Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK

Disusun Oleh :
Zehrotus Sholihah I40612046
M. Afia Akbar Putranda I40612052

PEMBIMBING :
dr. Eldi Jimmi Saragih, Sp.Jp FIHA

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KARDIOLOGI


RS TK.II KARTIKA HUSADA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui referat dengan judul:


“Penyakit Jantung Bawaan Asianotik”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Kardiologi

Pontianak, 12 Maret 2021

Disusun Oleh:

Zehrotus Sholihah M. Afia Akbar Putranda

Pembimbing :

dr. Eldi Jimmy Saragih, Sp.JP FIHA


BAB I
LATAR BELAKANG

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah istilah umum yang menunjukkan kelainan
jantung atau pembuluh besar yang ada saat lahir. Sebagian besar penyakit jantung bawaan
muncul dari embriogenesis yang salah selama kehamilan minggu ke-3 hingga ke-8, ketika
struktur kardiovaskular utama terbentuk dan mulai berfungsi.1
Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada sekitar 0,8% kelahiran hidup. Insiden lebih
tinggi pada bayi lahir mati (3-4%), keguguran spontan (10-25%), dan bayi prematur yang
sekitar 2% (tidak termasuk Patent Ductus Arteriosus/PDA). Insiden keseluruhan ini tidak
termasuk prolaps katup mitral, PDA bayi prematur, dan katup aorta bikuspid (terjadi pada 1-
2% orang dewasa). Cacat jantung bawaan memiliki spektrum keparahan yang luas pada bayi
dimana sekitar 2-3 dari 1.000 bayi akan memiliki gejala penyakit jantung pada tahun pertama
kehidupan. Diagnosis ditegakkan pada usia 1 minggu pada 40-50% pasien dengan penyakit
jantung bawaan dan pada usia 1 bulan pada 50-60% pasien.2
Penyebab sebagian besar kelainan jantung bawaan masih belum diketahui. Banyak
kasus penyakit jantung bawaan yang multifaktorial dan dihasilkan dari kombinasi
predisposisi genetik dan stimulus lingkungan. 2
Anomali struktural pada penyakit jantung bawaan dapat dibagi menjadi 3 yaitu
malforasi yang menyebabkan pirau dari kanan ke kiri, malformasi yang menyebabkan pirau
kiri ke kanan, dan malformasi yang menyebabkan obstruksi. Pirau adalah hubungan abnormal
antara ruang atau pembuluh darah. Saluran abnormal memungkinkan aliran darah menuruni
gradien tekanan dari sisi kiri (sistemik) ke sisi kanan (paru) sirkulasi atau sebaliknya. Ketika
darah dari sisi kanan ke sisi kiri, hipoksemia dan sianosis terjadi dimana ditandakan dengan
kebiruan kehitaman pada kulit dan selaput lendir. Hal ini terjadi karena sirkulasi paru-paru
dilewati dan darah vena yang pada dasarnya kekurangan oksigen masuk ke dalam suplai
arteri sistemik. 1
Sebaliknya, pirau kiri ke kanan meningkatkan aliran darah paru sehingga tidak
langsung menyebabkan sianosis. Penyakit jantung kongenital obstruktif terjadi ketika ada
penyempitan bilik, katup, atau pembuluh darah yang abnormal. Obstruksi lengkap disebut
atresia. Jika sianotik tidak langsung terjadi, PJB digolongkan sebagai PJB asianotik. 1
PJB asianotik merupakan penyumbang terbanyak cacat jantung yang memiliki
morbiditas yang signifikan. Kejadian PJB asianotik memiliki prevalensi lebih dari 2/3 dari
semua kasus PJB.3 Meskipun tidak terjadi hiposekmia secara langsung pada PJB asianotik,
masalah pada jantung tetap dapat terjadi seperti menambahnya beban kerja ventrikel kiri serta
dapat terjadi hipertensi pulmonal. 2,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ventricular Septal Defect (VSD)


2.1.1 Definisi
Ventricular septal defect (VSD) adalah kelainan lubang pada septum inventrikular
yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin. 5 Mekanisme
utama hemodinamik pada kelainan septal ventrikular terjadi karena komunikasi yang
abnormal antara ventrikel kanan dan kiri dan pembentukan shunt. Beberapa kasus VSD
menutup secara spontan, jika tidak, kelainan dapat meluas dan menyebabkan
komplikasi seperti pulmonary arterial hypertension (PAH), disfungsi ventrikel dan
meningkatkan resiko aritmia.6,7

Gambar 1. Ventricular Septal Defect45


2.1.2 Epidemiologi
VSD adalah kelainan jantung dengan urutan terbanyak dari seluruh jenis PJB yaitu
20-30% dengan pravelensi sekitar 283 bayi per 100.000 kelahiran hidup. 8 Insiden VSD
0,3% dari total kejadian kelainan jantung bawaan pada bayi baru lahir. Karena 90%
kejadian VSD menutup secara spontan, kejadian VSD cenderung lebih rendah pada
orang dewasa.9

2.1.3 Patofisiologi
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat adanya defek di septum ventriculare adalah
tergantung ukuran defek dan tahanan vaskular paru. Aliran darah ke paru-paru akan
meningkat setelah kelahiran sebagai respon menurunnya tahanan vskular paru akibat
mengembangnya paru-paru dan terpaparnya alveoli oleh oksigen. Jika defeknya
berukuran besar, aliran darah ke paru-paru akan meningkat dibandingkan aliran darah
sistemik diikuti regresi sel otot polos arteri intrapulmonalis. Perubahan ini berhubungan
dengan munculnya gejala setelah kelahiran bayi aterm berumur 4-6 minggu atau awal
dua minggu pertama pada kelahiran bayi prematur.10
Darah di ventriculus dextra didorong ke arteria pulmonalis, resistensi relatif antara
dua sirkulasi bersifat dinamis dan berubah dengan waktu11 :
1. Periode neonatus:
a. Tahanan vaskular paru tinggi
b. Tahanan ventriculus sinistra sama dengan ventriculus dextra
c. Minimal atau tidak ada shunt
2. Bayi (3-4 minggu):
a. Tahanan vaskular paru menurun
b. Tahanan ventriculus sinistra lebih besar dibandingkan tahan ventriculus dextra
c. Adanya shunt dari kiri ke kanan
Jika defek berukuran kecil, akan terjadi perubahan hemodinamik yang terbatas,
yang juga membatasi terjadinya shunting dari kiri ke kanan. Defek yang besar akan
menyebabkan terjadinya shunting dari kiri ke kanan. Tekanan pada arteri pumonalis
akan meningkat yang menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal. Meningkatnya
tekanan dan volume darah pada arteri pulmonalis akan menyebabkan kerusakan pada
sel endotel dan perubahan permanen pada tahanan vaskular paru. Jika tahanan
vaskular paru melebihi tahan vaskular sistemik maka akan terjadi perubahan aliran
darah dari ventriculus sinistra menuju dextra melalui defek tersebut (left to right
shunt).10
2.1.4 Diagnosis
Manifestasi klinis pasien dengan VSD sangat bervariasi dari asimtomatik sampai
simtomatik tergantung pada letak dan ukuran defek, serta tahanan (resistensi) vaskular
paru (TVP). Pada VSD kecil umumnya asimtomatik dengan riwayat pertumbuhan dan
perkembangan yang normal, sehingga sering ditemukan secara kebetulan saat
pemeriksaan rutin terdengar bising jantung. VSD tipe perimembranus dan muskular
kecil dan sedang dapat mengecil dan bahkan menutup spontan. Sekitar 40-60% pasien
dengan VSD perimembranus kecil dan sedang akan menutup spontan oleh daun katup
septal dari katup trikuspid atau dengan terbentuknya aneurisma septum membranus
(membranous septal aneurysm) sebelum usia 5-7 tahun. Pada VSD tipe SADC dan
perimembranus kecil dapat terjadi prolaps katup aorta yang kemudian akan diikuti
dengan regurgitasi katup aorta. Tipe VSD SADS banyak ditemukan pada orang Asia
Timur.
Pasien dengan VSD sedang dan besar akan memberikan gejala gagal jantung
kongestif akibat aliran ke paru yang berlebihan, yang tidak mampu mengisap susu
dengan kuat dan banyak (cepat lelah dan sesak napas), sering terserang infeksi paru,
gagal tumbuh kembang, takipneu, takikardi, keringat banyak dan hepatomegali.
Besarnya aliran darah pirau dari kiri dan kanan VSD sangat bergantung pada
tingginya TVP. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna dan TVP
masih tinggi, umumnya tekanan antara kedua bilik jantung masih sama sehingga tidak
ada aliran pirau kiri ke kanan atau sedikit walaupun lubang yang ada cukup besar.
Saat ini pada auskultasi jantung tidak terdengar bising jantung karena tidak ada
turbulensi darah akibat aliran pirau. Selanjutnya akan terjadi peningkatan tekanan
darah di paru atau hipertensi pulmonal (HP) dan pada auskultasi akan terdengar bunyi
jantung 2 komponen pulmoner mengeras. Di samping itu, juga terjadi penambahan
beban volume pada ventrikel kiri yang dapat menyebabkan terjadi gagal jantung.
Akan terdengar bunyi jantung 3 dan bising mid diastolik di area katup mitral akibat
stenosis mitral (SM) relatif karena aliran darah yang banyak melalui katup mitral.
Pada beberapa keadaan setelah usia diatas 6 bulan kadang terlihat kondisinya
membaik karena pirau kiri ke kanan berkurang akibat terjadi HP atau hipertrofi
infundibulum ventrikel kanan. Dengan terjadinya hipertrofi infundibulum ventrikel
kanan atau pulmonary stenosis (PS) infundibuler maka aliran ke paru berkurang dan
tidak terjadi HP dan penyakit vaskuler paru (PVP). 12
Bila terjadi HP makan selanjutnya akan diikuti dengan peningkatan TVP dan PVP.
Pasien terlihat sianosis akibat aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri, intensitas bunyi
jantung dua komponen pulmoner mengeras dan bising jantung VSD melemah atau
menghilang karena aliran pirau yang berkurang atau tidak ada. Kondisi ini disebut
sebagai sindrom eisenmenger. Pasien dengan sindrom eisenmenger ini sering bertahan
samapi usia dekade 3 atau 4 dengan keluhan sesak nafas, sianosis, merasa letih,
pusing dan gagal jantung kanan (hepatomegali, edema, dan asites). 13
Gambaran EKG pada pasien dengan VSD kecil umumnya normal. Pada VSD
sedang ditemukan aksis QRS deviasi ke kiri, hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin
hipertrofi atrium kiri. Pada VSD besar dengan HP ditemukan aksis QRS deviasi ke
kanan, dan hipertrofi kedua ventrikel kiri dan kanan.
Pada foto Ro dada terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel
kiri serta kadang juga ventrikel kanan bila sudah terjadi hipertensi paru. Segmen
pulmoner yang menonjol dan vaskular paru yang bertambah (pleotra) adalah akibat
adanya aliran ke paru yang meningkat. Pinggang jantung tidak ada dan apeks jantung
turun ke bawah (downward) atau tertanam di diafragma adalah kibat pembesaran
atrium dan ventrikel kiri. Bila sudah terjadi HP dan PVP maka terlihat segmen
pulmoner dan hilus paru melebar tetapi lapangan vaskular paru perifer iskemik

