Anda di halaman 1dari 6

Resume Kelompok 6

 Ernita Dita Tiara (A1A319004)


 Ilma Afghoniyah (A1A319006)
 Alifia Mutiara Annisa (A1A319008)
 Putri Ayuni Febrianti (A1Q319034)
 Febi Ariani (A1A319046)

Filsafat Ilmu

Ilmu, Nilai, Moral, dan Agama serta Etika yang Harus Dimiliki oleh Ilmuwan

1. Pengertian
a. Ilmu
Ilmu berakar dari bahasa arab yakni ilm atau alim yang berarti
mengetahui. Ilmu sendiri secara istilah diartikan sebagai sebuah atau sesuatu
pengetahuan yang diberikan oleh Allah Swt kepada umat-Nya. Ilmu didapatkan dari
proses pembelajaran termasuk dari membaca, memahami atau menulis.

Kasmadi (dikutip Ihsan, 2010:115--116) mengemukakan sifat ilmiah dalam ilmu


dapat diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah sebagai berikut:
1. Ilmu harus mempunyai objek, berarti kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai
adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya.
2. Ilmu harus mempunyai metode, berarti untuk mencapai kebenaran yang objektif, ilmu
tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
3. Ilmu harus sistematik, berarti dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan
secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
4. Ilmu bersifat universal, berarti kebenaran yang diungkapkan oleh ilmu tidak bersifat
khusus melainkan berlaku umum.

b. Nilai
Nilai adalah standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala
sesuatu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang
penting dan berguna bagi kemanusian. Atau sesuatu yang menyempurnakan manusia
sesuai dengan hahikatnya. Misalnya nilai etik, yakni nilai untuk manusia sebagai
pribadi yang utuh, seperti kejujuran, yang berkaitan dengan akhlak, benar salah yang
dianut sekelompok manusia.
Nilai dan penilaian adalah akibat dari hubungan objek dan subjek sehingga selalu
menampilkan aspek objektif dan subjektif. Pandangan bahwa adanya nilai bersifat
objektif dapat diketahui dengan arti nilai sebagai berikut:

1. Nilai adalah keistimewaan, keunggulan yang dianggap baik sehingga dihormati,


dihargai dan ditinggalkan.
2. Nilai adalah kualitas baik atau benar atau indah yang dapat menimbulkan minat.
3. Nilai adalah kualitas preferensi, yaitu kualitas yang disukai dengan kesepakatan minat
manusia.
Nilai tidak terlepas dari definisi aksiologi. Dimana aksiologi dapat dipahami sebagai
teori tentang nilai, yang merupakan studi atau analisis tentang segala sesuatu yang
bernilai. Adapun pengertian dari sebuah nilai itu sendiri adalah sebuah pemaknaan
terhadap sesuatu yang mengenai baik dan buruknya sesuatu yang manusia amati.
Mengenai nilai, ukuran baik dan buruk setiap manusia itu berbeda-beda artinya
pandangan mengenai suatu nilai atau penilaian terhadap sesuatu itu bersifat relatif.
Bisa jadi objek yang sama akan memiliki nilai yang berbeda bagi berbagai subjek.

c. Moral
Kata Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku
dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika
sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Surajiyo (2009:147) mengemukakan moral berasal dari kata Latin mos jamaknya
mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam
penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk
perbuatan yang sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai
yang ada. Sementara itu Ihsan (2010:271) menyebutkan Kata moral dalam bahasa
Yunani sama dengan ethos yang melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika
sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka
kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut serta
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu.
Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian dari moral adalah
Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang
terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.

d. Agama
Secara etimologis, dalam bahasa sansekerta, kata agama berasal dari kata gam yang
berarti pergi. Kemudian, dalam bahasa Indonesia diberi awalan dan akhiran “a”
sehingga menjadi kata agama yang berarti jalan. Dengan demikian, kata agama
berarti sebuah jalan untuk mencapai kebahagiaan.
Istilah lain tentang agama adalah religi atau religion atau religio. Kata religi berasal
dari bahasa latinya itu religare atau religere yang mempunyai arti terikat dan hati-hati.
Terikat disini maksudnya bahwa orang yang ber-religi atau ber-religare adalah orang
yang selalu merasa dirinya terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Sedangkan
hati-hati mempunyai maksud bahwa orang yang ber-religere adalah orang yang selalu
berhati-hati terhadap sesuatu hal yang dianggap suci, contoh : masjid adalah tempat
suci umat Islam.

e. Etika
Secara umum dapat dikatakan bahwa etika adalah filsafat tentang tindakan manusia
sebagai manusia. Suatu tindakan itu mempunyai nilai etis bila dilakukan oleh manusia
dan dalam kerangka manusiawi. Jelas bahwa etika itu berurusan secara langsung
dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Tingkah laku manusiawi ini bukan
tingkah laku yang tidak ada artinya, tetapi yang mengejar nilai-nilai kebaikan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenali etika sebagai:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak serta
kewajiban moral
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

