Karakteristik Sifat Fisik Elastomer NBR
Karakteristik Sifat Fisik Elastomer NBR
Oleh:
Karet dapat digunakan diantaranya sebagai seal atau O-ring untuk dunia otomotif.
Disain produk karet O-ring tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, melainkan perlu
memperhatikan beberapa sifat fisik untuk aplikasi penggunaannya. Dari hasil pengujian
laboratorium terhadap elastomer NBR dan EPDM dengan membandingkan karakteristik
sifat fisik dari keduanya, yaitu ketahanannya terhadap pelapukan pemanasan (heat
aging), ketahanan terhadap minyak (Oil Resistance), pampatan tetap (Compression
Set), ketahanan ozon dan ketahanan pada temperatur rendah (Brittleness Point)
terhadap nilai kekerasan dan kekuatan tariknya diperoleh hasil kompon dari karet nitril
(Nitrile Butadiene Rubber / NBR) dapat digunakan pada temperatur sekitar 100°C,
tahan terhadap lingkungan berozon dan memiliki ketahanan yang tidak baik terhadap
media toluene dan ethanol. Bahan EPDM (Ethylene-Propylene-Diene-Methylene)
memiliki ketahanan terhadap temperatur sekitar 100°C, tahan terhadap lingkungan
berozon dan memiliki ketahan terhadap minyak lebih baik dibandingkan NBR.
PENDAHULUAN
Penggunaan karet dalam dunia teknik menurut Sommer (2009) semakin berkembang
karena sifatnya unik seperti memiliki sifat perpanjangan yang tinggi, kekuatan tinggi,
daya serap energi yang tinggi dan daya fatik yang tinggi. Dalam aplikasinya, karet dapat
digunakan diantaranya sebagai seal atau O-ring untuk dunia otomotif. Disain produk
karet O-ring tidak dapat dilakukan dengan sembarangan, melainkan perlu
memperhatikan beberapa sifat fisik untuk aplikasi penggunaannya. Kecelakaan
pesawat ulang alik “Challenger” pada tahun 1986 menunjukkan pentingnya aplikasi sifat
fisik temperatur transisi ke getas (Brittleness Point). Kegagalan dari seal merupakan
awal dari kecelakaan tersebut.
Gambar 1. O-Ring
Bahan karet seal/o-ring untuk suku cadang otomotif diantaranya menggunakan karet
nitril (Nitrile Butadiene Rubber / NBR) yang biasa digunakan pada temperatur sekitar
100°C dan perubahan volume pada lingkungan berminyak sekitar 20%. Bahan lainnya
menurut de Graaf (2008) adalah menggunakan EPDM (Ethylene-Propylene-Diene-
Methylene) yang memiliki ketahanan terhadap temperatur dan minyak lebih baik
dibandingkan NBR.
Adapun maksud dan tujuan dibuatnya Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut:
Metoda yang digunakan dalam pengumpulan data adalah Metoda Sekunder dan
penelitian langsung di laboratorium. Metoda Sekunder adalah studi literatur
dimana penulis mencari data-data yang berasal dari literatur-literatur yang
dianggap memiliki tingkat validasi yang dapat di pertanggung jawabkan. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Saat mendisain suatu kompon karet, menurut Chandsekaran (2010) terdapat tiga syarat
yang harus diperhatikan:
Berbagai jenis karet dan bahan kimia untuk pembuatan kompon dapat ditentukan dalam
proses formulasi untuk memenuhi suatu persyaratan tertentu dari suatu barang jadi
karet. Karet alam digunakan dalam keadaan di mana kompon tidak harus
menahan suhu tinggi, sinar matahari langsung atau ozon, atau di mana ko mpon tidak
akan kontak dengan minyak, pelarut, cairan atau bahan kimia. Karet sintetis digunakan
karena memiliki ketahanan yang lebih baik daripada alam karet dalam hal-hal tersebut
dan dapat digunakan untuk lingkungan kerja tersebut. Beberapa aplikasi khusus dari
karet sintetis adalah sebagai berikut:
Dalam merancang awal suatu seal / O-ring, menurut Chandsekaran (2010) penting
sebelumnya untuk menentukan elastomer yang akan digunakan karena elastomer yang
digunakan nantinya akan sangat berpengaruh pada disain barang keseluruhan. Aplikasi
pemakaian yang menentukan pemilihan senyawa elastomer adalah cairan yang
nantinya akan ditahan agar tidak menembus / keluar. Bukan hanya itu saja, elastomer
juga harus mampu menahan terjadinya ekstrusi bila terkena tekanan yang diperkirakan
harus dapat diantisipasi maksimal dan mampu mempertahankan sifat fisik yang baik
melalui rentang temperatur keseluruhan dari yang diharapkan.
