Anda di halaman 1dari 11

6.

Jalur sirkulasi sistemik


Sirkulasi sistemik menyuplai darah ke seluruh jaringan tubuh kecuali paruparu.
Pertimbangan yang terpenting untuk mengerti fisiologi sirkulasi sistemik yaitu komponen
anatomi sirkulasi sitemik, karakteristik fisik sistem sirkulasi dan darah, faktor penentu
dan kontrol aliran darah, regulasi tekanan darah sistemik, dan regulasi curah jantung dan
darah balik.
A. Jalur sirkulasi pulmonal
Sirkulasi pulmonal atau sirkulasi paru merupakan sirkulasi darah dari jantung menuju
paru-paru dan sebaliknya. Sirkulasi ini berlangsung saat darah yang mengandung
karbon dioksida dari sisa metabolisme tubuh kembali ke jantung melalui pembuluh
vena besar (vena cava). Selanjutnya, darah tersebut akan masuk ke serambi kanan dan
diteruskan ke bilik kanan jantung. Darah yang sudah berada di bilik kanan akan
dialirkan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis untuk ditukar menjadi oksigen. Darah
bersih yang kaya oksigen kemudian akan masuk ke serambi kiri jantung melalui vena
pulmonalis untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
B. Arteri dan vena pada sistem sirkulasi sistemik
Fungsi dari arteri adalah mengalirkankan darah dengan tekanan tinggi ke jaringan.
Oleh sebab itu, arteri mempunyai dinding pembuluh darah yang kuat dan aliran yang
kuat.
Venul mengumpulkan darah dari kapiler untuk dihantarkan ke vena, dimana berperan
sebagai penghantar darah ke atrium kanan. Karena tekanan sistem vena rendah,
dinding venul tipis. Dinding vena adalah otot, dimana memungkinkan pembuluh darah
untuk berkontraksi atau melebar dan menyimpan darah, tergantung kepada kebutuhan
fisiologis. Mekanisme vena penting untuk membawa darah ke jantung.
C. Gangguan pada sistem peredaran darah
1. Anemia
Anemia sering disebut sebagai penyakit kurang darah. Kurang darah terjadi karena
kandungan hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah rendah atau berkurangnya sel
darah merah. Berkurangnya kandungan Hb dapat disebabkan makanan yang kurang
mengandung zat besi. Berkurangnya sel darah merah sering terjadi pada penderita
penyakit malaria. Hal ini karena plasmodium sebagai penyebab penyakit malaria
memakan sel darah merah. Demikian pula penderita penyakit cacing tambang
sering mengalami anemia.
2. Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Thalasemia sering terdapat pada
bayi dan anak-anak. Pada penderita talasemia, daya ikat sel darah merahnya
terhadap oksigen rendah karena kegagalan pembentukan hemoglo-bin. Penderita
thalasemia berat membutuhkan transfusi darah setiap bulan.
3. Hemofilia
Hemofili merupakan penyakit yang menyebabkan darah sukar membeku bila terjadi
luka. Kelainan ini disebabkan oleh faktor keturunan ( genetik). Ke-lainan tidak
dapat diobati, tetapi dapat dicegah. Penderita harus menghindari terjadinya
pendarahan agar darah tidak mengalir terus.
4. Leukemia
Leukemia atau kanker darah adalah penyakit bertambahnya sel darah putih yang
tidak terkendali. Beberapa gejala leukemia yaitu:
 Demam, dan kedinginan
 Badan lemah dan sakit kepala.
 Sering mengalami infeksi.
 Kehilangan berat badan.
 Berkeringat, terutama malam hari.
 Nyeri tulang atau sendi.
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebab leukemia. Namun, para
peneliti menduga penyebab leukemia antara lain radiasi energi tinggi, misalnya
bom nuklir, bahan kimia benzena yang mengenai seseorang dalam jangka waktu
lama, dan keadaan genetik seseorang, misalnya penderita sindrom Down lebih