2. Kaitan Ilmu, Nilai, Moral dan Agama

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kaitan antara Ilmu,Nilai,Moral dan
Agama yaitu :
a. Ilmu,nilai,moral dan agama berhubungan dengan bagaimana manusia mencapai
hidup yang baik. Kehidupan yang baik bisa tercapai setelah manusia
melaksanakan seluruh perintah Tuhan. Perintah-perintah Tuhan itu bisa diketahui
dalam rangka agama. Maka jelas bahwa ini mengandaikan agama, jika hidup
ingin mendapat keberuntungan dan kebaikan maka ikuti perintah Tuhan tanpa
melanggar sama sekali.
b. Agama merupakan pranata sosial yang paling kuno yang mengatur tentang
bagaimana manusia bisa mencapai kebaikan. Eksistensi agama bahkan
mendahului prinsip ilmu dan nilai,moral serta hukum suatu masyarakat. Apalagi
ini dalam suatu masyarakat tradisional yang sangat berkaitan erat dengan norma-
norma agama.
c. Adanya realitas mutlak yang memberi pahala kepada mereka yang bertindak
secara berilmu,bernilai dan bermoral.
Perihal hidup berilmu,bernilai, dan bermoral tidak pertama-tama ditentukan oleh agama
dengan prinsip-prinsipnya, tetapi ditentukan oleh terang kodrati akal budinya. Memang
harus diakui bahwa agama bisa memberi dan memurnikan motivasi mengapa seseorang
harus hidup berilmu,benilai, bermoral, tetapi itu bukanlah jaminan untuk menyimpulkan
bahwa ini “bergantung” pada agama.

3. Etika-Etika yang Harus Dimiliki oleh Seorang Ilmuan


Secara etimologis etika berasal dari kata ethos yang berarti adat, kebiasaan atau
susila. Dalam filsafat etika membicarakan tentang tingkah laku atau perbuatan manusia
dalam kaitan antara baik dan buruk. Baik dan buruk adalah suatu penilaian atas apa yang
bisa dilihat dan dirasakan seperti perbuatan dan tingkah laku. Sedangkan untuk hal-hal
yang menyangkut aspek motif atau watak, sulit dinilai. Secara garis besar ada dua macam
etika yaitu etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif hanya bersifat
menggambarkan, melukiskan dan menceritakan sesuatu seperti apa adanya tanpa
memberikan penilaian atau pedoman tentang bagaimana seharusnya bertindak.
Sedangkan etika selain memberikan penilaian baik dan buruk juga memberikan pedoman
mana yang harus diperbuat dan yang tidak.
Dalam bahasa Yunani, ethika berati ethikos yang mengandung arti karakter,
kebiasaan, kecenderungan dan sikap yang menagandung analisis konsep-konsep seperti
harus, benar salah, mengandung pencarian watak ke dalam watak moralitas atau
tindakan-tindakan moral atau mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral.
Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang
manusia sejauh berkaitan dengan moral.
Etika-etika yang harus dimiliki oleh ilmuwan yaitu:
 Selalu meragukan sesuatu.
 Percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah.
 Selalu menginginkan adanya verifikasi eksprimental.
 Tekun.
 Suka pada sesuatu yang baru.
 Mudah mengubah pendapat atau opini.
 Loyal terrhadap kebenaran.
 Objektif
 Enggan mempercayai takhyul.
 Menyukai penjelasan ilmiah.
 Selalu berusaha melengkapi penegathuan yang dimilikinya.
 Dapat membedakan antara hipotesis dan solusi.
 Menyadari perlunya asumsi.
 Pendapatnya bersifat fundamental.
 Menghargai struktur teoritis
 Menghargai kuantifikasi
 Dapat menerima pengertian generalisasi
Selain itu sebagai seorang ilmuwan maka ia harus memiliki etika ilmu tanggung jawab
sosial,tanggung jawab ,moral dan juga tanggung jawab intelektual.
Menurut Abbas Hama (dikutip Surajiyo, 2008:153) Para ilmuwan sebagai orang
yang professional dalam bidang keilmuwan sudah barang tentu mereka juga memiliki visi
moral, yaitu moral khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah didalam filsafat ilmu disebut
juga sebagai sikap ilmiah. Menurut Abbas (dikutip Surajiyo, 2008:156) sedikitnya ada
enam Etika atau moral yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan yaitu :
1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap diarahkan untuk mencapai
pengetahuan ilmiah yang objektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan
pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan Mampu
mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang
beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya atau cara
penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan
akurasinya.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat
indra serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang mendasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap
penelitian yang telah dilakukan, sehingg selalu ada dorongan untuk riset dan riset sebagai
aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan
ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk
pembangunan bangsa dan negara.
Daftar Pustaka:

https://filsafatilmu.filsafat.ugm.ac.id/category/ilmu-dan-nilai/

BUKU FILSAFAT MORAL Dr. Agustinus W. Dewantara, S.S., M.Hum

Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu, Jakarta : Rineka Cipta.

Jurnal AKSIOLOGI : ILMU, MORAL, TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUWAN, DAN


REVOLUSI GENETIKA

Jurnal Etika Keilmuan

Jurnal ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUAN Oleh : Hj. Maryati, SH,MH.

Anda mungkin juga menyukai