Gambar 2. Ketahanan elastomer terhadap panas dan minyak menurut de Graff (2008)
Menurut de Graff (2008) semua elastomer akan hancur saat digunakan pada
temperatur tinggi. Perubahan volume dan pampatan tetap sangat dipengaruhi oleh
temperatur. Kekerasan dipengaruhi dengan cara yang kompleks. Pengaruh pertama
dari temperatur yang tinggi adalah melunakkan kompon dan begitu juga kebalikannya.
Peristiwa tersebut adalah peristiwa perubahan fisik. O-ring akan mengalir melalui celah
yang ada saat temperatur sekitar meningkat akibat terjadinya pelunakkan elastomer.
Seiring dengan berjalannya waktu maka akan terjadi perubahan kimia dimana yang
mengakibatkan kekerasan, volume dan pampatan tetapnya akan meningkat. Kekuatan
tarik dan elongasinya juga mengalami perubahan. Perubahan kimia ini bersifat
irreversible. Berbeda pada temperatur rendah, perubahan sifat yang terjadi tidak
permanen karena hanya terjadi perubahan secara fisika, sehingga saat dipanaskan
maka akan kembali ke keadaan semula.
Menurut Sommer (2009) suatu elastomer dapat terserang struktur kimianya sehingga
dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik, perpanjangan saat elongasi dan
kekerasan. Pada saat elastomer yang mengalami perubahan tersebut berada pada
temperatur tinggi dan waktu papar yang lama akan menciptakan kondisi yang semakin
agresif dan berbahaya bagi keselamatan jika digunakan dalam jangka waktu lama.
C. Pampatan Tetap2
Pampatan tetap adalah persentase defleksi saat elastomer gagal kembali kebentuk
semula setelah jangka waktu tertentu di bawah tekanan dan temperatur tertentu.
Pampatan tetap merupakan faktor terpenting dalam pembuatan seal / o-ring karena
sifat ini merupakan ukuran dari resiliency (hilangnya ketahanan) atau"ingatan" akan
bentuk awal dari barang jadi karet.
t0 = tebal awal t1 = tebal setelah ditekan
ts = tebal saat pembebanan
c = ketebalan yang hilang
Pampatan tetap umumnya dilakukan di udara dan diukur sebagai persentase defleksi
asli. Meskipun diinginkan seal / o-ring yang memiliki nilai pampatan tetap rendah, hal
ini tidak begitu penting karena terdapat variabel-variabel saat pemakaian sebenarnya.
Sebagai contoh, sebuah O-ring dapat terus menutup setelah mengalami pampatan
tetap 100%, temperatur dan tekanan dari sistem kerja tetap stabil dan tidak ada gaya
atau gerakan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada daerah seal yang
mengalami kontak. Pembengkakkan (swelling) akibat kontak dengan cairan yang
dipakai, dapat dikompensasi pada pampatan tetap. Kondisi paling ditakuti adalah jika
terjadi kombinasi dari pampatan tetap tinggi dan penyusutan. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya kegagalan menutup kecuali diberikan remasan yang sangat
tinggi. Semakin rendah nilai pampatan tetapnya maka semakin baik kapasitas seal-nya.