banyak menderita leukemia dibanding orang normal.
5. Hipertensi
Hipertensi disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi di dalam arteri. Hipertensi
atau tekanan darah tinggi terjadi bila nilai ambang tekanan sistolik antara 140 – 200
mmHg atau lebih dan nilai ambang tekanan ambang diastolik antara 90 – 110
mmHg atau lebih. Beberapa penderita tidak menunjukkan gejala-gejala akibat
tekanan darah tinggi. Namun, beberapa orang ada yang mengalami gejala-gejala,
yaitu sakit kepala, napas pendek, dan penglihatan kabur. Penyebab hipertensi
berkaitan dengan umur, kegemukan, dan keturunan.
6. Koronariasis
Koronariasis merupakan penyempitan atau pe- nyumbatan nadi tajuk (arteri
koronari) pada jantung. Melalui nadi tajuk tersebut, jantung mendapat makan dan
oksigen. Nadi tajuk berukuran kecil sehingga bila tersumbat, denyut jantung dapat
terganggu atau terhenti. Penderita yang terkena koronariasis akan merasakan sakit
di bagian dada jantung. Koronariasis disebabkan oleh terbentuknya gumpalan darah
pada dinding dalam arteri ko-ronaria. Gumpalan ini disebabkan oleh menum-
puknya kolesterol di dalam dinding arteri.
7. Varises
Varises merupakan pelebaran pembuluh balik (vena). Varises biasanya terjadi di
kaki terutama di bagian betis. Varises yang terdapat di bagian anus disebut
ambeien. Varises merupakan hal yang biasa terjadi dan tidak ber-bahaya. Penyebab
varises tidak diketahui secara keseluruhan. Dalam beberapa kasus, varises dapat
disebabkan oleh pembengkakan pada vena. Varises tidak perlu diobati. Namun jika
terjadi varises atau ambeien yang parah, dapat dilakukan operasi.
8. Hemoroid/Wasir/Ambien
Hemoroid merupakan pelebaran pembuluh darah balik pada daerah anus. Wasir
dapat disebabkan terlalu banyak duduk, kurang gerak, dan terlalu kuat mengejan,
akibatnya aliran darah tidak lancar.
Gangguan pada sistem peredaran darah merupakan kondisi berbahaya yang tidak bisa
dianggap remeh. Jika tidak segera diobati, kondisi tersebut bisa menimbulkan
komplikasi serius, misalnya kerusakan organ dan bahkan kematian.
Oleh karena itu, penting bagi siapa saja untuk selalu menjaga kesehatan sistem
peredaran darah dengan cara menerapkan pola hidup sehat, seperti berolahraga secara
rutin, mengonsumsi makanan bergizi, membatasi asupan garam dan lemak, tidak
merokok, serta menjaga berat badan tetap ideal.
7. Golongan darah, sistem Rh, dan transfusi darah
A. Golongan darah
Istilah sistem golongan darah mengacu pada jenis antigen (Ag) yang terdapat pada sel
darah merah yang spesifisitasnya ditentukan dari gen yang berada pada kromosom.
Sedangkan Istilah jenis golongan darah mengacu pada spesifisitas hasil reaksi sel
darah merah terhadap jenis antisera tertentu.
Sistem golongan darah ABO ditentukan oleh ada atau tidak adanya Ag A dan atau Ag
B yang terekspresikan pada sel darah merah serta ada tidaknya antibodi (Ab) A dan
atau B yang terdapat di dalam serum/plasma. Sistem golongan darah ABO terdiri atas
4 golongan darah yaitu golongan darah A, B, AB dan O. Individu dengan golongan
darah A, pada sel darah merahnya terdapat Ag A dan di plasmanya terdapat Ab B.
Golongan darah B terdapat Ag B dan Ab A. Golongan darah AB, terdapat Ag AB dan
tidak terdapat Ab A maupun B. Golongan darah O tidak mempunyai Ag A dan B,
melainkan mempunyai Ab A dan B. Secara lengkap, penjabaran jenis golongan darah
pada sistem ABO, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

