OLEH :
KELOMPOK 2
KELAS B-13 B
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah
satu tugas dari Keperawatan Medikal Bedah III.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan
beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui
media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami
miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang
dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Denpasar, 27 Maret 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................4
A. PENGERTIAN OSTEOSARCOMA.....................................................................4
B. ETIOLOGI OSTEOSARCOMA............................................................................4
C. LOKASI OSTEOSARCOMA................................................................................5
E. KLASIFIKASI OSTEOSARCOMA......................................................................9
F. PATHWAY OSTEOSARCOMA........................................................................13
G. PATOFISIOLOGI OSTEOSARCOMA...........................................................14
J. PROGNOSIS OSTEOSARCOMA......................................................................21
K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOSARKOMA............................22
2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................26
ASUHAN KEPERAWATAN.........................................................................................27
Pain Management............................................................................................................39
i
BAB I
PENDAHULUAN
2
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan / terapi osteosarcoma
10. Untuk mengetahui prognosis osteosarcoma
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN OSTEOSARCOMA
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarcoma adalah suatu neoplasma
ganas yang berasal dari sel primitive (poorly differentiated cells) di daerah
metafise tulang panjang. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya
berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif.
Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering
setelah myeloma multiple. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis
tulang panjang di mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate)
sangat aktif, yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal
humerus dan pelvis(Bielack, 2009).
B. ETIOLOGI OSTEOSARCOMA
Penyebab pasti osteosarkoma belum diketahui. Namun, beberapa hal berikut
menjadi faktor resiko yang menyebabkan terjadinya osteosarkoma :
1. Kecepatan Pertumbuhan Tulang
Kecepatan pertumbuhan tulang nampaknya menjadi predisposisi
seseorangterkena osteosarkoma, berdasarkan insidens yang terjadi pada masa
remaja danlokasi tipikal pada daerah metafiseal yang berbatasan dengan fisis
pada tulang panjang.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma adalah
pengaruhradiasi.
3. Predisposisi Genetik
Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya osteosarkoma. Pasien
denganretinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko ratusan kali lipat
4
terhadapterjadinya osteosarkoma, hal ini berhuubungan dengan mutasi gen
Rb. Mutasi pada gen Rb tidak biasa ditemukan pada osteosarkoma sporadik.
Mutasi pada genp53 sering nampak. Namun gen retinoblastoma telah
melokalisir pada lengankromosom 13 (13q14). Gen Rb diakui sebagai
prototipe tumor suppressor genedan menyangkut jumlah patogenesis
neoplasma pada manusia. Tumor suppressorgene berfungsi mengendalikan
pertumbuhan sel tumor, jadi hilangnya fungsi atauinaktivasi dari tumor
suppressor gene menyebebkan terjadinya pertumbuhantumor.
4. Displasia Tulang
Hal ini juga menyangkut paget disease, displasia fibrosa, enkondromatosis,
daneksotose multipel herediter dan retinoblastoma yang merupakan faktor
resiko.Sindrom Li-Fraumeni (mutasi germline p53) dan sindrom Rothmund-
Thomson(berkumpulnya autosomal yang terpendam pada defek tulang
kongenital, displasiapada kulit dan rambut, hipogonadisme, dan katarak)
juga menjelaskankemungkinan berkembangnya osteosarkoma.
C. LOKASI OSTEOSARCOMA
Tumor ini paling sering ditemui di distal femur atau proximal tibia (48%),
pelvisdan proximal femur (14%), bahu dan proximal humerus (10%) dan dapat
puladitemukan di radius distal dan humerus proximal.
5
Gambar 1 : Lokasi osteosarkoma (distal femur atau proximal tibia).
6
Gambar 2 : Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang.
7
Gambar 3 : Daerah metaphysis growth plate ditunjukkan pada no.2, merupakan
daerah yang lebih sering diserang osteosarkoma.
8
metastasis tersamar yang baru terlihat belakangan. Namun kemajuan dalam
teknik pembedahan dikombinasikan dengan terapi radiasi dan kemoterapi untuk
metastasis telah sangat memperbaiki prognosis pasien dengan tumor ini.
Osteosarkoma sekunder timbul pada kelompok usia yang lebih tua
daripada osteosarkoma primer konvensioanl. Tumor ini paling sering terbentuk
dalam kaitannya dengan paget disease, riwayat terpajan radiasi, displasia fibrosa
walaupun jarang, infark tulang atau osteomielitis kronis. Osteosarkoma sekunder
adalah neoplasma yang sangat agresif, kurang berespons terhadap terapi yang
ada saat ini dibandingkan osteosarkoma konvensional.