(pruning).
Gambar 2. Temuan radiologi VSD
Ekokardiografi dan doppler berwarna adalah pemeriksaan noninvasif lanjut yang
paling utama untuk memastikan letak lubang atau tipe VSD, besarnya lubang, arah
aliran pirau serta ada tidaknya kelainan lain yang menyertai. Selain itu juga untuk
evaluasi apakah dalam pejalanannya lubang mengecil atau menutup spontan dan
sudah ada tidaknya komplikasi HP, PS infundibular, prolaps katup aorta dan
endokarditis infektif.
Gambar 3. Temuan pada pemeriksaan ekokardiografi46
Pemeriksaan penunjang lanjut lainnya adalah pemeriksaan invasif kateterisasi
jantung dan angiografi dengan memasukkan kateter ke dalam rongga-rongga jantung,
arteri pulmoner dan aorta melalui vena dan arteri femoralis. Pada VSD pemeriksaan
ini hanya dilakukan secara selektif dan terbatas untuk melengkapi data yang tidak
dapat diperoleh dari pemeriksaan ekokardiografi dengan akurat, yaitu mengukur
Qp/Qs dan tingginya TVP. Data ini diperlukan untuk menentukan indikasi, tingginya
risiko dan kontraindikasi operasi penutupanVSD besar dengan HP. Pemeriksaan ini
juga dilakukan apabila akan menutup VSD dengan alat penutup yang dipasang
melalui kateter secara perkutaneus.
2.1.5 Tata Laksana
Bayi dengan VSD terutama dengan lubang yang besar harus dievaluasi secara
periodik mengingat besarnya aliran pirau dapat berubah saat TVP menurun. Bila
terjadi gagal jantung harus diberikan obat-obat antigagal jantung, yaitu diuretika dan
vasodilator. Pemberian digitalis pada kondisi ini banyak diperdebatkan karena
umumnya fungsi ventrikel normal dan obat ini akan menekan respon simpatis. Bila
medikamentosa tidak berhasil mengatasi gagal jantung atau tetap timbul infeksi paru
berulang atau gagal tumbuh kembang maka sebaiknya dilakukan tindakan bedah tutup
VSD muskular multipel (swiss cheese), atau dengan lubang yang sangat besar atau
dengan berat bedan ≤2 kg sebaiknya dilakukan operasi paliatif mengikat sebagian
arteri pulmoner utama (pulmonary artery banding) dengan tujuan untuk mengurangi
aliran darah ke sirkulasi paru sementara menunggu ada lubang yang menutup atau
mengecil spontan dan kondisi pasien yang memungkinkan untuk tindakan bedah tutup
VSD. Pada VSD sedang dan kecil yang asimtomatik yang dalam perjalanannya tidak
menutup spontan akan dilakukan intervensi penutupan VSD secara bedah ataupun
nonbedah bila memenuhi kriteria. Semua pasien dengan VSD harus diberikan
profilaksis antibiotika pada setiap tindakan bedah minor (misalnya cabut gigi) untuk
mencegah terjadinya endokarditis infektif.14
Indikasi penutupan VSD adalah bila Qp/Qs >1,5. Untuk VSD SADC walaupun
Iubangnya kecil dengan Qp/Qs <1,5 namun sudah terjadi komplikasi prolaps katup
aorta dengan atau tanpa Aortic Regurgitation (AR) maka bedah tutup VSD harus
dilakukan untuk mencegah kerusakan katup aorta serta AR yang lebih berat.
Bergantung beratnya AR mungkin saat tindakan bedah juga perlu dilakukan reparasi
atau ganti katup aorta. Dilaporkan intervensi bedah tutup VSD akan berjalan lancar
tanpa komplikasi dengan hasil yang baik apabila TVP <6 Wood U.m2 dengan rasio
tahanan vaskular paru dan tahanan vaskular sistemik (TVP/TVS) <0,3. Intervensi
bedah masih dianjurkan walaupun dengan risiko tinggi apabila hasil tes pemberian
oksigen 100%, TVP turun menjadi 6-9 Wood U.m2 dengan TVP/TVS 0,3-0,5.
Penutupan VSD tidak dianjurkan lagi apabila sudah terjadi PVP atau sindrom
Eisenmenger, yaitu bila pada hasil pemeriksaan kateterisasi jantung diperoleh TVP >8
Wood U.m2 dan pada tes reaktivitas vaskular paru dengan pemberian oksigen 100%
atau vasodilator paru (nitrit oksida) tidak turun sampai <8 Wood U.m2 (tidak
reaktif).15
Ventricle septal defect jenis membranus dan muskular dapat ditutup secara
nonbedah dengan alat penutup (occluder) yang dipasang melalui kateter secara
perkutaneus melalui vena dan arteri femoralis apabila memenuhi kriteria yang
ditentukan. Kriterianya antara lain adalah berat badan >8 kg, Qp/Qs >1,5, jarak dari
tepi VSD dengan katup semilunar >2-4 mm (bergantung jenis alat yang dipilih) dan
TVP <7 Wood Um2. Penutupan VSD secara perkutaneus in memberikan hasil yang
baik dengan morbiditas rendah. Komplikasi yang tidak menguntungkan walaupun
tidak terlalu sering adalah blok atrioventrikular total. Untuk mengurangi komplikasi
ini diperlukan seleksi pasien yang baik dan pemilihan alat yang sesuai dengan bentuk
dan tipe VSD. Alat yang tersedia dan sering digunakan di Indonesia antara lain
Amplatzer membranous/muscular VSD dan duct ocluder, PFM Nit® occluder Le
VSD, Lifetech CeraTM perimembranous/muscular VSD dan PDA occluder.16
Pengobatan pada sindrom Eisenmenger hanya difokuskan pada terapi paliatif dan
suportif saja. Pemberian antagonis reseptor endotelin, penghambat phosphodiesterase
type-5 dan analog prostasiklin dapat memperbaiki kapasitas latihan, kelas fungsional
dan hemodinamik tanpa memengaruhi saturasi oksigen.17

2.2 Patent Ductus Arteriosus


2.2.1. Definisi
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah kegagalan duktus arteriosus untuk menutup
setelah kelahiran. Duktus arteriosus, pada keadaan normal, akan menutup dua hingga
tiga hari setelah bayi dilahirkan.18 PDA merupakan struktur pembuluh darah yang
menghubungkan aorta desendens bagian proksimal dengan arteri pulmonalis, biasanya
di dekat percabangan kiri arteri pulmonalis.19 Duktus arteriosus merupakan struktur
normal dan penting bagi janin, tetapi menjadi abnormal bila tetap terbuka setelah
masa neonatus.20