(tabel sistem golongan darah)


Sistem golongan darah ABO terdiri atas Ag yang utama terdapat di membran sel darah
merah dan Ab yang secara alamiah terbentuk semenjak lahir. Hal tersebut yang
membedakan jenis golongan darah ABO dengan golongan darah lainnya. Individu
dengan golongan darah A, B, O dan AB harus mempunyai Ag H walaupun dalam
jumlah bervariasi. Ag H paling banyak terdapat pada gol darah O. Jika tidak
mempunyai Ag H, maka individu tersebut adalah golongan darah O Bombay.
Seperti diketahui, bahwa golongan darah ABO diturunkan dari orang tua. Jenis
golongan darah ditentukan dari gen yang berasal dari kedua orang tua kita. Setiap anak
mempunyai kombinasi gen dalam bentuk dua alel, yang berasal dari ayah dan ibu.
Terdapat tiga jenis alel golongan darah ABO, yaitu : alel A, B dan O. Kombinasi dari
tiga alel tersebut adalah : OO; AO; BO; AB; AA; BB.

Jika golongan darah kedua orang tua biologis Anda diketahui, kemungkinan golongan
darah Anda dapat dipersempit. Dalam banyak kasus golongan darah hanya perlu
diperkirakan, menggunakan kalkulator golongan darah daring atau melihat daftar
berikut :
 orang tua O x orang tua O = anak O
 orang tua O x orang tua A = anak A atau O
 orang tua O x orang tua B = anak B atau O
 orang tua O x orang tua AB = anak A atau B
 orang tua A x orang tua A = anak A atau O
 orang tua A x orang tua B = anak A, B, AB atau O
 orang tua A x orang tua AB = anak A, B atau AB
 orang tua B x orang tua B = anak B atau O
 orang tua B x orang tua AB = anak A, B atau AB
 orang tua AB x orang tua AB = anak A, B atau AB
B. Sistem Rh
Sistem golongan darah Rh merupakan golongan darah utama selain ABO. Jenis
golongan darah ini wajib diperiksa pada pemeriksaan pre-transfusi. Golongan darah
Rh pertama kali ditemukan karena adanya reaksi transfusi pada seorang ibu yang
melahirkan. Anak yang dilahirkan mengalami eritroblastosis fetalis (kelainan sel darah
sehingga terjadi lisis eritrosit berlebih). Serum ibu tersebut mengaglutinasi sel darah
yang ditransfusikan yang berasal dari suaminya, walaupun keduanya mempunyai
golongan darah ABO yang sama. Ternyata, kematian bayi tersebut dan reaksi transfusi
yang terjadi pada ibu, berhubungan. Selama kehamilan, ibu tersebut telah terekspos sel
darah merah dari janin yang dikandungnya, dan sistem imun ibu membuat Ab terhadap
Ag dari sel darah merah bayi yang mempunyai Ag yang sama dengan ayah.
Pola pewarisan berdasarkan teori Fisher-Race, menyatakan bahwa terdapat 3 gen yang
berdekatan. Tiap gen masing-masing mengekspresikan satu Ag. Jenis Agnya adalah :
D, C atau c, E atau e, dan tidak ada Ag d. Istilah Ag d digunakan untuk menyatakan
tidak adanya Ag D.
Setiap individu mendapatkan satu copy kromosom dari bapak dan ibu. Pada contoh
berikut digambarkan bahwa anak tersebut menerima R1 dari ibu dan R2 dari ayah.
Jenis Ag Rh yang diekspresikan adalah kombinasi gen yang ia terima dari kedua
orangtuanya, seperti terlihat pada Gambar.

(pewarisan Ag Rh dari kedua orangtua kepada anaknya)


Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa alel Rh bersifat kodominan. Pada contoh ini,
anak yang mempunyai alel RHCe dan RHcE, maka keempat alel tersebut
diekspresikan. Ilustrasi pola pewarisan Rh juga dapat digambarkan berdasarkan ada
tidaknya Ag D. Individu Rh positif mempunyai genotip DD dan Dd. Individu Rh
negatif mempunyai genotip dd. Jika Ibu bergolongan darah Rh positif (heterozygot)
dan ayah Rh positif (heterozygot), maka salah satu anaknya bergolongan darah Rh
positif (homozygot /DD). Berikut adalah gambar pola pewarisan Rh yang lebih
sederhana.