Bentuk lain osteosarkoma adalah varian parosteal (jukstakorteks),
periosteal, telangiektatik, intraoseus derajat ringan, dan sel kecil
E. KLASIFIKASI OSTEOSARCOMA
Berdasarkan atas gradasi, lokasi, jumlah dari lesinya, penyebabnya, maka
osteosarkoma dibagi atas beberapa klasifikasi atau variasi yaitu:
1. Osteosarkoma klasik
Osteosarkoma klasik merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe
ini disebut juga osteosarkoma intrameduler derajat tinggi (High-Grade
Intramedullary Osteosarcoma). Tipe ini sering terdapat di daerah lutut
pada anak-anak dan dewasa muda. Terbanyak pada distalfemur.Sangat
jarang ditemukan pada tulangkecil di kaki maupun di tangan, begitu juga
9
padakolumna vertebralis. Apabila terdapat pada kaki biasanyamengenai
tulang besar pada kaki bagian belakang (hindfoot), yaitu pada tulang talus
dan calcaneus dengan prognosis yang lebih jelek (Errol, 2005).
Penderita biasanya datang karena nyeri atauadanya benjolan, padahal
keluhan biasanya sudah ada minimal tiga bulan sebelumnya dan sering kali
dihubungkan dengantrauma. Nyeri semakin bertambah, dirasakan bahkan
saatistirahat atau pada malam hari dan biasanya tidak berhubungandengan
aktivitas.Terdapat benjolan pada daerah dekat sendi yangsering kali sangat
besar, nyeri tekan dan tampakpelebaran pembuluh darah pada kulit di
permukaannya.Tidak jarang menimbulkan efusi pada sendi
yangberdekatan. Sering juga ditemukan adanya patah tulangpatologis
(Salter, 1999).
2. Osteosarkoma hemoragi atau telangektasis
Pada plainradiografi kelihatan gambaran lesi yang radiolusen dengan
sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.Dengan gambaran seperti ini
sering dikelirukan dengan lesi benigna pada tulang seperti aneurysmal
bone cyst. Terjadi pada umur yang sama dengan klasik osteosarkoma.
Tumor ini mempunyai derajat keganasanyang sangat tinggi dan sangat
agresif. Diagnosis denganbiopsi sangat sulit oleh karena tumor memiliki
sedikit jaringanyang padat, dan sangat vaskuler. Pengobatannya
samadengan osteosarkoma klasik. Sifatnya sangat responsif terhadap
kemoterapi adjuvan.
3. Parosteal osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada permukaan
tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari fibroblas dan
membentuk woven bone atau lamellar bone. Biasanya terjadi pada umur
lebih tua dari osteosarkoma klasik, yaitu pada umur 20 sampai 40 tahun.
Bagian posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling
sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya. Tumor
dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar, yang makin
lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke endosteal.
10
Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi dari tumor
dan survival ratenya bisa mencapai 80 - 90%.
4. Periosteal osteosarkoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga
terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur dan bahkan bisa
pada tulang pipih seperti mandibula. Terjadi pada umur yang sama dengan
pada klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari
osteosarkoma klasik yaitu 20% - 35% terutama ke paru-
paru.Pengobatannya adalahdilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-
marginsurgical resection), dengan didahului kemoterapi preoperatif dan
dilanjutkan sampai post-operasi (Errol, 2005).
5. Osteosarkoma sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak padatulang, yang mengalami
mutasi sekunder dan biasanyaterjadi pada umur lebih tua. Dapat berasal
dari Paget’s disease, osteoblastoma, fibous dysplasia, dan benigngiant cell
tumor. Contoh klasik dari osteosarkomasekunder adalah yang berasal dari
Paget’s disease yangdisebut pagetic osteosarcomas(Bielack, 2009).
Di Eropa merupakan3% dari seluruh osteosarkoma dan terjadi pada
umurtua. Lokasi yang tersering adalah di humerus, kemudiandi daerah
pelvis dan femur. Perjalanan penyakit sampaimengalami degenerasi ganas
memakan waktu cukup lama berkisar 15 - 25 tahun dengan keluhan nyeri
padadaerah inflamasi dari Paget’s disease. Selanjutnya rasanyeri bertambah
dan disusul dengan terjadinya destruksitulang.
Prognosis dari pagetic osteosarcoma sangat jelekdengan five years
survival rate rata-rata hanya 8%. Olehkarena terjadi pada orang tua, maka
pengobatan dengankemoterapi tidak merupakan pilihan karena toleransinya
yang rendah (Ottaviani, 2009).
11
6. Osteosarkoma intrameduler derajat rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasiosseofibrous derajat rendah
yang terletak intrameduler.Secara mikroskopik gambarannya mirip dengan
parostealosteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulangdan
terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanyamempunyai umur yang
lebih tua yaitu antara 15 – 65tahun, mengenai laki-laki dan wanita hampir
sama.Padapemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik padadaerah
intrameduler metafise tulang panjang. Sepertipada parosteal osteosarkoma,
osteosarkoma tipe inimempunyai prognosis yang baik dengan
hanyamelakukan lokal eksisi saja.
7. Osteosarkoma akibat radiasi
Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi dari 30Gy.
Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 - 35 tahun, dan derajat
keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dan angka metastase
yang tinggi.
