Anda di halaman 1dari 11

1

PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING PADA PEMBELAJARAN


MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MUARA KELINGI
TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Oleh:
Esa Susanti1 Sukasno2 Rani Refianti3
STKIP-PGRI Lubuklinggau
Email: Susantiesa@yahoo.co.id

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Probing-Prompting Pada


Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Muara Kelingi Tahun
Pelajaran 2016/2017”. Masalah pada penelitian ini adalah apakah hasil belajar
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Muara kelingi Tahun Pelajaran
2016/2017 setelah diterapkan model pembelajaran Probing-Prompting secara
signifikan tuntas?. Jenis Penelitian yang digunakan berbentuk Eksperimen Semu yang
dilaksanakan tanpa adanya kelas pembanding. Populasinya seluruh siswa kelas VIII
SMP Negeri 1 Muara Kelingi Tahun Pelajaran 2016/2017, yang terdiri dari 197 siswa
dan sebagai sampel kelas VIII.B. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes.
Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t
dengan taraf signifikan sebesar 𝛼 = 0,05, diperoleh thitung > ttabel (4,83 > 1,699),
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajr matematika siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Muara Kelingi Tahun pelajaran 2016/2017 setelah mengikuti pembelajaran
matematika menggunakan model pembelajaran Probing-Prompting secara signifikan
tuntas. Rata-rata nilai akhir sebesar 82,55 dengan persentase jumlah siswa yang tuntas
mencapai 76,67%.

Kata Kunci: Probing-Prompting, Hasi Belajar, Matematika.

PENDAHULUAN
Menurut Sanjaya (2010:139) salah satu permasalahan yang dihadapi dunia
pendidikan kita adalah rendahnya kualitas hasil belajar yang dicapai siswa.
Rendahnya kualitas hasil belajar ditandai oleh pencapaian prestasi siswa yang belum
mencapai ketuntasan. Dalam pembelajaran matematika yang cenderung mempelajari
konsep-konsep yang bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami, menyebabkan tingkat
kesulitan yang relatif tinggi pada siswa yang mempelajarinya. Hal ini menyebabkan
hasil belajar rendah.
1
Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau
2,3
Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

1
2

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan salah satu guru
mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1 Muara Kelingi diperoleh data bahwa
hasil belajar matematika siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Muara Kelingi masih
rendah. Rendahnya hasil belajar siswa dilihat dari hasil ulangan harian siswa karena
masih banyaknya nilai matematika siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM). Nilai rata-rata siswa 68 sedangkan KKM yang terdapat di sekolah
tersebut adalah 70. Dari 197 siswa, yang tuntas sebanyak 64 siswa dengan persentase
32,49% dan yang belum tuntas sebanyak 133 siswa dengan persentase 67,51%
sedangkan persentase ketercapaian hasil belajar yang ditetapkan sekolah harus
mencapai atau melebihi 70%.
Rendahnya hasil belajar matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Muara Kelingi
disebabkan beberapa faktor, diantaranya siswa kurang termotivasi untuk belajar,
siswa masih pasif, takut dan malu untuk bertanya serta tidak mampu mengaplikasikan
pengetahuannya untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan nyata dan
model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi. Untuk mencapai
harapan tersebut seorang guru harus terampil dalam memilih model pembelajaran
yang tepat dengan pokok bahasan yang disajikan dengan karakteristik siswa.
Menurut Rusman (2010:133) Model pembelajaran bukan semata-mata
menyangkut kegiatan guru mengajar akan tetapi harus mempertimbangkan beberapa
hal, yaitu sebagai berikut: (1) tujuan pembelajaran yang hendak dicapai; (2)
hubungan dengan materi pembelajaran; (3) sudut peserta didik serta hal lain yang non
teknis. Oleh karena itu model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berargument, dan
memberikan pertanyaan kepada siswa serta mampu membimbing siswa mengaitkan
dengan konsep yang telah dimilikinya. Salah satunya adalah model Probing-
Prompting.
Model Probing-Prompting merupakan proses pembelajaran dengan
menyajikan pertanyaan untuk menuntun dan menggali pengetahuan siswa seperti
yang diungkapkan oleh Suherman (dalam Huda, 2013:281) probing adalah
penyelidikan dan pemeriksaan, sementara prompting adalah mendorong atau
menuntun. Jadi pembelajaran Probing-Prompting adalah pembelajaran yang
3

menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan


pada siswa sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimiliki dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya, siswa
mengkontruksi konsep-prinsip dan aturan menjadi pengetahuan baru, dengan
demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka permasalahan penelitian ini
adalah Apakah Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Muara
Kelingi Setelah Diterapkan Model Probing-Prompting Secara Signifikan Tuntas.

LANDASAN TEORI
Model Pembelajaran Probing-Prompting
Aunurrahman (2009:146) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan aktivitas mengajar. Joyce (Trianto, 2010:22) juga berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-
lain. Sedangkan menurut Suprijono (2009:46) model pembelajaran adalah pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun
tutorial. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan oleh pengajar sebagai
pedoman dengan prosedur yang sistematis dalam merencanakan aktivitas dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran agar arah pembelajaran tersebut dapat
mencapai tujuan belajar tertentu.
Menurut arti katanya, probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan (Huda,
2013:281). Sedangkan dari segi bahasa istilah probing memiliki arti menyelidiki
(Suharsono, 2015:281). Probing dapat berupa pertanyaan yang bersifat menggali, dan
mengajukan pertanyaan berkelanjutan yang mendorong siswa untuk mendalami
jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan ini disebut probing
4

question. Probing question adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapat
jawaban lebih dalam dari siswa yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas
jawaban, sehingga diperoleh jawaban berikutnya yang lebih jelas, akurat, dan
beralasan sedangkan Prompting adalah mendorong atau menuntun (Huda, 2013:281).
Probing-prompting adalah cara mengajukan serangkaian pertanyaan yang
sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan
pengetahuan lama siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari
(Suharsono, 2015:282). Menurut Sudarti (2008:13) probing-prompting adalah suatu
pembelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan untuk membimbing siswa
menggunakan pengetahuan yang ada pada dirinya agar dapat membangun sendiri
menjadi pengetahuan baru. Sedangkan menurut Shoimin (2016:126) probing-
prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan
yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang
mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru
yang sedang dipelajari.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran Probing-Prompting yang akan


diterapkan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Guru meminta siswa untuk berkelompok sesuai kelompok yang telah ditentukan.
2. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan memberikan
gambar, rumus atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan materi
lingkaran.
3. Guru memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara teratur kepada siswa
yang berkaitan dengan materi ajar.
4. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil.
5. Guru menunjuk satu siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan tersebut.
6. Jika jawaban tepat, Guru meminta tanggapan siswa lain. Jika jawaban kurang tepat
atau salah guru memberi pertanyaan lain yang jawabannya petunjuk penyelesaian
jawab tersebut. Dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir
tingkat tinggi sampai dapat menjawab sesuai dengan Tujuan Pembelajaran Khusus
(TPK) atau indikator.
5

7. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa berbeda untuk menekankan apakah
indikator benar-benar dipahami seluruh oleh siswa.

Kelebihan dan Kekurangan Probing-Prompting


Berikut ini kelebihan dan kekurangan Probing-Prompting (Suharsono,
2015:282) di antaranya adalah:
1) Kelebihan Probing-Prompting.
a) mendorong siswa aktif berpikir.
b) memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang kurang
jelas.
c) perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan ketika diskusi.
pertanyaan dapat dibuat menarik, memusatkan perhatian siswa, sehingga
ketika siswa sedang rebut atau mengantuk, suasana menjadi segar,
nyaman, dan hidup lagi.
d) berfungsi sebagai cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang
lampau.
e) mendorong keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan
mengemukakan pendapat.

2) Kekurangan Probing-Prompting.
a) siswa merasa takut, ketika guru kurang mendorong siswa untuk berani
bertanya atau menjawab.
b) tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir
dan mudah dipahami siswa.
c) untuk jumlah siswa yang banyak, tidak cukup waktu untuk memberikan
pertanyaan kepada tiap siswa.