Gambar 4. Patent Ductus Arteriosus47


2.2.2. Epidemiologi
Faktor – faktor yang bertanggung jawab terhadap tetap terbukanya duktus
arteriosus melebihi 24 – 48 jam awal kehidupan bayi baru lahir belum diketahui
secara sempurna. Prematuriras dengan jelas meningkatkan insidensi PDA, dan hal ini
diakibatkan faktor fisiologis yang lebih berhubungan dengan prematuritas daripada
kelainan duktus itu sendiri.21 Pada bayi cukup bulan, kasus yang sering muncul terjadi
secara sporadis, tetapi terdapat peningkatan bukti – bukti yang menunjukkan bahwa
faktor genetik berperan pada banyak pasien dengan PDA. Di samping itu, faktor lain
seperti infeksi pada masa kehamilan juga ditemukan berperan pada beberapa kasus.22
Insidensi PDA pada bayi cukup bulan dilaporkan hanya satu dalam dua ribu
kelahiran, terhitung 5% - 10% dari semua penyakit jantung bawaan. Insidensi PDA
pada bayi prematur jauh lebih tinggi, dengan angka antara 20% - 60% (tergantung
pada populasi dan kriteria diagnostik). Peningkatan insidensi PDA pada bayi prematur
atau kurang bulan biasanya diakibatkan oleh ketidaksempurnaan mekanisme
penutupan karena imaturitas. Umur kehamilan dan berat badan lahir sangat berkaitan
dengan PDA pada bayi prematur. Secara spesifik, PDA terdapat pada 80% bayi
dengan berat badan lahir kurang dari 1.200 gram, dibandingkan dengan 40% bayi
dengan berat badan kurang dari 2.000 gram. Lebih jauh, PDA simptomatik ditemukan
terdapat pada 48% bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram. Hubungan
yang berbanding terbalik antara berat badan lahir dengan insidensi PDA.23
2.2.3. Patofisiologi
Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal ke enam dan secara
utuh dibentuk pada usia ke delapan kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan
darah dari paru-paru fetus yang tidak berfungsi melalui hubungannya dengan arteri
pulmonal utama dan aorta desendens proksimal. Pengaliran kanan ke kiri tersebut
menyebabkan darah dengan konsentrasi oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari
ventrikel kanan melalui aorta desendens dan menuju plasenta, dimana terjadi
pertukaran udara. Sebelum kelahiran, kira-kira 90% curahan ventrikel mengalir
melalui duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan
berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan, termasuk gagal jantung
kanan. Biasanya, duktus arteriosus menutup dalam 24-72 jam dan akan menjadi
ligamentum arteriosum setelah kelahiran cukup bulan. 24
Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran melibatkan interaksi kompleks
dari peningkatan tekanan oksigen, penurunan sirkulasi prostaglandin E2 (PGE2),
penurunan resepetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus. Hipoksia
dinding pembuluh dari duktus menyebabkan penutupan melalui inhibisi dari
prostaglandin dan nitrik oksida di dalam dinding duktus.24
Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh tekanan oksigen fetus yang
rendah dan sirkulasi dari prostanoid yang dihasilkan dari metabolisme asam
arakidonat oleh siklooksigenase (COX) dengan PGE2 yang menghasilkan relaksasi
duktus yang paling hebat di antara prostanoid lain. Relaksasi otot polos dari duktus
arteriosus berasal dari aktivasi reseptor prostaglandin G berpasangan EP4 oleh PGE2.
Setelah aktivasi reseptor prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk
akumulasi siklik adenosine monofosfat, peningkatan protein kinase A dan penurunan
miosin rantai ringan kinase, yang menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus
arteriosus.24
Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus arteriosus menutup
sebagai hasil dari peningkatan tekanan oksigen dan penurunan sirkulasi PGE2 dan
prostasiklin. Seiring terjadinya peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium
dependen voltase pada otot polos terinhibisi. Melalui inhibisi tersebut, influx kalsium
berkontribusi pada konstriksi duktus. Konstriksi yang disebabkan oleh oksigen
tersebut gagal terjadi pada bayi kurang bulan dikarenakan ketidakmatangan reseptor
perabaan oksigen. Kadar dari PGE2 dan prostaglandin I1 (PGI1) berkurang
disebabkan oleh peningkatan metabolisme pada paru-paru yang baru berfungsi dan
juga oleh hilangnya sumber plasenta. Penurunan dari kadar vasodilator tersebut
menyebabkan duktus arteriosus berkontriksi. Faktor-faktor tersebut berperan dalam
konstriksi otot polos yang menyebabkan hipoksia iskemik dari dinding otot bagian
dalam duktus arteriosus.24
Selagi duktus arteriosus berkonstriksi, area lumen berkurang yang menghasilkan
penebalan dinding pembuluh dan hambatan aliran melalui vasa vasorum yang
merupakan jaringan kapiler yang memperdarahi sel-sel luar pembuluh. Hal ini
menyebabkan peningkatan jarak dari difusi untuk oksigen dan nutrisi, termasuk
glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat yang menghasilkan sedikit nutrisi dan
peningkatan kebutuhan oksigen yang menghasilkan kematian sel. Konstriksi ductal
pada bayi kurang bulan tidak cukup kuat. Oleh karena itu, bayi kurang bulan tidak
bias mendapatkan hipoksia otot polos, yang merupakan hal utama dalam merangsang
kematian sel dan remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan permanen duktus
arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang berasal dari hipoksia
jaringan tidak sebesar pada neonatus kurang bulan dibandingkan dengan yang cukup
bulan, sehingga menyebabkan lebih lanjut terhadap resistensi penutupan duktus
arteriosus pada bayi kurang bulan.24
Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian lumen, namun vasa
vasorum juga merupakan pemberi nutrisi penting pada dinding luar duktus. Vasa
vasorum berkembang ke dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 μm dari dinding
luar duktus. Jarak antara lumen dan vasa vasorum disebut sebagai zona avaskular dan
melambangkan jarak maksimum yang mengizinkan terjadinya difusi nutrisi. Pada
bayi cukup bulan, zona avaskular tersebut berkembang melebihi jarak difusi yang
efektif sehingga menyebabkan kematian sel. Pada bayi kurang bulan, zona avaskuler
tersebut tidak mengembang secara utuh yang menyebabkan sel tetap hidup dan
menyebabkan terjadinya patensi duktus. Apabila kadar PGE2 dan prostaglandin lain
menurun melalui inhibisi COX, penutupan dapat terfasilitasi. Sebagai hasil dari defisit
nutrisi dan hipoksia iskemik, vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
kombinasinya dengan mediator peradangan lain menyebabkan remodeling dari duktus
arteriosus menjadi ligamen non kontraktil yang disebut ligamentum arteriosum.24
2.2.4. Diagnosis
Terdapat beberapa bentuk manifestasi klinis PDA yang mempunyai beberapa

perbedaan, tergantung dari klasifikasi PDA, yaitu PDA kecil, PDA sedang atau

moderat, PDA besar, dan PDA besar dengan hipertensi pulmonal. PDA kecil dengan

diameter 1,5-2,5 milimeter biasanya tidak memberi gejala. Tekanan darah dan tekanan

nadi dalam batas normal. Jantung tidak membesar. Kadang teraba getaran bising di

sela iga II kiri sternum. Pada auskultasi terdengar bising kontinu, machinery murmur

yang khas untuk PDA, di daerah subklavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi

pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan bising diastolik melemah atau

menghilang.25

PDA sedang / moderat dengan diameter 2,5-3,5 milimeter biasanya timbul sampai
usia dua sampai lima bulan tetapi biasanya keluhan tidak berat. Pasien mengalami
kesulitan makan, seringkali menderita infeksi saluran nafas, namun biasanya berat
badannya masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat
mengikuti permainan.25
PDA besar dengan diameter >3,5-4,0 milimeter menunjukkan gejala yang berat

sejak minggu-minggu pertama kehidupannya. Ia sulit makan dan minum, sehingga

berat badannya tidak bertambah. Pasien akan tampak sesak nafas (dispnea) atau

pernafasan cepat (takipnea) dan banyak berkeringat bila minum.25


PDA besar yang tidak diobati dan berkembang menjadi hipertensi pulmonal akibat

penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini dapat

terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun

ke-2 dan ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif, sehingga akhirnya

ireversibel, dan pada tahap tersebut operasi koreksi tidak dapat dilakukan.25

Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis PDA,


antara lain pemeriksaan radiologi, elektrokardiografi, ekokardiografi, serta kateterisasi
dan angiokardiografi. Dalam pemeriksaan radiologi, pada PDA simpel, gambaran
radiografi tergantung pada ukuran defeknya. Jika defeknya kecil biasanya jantung
tidak tampak membesar. Jika defeknya besar kedua atrium kiri dan ventrikel kiri juga
tampak membesar. Pemeriksaan elektrokardiografi, gambaran elektrokardiogram
(EKG) bisa terlihat normal atau mungkin juga terlihat manifestasi dari hipertrofi dari
ventrikel kiri. Hal tersebut tergantung pada besar defeknya. Pada pasien dengan
hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru, hipertrofi pada
kedua ventrikel data tergambarkan melalui EKG atau dapat juga terjadi hipertrofi
ventrikel kanan saja. Melalui pemeriksaan ekokardiografi, dapat dilihat visualisasi
secara langsung dari duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung drajat
dari defek tersebut. Pada bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari
ekokardiografi untuk mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi shunt
dari kiri ke kanan. Pemeriksaan kateterisasi dan angiografi jantung hanya dilakukan
bila terdapat hipertensi pulmonal, yaitu dimana secara Doppler ekokardiografi tidak
terlihat aliran diastolik.25
Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila
tekanan di arteri pulmonalis meninggi perlu di ulang pengukurannya dengan menutup
PDA dengan kateter balon. Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi
fungsinya dan juga melihat kemungkinan adanya defek septum ventrikel atau kelainan
lain yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan ekokardiografi.25
2.2.5. Tata laksana
Terdapat beberapa jenis terapi untuk menangani kasus – kasus PDA, yaitu terapi

medikamentosa, terapi bedah, dan penutupan secara transkateter. Terapi

medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan tujuan


terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Salah satu jenis obat yang

sering diberikan adalah indometasin, yang merupakan inhibitor sintesis prostaglandin

yang terbukti efektif mempercepat penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya

terbatas pada bayi kurang bulan dan menurun seiiring menigkatnya usia paska

kelahiran. Efeknya terbatas pada 3–4 minggu kehidupan. Obat yang kedua adalah

ibuprofen, yaitu inhibitor non selektif dari COX yang berefek pada penutupan duktus

arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen memiliki efek yang sama

dengan indometasin pada pengobatan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan.26