8. Multifokal osteosarkoma
Variasiini sangat jarang yaitu terdapatnya lesi tumor yang secara
bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal ini sangat sulit membedakan
apakah sarkoma memang terjadi bersamaan pada lebih dari satu tempat
atau lesi tersebut merupakan suatu metastase. Ada dua tipe yaitu
tipeSynchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaanpada lebih dari
satu tulang, sering terdapat padaanak-anak dan remaja dengan tingkat
keganasan yang sangat tinggi dan tipe Metachronousyang terdapat pada
orang dewasa dimana terdapat tumorpada tulang lain setelah beberapa
waktu atau setelahpengobatan tumor pertama. Pada tipe ini tingkat
keganasannya lebih rendah (Errol, 2005).
12
F. PATHWAY OSTEOSARCOMA
TRAUMA
TERPAPAR SINAR VIRUS
HEREDITER
RADIOAKTIF, DAN ONKOGENIK
BAHAN
KARSINOGENIK
KERUSAKAN GEN
NEOPLASMA
OPERASI
JARINGAN-JARINGAN SEKITAR
CACAT PERMANEN
DI INVASI OLEH TUMOR
TULANG LEBIH RAPUH
KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
RESIKO PERDARAHAN PERSEPSI NYERI
JARINGAN PERIFER
NYERI KRONIS
13
G. PATOFISIOLOGI OSTEOSARCOMA
Osteosarkoma dapat terjadi pada tulang mana saja. Namun lebih sering
pada tulang ekstremitas yang posisinya dekat dengan metaphyseal growth plate.
Bagian yang paling sering adalah femur (42% dengan kejadian 75% tumor pada
distal femur), tibia (19% dengan kejadian 80% pada proksimal tibia), dan
humerus (10% dengan kejadian90% tumor pada proksimal humerus). Lokasi
lainnya adalah tengkorak dan rahang (8%) serta pelvis (8%).
Osteogonik sarkoma secara histologis mempunyai gambaran dari
jaringan tulang atau osteoid serta gambaran pleomorf jaringannya. Tulang dan
osteoid akan menghasilkan tulang rawan, jaringan lunak, atau jaringan miksoid.
Dan juga mungkin ada daerah jaringan tumor dengan sel-sel spindle yang ganas
dengan pembentukanosteoid. Pembentukan jaringan tulang harus dibedakan dari
pembentukan reaksi tulang.Pemeriksaan histokimia dapat menunjukkan adanya
aktivitas alkali fosfatase. Pada telangiektasis osteosarkoma pada lesinya
didapatkan kantong darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang
mana elemen selulernya sangat ganas
14
mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi
diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik di antara jaringan tumor yang
membentuk osteoid.
b. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah ditemukan peningkatan alkaline phospatase dan
laktat dehidrogenase (LDH). Pemeriksaan ini juga penting dalam
mengontrol pasien yang sedang menjalani kemoterapi.
15
Pada tipe campuran terdapat proses osteolitik dan osteoblastik yang
seimbang.
a. Foto Polos
Penampakan kasar dari sarkoma osteogenik bervariasi. Neoplasma
tersebut dapat berupa osteolitik, dengan tulang yang telah mengalami
kerusakan dan jaringan lunak diinvasi oleh tumor, atau osteoblastik
sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang baru. Pada foto polos
ditunjukkan lesi yang agresif pada daerah metafise tulang panjang.
Rusaknya gambaran trabekula tulang dengan batas yang tidak tegas
tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga campuran area radiopak dan
radiolusen oleh karena adanya proses destruksi tulang (bone destruction)
dan proses pembentukan tulang (bone formation). Pembentukan tulang
baru periosteum yang menunjukkan adanya suatu bangunan yang
berbentuk segitiga, pengangkatan kortek tulang, dengan pembentukan
codman’s triangle dan gambaran sunburst dan disertai dengan gambaran
massa jaringan lunak, merupakan gambaran yang sering dijumpai.
Foto polos thoraks juga perlu dibuat untuk melihat adanya metastase ke
paru-paru.
16
Gambar : Foto lateral femur yang menunjukkan gambaran Codman’s
Triangel.
17
b. CT Scan dan MRI
CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke
jarinagn di sekitarnya, termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau
invasinya pada jaringan otot.
CT pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase
pada paru-paru. Sesuai dengan perilaku biologis dari osteosarkoma, yang
mana sarkoma tumbuh secara radial dan membentuk seperti massa bola.
Apabila tulang menembus kortek tulang menuju jaringan otot sekitarnya
dan seolah-olah membentuk suatu kapsul (pseudo capsule) yang disebut
reactive zone. Kadang-kadang jaringan dapat invasi ke daerah zona
reaktif dan tumbuh berbentuk nodul yang berada di luar zona reaktif
pada satu tulang yang disebut skip lession. Bentuk ini semua sangat
bagus dideteksi dengan MRI.
c. Bone Scan (Bone Scintigraphy)
Pemeriksaan ini bertujuan menentukan tempat terjadinya metastase,
adanya tumor yang poliostotik, dan eksistensi tumor. Apakah intraoseus
dan ekstraoseus. Juga untuk mengetahui adanya skip lesion, sekali pun
masih lebih baik dengan MRI. Radio aktif yang digunakan adalah
thallium T1 201. Thallium scantigraphy digunakan juga untuk
memonitor respons tumor terhadap pengobatam kemoterapi dan
mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut.
d. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan
angiografi dapat ditentuka jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High
Grade Osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang
sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan pengobatan preoperatif kemoterapi yang mana apabila
terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan
respon terapi kemoterapi preoperatif berhasil.