METODE PENELITIAN
Desain atau rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pre-test dan post-test group. Desain penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

𝐴 𝑂1 𝑋 𝑂2
(Arikunto, 2010:124)

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 1 Muara Kelingi tahun pelajaran 2016/2017. Sampel dalam penelitian ini
adalah kelas VIII.B dengan jumlah siswa sebanyak 39 orang. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini adalah teknik tes. Teknik tes digunakan untuk
mengumpulkan data melalui hasil belajar matematika siswa. Tes yang digunakan
6

dalam penelitian ini berbentuk uraian (essay) sebanyak enam soal dengan materi
pokok Lingkaran. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t satu sampel
pada taraf kepercayaan 𝛼 = 0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian

Berdasarkan data hasil pre-test diperoleh bahwa rata-rata hasil pre-test sebesar
35,18 dan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 0%, jadi secara deskriptif dapat
disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa kelas VIII.B SMP Negeri 1 Muara
Kelingi sebelum pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model
Probing-Prompting belum tuntas. Dari data hasil post-test diperoleh nilai rata-rata
post-test sebesar 82,55 dan 23 dengan persentase 76,67% siswa yang tuntas. Hal
tersebut menunjukan bahwa siswa kelas VIII.B sudah dapat dikatakan tuntas karena
nilai rata-rata yang di dapat dari tes akhir mencapai atau melebihi nilai KKM yaitu
70.
Analisis data hasil post-test menunjukkan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 4,83 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,69,
sehingga dapat disimpulkan 𝐻𝑜 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Dengan demikian, hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Muara
Kelingi Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan pembelajaran matematika
dengan menggunakan model Probing-Prompting secara signifikan tuntas.

Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan dikelas VIII SMP Negeri 1 Muara Kelingi tahun
pelajaran 2016/2017 selama kurang lebih satu bulan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan model Probing-Prompting dengan tujuan untuk mengetahui ketuntasan
hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Muara Kelingi. Sebelum
melaksanakan kegiatan penelitian, peneliti telah melakukan uji coba instrumen di
kelas IX.C SMP Negeri 1 Muara Kelingi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
kualitas soal yang akan digunakan sebagai instrumen untuk pengambilan data dalam
proses penelitian. Sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran, siswa terlebih dahulu
7

diberikan tes awal (Pre-test) materi Lingkaran untuk mengetahui kemampuan awal
hasil belajar matematika siswa.
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan kegiataan pre-test. Dari hasil
analisis kemampuan data awal siswa diperoleh rata-rata nilai pre-test sebesar 35,18.
Pada tes awal ini terlihat kemampuan awal hasil belajar matematika siswa rendah.
Rendahnya kemampuan hasil belajar matematika siswa terlihat dari hasil pre-test
yaitu dari 39 siswa hanya 30 siswa yang mengikuti tes awal dan 9 siswa tidak
mengikuti pre test tanpa keterangan, 100% siswa atau seluruh siswa tersebut
mendapat nilai kurang dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) artinya seluruh siswa
tersebut tidak tuntas. Setelah pelaksanaan Pre-test, penelitian dilanjutkan dengan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran, peneliti memberikan perlakuan di kelas VIII.B
dengan menggunakan model pembelajaran Probing-Prompting.
Pada pertemuan pertama peneliti menggunakan model pembelajaran Probing-
Prompting sesuai dengan panduan RPP. Kegiatan pembelajaran di kelas diawali
peneliti dengan memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari pelaksanaan
penelitian serta menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran Probing-
Prompting. Pada pertemuan ini siswa merasa bingung dan kesulitan. Hal ini karena
adanya perubahan cara pembelajaran yang berbeda dari biasanya bagi siswa. Namun,
kesulitan ini dapat teratasi oleh peneliti dengan memberikan arahan dan bimbingan
kepada siswa demi terciptanya suasana belajar yang kondusif.
Untuk memulai kegiatan pembelajaran, peneliti menjelaskan tentang tujuan
pembelajaran serta sekilas tentang materi lingkaran, unsur-unsur lingkaran dan
menentukan nilai phi. Selanjutnya peneliti membagikan kelompok yang terdiri dari
lima orang siswa dengan kemampuan yang heterogen berdasarkan nilai ulangan
harian siswa. Kemudian peneliti masuk kelangkah pembelajaran yang kedua yaitu
peneliti menghadapkan siswa pada situasi baru dengan memberikan gambar tentang
materi yang dipelajari. Peneliti juga memberikan kesempatan pada siswa untuk
berdiskusi dengan kelompoknya mengenai gambar yang diberikan. Pada langkah
selanjutnya peneliti menunjukkan siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan
yang diajukan kepada siswa. Siswa terlihat tegang dengan pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh guru, hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa berbicara dan dari
8