Nilai pampatan tetap akan semakin meningkat dengan meningkatnya temperatur dan
waktu pemakaiannya.
Untuk o-ring, minimal remasan sekitar 0,175 mm. Alasannya karena hampir seluruh
elastomer mengalami pampatan tetap 100% hanya dengan sedikit remasan. Suatu
kompon yang tahan atau tidak terhadap pampatan tetap dapat dibedakan dengan
memberi remasan lebih dari 0,127 mm.
Standar yang umum digunakan untuk pampatan tetap adalah ASTM D 395 dan DIN
53517. Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan pampatan tetap dari beberapa
kompon NBR dan EPDM.
Rentang
Kekerasan Pampatan tetap 22 jam/100°C,
Kompon temperatur
IRHD ± 5 25% pada O-ring 3.53 mm
(°C)
NBR 36624 70 max. 20% - 30 + 120
NBR 47702 90 max. 30% - 30 + 120
EPDM 55914 70 max. 30% - 50 + 120
EPDM 55914 PC 70 max. 25% (150°C) - 50 + 150
D. Ketahanan Ozon
Konsentrasi ozon (O3) yang ada dalam lingkungan kerja dapat menyebabkan keretakan
yang mendalam pada bahan elastomer, yang kemudian akan menyebabkan kegagalan
komponen tersebut saat digunakan. Karet umumnya sangat rentan terhadap serangan
ozon dan dapat menimbulkan efek besar pada permukaan tertutup yang berujung pada
penjalaran retakan dan patah. Pada elastomer, menurut de Graff (2008) pengaruh
oksidasi hanya terjadi pada lapisan tipis di permukaan. Tetapi jika elastomer tersebut
mengalami peregangan saat di gunakan, maka oksidasi dapat terjadi hingga kedalam
material tersebut.
Gambar 6. Kegagalan akibat perubahan lingkungan atau retak ozon
Semua elastomer akan mengalami beberapa jenis perubahan ketika mereka berada
pada temperatur rendah. Beberapa perubahan terjadi secara cepat sedangkan yang
lainnya dapat terjadi setelah kontak yang terlalu lama. Semua reaksi yang terjadi
menurut de Graff (2008) bersifat reversibel, elastomer akan kembali ke sifat aslinya
ketika temperatur kembali ke temperatur kamar. Pada temperatur rendah material akan
menjadi rapuh dan pecah pada saat ditekuk tiba-tiba atau saat terjadi benturan/impak.
Karet nitril menurut Simpson (2002) merupakan kopolimer dari butadiena dan akrilonitril
yang dibuat dengan polimerisasi emulsi. Sifat dari komponnya bergantung dari rasio
akrilonitril/butadiena. Nitril dikenal karena sifatnya yang tahan pada temperatur rendah
dan tinggi dan tahan terhadap minyak, bensin dan pelarut. NBR banyak digunakan
dalam aplikasi teknis karena sifatnya yang tahan abrasi, tahan air dan pampatan tetap
yang baik.
Salah satu kerugian dari kopolimernya menurut Simpson (2002) adalah tidak dapat
dibuat ikatan silang dikarenakan tidak adanya gugus tidak jenuh didalam rantai utama.
Untuk mengatasinya ditambahkan monomer ketiga, tetapi untuk menjaga kestabilannya
maka monomer tersebut ditambahkan “menggantung” pada rantai utama. Ketiga jenis
monomer tambahan tersebut adalah dicyclopentadiene, ethylidene norbornene dan 1,4-
hexadiene.
Gambar 8. 3 jenis monomer Ethylene-propylene-diene-methylene rubber (EPDM)
menurut Simpson (2002)
Karena rantai utama dari EPDM bersifat jenuh, baik ko- dan terpolimer dari EPDM
memiliki kestabilan terhadap oksigen, sinar UV dan ketahanan terhadap ozon. EPDM
tidak tahan terhadap minyak dan akan larut dalam alifatik, hidrokarbon aromatik dan
pelarut yang dihalogenasi. Karet ini memiliki sifat tahan listrik yang baik dan stabil
terhadap radiasi. Karena kerapatan jenisnya paling rendah dibandingkan karet si ntetis
lainnya, EPDM dapat menerima filler dan minyak dalam jumlah yang besar saat
dilakukan pencampuran. Memiliki kelemahan sulit untuk dapat melekat bahkan setelah
ditambahkan zat pelekat ditambahkan, sehingga sulit untuk terjadi adhesi dengan
logam, kain dan material lainnya.