Terapi melalui tindakan pembedahan dilakukan berdasarkan atas beberapa

indikasi. Pada penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah adalah untuk

mencegah endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan PDA

sedang sampai besar, penutupan diselesaikan untuk menangani gagal jantung

kongestif atau mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA

ditegakkan, penangan bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi medik gagal

jantung kongestif telah dilakukan dengan cukup. Karena angka kematian kasus

dengan penanganan bedah sangat kecil kurang dari 1% dan risiko tanpa pembedahan

lebih besar, pengikatan dan pemotongan duktus terindikasi pada penderita yang tidak

bergejala. Hipertensi pulmonal bukan merupakan kontraindikasi untuk operasi pada

setiap umur jika dapat dilakukan pada kateterisasi jantung bahwa aliran pirau masih

dominan dari kiri ke kanan dan bahwa tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang

berat.24

Penutupan PDA secara transkateter merupakan standar bagi penanganan bagi

banyak kasus dan penutupan PDA diindikasian terhadap semua pasien dengan tanda

volume ventrikel kiri yang terlalu penuh. Pada kasus PDA pirau kiri ke kanan dengan

hipertensi pulmonal berat, penutupan dapat dilakukan dengan kondisi khusus. Coil
dan ADO merupakan alat penutupan PDA secara transkateter yang paling banyak

digunakan di seluruh dunia.27

2.3 AVSD
2.3.1 Definisi
Atrioventricular septal defect (AVSD) adalah kelainan berupa defek pada septum
atrioventrikular (AV) di atas atau bawah katup AV, disertai kelainan katup AV, terjadi
akibat pertumbuhan yang abnormal dari endokardial cushion pada masa janin. AVSD
mewakili 4% sampai 5% bawaan cacat jantung. Dilaporkan seorang pasien laki–laki
20 tahun dengan keluhan sesak nafas saat beraktivitas dan berkurang dengan istirahat,
disertai bibir dan kuku jari yang membiru, sakit kepala hilang timbul, muka
kemerahan, demam, lemah letih lesu dan dada rasa berdebar-debar. Adanya sianosis,
kulit kemerahan, Konjungtiva hiperemis, peningkatan JVP, hepatojugular refluks,
bentuk dada abnormal. Bunyi jantung reguler, terdengar bising sistolik di RIC VI,
blowing, grade 4/6, punctum maximum di apeks, penjalaran ke Axilla. Bising sistolik
di RIC V linea strenalis dektra, grade 4/6, blowing punctum maksimun di RIC V linea
sternalis dextra.28

Gambar 5. Atrioventricular Septal Defect48


2.3.2 Patofisiologi
Kanalis atrioventrikularis dibagi oleh bantalan endokardium (endocardial
cushion) superior dan inferior, yang bersatu di tengah, menjadi orifisium kanan dan
kiri). Atrium primitif disekat septum primum yang tumbuh dari atap atrium mendekati
bantalan endokarium. Celah antara septum primum dan dan bantalan endokardium
disebut ostium primum. Selanjutnya fusi septum primum dan bantalan endokardium
menutup ostium primum. Untuk mempertahankan hubungan interatrial, tepi atas
septum terlepas ke bawah membentuk foramen sekundum. Kemudian lipatan yang
terbentuk di kanan dinding atrium primitif memitup foramen sekundum dan melapisi
bagian bawah septum primum. Celah antara kedua sekat ini disebut foramen ovale.
Gangguan pada perkembangan bantalan endokardium diduga menyebabkan terjadi
AVSD. Klasifikasi AVSD yaitu incomplete atau parsial AVSD, complete AVSD dan
intermediate atau transitional AVSD. In-complete AVSD meliputi defek septum
primum ASD, common atrium, cleft mitral dan defek AV septum yang menimbulkan
pirau dari ventrikel kiri ke atrium kanan. Complete AVSD tidak ada bagian inferior
septum atrium dan bagian posterior septum ventrikel. Terdapat common AV valve,
sehingga seluruh bagian sentral jantung hilang. Intermediate atau transitional AVSD
terdiri dari defek septum primum ASD, VSD restriktif, tapi terdapat 2 ring complete
AV valve.29
2.3.3 Diagnosis
Gejala klinis dari AVSD tergantung pada defek yang terjadi. Gejala congestif
heart failure dapat terjadi pada dua bulan pertama umur bayi. Beberapa dengan
CAVSD tidak akan berkembang menjadi congestive heart failure. Hal ini terjadi pada
beberapa kasus karena sel otot pada arteri kecil paru menjadi besar dan konstriksi
mencoba untuk melindungi paru dari aliran tambahan dan tekanan tinggi yang
disebabkan oleh AVSD. Peningkatan resistensi pembuluh darah paru sangat efektif
untuk mencegah gejala dan tanda congestive heart failure dengan meminimalisir
jumlah shunt dari kiri ke kanan, dan bisa menyebabkan darah dengan kadar oksigen
rendah mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri dan menuju ke seluruh tubuh
tanpa membawa oksigen. Hal ini menyebabkan sianosis dan terjadinya hipoksia di
jaringan seluruh tubuh. Diagnosis AVSD ditegakkan dari keadaan klinis seperti
sianosis, congestive heart failure, bunyi jantung 2 di pulmonal (P2) meningkat dan
adanya bising sistolik. Dari EKG didapatkan PR interval memanjang, axis deviasi ke
kanan, right bundle branch block partial. Chest X- Ray didapatkan cardiomegaly,
corakan vaskular paru meningkat, left aortic arch. Echocardiografi didapatkan
hilangnya septum atrioventrikular, konfigurasi abnormal katup atrioventrikular,
disporposi left ventricular, inlet outlet, posisi muskulus papilaris ventrikel kiri
abnormal.30
2.3.4 Tata laksana
Intervensi bedah menjadi satu-satunya upaya koreksi AVSD, meliputi penutupan
defek dan reparasi/penggantian katup, sebaiknya dikerjakan oleh dokter bedah PJB.
Penggunaan pacu jantung endokardial pada ASD/VSD residual berisiko menyebabkan
emboli paradoksikal, sehingga pacu jantung epikardial menjadi pertimbangan bila
diperlukan.31

Tabel 1. Tatalaksana AVSD


Tindak lanjut regular seumur hidup direkomendasikan pada semua pasien dengan
AVSD yang dioperasi atau tidak, termasuk evaluasi di pusat PJBD. Perhatian khusus
ditujukan pada pirau residual, malfungsi katup AV, dilatasi dan disfungsi LV dan RV,
peningkatan PAP, LVOTO dan aritmia. Frekuensi evaluasi bergantung pada ukuran
dan severitas masalah. Pasien dengan AVSD yang telah dilakukan reparasi tanpa lesi
residual yang signifikan, sebaiknya dievaluasi tiap 2-3 tahun. Pada kasus dengan lesi
residual signifikan, interval evaluasi lebih pendek. Indikasi untuk operasi ulang sama
dengan indikasi operasi awal, paling sering karena regurgitasi katup AV kiri; stenosis
katup juga bisa terjadi dan sering menyebabkan gejala, sehingga harus dioperasi.
Reparasi katup ini lebih sulit dibandingkan reparasi katup mitral.31

2.4 ASD
2.4.1 Definisi
Atrial septal defect (ASD) adalah kelainan lubang pada septum interatrial yang
terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin. Kelainan ini ditemukan
pada 8-10% anak dengan PJB.5 Insidens-nya sekitar 56 bayi per 100.000 kelahiran
hidup.
Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 4 tipe, yaitu (1). ASD
sekundum, bila lubang terletak pada daerah fosa ovalis, (2). ASD primum, bila lubang
terletak di daerah ostium primum, yang termasuk salah satu bentuk Ventricular Septal
Defect (AVSD), (3). Sinus Venosus (SVD) bila lubang terletak di daerah sinus venosu
suara vena kava superior atau inferior, dan (4). Co Sinus Defect (CSD) bila dinding
pemisah sinus koronarius dengan atrium kiri tidak ada.32