18
I. PENATALAKSANAAN / TERAPI OSTEOSARCOMA
Belakangan ini osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik, disebabkan
prosedur penegakan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih baik, begitu
juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam pengobatannya
sarkoma dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan operasi.
11. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma,
terbukti dalam tiga puluh tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat
mempermudah melakukan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas
(limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita.
Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada,
mempermudah,melakukan eksisi metastase tersebut. Regimen standar yang
dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi
preopeartif (preoperative chemotheraphy)yang disebut juga dengan
induction chemotherapy dan kemoterapi post operatif (postoperative
chemotherapy) yang disebut juga adjuvant chemotherapy.
Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor
primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan
pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini
akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari
tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya.
Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin
sebelum tiga minggu.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
oseteosarkoma adalah : Doxorubicin (Adriamycin©) , Cisplatin
(Platinol©), Ifosfamide (Ifex©), Mesna (Mesnex©), dan methotrexate dosis
tinggi (Rheumatrex©). Protokol standar yang digunakan adalah
Doxorubicin dan Cisplatin dengan atau tanpa Methitrexate dosis tinggi,
baik sebagai terapi induksi (neo adjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-
kadang dapat ditambah Ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan
multi agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan
terhadap survival rate sampai 60-80%.
19
12. Operasi
Saat ini prosedur limb salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam
operasi osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan
melakukan rekonstruksinya kembali dan mendapatkan fungsi yang
memuaskan dari ekstremitas merupakan salah satu keberhasilan dalam
melakukan operasi. Dengan memberikan kemoterapi preoperatif (induction
neo adjuvant chemotheraphy) melakukan operasi mempertahankan
ekstremitas (limb sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi
akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada
90-95% pada penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak
terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb
sparing resection.
Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb salvage tidak dapat
atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan reseksi
tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan lunaknya,
sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari
ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis
dari methal. Protesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga
penderita dapat menginjak (weight bearing) dan mobilisasi secara cepat,
memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang
baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal meminimalisasi
komplikasi post operasinya dibanding dengan menggunakan bone graft.
13. Follow up post operasi
Post operasi dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi obat multiagent
seperti pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya maka
dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun
adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya.
Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah
longgarnya protesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara
rutin pada tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya
kekambuhan maupun adanya metastase. Pembuatan plain photo dan CT
scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang
20
harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap tiga bulan dalam dua
tahun pertama post operasinya dan setiap enam bulan pada lima tahun
berikutnya.
J. PROGNOSIS OSTEOSARCOMA
Faktor penting yang mempengaruhi prognosis osteosarkoma adalah tingkat
penyakitnya. Kurang lebih 15% pasien osteosarkoma ditemukan dengan
metastasis pada paru-paru pada saat didiagnosis. Selanjutnya pasien ini
memiliki prognosis yang buruk dengan masa survival sebesar 20%. Pasien
tanpa metastase paru-paru (contoh : metastase ke tulang) memilikiprognosis
yang lebih buruk. Pasien dengan “skip metastases” juga memiliki prognosis
yang sama buruknya dengan pasien dengan metastase yang jauh. Pasien yang
memiliki hasil histopatologi baik dari kemoterapi neoadjuvant (>95% sel
tumor mati atau nekrosis) memiliki prognosis yang lebih baik.
21
K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOSARKOMA
1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien : Identits klien ( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, status marietal, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose
medis ). Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia
15 – 25 tahun (pada usia pertumbuhan). Status ekonomi yang rendah
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
osteosarkoma ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan. Gaya hidup
yang tak sehat misalnya merokok, makanan dan minuman yang mengandung
karbon. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang).
Pekerjaan yang memicu terjadinya osteosarkoma adalah yang sering terkena
radiasi seperti tenaga kesehatan bagian O.K, tenaga kerja pengembangan
senjata nuklir, tenaga IT. Pendidikan berkisar antara SMP samapai Sarjana.
Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di daerah kaki atau
tangan yang mengalami pembengkakan, terjadi pembengkakan biasanya di
daerah tulang panjang.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami adanya masa / pembengkakan pada tulang,
demam, nyeri progresif, kelemahan, parestesia, paraplegia, retensi urine,
anemia. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakan yang terbatas. Peningkatan kadar kalsium dalam darah. Tempat
yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang,
terutama lutut. Sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien
pertama kali berobat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan pernah terpapar sering dengan radiasi sinar radio aktif dosis
tinggi. Kemungkinan sering mengkonsumsi kalsium dengan batas tidak
22
normal. Kemungkinan sering mengkonsumsi zat-zat toksik seperti :
makanan dengan zat pengawet, merokok dan lain-lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya adanya keluarga ( keturunan sebelumnya) yang menderita kanker
tulang dan kanker lainnya.
23
Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada kanker tulang akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat . Selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan
rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya.