BAB III
3.1. Pembuatan dan Pengujian Sifat Fisik NBR dan EPDM melalui Percobaan
Laboratorium
3.1.1. Tahapan Pembuatan Kompon
Kompon dibuat dengan cara dicampurkan dengan bahan kimia lainnya dalam mesin rol
terbuka. Semua pembuatan dan pengujian kompon dilakukan di Laboratorium Karet,
Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia. Proses mastikasi dan
pencampuran adalah tahapan-tahapan dalam pembuatan barang jadi karet. Karet
mentah sebagai contoh uji digiling untuk melakukan mastikasi adalah menjadikan karet
mentah menjadi plastis sehingga pencampuran karet mentah dengan bahan-bahan
kimia tertentu dapat berlangsung dengan se mpurna dan tercampur dengan rata.
Pada proses pencampuran karet mentah dengan bahan-bahan kimia, jenis dan
komposisi dari bahan-bahan pencampur.telah dilakukan beberapa kali penelitian,
sehingga bisa mendapatkan hasil yang optimum dalam hasilnya.
A. Kondisi Kerja
Metoda yang dipergunakan pada praktikum ini adalah ASTM D 3184 – 88. Temperatur
kerja adalah 70 ° ± 5 °C dan total waktu yang dipergunakan pada pencampuran di
mesin giling adalah 18 menit.
B. Cara Kerja
Contoh karet mentah dan bahan - bahan kimia disiapkan (sesuai dengan penjelasan
pada "persiapan contoh". dan bahan - bahan ditimbang dalam gram).
Waktu
Pekerjaan Waktu akumulatif
(menit)
1. Contoh karet mentah digiling pada celah rol 0,20 mm,
1 1
2 kali putaran.
2. Celah roll dilebarkan menjadi 1,40 mm, contoh karet
digiling lagi dan diusahakan karet melilit roll digiling
4 5
sampai permukaan karet menjadi licin. Lebarkan celah
roll menjadi 1.90 mm, penggilingan diteruskan sampai
4 menit.
3. Tambahkan asam stearat secara merata. 2 7
4. Tambahkan berturut-turut ZnO, S dan MBT. 4 11
5. Pada permukaan lilitan dibuat kerataan ¾ lebar lilitan
dan dari setiap sisi 3 kali sehingga jumlah seluruh 2 13
kerataan 6 kali.
6. Lilitan karet dilepaskan dari roll dan digulung. Celah
roll diatur 0.80 mm dan gulungan karet digiling lagi
2 15
sebanyak 6 kali dan setiap kali penggilingan harus
digulung.
7. Celah roll diatur 1,40 mm untuk menghasilkan
ketebalan dari kompon karet 6 mm dan digiling 3 18
sebanyak 4 kali, dan setiap kali harus dilipat.
Selama pembuatan kompon temperatur roll dijaga supaya tetap 70° ± 5 °C. Kompon
yang dihasilkan siap diuji sifat-sifat fisikanya seperti: ketahanannya terhadap pelapukan
pemanasan (heat aging), ketahanan terhadap minyak (Oil Resistance), pampatan tetap
(Compression Set), ketahanan ozon dan ketahanan pada temperatur rendah
(Brittleness Point) terhadap nilai kekerasan dan kekuatan tariknya.