Gambar 6. Atrial Septal Defect49


2.4.2 Epidemiologi
Prevalensi PJB dan ASD telah meningkat selama 50 tahun terakhir. Pada tahun
1930, kasus PJB < 1 per 1000 kelahiran. Pada beberapa tahun terakhir, PJB terjadi
pada 9 per 1000 kelahiran. ASD pertama diidentifikasi pada tahun 1945 dan 1949 dan
< 0,5 per 1000 kelahiran. Data epidemiologi terbaru menunjukkan bahwa ASD terjadi
1,6 per 1000 kelahiran. Beberapa faktor dihubungkan dengan peningkatan prevalensi
PJB termasuk usia lanjut. PJB lebih sering ditemukan pada pasien di negara
berkembang.33,34
2.4.3 Patofisiologi
DSA kecil menyebabkan pirau kecil dan tidak menyebabkan gangguan
hemodinamik. Defek yang lebih besar menyebabkan pirau besar,menyebabkan
overload di atrium kanan,ventrikel kanan,dan a.pulmonalis. Puncak pirau kiri ke
kanan tergantung ukuran DSA, komplains relative kedua ventrikel, dan resistensi
vaskular paru dan sistemik. Apabila dibiarkan tanpa pengobatan, terjadi hipertensi
pulmonal, gagal jantung kanan, komplains ventrikel kanan menurun dan potensial
terjadi pirau kanan ke kiri. Namun sindrom Eishenmenger berkaitan dengan DSA
jarang pada populasi dewasa (5%).35
2.4.4 Diagnosis
Presentasi klinis pasien dengan ASD berbeda dengan VSD karena lubang berada di
septum atrium. Pirau kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru
yang berlebihan juga akan menyebabkan beban volume pada ventrikel kanan yang
kompliansnya lebih baik dari pada ventrikel kiri. Oleh karena itu kelainan ini sering
tidak memberikan keluhan pada bayi dan anak walaupun lubang atau aliran pirau kiri
ke kanan cukup besar. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang
simtomatik dengan gejala sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru
yang berlebihan. Umumnya keluhan baru timbul pada usia dekade 3-4 saat sudah
terjadi komplikasi HP dan mungkin sudah terjadi PVP atau sindrom Eisenmenger.
Pada kondisi ini terlihat penurunan kapasitas fungsional, cepat lelah dan sesak napas
pada aktivitas, berdebar (aritmia supra ventrikular) serta sianosis terutama saat
melakukan aktivitas karena aliran pirau terbalik dari kanan ke kiri. Aritmia kepak
atrium atau fbrilasi atrium terjadi akibat atrium kanan yang teregang pada ASD besar
yang akan meningkat dengan bertambahnya usia. Gagal jantung kongestif pada ASD
umumnya terjadi bila disertai penyulit mitral regurgitasi (MR) berat akibat prolaps
daun katup mitral atau celah pada katup mitral. Tergantung ukuran besar lubang dan
usia pasien, ASD sekundum dapat mengecil dan menutup spontan. Dilaporkan 62%
bayi dan anak dengan ASD sekundum dengan diameter 4-5 mm akan menutup
spontan dan tidak akan menutup apabila diam lebih dari 10 mm.36
Auskultasi jantung pada ASD cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah
lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernapasan serta bising sistolik ejeksi halus
di area pulmoner. Bunyi jantung dua yang terdengar terpisah lebar dan menetap
terjadi akibat pengosongan ventrikel kanan yang lebih lama dan penutupan katup
pulmoner yang terlambat pada saat inspirasi maupun ekspirasi karena volume yang
besar. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising mid-diastolik di sela
iga 4 parasternal kiri bawah yang bertambah keras pada inspirasi skibat Tricuspid
stenosis (TS) relatif karena aliran yang deras melalui katup trikuspid.32
2.4.5 Tata laksana
Penutupan transkateter kini menjadi pilihan utama untuk ASD, jika morfologinya
memungkinkan (diameter ≤38 mm, dan rim 5 mm kecuali pada rim dekat aorta). Angka
mortalitas hampir 0%, dan beberapa studi melaporkan tidak ada kematian pasca
tindakan. Komplikasi serius terjadii pada ≤1% pasien, meliputi: takiaritmia atrial yang
terjadi segera setelah penutupan dan biasanya transien, erosi dinding atrium/daun
anterior katup mitral/aorta atau tromboemboli.
Terapi antiplatelet dibutuhkan setidaknya selama 6 bulan (minimal aspirin 80-100
mg sekali sehari). Insidensi aritmia awitan lambat atau efek yang tidak diinginkan
lainnya, masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Penelitian yang membandingkan
intervensi trans-kateter dengan bedah, melaporkan angka kesuksesan dan mortalitas
yang sama, tetapi morbiditas dan durasi perawatan lebih rendah pada intervensi
perkutan.
Angka mortalitas penutupan dengan bedah <1% bila tanpa komorbid bermakna,
luaran jangka panjang juga baik, bila dilakukan dini (sebelum PH). Pada pasien usia
tua, komorbid yang dapat memengaruhi risiko operasi harus dideteksi dan ditangani
terlebih dahulu.
Luaran pasca penutupan ASD paling baik bila intervensi dilakukan pada usia <25
tahun. Intervensi setelah usia 40 tahun tidak mengurangi kejadian aritmia selama
evaluasi jangka panjang. Akan tetapi, morbiditas (seperti penurunan kapasitas
fungsional, sesak nafas, gagal jantung kanan) berkurang dengan penutupan, pada semua
umur, terutama jika ditutup dengan intervensi perkutan. Penutupan defek akan
meningkatkan tekanan pengisian LV, sehingga pada pasien dengan disfungsi LV, gejala
gagal jantung bertambah berat dan memperburuk luaran.
Gambar 7. Tatalaksana ASD

2.5 Stenosis Aorta


2.5.1. Definisi
Gambar 8. Stenosis aorta50
Stenosis aorta kongenital dapat terjadi di daerah subvulvular, vulvular (katup),
ataupun supravulvular.38 Stenosis katup aorta menyebabkan obstruksi saluran keluar
ventrikel kiri yang bermakna secara hemodinamik. 39 Stenosis vulvular paling sering
terjadi diantara ketiganya. Stenosis vulvular umumnya terjadi karena penebalan
maupun kakunya katup semilunar. Selain itu, stenosis vulvular aorta juga dapat terjadi
jika katup semilunar menyatu hingga bagian tertentu sehingga menyebabkan
obstruksi.38,40
Stenosis subaorta merupakan lesi terisolasi, tetapi sering dikaitkan dengan
penyakit katup aorta, VSD maupun AVSD. Stenosis sub aorta terjadi karena cincin
fibrosa di bagian proksimal dari katup aorta menyempit. Sedangkan pada stenosis
aorta supravalvular, defek genetik menyebabkan obstruksi arteriopati dengan ukuran
yang baragam pada sinotubular junction.41
``
2.5.2. Epidemiologi
Stenosis aorta kongenital menyumbang kurang lebih 5% dari malformasi jantung
yang diketahui pada masa kanak-kanak. Katup aorta bikuspid merupakan salah satu
lesi jantung bawaan yang paling umum secara keseluruhan dimana kelainan ini
ditemukan pada 1,5% orang dewasa dan mungkin asimtomatik pada masa kanak-
kanak. Stenosis aorta lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita dengan
perbandingan 3:1.42
2.5.3. Patofisiologi
Patofisiologi stenosis aorta ditentukan oleh usia pasien, tingkat keparahan, dan
kelainan jantung terkait. Stenosis Aorta berkembang selama masa gestasi. Janin yang
mengalami stenosis aorta parah pada trimester kedua menunjukkan kegagalan
pertumbuhan akar aorta dan rongga ventrikel kiri.39
Pada stenosis vulvular, ventrikel kiri tidak mampu memenuhi curah jantung
pascakelahiran. Dengan penutupan duktus arteriosus, curah jantung sistemik
berkurang dan gagal jantung kongestif berkembang. Stenosis pada anak-anak dan
remaja biasanya terjadi karena lubang katup yang relatif tidak berubah dengan
pertumbuhan.39
2.5.4. Diagnosis
Ekokardiografi merupakan alat diagnostik pilihan pada penegakan diagnosis
stenosis aorta.38,39 Ekokardiografi juga digunakan untuk mengevaluasi bentuk katup.
Pada janin, stenosis katup aorta didiagnosis dengan ekokardiografi dimana katup aorta
menebal dan/atau menguncup dengan peningkatan kecepatan aliran Doppler >1 m/s.
Stenosis aorta merupakan lesi yang bersifat progresif.39 Pemeriksaan penunjang seperti
CT, MRI, dan katerisasi digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis jika ekokardiologi
kurang jelas.1 EKG hanya dapat menunjukkan hipertropi ventrikel kiri pada lead
prekordial yang menjadi indikator relatif stenosis katup aorta berat.39
Kebanyakan janin dengan stenosis aorta berat menunjukkan gejala gagal jantung
kongesti yang progresif pada umur 2 bulan. Bayi terlihat pucat, berbintik, serta
mengalami sesak napas dan penurunan tekanan darah. Pada pemeriksaan auskultasi
jantung dapat ditemukan gallop dan murmur dengan intensitas yang bervariasi.
Adanya hipoksia dan asidosis metabolik menandakan perlunya penanganan segera.
Pada anak yang lebih tua atau remaja, stenosis arteri biasanya bersifat asimtomatik.
Gejala seperti sesak napas, nyeri dada maupun sinkop tidak selalu ada pada anak.39
Pada stenosis aorta sedang maupun ringan, gejala bisa tidak ditemukan sehingga
diagnosis biasa terjadi secara kebetulan katika auskultasi karena terdengar bising
sistolik pada dari sela iga 2 parasternal kiri menjalar hingga apeks bahkan kadang
hingga arteri karotis di leher.38
2.5.5. Tata laksana
Manajemen stenosis katup aorta dilakukan sesuai umur pasien, tingkat keparahan
obstruksi, dan keadekuatan struktur jantung kiri. Intervensi dapat berupa Balloon
Aortic Valvuloplasty dan tindakan bedah valvotomi. 39 Saat ini, masih belum terbukti
keberhasilan terapi statin dan obat lain pada kelainan ini.41