(Pola pewarisan Rh dari orangtua dengan Rh+ (heterozygot))


Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa ayah dengan golongan darah Rh positif
(heterozygot/Dd) dan ibu Rh positif (heterozygot/Dd), maka 75% kemungkinan anak
bergolongan darah Rh positif dan 25% kemungkinan golongan darah Rh negatif.
C. Transfuse darah
Transfusi darah adalah prosedur untuk menyalurkan darah yang terkumpul dalam
kantung darah kepada orang yang membutuhkan darah, seperti penderita anemia,
infeksi berat, atau penyakit liver. Darah yang disalurkan berasal dari pendonor.
Darah yang ditransfusikan bisa dalam bentuk utuh (whole blood) atau hanya
mengandung salah satu komponen darah, seperti :
a. Sel darah merah (packed red cell/PRC)
Sel darah merah menjadi komponen darah yang paling sering ditransfusikan. Sel ini
berfungsi mengalirkan oksigen dari jantung ke seluruh tubuh serta membuang
karbon dioksida.
b. Sel darah putih
Sel darah putih merupakan salah satu bagian dari sistem kekebalan tubuh dan
berperan penting dalam melawan infeksi.
c. Trombosit (thrombocyte concentrates/TC)
Trombosit berperan dalam menghentikan perdarahan.
d. Faktor pembekuan (cryoprecipitate)
Sama seperti trombosit, faktor pembekuan berperan dalam menghentikan
perdarahan.
e. Plasma darah (fresh frozen plasma/FFP)
Plasma darah merupakan komponen darah yang bersifat cair dan mengandung
faktor pembekuan, protein, vitamin, kalsium, natrium, kalium, serta hormon.
Indikasi Transfusi Darah
Transfusi darah akan diberikan bila pasien mengalami kekurangan salah satu atau
seluruh komponen darah. Jenis darah yang diberikan akan disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi pasien. Berikut adalah penjelasannya :
 Transfusi sel darah merah atau PRC
Anemia atau hemoglobin (Hb) rendah merupakan salah satu kondisi yang
mendasari pasien diberikan PRC. Beberapa penyakit dan kondisi yang dapat
mengakibatkan anemia sehingga membutuhkan transfusi sel darah merah, yaitu
thalasemia, anemia aplastik, atau
 Transfusi trombosit dan cryoprecipitate
Transfusi trombosit dan cryoprecipitate akan dilakukan pada pasien yang
mengalami perdarahan atau dicurigai akan mengalami perdarahan karena memiliki
gangguan pembekuan darah, seperti hemofilia atau trombositopenia.
 Transfusi FFP
Transfusi FFP dibutuhkan oleh pasien yang mengalami infeksi berat, penyakit liver,
atau luka bakar parah. FFP juga berisi faktor pembekuan, sehingga pada beberapa
kasus perdarahan, FFP dapat diberikan.
Sebelum Transfusi Darah
Sebelum transfusi darah dilakukan, pasien akan diambil sampel darahnya untuk
dilakukan cek golongan darah berdasarkan sistem golongan darah ABO (A, B, AB,
atau O) dan sistem rhesus (Rh) yang dibagi menjadi rhesus positif dan negatif.
Setelah golongan darah sudah diketahui, akan dilakukan pemeriksaan kembali dengan
mencocokkan golongan darah yang diambil dari pendonor dengan golongan darah
penerima (resipien). Pemeriksaan ini dinamakan dengan crossmatch.
Pada saat crossmatch, dokter bukan hanya mencocokan kembali golongan darah
pendonor dengan resipien, tetapi juga melihat kemungkinan munculnya antibodi yang
dapat menyerang sel darah pendonor sehingga membahayakan tubuh pasien.
Prosedur Transfusi Darah
Transfusi darah umumnya berlangsung sekitar 1–4 jam, tapi bisa juga lebih,
tergantung jenis darah dan banyaknya darah yang diperlukan pasien. Untuk memulai
proses transfusi, pasien akan diminta bersandar di kursi atau berbaring di tempat tidur.
Selanjutnya, dokter akan menusukkan jarum ke pembuluh darah di sekitar lengan
pasien. Jarum tersebut lalu dihubungkan dengan kateter (selang tipis) yang tersambung
pada kantong darah. Pada tahap ini, darah akan dialirkan dari kantong darah menuju ke
pembuluh darah.