6) Pola Neurosensori
Pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal atau
tidak, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, keadekuatan
alat sensori, seperti penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu,
persepsi nyeri, tingkat ansietas, kemampuan fungsional kognitif.
7) Peran hubungan
Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
8) Pola Persepsi dan konsep diri
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
9) Seksualitas
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama
perkawinan.
10) Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan
yang intensif.
Pola koping yang umum, perhatian utama tentang perawatan di rumah
sakit atau penyakit (finansial, perawatan diri), hal yang dilakukan saat ada
masalah, toleransi stress, sistem pendukung, kemampuan yang dirasakan
24
untuk mengendalikan dan menangani situasi, penggunaan obat-obatan
dalam menangani stress, dan keadaan emosi sehari-hari. Masalah timbul jika
pasien tidak efektif dalam mengatasi kesehatannya, termasuk dalam
memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.
11) Nilai kepercayaan/ spiritual
Klien kanker tulang tidak dapat melakukan ibadah dengan baik, hal ini
disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
25
4) Auskultasi : disritmia jantung.
g. Abdomen
1) Inspeksi : Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan
abdomen. Ada konstipasi atau diare.
2) Auskultasi : Bising usus
3) Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
4) Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah.
h. Ekstremitas
1) Inspeksi : px tampak lemah, aktivitas menurun, rentang gerak pada
ekstremitas pasien menjadi terbatas karena adanya masa, nyeri,
pembengkakan ekstremitas yang terkenal.
2) Palpasi : teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa
serta adanya pelebaran vena, terjadi kelemahan otot pada pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis b/d Agen cedera biologis
2. Hambatan Mobilitas Fisik b/d gangguan muskuloskeletal
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah,
anoreksia
4. Kerusakan integritas kulit b/d efek samping terapi radiasi
5. Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan
26
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Nama : Tn. K .
Usia : 50 tahun
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 03 April 2018, pukul 11.00
WIB, pasien mengeluh nyeri pada paha kanan, nyeri karena perjalanan
penyakit, nyeri yang dirasakan menjalar sampai ke panggul, nyeri hilang
timbul, nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri menyebabkan klien
tidak bisa tidur, skala nyeri 7 dalam kategori berat, nyeri semakin bertambah
jika bengkak pada paha kanan tertekan, atau digerakkan.
Klien mengeluh badan terasa lemah, terdapat bengkak pada paha kanan
sebesar bola, bengkak teraba keras, dan nyeri jika ditekan. Pasien juga
mengeluh tidak bisa berjalan karena nyeri dan bengkak pada paha kanan, kaki
kanan sulit untuk digerakkan, hanya bisa digeser-geser di atas tempat tidur.
Klien hanya berbaring di tempat tidur, Aktivitas sehari-hari klien dibantu oleh
perawat dan keluarga.
27
Klien juga mengatakan cemas dengan kondisinya, klien takut penyakit
yang diderita sangat parah. Klien sering bertanya kapan akan dilakukan
tindakan medis. Klien tampak cemas dan gelisah.
28
b. Pola Nutrisi / Metabolisme
Klien mengatakan nafsu makan klien sedikit menurun karena nyeri yang
dirasakan, klien tidak memiliki alergi makanan. Klien mengatakan tidak ada
perubahan berat badan 6 bulan terakhir, klien tidak mengalami masalah dalam
menelan.
Gambaran diet pasien dalam sehari :
Di RS klien mendapatkan diet Makanan biasa 3 kali sehari.
i. Makan pagi :
1. Sebelum Sakit : klien makan nasi, lauk dan sayur. 1 porsi makanan
habis, terkadang klien tidak sarapan.
2. Saat sakit : klien makan nasi, lauk, dan sayur. Klien tidak
menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan ½ dari porsi
makan
ii. Makan siang :
1. Sebelum Sakit : klien makan nasi, lauk. Makanan habis dan terkadang
bertambah.
2. Saat Sakit : klien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. Klien juga
mendapatkan susu kotak. Klien tidak menghabiskan porsi makannya.
Hanya menghabiskan 1/2 dari porsi makan.
iii. Makan malam :
1. Sebelum Sakit: klien makan nasi, lauk. Makanan hanya dihabiskan 1
porsi.
2. Saat Sakit : klien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. Klien tidak
menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan 1/4 dari porsi
makan, terkadang klien hanya makan buah
c. Pola eliminasi
Klien mengatakan belum BAB sejak 2 hari yang lalu, BAB terasa keras.
Kebiasaan berkemih dalam batas normal, klien terpasang kateter urine.
d. Pola aktivitas / olahraga
Kemampuan Perawatan Diri :
29
1 = Dengan Alat Bantu 3 = Bantuan peralatan dan orang lain
0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan Rumah √
Keluhan saat beraktivitas: Tidak bisa menggerakkan kaki kanan, hanya bisa
digeser geser di atas tempat tidur. Sebelumnya, pasien menggunakan tongkat
untuk berjalan.