2.6 Coarctatio Aorta


2.6.1 Definisi
Coarctatio Aorta (CoA) adalah penyempitan pada arkus aorta desendens atau
pada bagian distal arkus aorta. Seringnya CoA terjadi di daerah dekat PDA.
Penyempitan pada CoA dapat berbentuk penyempitan pendek yang disebut discrete
atau panjang yang dapat disertai hipoplasia arkus aorta dan katup aorta bikuspid yang
terjadi pada lebih dari 70% penderita CoA.38,42
Gambar 9. Coarctatio Aorta51
2.6.2 Epidemiologi
CoA ditemukan pada 8-10% pasien dengan PJB dengan prevalensi sekitar0,34
per 1000 kelahiran hidup. CoA dengan kelainan katup aorta bikuspid banyak
ditemukan pada pasien dengan kelainan kromosom monosomi X seperti sindrom
Turner.
2.6.3 Patofisiologi
CoA dapat terjadi sebagai obstruksi discrete juxtaductal atau sebagai hipoplasia
aorta transversal yang meluas hingga ke daerah PDA. Pada pasien dengan CoA
discrete, darah aorta asendens mengalir melalui segmen yang menyempit untuk
mencapai aorta desendens. Hal ini juga terjadi meskipun terdapat hipertensi dan
hipertrofi ventrikel kiri. Dalam beberapa hari pertama kehidupan, PDA dapat
berfungsi untuk memperluas area juxtaductal aorta dan memberikan bantuan
sementara untuk mengatasi obstruksi. Pirau dari kiri ke kanan terjadi pada bayi-bayi
sehingga tidak menyebabkan sianotik. Pada CoA yang lebih parah atau CoA dengan
hipoplasia arkus aorta transversal, darah dikeluarkan dari ventrikel kanan PDA untuk
menyuplai aorta desendens. Perfusi tubuh bagian bawah kemudian berasal dari
ventrikel kanan. Dalam situasi ini denyut nadi femoralis masih dapat diraba. Keadaan
ini dimanifestasikan sebagai sianosis diferensial, dengan ekstremitas atas berwarna
merah muda dan ekstremitas bawah berwarna biru
2.6.4 Diagnosis
Tanda dan gejala bergantung pada tingkat keparahan CoA. Pasien dengan CoA
parah biasanya datang dengan tanda dan gejala di awal kehidupan, sementara kasus
yang sangat ringan mungkin tidak tampak hingga usia dewasa dimana CoA terdeteksi
dalam pemeriksaan hipertensi arteri.41
Gejala utama pada CoA dapat berupa sakit kepala, mimisan, pusing, tinitus, sesak
napas, angina perut, klaudikasio, dan kaki dingin. Pasien dengan CoA yang mencapai
masa remaja menunjukkan kelangsungan hidup jangka panjang yang sangat baik
hingga usia 60 tahun. Morbiditas jangka panjang sering terjadi, namun sebagian besar
terkait dengan komplikasi aorta dan hipertensi jangka panjang.41
Pengukuran tekanan darah di ekstremitas atas dan bawah adalah diperlukan pada
semua pasien CoA. Gradien tekanan darah sistolik ≥ 20 mmHg antara ekstremitas atas
dan bawah menunjukkan CoA yang signifikan. Denyut nadi yang lemah atau tidak
ada di ekstremitas bawah atau keterlambatan denyut radiofemoral juga menunjukkan
CoA yang signifikan.41
Ekokardiograpi memberikan informasi mengenai tempat, struktur, dan perluasan
CoA, kelainan jantung terkait, serta diameter pembuluh aorta dan supra-aorta. Gradien
Doppler tidak berguna untuk penghitungan, baik dalam keadaan CoA maupun pasca
operasi.41
CMR dan CCT, termasuk rekonstruksi 3D, adalah teknik non-invasif yang lebih
disukai untuk mengevaluasi seluruh aorta pada remaja dan orang dewasa. Keduanya
menggambarkan lokasi, luas, dan derajat penyempitan aorta, arkus aorta dan
pembuluh kepala maupun leher, aorta pre dan post-stenotik. Kedua metode tersebut
mendeteksi komplikasi seperti aneurisma, aneurisma palsu, restenosis, atau stenosis
sisa.41
2.6.5 Tatalaksana
Perbaikan CoA, baik dengan pembedahan atau kateter diindikasikan pada pasien
hipertensi dengan peningkatan gradien antara tungkai atas dan bawah ≥20 mmHg
dengan preferensi untuk pemasangan kateter bila memungkinkan secara teknis. Pada
pasien dengan penyempitan lebih dari 50 persen atau dengan peningkatan gradien
antara tungkai atas dan bawah ≥20 mmHg tetapi tidak hipertensi, boleh saja
mendapatkan intervensi bedah maupun katerisasi jika memungkinkan.41
Semua pasien CoA pengecekan rutin setidaknya setiap tahun. Pencitraan aorta
(sebaiknya dengan CMR) diperlukan untuk mendokumentasikan anatomi dan
komplikasi pasca-perbaikan atau pasca-intervensi. Interval pencitraan yang
direkomendasikan biasanya setiap 3-5 tahun tetapi juga tergantung pada patologi
dasar.41

2.7 Pulmonary Stenosis


2.7.1 Definisi
Stenosis katup arteri pulmonal terjadi jika katup semilunar menyatu ataupun
menebal maupun mengecilnya lubang cincin sehingga menyebabkan obstruksi aliran
ventrikel kanan.38,41 Deformitas katup menyebabkan katup tidak terbuka maksimal
saat sistol.42 Sama halnya dengan stenosis aorta, stenosis pulmonal juga dapat terjadi
pada daerah supravulvular, vulvular, maupun subvulvular. Stenosis pulmonal
subvalvular dapat terbentuk karena hipertrofi otot ventrikel kanan. Sedangkan pada
stenosis pulmonal supravalvular, masalah yang terjadi berada pada arteri pulmonal
yang menyempit. Jika penyempitan terdapat di bifurkasio arteri pulmonaris, stenosis
pulmonal ini bisa juga disebut sebagai stenosis pulmonaris perifer.

Gambar 10. Pulmonary stenosis52


2.7.2 Epidemiologi
Stenosis pulmonal kongenital merupakan salah satu kelainan jantung kongenital
yang paling umum ditemukan. Kejadian stenosis pulmonal sekitar 8-12% dari semua
penderita cacat jantung bawaan dengan kejadian sekitar 1 per 2.000 kelahiran hidup di
seluruh dunia. Stenosis pulmonal merupakan cacat jantung kongenital kedua yang
paling umum setelah cacat septum ventrikel. Stenosis pulmonal juga banyak
ditemukan sebagai defek terkait pada 30% kelainan jantung lainnya, termasuk defek
septum atrium (ASD), defek septum ventrikel (VSD) dan patent ductus arteriosus
(PDA).43
2.7.3 Patofisiologi
Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan menuju arteri pulmonal menyebabkan
meningkatnya tekanan sistolik ventrikel kanan dan stres pada dinding ventrikel kanan
tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya hipertropi ventrikel kanan. Tingkant
keparahan kelainan stenosis bervariasi dilihat dari ukuran tahanan pembukaan katup.
Pada kasus berat, tekanan ventrikel kanan dapat lebih tinggi dari tekanan sistolik arteri
sistemik. Saturasi oksigen pada pembuluh darah normal selama tidak terjadi defek
septum jantung.42
2.7.4 Diagnosis
Secara umum, stenosis pulmonal merupakan lesi vulvular yang paling jinak.
Kemunculan gejala sesuai dengan tingkat keparahan stenosis. Pada stenosis ringan
dan menengah, presentasi tersering pada pasien berupa murmur yang tidak sengaja
ditemukan ketika pemeriksaan dikarenakan tidak adanya keluhan yang dirasakan oleh
pasien. Pada penderita stenosis pulmonal ringan maupun sedang, mungkin saja
terdapat intoleransi ketika olah raga dan kelelahan yang ringan dan sering tidak
dianggap oleh pasien. Sedangkan pada penderita stenosis berat, nyeri dada dan sinkop
dapat terjadi ketika berolahraga dikarenakan ketidakmampuan tubuh dalam
meningkatkan aliran darah pulmonal. Gejala stenosis bersifat progresif.43
Pemeriksaan rontgen toraks hanya dapat menunjukkan adanya pembesaran atrium
dan ventrikel kanan serta terangkatnya dan membulatnya apeks kantung. Layaknya
pada stenosis aorta, ekokardiografi juga merupakan pemeriksaan penunjang pilihan
untuk mendiagnosis, melokalisasi, dan mengukur keparahan stenosis pulmonal.43
2.7.5 Tatalaksana
Tujuan pengobatan pada stenosis pulmonal adalah untuk mengurangi tekanan
ventrikel kanan yang berlebihan dengan menghilangkan obstruksi jalan darah keluar
deri ventrikel kanan. Stenosis pulmonal ringan dapat diamati dan ditindaklanjuti
setiap tahun atau 2 tahun untuk menilai apakah stenosis yang memburuk. Gradien
Doppler konstan <30mmHg memiliki sedikit risiko perkembangan. Stenosis pumonal
sedang harus ditindaklanjuti setidaknya setiap tahun dan jika ada pembesaran
ventrikel kanan atau gejala yang berkembang, harus diobati. Untuk penderita stenosis
pulmonal parah harus segera diatasi. Stenosis pulmonal kritis adalah keadaan darurat
jantung dan membutuhkan intervensi segera. Pilihan terapi yang diberikan dapat
berupa Balloon Valvuloplasty atau tindakan bedah valvotomi.43

