilmu
pengetahuan umum.

39
Ulfa Afidatul Jannah, Tsabit Azinar Ahmad, “ Kesadaran Sejarah Siswa Kelas XI Terhadap Nilai-
Nilai Keteladanan K.H Ahmad Dahlan di SMA Muhammadiyah 1 Semarang”. Indonesian Journal of
History Education, Vol 7. 2, 2019, 138-139
Kedua, di bidang sosial beliau berkonsentrasi pada empat hal
yaitu, mewujudkan bidang pendidikan dan guruan sehingga bisa
membangun gedung universitas, mengembangkan agama Islam
dengan jalan dakwah dengan membangun langgar, masjid dan
madrasah pendakwah di daerah untuk tempat pengajian,
pengkajian dan ibadah, membangun rumah sakit untuk menolong
masyarakat yang menderita sakit serta membangun rumah miskin
dan rumah yatim dan menyiarkan agama Islam dengan
mengedarkan selebaran, majalah dan buku secara gratis atau
dengan berlangganan. Pengetahuan yang disampaikan dalam
majalah atau buku ditulis dengan bahasa yang dimengerti oleh
masyarakat, sehingga pesan yang akan disampaikannya dapat
dipahami.
Ketiga, di bidang keagamaan beliau berusaha keras untuk
menghilangkan stigma kaum penjajah bahwa agama Islam itu kolot
dan bodoh, karena itu umat Islam perlu diberikan pencerahan ilmu
dan iman. Beliau pernah mengatakan, “Manusia itu semua mati
(perasaannya) kecuali para ulama (orang-orang yang berilmu).
Ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal,
mereka yang beramalpun semuanya khawatir kecuali mereka yang
ikhlas dan bersih”.
c. Ilmu pengetahuan dan agama adalah pengikat kehidupan manusia
Kiai Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki
perasaan yang sama. Perasaan yang sama inilah yang akan
membawa manusia pada kemajuan dan peradaban. Perasaan yang
sama ini timbul sebab dua alasan yaitu berasal dari satu keturunan
yaitu Adam dan Hawa dan tujuan kedamaian dan kebahagiaan
dalam kehidupan. Menurutnya, jika belum timbul perasaan yang
sama, maka lakukan tiga hal yaitu menganggap ilmu pengetahuan
itu penting untuk dipikirkan, mempelajari ilmu pengetahuan
dengan serius dan cermat, dan mengatur kehidupan dengan
instrumen al-Qur`an.
Tiga hal di atas dapat mengikat kehidupan manusia dan
menimbulkan perasaan yang sama. Hal tersebut juga akan
mengurangi kebodohan universal, kertidaksepakatan dengan
pembawa kebenaran, dan ketakutan akan jabatan, status, pekerjaan
dan kesenangan.
Dalam implementasinya, beliau pernah mengingatkan
bahwa setiap orang butuh agama untuk menerangi kehidupan dan
membawa kepada kebenaran, setiap orang juga harus mencari
pengetahuan baru tanpa membedakan asal pengetahuannya dari
kelompok mana untuk menghilangkan kebodohan universal dan
setiap orang harus mengamalkan pengetahuan yang sudah
dipahaminya agar tidak membiarkan pengetahuan terbuang atau
hanya ada pada pikiran semata.40

40
Yusuf Alfi Syahr......., 194-195
DAFTAR PUSTAKA

Afidatul Jannah, Ulfa dan Tsabit Azinar Ahmad. 2019. Kesadaran Sejarah Siswa
Kelas XI Terhadap Nilai-Nilai Keteladanan K.H Ahmad Dahlan di SMA
Muhammadiyah 1 Semarang. IndonesianJournalofHistoryEducation, 7 (2). 138-
139
Alfi Syahr, Yusuf. 2020.Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas XII. Jakarta:
Direktorat KSKK Madrasah, Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2000
Anwar, Umi Latifah. 2016. Narasi-Narasi Profesi Dalam Hadist. Skripsi.
Semarang: UIN WALISONGO
Bin Muhammad Razaki, Abdullah. 2019. Pandangan Al-Qur’an Terhadap Berita
Bohong Atau Hoax. Skripsi. Jambi: UINSTS
Djazuli Ahmad, Ilmu Fiqih Penggalian Perkembangan dan Penerapan Hukum
Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)
Ghazali, M. Bahri Perbandingan Mazhab, Jakarta: Pedoman Ilmu, 1992
Hariyadin. 2017. Larangan Adu Domba Sesama Umat Islam Dalam Pandangan
Hadist Nabi SAW. Skripsi. Makassar : UIN ALAUDDIN
Indriana, Dewi. 2019. Ghibah Menurut Imam An-Nawawi dan Yusuf Al-
Qardhawi (Kasus Media Sosial Facebook Pada Masyarakat Kecamatan Pulau
Rakyat).Skripsi.Medan: UINSU
Nakhei, Imam. 2021. Haram Menjebak, Memata-Matai, dan Mencari-cari
Kesalahan Orang Lain.http://mahadaly-situbondo.ac.id/haram-menjebak-memata-
matai-dan-mencari-cari-kesalahan-dan-aib-orang/ (11 maret 2021)
Rahayuningsih. 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Biografi K.H
Hasyim Asy'ari. Skripsi.Ponorogo : IAIN Ponorogo
.Rahman Dahlan, Dahlan, Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2010
Subhan, Arief. 2019. MenghindarkanMenghindarkan Fitnah Untuk Moderasi
Beragama. http://fidkom.uinjkt.ac.id/menghindarkan-fitnah-untuk-moderasi-
beragama/ (10 Maret 2021)
Syafaah, Aah. 2017. Menelusuri Jejak Dan Kiprah Kiai Khalil Al-Bangkalani,
Tamaddun, 5 (1)

Anda mungkin juga menyukai