beberapa kelompok peneliti menunjuk tiga kelompok untuk mengungkapkan


pendapat di depan orang banyak mengenai pertanyaan yang diberikan tetapi dari tiga
kelompok tersebut jawaban yang diberikan oleh siswa kurang tepat.
Guru memiliki kendala untuk menuntun siswa mendapatkan jawaban yang
benar, karena siswa kurang menguasai materi lingkaran. Hal ini terlihat dari
ketidakmampuan siswa menjawab pertanyaan dari guru mengenai pengertian
lingkaran dan unsur-unsur lingkaran yang bersifat menggali dan menuntun, sehingga
kondisi kelas menjadi tidak kondusif karena siswa sibuk bertanya dan berdiskusi
dengan siswa dari kelompok lain. Dari beberapa pertanyaan yang peneliti berikan
pada siswa diharapkan siswa yang lain dapat berperan serta dalam menggapi jawaban
dari temannya. Dari bebagai macam jawaban yang diberikan siswa, peneliti
meluruskan jawaban, agar siswa benar-benar memahami materi yang diberikan.
Beberapa siswa merasakan kesulitan dikarenakan kurangnya referensi
penunjang untuk proses pembelajaran matematika. Siswa yang belum terbiasa untuk
bekerjasama di dalam kelompok sehingga menyebabkan siswa lebih memilih
mengerjakan sendiri-sendiri tanpa berdiskusi dengan rekan satu kelompoknya dan
sebagian siswa sibuk melakukan kegiatan yang tidak berkaitan dengan pembelajaran.
Untuk mengatasinya, peneliti selalu memberikan pengarahan, bimbingan, dan
motivasi kepada siswa dan peneliti juga menekankan pada siswa yang lain agar bisa
menghormati temannya serta memberi dorongan kepada siswa yang lain untuk
berperan serta dalam pembelajaran. Peneliti juga mengawasi jalannya diskusi dan
membantu siswa yang kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selain itu
waktu yang terbatas, menyebabkan pembahasan materi yang kurang maksimal.
Akibatnya, siswa yang memiliki kemampuan rendah tidak dapat memahami materi
yang telah dibahas. Namun peneliti selalu berusaha untuk meminimalisirkan kendala-
kendala tersebut dengan mengevaluasi tiap pertemuan, seperti mengevaluasi
pertanyaan-pertanyan yang akan diajukan kepada siswa.
Pada pertemuan kedua peneliti masih menggunakan langkah-langkah model
pembelajaran Probing-Prompting. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Probing-Prompting ini mulai menunjukkan suatu peningkatan.
Pada pertemuan ini siswa sudah terlihat aktif dalam pembelajaran, siswa mulai
9