No Ingredients PHR
1 Karet Nitril (NBR) 100
2 FEF black (N330) 45
3 Carbon black (N990) 30
4 DOP 8
5 Asam Stearat 1
6 Zinc Oxide (ZnO) 5
7 Antioksidan Amenenocral 81 ona 1
8 TMQ 2
9 TMTD 1,5
10 CBS 3
11 Powder Sulfur 0,2
TOTAL 196.7
No Ingredients PHR
1 EPDM 1045 100
2 Disperator FL 2
3 ZnO 5
4 GPF (N220) 60
5 Hard Clay 150
6 MBT 3
7 Asam Stearat 1
8 Parafinic Oil 65
9 Sulfur 1,7
10 CBS 1
11 TMTD 2
12 ZDBC 0.7
TOTAL 391.4
phr (per hundred rubber) merupakan satuan yang digunakan dalam formulasi kompon,
dimana:7
Phr = (berat bahan/berat karet) x 100
berat bahan = ( berat karet / 100 ) x Phr
Compresion set (% )
100°C x 24 jam 58,64 70,81
Low Temperature : - 40°C x 5 jam
Kekerasan (Shore A) 96,8 88
Tekuk 180° (crack / no) No crack No crack
Brittleness point (°C) - 45 - 60
Ozone Resistance (cracks or no)
50 pphm, 40°C, 20% strain, 48 jam No crack No crack
3.2. Pembahasan Hasil Analisis Pengujian Sifat Fisik NBR dan EPDM melalui
Percobaan Laboratorium
3.2.1. Pembahasan Hasil Analisis Pengujian Heat Aging
Dari hasil percobaan terlihat dibandingkan keadaan awal, keadaan NBR dan EPDM
setelah dilakukan pemanasan didalam oven selama 24 jam terlihat terjadi kenaikan
kekerasan dari kedua kompon sekitar 6% untuk NBR dan 7,3% untuk EPDM. Hal ini
kemungkinan disebabkan masih terdapatnya kompon karet yang belum mengalami
curing sehingga saat saat dipanaskan dalam jangka waktu tertentu kompon tersebut
akan mengalami curing kembali terutama dibagian permukaannya. Hal yang berbeda
terjadi pada perpanjangan hingga patah dari kompon (EB), terlihat terjadi penurunan
hingga 26% pada NBR dan 25% untuk EPDM. Terlihat bahwa keuletan dari keduanya
menurun saat dipanaskan pada temperatur dan waktu tertentu. Hal ini berpengaruh
pada penurunan kekuatan tarik (TB ) dari NBR dan EPDM dimana NBR terjadi
penurunan sekitar 9% sedangkan EPDM terjadi penurunan sekitar 7%.
Yang menarik adalah terjadi kenaikan modulus tarik hingga 300% dimana terjadi
kenaikan dibandingkan sebelum terjadi heat aging, hal ini menurut Chandsekaran
(2010) dimungkinkan karena terbentuknya ikatan silang baru saat terjadi curing
sehingga peningkatan keuletannya hanya sebagian saja pada permukaan, sehingga
saat melewati M300% maka akan terjadi penurunan kekuatan tarik dikarenakan sudah
putusnya ikatan silang dipermukaan polimer saat ditarik melebihi 300% sehingga
kekuatan tariknya akan turun saat lewat dari 300% dibandingkan keadaan awal
sebelum dilakukan heat aging.
Dari hasil pengujian ketahanan kompon NBR dan EPDM terhadap minyak diperoleh
terjadi penurunan kekerasan pada kompon NBR dan EPDM, terlihat bahwa keduanya
tidak tahan terhadap media yang menggunakan Toluene baik pada Toluene 100% (Fuel
A), Toluene dan lsooctane dengan perbandingan 50:50 (Fuel B), Toluene dan lsooctane
dengan perbandingan 70:30 (Fuel C), Fuel C dan Ethanol dengan perbandingan 80:20.
Penambahan ethanol di media minyak memperburuk sifat dari keduanya terhadap
minyak. Kompon EPDM memiliki ketahanan terhadap minyak lebih buruk dibandingkan
NBR pada media yang sama. Begitu juga saat digunakan minyak dengan jenis ASTM
#1 dan lRM 903, EPDM mengalami penurunan kekerasan hingga 20 shore A
dibandingkan NBR yang hanya mengalami sedikit penurunan nilai kekerasan.