222 555
30
Klien mengatakn cemas dengan kondisinya, tingkat kecemasan ringan,
keterampilan interaksi tepat. Klien mengeluh nyeri, dan memegang area yang
nyeri dan mengubah posisi untuk mengurangi nyeri dan menggunakan teknik
nafas dalam.
g. Pola Peran Hubungan
Klien bekerja sebagai petani, klien didukung oleh istri dan anak-anaknya.
Keluarga mengatakan tidak ada masalah keluarga yang berkenaan dengan
rumah sakit, klien mematuhi seluruh perawatan yang telah ditetapkan. Selama
dirawat di rumah sakit, klien ditemani oleh istri dan anak-anaknya, terkadang
ada kunjungan dari keluarga dan teman-teman.
h. Pola Seksualitas /Reproduksi
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Klien memiliki
3 orang anak dan satu orang istri. Hubungan klien dan istrinya harmonis,
terkadang istri kesal pada klien karena klien tidak bisa dilarang merokok.
i. Pola Koping – Toleransi Stres
Klien mengatakan ia khawatir tentang ketidakmampuan untuk berjalan dan
melakukan aktivitas. Klien khawatir ia tidak bisa bekerja seperti biasa. Klien
mengatakan jika ada masalah ia selalu berdiskusi dan bermusyawarah dengan
istri dan keluarga nya. Klien tidak menggunakan obat untuk menghilangkan
stres. Keadaan emosi klien sehari-hari santai.
j. Pola Keyakinan-Nilai
Klien beragama Islam, klien mengatakan penyakit yang dideritanya
sekarang merupakan cobaan dari Tuhan akibat dari kebiasaan hidup klien
sebelumnya yaitu merokok. Saat ini klien mencoba pasrah dan ikhlas akan
kondisinya dan berharap dapat sembuh secepatnya. Klie tampak jarang
beribadah selama dirawat di rumah sakit.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnostik :
Rontgen Femur
b. Laboratorium :
31
Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
Hb 14,6 g/dl 14-18` 12-16` Normal
Leukosit 8.770 mm3 5000-10.000 Normal
Trombosit 384.000 mm3 150.000-400.000 Normal
Ht 44 % 40-48 37-43 Normal
PT 10,3 Detik 9,5- 12,7 Normal
APTT 35,3 Detik 29,8-40,0 Normal
Basofil 0 % 0-1,0 Normal
Eosinofil 2 % 1,0-3,0 Normal
N.Batang 0 % 2,0-6,0 Normal
N.Segmen 70 % 50-70 Normal
Limfosit 23 % 20-40 Normal
Monosit 5 % 2,0-8,0 Normal
c. Pemeriksaan Fisik
Nadi : 85x/menit
RR : 21x/menit
Suhu: 36,80C
32
Kepala Bentuk kepala normochepal, tidak ada lesi,
rambut pendek, ikal, tidak ada ketombe,tidak
mudah rontok, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan
Mata Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks
pupil baik
Hidung Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak
ada polip
Perkusi: sonor
33
Auskultasi: bising usus normal
Perkusi: timpani
Ekstremitas Atas Tidak ada lesi, tidak ada udem, pergerakan baik.
terpasang infus RL di tangan kiri.
Nodus limfe
Neurologi
RENCANA MEDIS
Pengobatan
Obat-Obatan
Dosis Dosis Terakhir Frekuensi
(Resep/obat bebas)
IVFD RL 500 cc 500 cc 8 jam/kolf
Injeksi Ranitidin 50 mg 50 mg 2 x 50 mg
34
Injeksi Tramadol 1 amp 1 amp 3 x 1 amp
Injeksi Ketorolac 1 amp 1 amp 3
B. Analisa Data
Diagnosa
No Data Penyebab/ Etiologi
Keperawatan
1 DS : Agen cidera biologis Nyeri Kronis
DO :
35
muskuloskletal fisik
DO :
222 555
- Klien tampak sulit untuk
merubah posisi
- Kebutuhan ADLs klien
dibantu perawat dan
keluarga
36
- TD : 130/80 mmHg
DO :
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status keseha
37
D. Rencana Asuhan Keperawatan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
38
nyeri) 7. Kurangifaktor presipitasinyeri
4. Menyatakan rasa nyaman 8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
setelah nyeri berkurang 9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
5. Tanda vital dalamrentang 10. Tingkatkan istirahat
normal 11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
12. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
39
KriteriaHasil : untuk melakukan program latihan secara
rutin
1. Klien meningkat dalam aktivitas
Latihan untuk ambulasi
fisik
2 Hambatan mobilitas fisik
2. Mengerti tujuan dari 1. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
berhubungan dengan
peningkatan mobilitas yang aman kepada klien dan keluarga.