2.8 Mitral Stenosis


2.8.1 Definisi
Stenosis mitral kongenital adalah anomali langka yang dapat terbentuk sendiri
atau dikaitkan dengan defek lain dimana yang paling umum adalah stenosis aorta
subvalvular CoA. Katup mitral bisa berbentuk corong, dengan katup yang menebal
dan korda tendina yang memendek dan berubah bentuk. Anomali katup mitral lain
yang terkait dengan stenosis termasuk katup mitral parasut yang disebabkan oleh otot
papiler tunggal, dan katup mitral lubang ganda.
2.8.2 Patofisiologi
Luas lubang katup mitral normal kira-kira 4-6 cm2. Saat ukuran lubang
berkurang, gradien tekanan yang melintasi katup mitral meningkat untuk
mempertahankan aliran yang memadai. Pasien tidak akan mengalami gejala yang
berhubungan dengan katup sampai luas katup 2-2,5 cm2 atau kurang dimana olahraga
tingkat sedang atau takikardi dapat menyebabkan dispnea karena peningkatan gradien
transmisi dan tekanan atrium kiri.44

Gambar 11. Mitral stenosis53


Stenosis mitral yang parah terjadi dengan luas katup kurang dari 1 cm2. Saat
katup semakin menyempit, tekanan atrium kiri akan meningkat karena gradien diastol
yang berubah. Hal ini menyebabkan transudasi cairan ke interstitium paru dan dispnea
saat istirahat atau dengan aktivitas minimal. Hemoptisis dapat terjadi jika vena
bronkus pecah. Dilatasi atrium kiri meningkatkan risiko atrium fibrilasi dan
tromboemboli.44
Tekanan diastolik ventrikel kiri dan curah jantung biasanya normal pada orang
dengan yang hanya memiliki stenosis mitral. Saat tingkat keparahan stenosis
meningkat, curah jantung menjadi di bawah normal saat istirahat dan gagal meningkat
selama latihan.44
2.8.3 Diagnosis
Jika stenosis sedang sampai berat, gejala biasanya muncul dalam 1 atau 2 tahun
pertama kehidupan. Bayi-bayi ini mengalami gagal tumbuh dan berbagai derajat
dispnea serta pucat. Pada beberapa pasien, mengi mungkin merupakan gejala yang
dominan, dan kesalahan diagnosis bronkiolitis atau penyakit saluran napas reaktif
mungkin telah dibuat. Pembesaran jantung akibat dilatasi dan hipertrofi ventrikel
kanan dan atrium kiri sering terjadi. Kebanyakan pasien mengalami murmur diastolik
apikal yang bergemuruh, tetapi temuan auskultasi mungkin relatif tidak jelas. Suara
jantung ke-2 keras dan terbelah. Hal ini mungkin menunjukkan adanya celah pada
katup mitral. Elektrokardiogram menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan dapat
menunjukkan gelombang P bifida atau berduri yang menandakan pembesaran atrium
kiri.42
Foto rontgen toraks biasanya menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel
kanan serta kongesti paru. Ekokardiografi dapat menunjukkan daun katup mitral yang
menebal, pengurangan yang signifikan dari lubang katup mitral, struktur otot papiler
yang abnormal (atau otot papiler tunggal), dan atrium kiri yang membesar dengan
ventrikel kiri normal atau kecil. Lubang ganda juga dapat divisualisasikan. Studi
Doppler menunjukkan gradien tekanan rata-rata melintasi lubang mitral. Anomali
terkait seperti stenosis aorta dan koarktasio dapat dievaluasi. Kateterisasi jantung
biasanya dilakukan untuk memastikan gradien tekanan transmisi sebelum operasi.
Angiokardiografi menunjukkan pengosongan atrium kiri dan lubang mitral kecil yang
tertunda.42
2.8.4 Tatalaksana
Tatalaksana bedah dapat dilakukan. Hasilnya bergantung pada anatomi katup,
tetapi jika lubang mitral mengalami hipoplasia, pengurangan gradien mungkin sulit
dilakukan. Pada beberapa pasien, prostesis katup mitral diperlukan, dan jika lubang
katup terlalu kecil, prostesis dapat ditempatkan pada posisi supramitral. Namun,
prostesis apa pun yang digunakan, harus diganti seiring pertumbuhan anak. Pasien-
pasien ini harus dikelola dengan antikoagulasi warfarin. Valvuloplasti balon
transkateter telah digunakan sebagai prosedur paliatif dengan hasil yang
mengecewakan, kecuali dalam situasi stenosis mitral rematik.42
BAB III