belajar untuk saling berkomunikasi dengan rekan satu kelompoknya. Mereka


mendiskusikan materi bersama-sama, menanyakan sesuatu yang belum diketahuinya,
saling bertukar pikiran serta saling memberikan informasi satu sama lain walaupun
masih terdapat beberapa siswa yang masih saja bingung dalam menyelesaikan soal-
soal latihan.
Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang menyampaikan pendapat dan siswa
telah mampu menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti dengan memberikan
pertanyaan-pertanyan yang bersifat menuntun dan menggali terlebih dahulu. Pada
saat peneliti menunjukkan salah satu siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan
yang diberikan, siwa yang bersangkutan sudah mampu menjawab dengan baik dari
pertanyaan yang diberikan. Hal ini terlihat dari langkah-langkah dan jawaban siswa
menyelesaikan soal-soal latihan sudah cukup baik, walaupun dalam penyelesaian
soal-soal latihan tersebut masih ada kekeliruan dalam pengerjaannya.
Pada pertemuan ketiga siswa sudah terbiasa untuk mengikuti pembelajaran
dengan model pembelajaran Probing-Prompting. Setiap langkah dari kegiatan
pembelajaran dengan model pembelajaran Probing-Prompting berjalan dengan baik.
Siswa sudah dapat bekerjasama dengan baik dalam berdiskusi kecil untuk
merumuskan jawaban yang diajukan oleh peneliti, siswa juga sudah mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti siswa-siswa lain pun
sudah aktif menyampaikan pendapat mereka dan aktif bertanya ketika ada materi
yang belum dipahami. Soal-soal latihan bisa diselesaikan tetapi masih ada penjelasan-
penjelasan yang masih kurang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar
matematika siswa ada peningkatan dari pertemuan pertama dan kedua.
Setelah peneliti menyelesaikan pelaksanaan pembelajaran yaitu sebanyak tiga
kali pertemuan maka pada pertemuan selanjutnya peneliti mengadakan post-test
menggunakan soal yang sama pada saat pre-test. Hal ini dilakukan sebagai tolak ukur
untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa yang diberikan sebelum dan
sesudah perlakuan. Hasil post-test menunjukkan bahwa hasil belajar matematika
siswa tersebut mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari hasil rekapitulasi post-
test, siswa memperoleh nilai tertinggi 100 dan nilai terendahnya 55 dengan nilai rata-
rata sebesar 82,55. Oleh sebab itu ketuntasan hasil belajar siswa pada saat post-test
10

adalah 76,67% tuntas dan 23,33% yang belum tuntas artinya hasil belajar siswa kelas
VIII.B SMP Negeri 1 Muara Kelingi Tahun Ajaran 2016/2017 setelah mengikuti
pembelajaran matematika dengan menggunakan model Probing-Prompting secara
signifikan tuntas. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran matematika dengan
menggunakan model Probing-Prompting membuat siswa lebih aktif, mendorong
keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat,
serta memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum
dipahami dan meninjau kembali bahan pelajaran yang telah dipelajari.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Muara Kelingi tahun pelajaran
2016/2017 setelah diterapkan pembelajaran dengan model Probing-Prompting secara
signifikan tuntas dengan rata-rata nilai post-test sebesar 82,55 dan persentase jumlah
siswa yang tuntas sebesar 76,67%.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan agar hasil belajar


matematika siswa meningkat, dapat dilaksanakan dengan model pembelajaran
Probing-Prompting. Model Probing-Prompting dapat dijadikan salah satu alternatif
bagi guru untuk membuat siswa lebih aktif dalam proses kegiatan mengajar dan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

Aunurrahman. 2009. Belajardan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta CV.

Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pusataka


Pelajaran Offset.

Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Keprofesionalan Guru.


Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
11

Sanjaya & Wina. 2010. Penelitian Kelas. Jakarta: Kencana.


Shoimin, A. 2016.68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sudarti, T. 2008. Perbandingan Kemampuan Penalaran Adatif Siswa SMP Antara


yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran
Probing dengan Metode Ekspositori. Jurnal Untan.

Suharsono.2015. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematik


Siswa SMA Menggunakan Model Probing Prompting. Jurnal Ilmu Pendidikan
dan Pengajaran. Vol. 2 No. 3 Hal 278-289.

Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Konsep,


Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta : Kencana.

Utari, Retno. 2011. Taksonomi Bloom. Apa dan Bagaimana Menggunakannya?


[online] http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi Bloom[24 Oktober 2016].

Anda mungkin juga menyukai