gangguan muskuloskletal
3. Memverbalisasikan perasaan 2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti
dalam meningkatkan kekuatan kruk, kursiroda, dan walker
dan kemampuan berpindah 3. Beri penguatan positif untuk berlatih
4. Memperagakanpenggunaanalat mandiri dalam batasan yang aman.
Bantu untukmobilisasi (walker) Latihan mobilisasi dengan kursiroda
40
1. Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara mandiri dan
menjaga keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
41
dan mengungkapkan gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
2. Mengungkapkan dan dirasakan selama prosedur
menunjukkan teknik untuk 4. Pahami perspektif klien terhadap situasi
mengontrol cemas stres
3. Vital sign dalam batas normal 5. Temani klien untuk memberikan keamanan
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, dan dan mengurangi takut
tingkat aktivitas menunjukkan 6. Dorong keluarga untuk menemani klien
berkurangnya kecemasan 7. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
3 Ansietas berhubungan
8. Instruksikan pasien menggunakan teknik
dengan perubahan dalam
relaksasi
status kesehatan
9. Kolaborasi berikan obat untuk mengurangi
kecemasan
42
E. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa
Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan
03/04/19 Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
berhubungan dengan - P : Klien mengeluh nyeri pada paha
- Klien mengeluh nyeri pada paha
agen cidera biologis sebelah kanan
sebelah kanan
- Q : tusuk-tusuk
- Klien mengatakan nyeri terasa di
- R : nyeri menjalar ke
tusuk-tusuk dan hilang timbul,
panggul
43
- S : skala nyeri 7 nyeri menjalar ke panggul
- T : hilang timbul - Klien mengatakan skala nyeri 7
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari O:
ketidaknyamanan - Klien tampak merintih dan
- Klien meringis dan gelisah menangis
3. Menggunakan teknik komunikasi - Klien tampak gelisah
terapeutik untuk mengetahui pengalaman - Klien tampak memegang daerah
nyeri pasien yang nyeri
4. Membantu pasien dan keluarga untuk - Tampak bengkak pada paha kanan,
mencari dan menemukan dukungan bengkak teraba keras.
5. Mengurangi faktor presipitasi nyeri - TD : 130/80 mmhg; HR: 85
6. Mengajarkan tentang teknik non x/menit; RR: 21 x/menit
farmakologi
- Teknik nafas dalam
7. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
8. Meningkatkan istirahat
9. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian terapi farmakologi
10. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
44
Hambatan mobilitas 1. Mengajarkan dan berikan dorongan pada S :
fisik berhubungan klien untuk melakukan program latihan
- Klien mengeluh kaki kanan sulit
dengan gangguan secara rutin
untuk digerakkan, hanya bisa
muskuloskletal 2. Mengajarkan teknik Ambulasi &
digeser-geser di atas tempat tidur
perpindahan yang aman kepada klien dan
- Klien mengatakan nyeri jika kaki
keluarga.
kanan diangkat / digerakkan
3. Menyediakan alat bantu untuk klien
- Klien mengatakan tidak bisa
seperti kruk, kursiroda, dan walker
berjalan
4. Memberikan penguatan positif untuk
- Klien mengatakan aktivitas sehari
berlatih mandiri dalam batasan yang
hari dibantu oleh keluarga
aman.
5. Mengajarkan pada klien & keluarga O:
tentang cara pemakaian kursi roda & cara - Klien tampak terbaring di tempat
berpindah dari kursi roda ketempat tidur tidur
atau sebaliknya. - Paha kanan klien tampak bengkak
6. Mendorong klien melakukan latihan - Terjadi penurunan kekuatan otot
untuk memperkuat anggota tubuh 555 555
7. Mengajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi roda 222 555
8. Mengajarkan pada klien & keluarga
45
untuk dapat mengatur posisi secara - Klien tampak sulit untuk merubah
mandiri dan menjaga keseimbangan posisi
selama latihan ataupun dalam aktivitas - Kebutuhan ADLs klien dibantu
sehari hari. perawat dan keluarga
9. Mengajarkan pada klien/ keluarga untuk
memperhatikan postur tubuh yg benar
untuk menghindari kelelahan, keram &
cedera.
46
7. Mendorong klien untuk mengungkapkan tindakan medis yang akan
perasaan, ketakutan, persepsi dilakukan
8. Menginstruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
Berkolaborasi berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
04/04/19 Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
berhubungan dengan 2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
- Klien mengatakan nyeri berkurang
agen cidera biologis ketidaknyamanan
- Klien mengatakan skala nyeri 5
3. Menggunakan teknik komunikasi
- Klien mengatakan sudah mengerti
terapeutik untuk mengetahui pengalaman
teknik nafas dalam
nyeri pasien
O:
4. Membantu pasien dan keluarga untuk
- Klien tampak lebih tenang dari
mencari dan menemukan dukungan
sebelumnya
5. Mengajarkan teknik nafas dalam
- Tampak bengkak pada paha kanan,
6. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
bengkak teraba keras.
7. Meningkatkan istirahat
- Klien sudah bisa melakukan teknik
8. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
nafas dalam
pemberian terapi farmakologi
9. Memonitor penerimaan pasien tentang
47
manajemen nyeri
48
7. Mengajarkan pada klien/ keluarga 555 555
tentang cara penggunaan kursi roda
8. Mengajarkan pada klien & keluarga 222 555
untuk dapat mengatur posisi secara - Klien tampak sulit untuk merubah
mandiri dan menjaga keseimbangan posisi
selama latihan ataupun dalam aktivitas - Kebutuhan ADLs klien dibantu
sehari hari. perawat dan keluarga
9. Mengajarkan pada klien/ keluarga untuk
memperhatikan postur tubuh yg benar
untuk menghindari kelelahan, keram &
cedera.