KESIMPULAN

3.1 PJB merupakan kecacatan anatomis jantung yang muncul pada saat embriogenesis
3.2 Penyebab PJB merupakan kombinasi faktor predisposisi dan stimulus lingkungan
3.3 PJB asianotik merupakan malformasi obstruksi maupun malformasi dengan pirau dari
kiri ke kanan
3.4 Pemeriksaan penunjang utama yang sering digunakan untuk menegakkan diagnosis PJB
asianotik adalah ekokardiografi
3.5 Terapi utama PJB asianotik berhubungan dengan interfensi anatomi yang dilakukan
dengan prosedur katerisasi atau bedah
3.6 Jika PJB asianotik tidak memberikan dampak yang besar/ bersifat ringan, tindakan
bedah tidak diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 9th
Ed. Philadelphia: Elsevier Saunder; 2015.
2. Kliegman RM. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th Ed. Philadelphia: Elsevier; 2016.
3. Gupta A, Abqari S, Shahab T, Rabbani MU, Ali SM, Firdaus U. Profile of Acyanotic
Congenital Heart Defects. IABCR. 2016; 2(4): 11-6. Cited on 7 Mar 2021. Available
from:
https://www.researchgate.net/publication/313318209_Profile_of_Acyanotic_Congenit
al_Heart_Defects?enrichId=rgreq-18c5ab93e5819c311a789e26054704cb-
XXX&enrichSource=Y292ZXJQYWdlOzMxMzMxODIwOTtBUzo0NTkwMDcwM
TkyMjkxODdAMTQ4NjQ0NzIwOTUzNA%3D
%3D&el=1_x_2&_esc=publicationCoverPdf
4. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy & physiology. 15th Ed. Hoboken:
John Wiley & Sons; 2017.
5. Hoffman JIE dan Kaplan S. The Incidence of Congenital Heart Disease. J Am Coll
Cardiol. 2002.
6. Hopkins MK, Goldstein SA, Ward CC, Kuller JA. Evaluation and Management of
Maternal Congenital Heart Disease: A Review. Obstet Gynecol Surv. 2018
Feb;73(2):116-124.
7. Kenny D. Interventional Cardiology for Congenital Heart Disease. Korean Circ J.
2018 May;48(5):350-364.
8. Van der Linde D, Konings EE, Slager MA, Witsenburg M, Helbig WA, Takkenberg
JJ dan Roos-Hesselink JW. Birth Prevalence of Congenital Heart Disease
Worldwide : A systemic review and meta-analysis. J Am Coll Cardiol. 2011.
9. Pinto NM, Waitzman N, Nelson R, Minich LL, Krikov S, Botto LD. Early Childhood
Inpatient Costs of Critical Congenital Heart Disease. J Pediatr. 2018 Dec;203:371-
379.e7
10. Spicer DE, Hsu HH, Co-Vu J, Anderson RH, Fricker FJ. Ventricular septal defect.
Orphanet J Rare Dis. 2014 Dec 19;9:144. doi: 10.1186/s13023-014-0144-2. PMID:
25523232; PMCID: PMC4316658.
11. Minette M.S and Shan D.J. Ventricular Septal Defects. Circulation. 114: 2190-2197.
2006.
12. Rao, P.S. Management of Congenital Heart Disease: State of the Art; Part I—
ACYANOTIC Heart Defects. Children 2019, 6, 42.
https://doi.org/10.3390/children6030042
13. Beghetti M. Congenital heart disease and pulmonary hypertension. Rev Port Cardiol.
2004 Feb;23(2):273-81. PMID: 15116461.
14. Rubio AE, Lewin M. Ventricular septal defects. In: Allen HA, Driscoll D, Shaddy
RE, Feltes TF, editors. Moss and Adams’ heart disease in infants, children, and
adolescents. 8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013. p. 713–21.
15. Beghetti M, Galiè N, Bonnet D. Can "inoperable" congenital heart defects become
operable in patients with pulmonary arterial hypertension? Dream or reality? Congenit
Heart Dis. 2012 Jan-Feb;7(1):3-11. doi: 10.1111/j.1747-0803.2011.00611.x. Epub
2012 Jan 10. PMID: 22233186.
16. Baumgartner H, De Backer J, Babu-Narayan SV, Budts W, Chessa M, Diller GP,
Lung B, Kluin J, Lang IM, Meijboom F, Moons P, Mulder BJM, Oechslin E, Roos-
Hesselink JW, Schwerzmann M, Sondergaard L, Zeppenfeld K; ESC Scientific
Document Group. 2020 ESC Guidelines for the management of adult congenital heart
disease. Eur Heart J. 2021 Feb 11;42(6):563-645. doi: 10.1093/eurheartj/ehaa554.
PMID: 32860028.
17. Horst Sievert, Shakeel A. Qureshi, Neil Wilson, Ziyad M. Hijazi. Interventions in
Structural, Valvular and Congenital Heart Disease 2nd Ed. CRC Press : 2015.
18. Khalid OM, Busse J. Patent Ductus Areteriosus. In: Abdulla R, editor. Heart Diseases
in Children. New York: Springer; 2011.p:113.
19. Schneider D, Moore J. Patent Ductus Arteriosus. Circulation. 2006 Oct
24;114(17):1873-82.
20. Djer MM. Current Management of Congenital Heart Disease: Where We Are? In:
Lestari ED, Hidayah D, Riza M, editors. Proceedings of The 6th Child Health Annual
Scientific Meeting of Indonesian Pediatric Society, Solo October 5–9, 2013. Solo:
UNS Press; 2013. p. 272–6.
21. Keane J, Lock J, Fyler D, Nadas A. Nadas' Pediatric Cardiology. Philadelphia:
Saunders; 2006.p.617-24.
22. Kitterman JA, Edmunds LH Jr, Gregory GA, Heyman MA, Tooley WH, Rudolph
AM. Patent Ductus Arteriosus in Premature Infants: Incidence, Relation to Pulmonary
Disease And Management. N Engl J Med. 1972 Sep 7;287(10):473–7.
23. Ellison RC, Peckman GJ, Lang P, et al. Evaluation of The Preterm Infant for Patent
Ductus Arteriosus. Pediatrics. 1983 Mar 1;71(3):364-72.
24. Yarrabolu TR, Syamasundar Rao. Transcatheter Closure of Patent Ductus Arteriosus.
Texas : Pediatric and Therapeutics. 2012.
25. Moore P, Brook MM, Heyman MA. Patent ductus arteriosus. In: Allen HD, Gutgesell
HP, editors. Moss & Adams' Heart Disease in Infants, Children & Adolescents:
Including the Fetus and Young Adults. 6th ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams
& Wilkins; 2001. pp. 653–663. et al., eds
26. Fortescue EB, Lock JE, Galvin T, McElhinney DB. To close or not to close: the very
small patent ductus arteriosus. Congenit Heart Dis. 2010;5(4):354-365.
doi:10.1111/j.1747-0803.2010.00435.x
27. Bentham J, Wilson N. Ultrasound Guidance In: Seivert H, Qureshi SA, Wilson N,
Hijazi ZM, Eds. Interventions in structural, valvu-lar, and congenital heart disease.
Boca Raton: CRC Press 2015; pp. 611-5
28. Muresan D, Marginean C, Zaharie G, Stomatian F, Rotar IC. Complete
atrioventricular septal defect in the era of prenatal diagnosis.
Medultrason.2016:18;500-7.
29. Marx GR, Fyler DC. Endocardial Cuhion Disease. Dalam Keane JF, Lock JE, Fyler
DC. Penyunting. Nadas Pidatric Cardiology . Philadelphia. Saunders Elsevier. 2006.
663- 674
30. Craig B. Atrioventricular septal defect: from fetus to adult. Heart. 2006;92:1879-85.
31. Kelompok Kerja Kardiologi Pediatrik Dan Penyakit Jantung Bawaan Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Tatalaksana Penyakit Jantung
Bawaan Dewasa (PJBD). Persatuan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2020.
32. Sachdeva R. Atrial septal defects. In: Allen HD, Driscoll DJ, Shaddy RE, et al,
editors. Moss and Adams’ heart disease in infants, children and adolescents: including
the fetus and young adult. 8th ed. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
p. 672-90.
33. Chelu RG, Horowitz M, Sucha D, Kardys I, Ingremeau D, Vasanawala S, Nieman K,
Paul JF, Hsiao A. Evaluation of atrial septal defects with 4D flow MRI-multilevel and
inter-reader reproducibility for quantification of shunt severity. MAGMA. 2019
Apr;32(2):269-279.
34. van der Linde D, Konings EE, Slager MA, Witsenburg M, Helbing WA, Takkenberg
JJ, Roos-Hesselink JW. Birth prevalence of congenital heart disease worldwide: a
systematic review and meta-analysis. J Am Coll Cardiol. 2011 Nov 15;58(21):2241-7.
35. Park MK. Left to right shunt lesion, Atrial Septal Defect. In Pediatric cardiology for
practitioner. 5th ed. Philadelphia. Mosby Elsevier 2008.page 161-166..
36. Amin Z. Transcatheter closure of secundum atrial septal defects. Catheter Cardiovasc
Interv. 2006 Nov;68(5):778-87. doi: 10.1002/ccd.20872. PMID: 17039536.
37. Atmosugido IS. Uji Penutupan Balon Suatu Teknik Baru Sebagai Pedoman
Penutupan Defek Septum Atrium Yang Disertai Dengan Hipertensi Pulmonel.
Jakarta : Universitas Indonesia. 2012.
38. Yuniadi Y(ed), Hermanto DY(ed), Siswanto BB(ed). Buku Ajar Kardiologi Jilid 2.
Jakarta: Sagung Seto; 2017.
39. Singh GK. Congenital Aortic Valve Stenosis. Children (Basel). 2019; 6(5): 69. Cited
on 5 Mar 2021. Available from: https://dx.doi.org/10.3390%2Fchildren6050069
40. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer;
2015.
41. Baumgartner H, Backer JD, Babu-Narayan SV, Budts W, Chessa M, Diller GP, et al.
2020 ESC Guidelines for the management of adult congenital heart disease: The Task
Force for the management of adult congenital heart disease of the European Society
of Cardiology (ESC). Endorsed by: Association for European Paediatric and
Congenital Cardiology (AEPC), International Society for Adult Congenital Heart
Disease (ISACHD). European Heart Journal. 2021; 42(6): 563-645. Cited on 6th Mar
2021. Available from: https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehaa554
42. Kliegman RM. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th Ed. Philadelphia: Elsevier; 2016.
43. Mitchell BJ, Mhlongo M. The Diagnosis and Management of Congenital Pulmonary
Valve Stenosis. SA Heart. 2018; 15(1): 39-45. Cited on 6 Mar 2021. Available from:
https://doi.org/10.24170/15-1-2903
44. Dima C. Mitral Stenosis [Internet]. Medscape 2 Feb 2018. Cited on 6 Mar 2021.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/155724-overview#a5
45. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Ventricular Septal Defect
[Internet]. 2021. Cited on 18 March 2021. Available on :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/ventricular-septal
defect/multimedia/ventricular-septal-defect/img-20007973
46. Makaryus Amgad N., Lawrence M. Boxt. Ventricular Septal Defect [Internet]. 2015.
Cited on 18 March 2021. Available on : https://clinicalgate.com/ventricular-septal-
defect/
47. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Patent Ductus Arteriosus
[Internet]. 2021. Cited on 18 March 2021. Available on :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/patent-ductus-arteriosus/symptoms-
causes/syc-20376145
48. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Atrioventricular Septal Defect
[Internet]. 2018. Cited on 18 March 2021. Available on :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/atrioventricular-canal-
defect/symptoms-causes/syc-20361492
49. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Atrial Septal Defect
[Internet]. 2019. Cited on 18 March 2021. Available on :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/atrial-septal-defect/symptoms-
causes/syc
50. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Stenosis Aorta [Internet].
2021. Cited on 18 March 2021. Available on : https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/aortic-stenosis/symptoms-causes/syc-20353139
51. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Coarctatio of the Aorta
[Internet]. 2020. Cited on 18 March 2021. Available on :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/coarctation-of-the-
aorta/multimedia/coarctation-of-the-aorta/img-20007864
52. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Pulmonary stenosis
[Internet]. 2017. Cited on 18 March 2021. Available on :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pulmonary-valve-stenosis/symptoms-
causes/syc-20377034
53. Mayo Foundation for Medical Education and Research. Mitral valve stenosis
[Internet]. 2017. Cited on 18 March 2021. Available on :
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/mitral-valve-
stenosis/multimedia/normal-heart-and-heart-with-mitral-valve-stenosis-image/img-
20110854

Anda mungkin juga menyukai