Saat menggunakan media ASTM #1 dan lRM 903 terlihat EPDM memperlihatkan sifat
yang unik dimana M300% terjadi peningkatan yang signifikan meskipun kekerasan, EB
dan kekuatan tariknya turun, sedangkan pada kompon NBR terjadi tren penurunan
kekerasan, kekuatan tarik, EB , dan M300%-nya.
Dari hasil pengujian pampatan tetap yang dilakukan pada temperatur 100°C selama 24
jam diperoleh hasil EPDM memiliki kemampuan untuk kembali kekeadaan semula lebih
baik dibandingkan NBR, terlihat NBR memiliki nilai pampatan tetap 58,64% sedangkan
EPDM memiliki nilai pampatan tetap 70,81%. Hasil ini menunjukkan pampatan tetap
dari EPDM lebih baik dibandingkan NBR.
4.1. Kesimpulan
1. NBR dapat digunakan sebagai seal /o-ring pada kondisi temperatur kerja
dibawah 150 °C; tidak dapat digunakan pada media minyak toluene dan
campuran toluene dan ethanol; dapat digunakan pada media minyak ASTM #1
dan lRM 903 tetapi tidak boleh dalam keadaan kerja mengalami beban tarik;
memiliki ketahanan ozon yang baik dan dapat digunakan pada temperatur dingin
diatas – 45 °C. NBR sebaiknya tidak digunakan sebagai seal /o-ring yang
mengalami beban tekan atau kompresi yang dinamis dikarenakan kemampuan
pampatan tetapnya yang hanya setengah dari ketebalannya.
2. EPDM dapat digunakan sebagai seal /o-ring pada kondisi temperatur kerja
sekitar 150 °C; tidak dapat digunakan pada media minyak toluene dan campuran
toluene dan ethanol meskipun dalam media ethanol EPDM masih dapat
digunakan.2 EPDM juga tidak dapat digunakan pada media minyak ASTM #1
dan lRM 903. EPDM memiliki ketahanan ozon yang baik dan dapat digunakan
pada temperatur dingin diatas – 60 °C. EPDM dapat digunakan sebagai seal /o-
ring yang mengalami beban tekan atau kompresi yang dinamis dikarenakan
kemampuan pampatan tetapnya yang cukup baik.
4.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah perlu adanya penelitian
lebih mendalam mengenai perubahan sifat fisika dari kompon tersebut secara
mendalam menggunakan pendekatan struktur mikro, sehingga dapat diketahui secara
pasti perubahan ikatan kimia yang terjadi pada polimer saat mengalami lingkungan
tertentu. Hal ini diperlukan untuk dapat memberikan data-data teknis yang lebih akurat
terhadap usaha kecil dan mikro yang membuat suku cadang otomotif dari bahan karet
sehingga dapat membuat suku cadang dari karet dengan lebih akurat dan sesuai
standar keamanan yang diingikan oleh konsumen atau pembeli.
DAFTAR PUSTAKA
Akademi Teknologi Kulit Yogyakarta . 2008. Pembuatan Produk Karet dan Plastik, Balai
Besar Kulit, Karet dan Plastik. Yogyakarta : TBKKP.TPL.
Chandsekaran, Chellapa. 2010. Rubber Seals for Fluid and Hydraulic Systems. USA :
Elsevier Inc.
de Graaf, Ed. 2008. O-ring Technical Handbook. Netherlands : New Deal Seals.
Martono, Nanang. 2011. Metoda Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Simpson, R.B. 2002. Rubber Basics. United Kingdom : Rapra Technology Ltd.
The American Society for Testing and Material. 1987. D 3182: Standard Practice For
Rubber – Material. Equipment and Procedures for Mixing Standard
Compounds and Preparation Standard Vulcanized Sheet.
Philadelphia : ASTM.
BIODATA PENULIS