49
Nyeri kronis 1. Megkaji nyeri secara komprehensif S:
berhubungan dengan - P : Klien mengeluh nyeri pada
- Klien mengeluh masih ada
agen cidera biologis paha sebelah kanan
nyeri pada paha sebelah
- Q : tusuk-tusuk
kanan
- perspektif
4. Memahami R : nyeri klien
menjalar ke panggulO :
terhadap
- S : skala nyeri 7 - Klien mengatakan nyeri
situasi stres
- Klien tampak lebih
terasa tenang
di tusuk-tusuk dan
- klien
5. Menemani T : untuk
hilangmemberikan
timbul
- Klien masih seringtimbul,
hilang bertanya
nyeri menjalar
2. Mengobservasi
keamanan dan mengurangi reaksi
takutnonverbal dari
tentang tindakan medis yang akan
ke panggul
ketidaknyamanan
6. Mendorong keluarga untuk menemani
dilakukan
klien- Klien meringis dan gelisah - Klien mengatakan skala nyeri
3. Menggunakan
7. Mendorong klien untuk teknik komunikasi
mengungkapkan 7
perasaan,terapeutik
ketakutan,untuk mengetahui
persepsi
O:
pengalaman
8. Menginstruksikan nyeri
pasien pasien
menggunakan
4. relaksasi
teknik Menganjurkan tentang teknik - Klien tampak merintih dan
distraksi
Berkolaborasi dengan
berikan obatmendengarkan
untuk menangis
musik
mengurangi kecemasan - Klien tampak gelisah
5. Memonitor tanda-tanda vital 05/04/19
- Klien tampak memegang
6. Meningkatkan istirahat
daerah yang nyeri
7. Berkolaborasikan dengan dokter
dalam pemberian terapi analgetik - Tampak bengkak pada paha
- Injeksi Ketorolac 1 ampul (intra kanan, bengkak teraba keras.
vena)
- TD : 140/90 mmhg; HR: 88
x/menit; RR: 20 x/menit
O:
- Klien kelihatan kesulitan dalam
merubah posisi
50
- Klien tampak terbaring di tempat
tidur
- Paha kanan klien tampak bengkak
- Terjadi penurunan kekuatan otot
555 555
222 555
- Kebutuhan ADL klien dibantu
perawat dan keluarga
O:
- Klien tampak lebih tenang
51
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah myeloma
multiple. Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng
pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) sangat aktif, yaitu pada distal femur, proksimal
tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis(Bielack, 2009). Penyebab pasti osteosarkoma
belum diketahui. Namun, beberapa hal berikut menjadi faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya osteosarkoma :Kecepatan Pertumbuhan Tulang
Kecepatan pertumbuhan tulang nampaknya menjadi predisposisi seseorangterkena
osteosarkoma, berdasarkan insidens yang terjadi pada masa remaja danlokasi tipikal pada
daerah metafiseal yang berbatasan dengan fisis pada tulang panjang, Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap osteosarkoma adalah
pengaruhradiasi,Predisposisi Genetik Mutasi genetik merupakan dasar berkembangnya
osteosarkoma. Pasien denganretinoblastoma (Rb) herediter memiliki resiko ratusan kali lipat
52
terhadapterjadinya osteosarkoma, hal ini berhuubungan dengan mutasi gen Rb. Mutasi pada
gen Rb tidak biasa ditemukan pada osteosarkoma sporadik. Mutasi pada genp53 sering
nampak. Namun gen retinoblastoma telah melokalisir pada lengankromosom 13 (13q14).
Dalam pengobatannya sarkoma dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan
operasi
3.2. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber bacaan bagi mahasiswa keperawatan
khusus pada mata kuliah keperawatan medikal bedah.
DAFTAR PUSTAKA
Kawiyana S. Osteosarkoma dan penanganannya. Dalam : Jurnal orthopedi RSUP sanglah edisi
maret 2010. Denpasar: Bagian / SMF Ortopedi dan traumatologi bagian bedah FK unud; 2010;
68-74.
Sukardja IDG. Biologi tumor. Dalam: Onkologi klinik edisi 2. Surabaya: Airlangga University
Press; 2003; 59.
Rasjad C. Tumor tulang dan sejenisnya. Dalam: Pengantar ilmu bedah ortopedi. Makassar:
Bintang Lamumpatue; 2003; 279-99.
Silveira WR, Lieberman G. Imaging osteosarcoma & surgical outcomes. Harvard Medical
School; 2007; 1-41.
53
De Graaff V. Skeletal system. Dalam : human anatomy sixth edition. The McGraw-Hill
Companies; 2001; 137.
Eder. Human skeletal anatomy. Dalam : laboratory atlas of anatomy and physiology third
edition. The McGraw-Hill Companies; 2001; 64.
Kumar V, Cotran RZ, Robbins SL. Dalam: Hartanto H (editor). Buku ajar patologi. Jakarta:
EGC; 2004; 856-61.
Baughman, Diane C. Dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku utuk Brunner dan Suddart.
Jakarta: EGC.
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba
Medika.
54