Pada 15 menit awal transfusi darah, kondisi pasien akan terus dipantau untuk
memastikan pasien tidak mengalami reaksi alergi. Bila gejala-gejala alergi muncul,
prosedur dapat segera dihentikan.
Bila setelah 1 jam tidak muncul reaksi alergi, dokter atau perawat bisa mempercepat
proses transfusi darah. Selama proses transfusi berlangsung, dokter akan secara
berkala memeriksa kondisi vital pasien, yang meliputi suhu tubuh, tekanan darah, dan
detak jantung.
Setelah Transfusi Darah
Usai transfusi darah, dokter atau perawat akan melepaskan selang yang sebelumnya
dimasukkan ke pembuluh darah. Lengan tempat dilakukan transfusi mungkin akan
terasa nyeri setelahnya dan memar juga dapat terjadi di sekitar tempat masuknya
jarum. Namun, kondisi-kondisi tersebut umumnya akan hilang dengan sendirinya
dalam beberapa hari.
Efek Samping Transfusi Darah
Meski jarang terjadi, transfusi darah dapat menimbulkan sejumlah efek samping. Efek
samping tersebut dapat muncul pada saat transfusi darah berlangsung atau beberapa
waktu setelahnya. Berikut ini adalah beberapa efek samping yang dapat terjadi akibat
transfusi darah:
1) Demam
Demam dapat terjadi secara tiba-tiba ketika transfusi darah berlangsung. Demam
merupakan bentuk respons tubuh terhadap sel darah pendonor yang masuk ke
dalam tubuh resipien. Kondisi ini bisa ditangani dengan pemberian obat pereda
demam.
2) Reaksi alergi
Reaksi alergi yang timbul dapat berupa rasa tidak nyaman, nyeri dada atau
punggung, sulit bernapas, demam, mengigil, kulit memerah, denyut jantung cepat,
tekanan darah turun, dan mual.
3) Reaksi anafilaksis
Reaksi anafilaksis merupakan jenis reaksi alergi yang lebih serius bahkan dapat
membahayakan jiwa pasien. Reaksi ini dapat terjadi dalam beberapa menit setelah
transfusi darah dimulai, ditandai dengan pembengkakan pada wajah dan
tenggorokan, sesak napas, serta tekanan darah rendah.
4) Kelebihan zat besi
Terlalu banyak jumlah darah yang ditransfusikan bisa menyebabkan kelebihan zat
besi. Kondisi ini umumnya dialami penderita thalasemia yang sering membutuhkan
transfusi darah. Kelebihan zat besi bisa mengakibatkan kerusakan jantung, hati, dan
organ tubuh lainnya.
5) Cedera paru-paru
Walau jarang terjadi, transfusi darah bisa merusak paru-paru. Kondisi ini umumnya
terjadi 6 jam setelah prosedur dilakukan.
6) Infeksi
Penyakit infeksi, seperti HIV, hepatitis B, atau hepatitis C dapat ditularkan melalui
darah pendonor. Namun, hal ini sangat jarang terjadi di masa sekarang, karena
darah yang akan didonorkan sudah diperiksa terlebih dahulu oleh dokter mengenai
ada tidaknya infeksi yang dapat ditularkan melalui darah.
7) Penyakit graft versus host
Pada kondisi ini, sel darah putih yang ditransfusikan akan berbalik menyerang
jaringan penerima. Penyakit ini tergolong fatal dan berisiko menyerang orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, seperti orang dengan penyakit autoimun,
leukemia, atau limfoma.
8) Acute immune hemolytic reaction
Ketika darah yang diterima pasien tidak cocok, sistem kekebalan tubuh pasien akan
menghancurkan sel darah yang ditransfusikan. Proses hancurnya sel darah ini
disebut hemolisis. Pada kondisi tersebut, sel-sel darah yang telah dihancurkan akan
melepaskan senyawa yang membahayakan ginjal.
9) Delayed immune hemolytic reaction
Kondisi ini mirip dengan acute immune hemolytic reaction, hanya saja reaksinya
berjalan lebih lambat, yaitu dalam waktu 1–4 minggu setelah transfusi. Reaksi
tersebut dapat menurunkan jumlah sel darah secara sangat perlahan, sehingga
penderita sering kali tidak menyadari gejalanya.

Sumber :

Ayu Maharani, Eva, dkk. 2018. IMUNOHEMATOLOGI DAN BANK DARAH. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

https://simdos.unud.ac.id/uploads/

https://www.alodokter.com/memahami-sistem-peredaran-darah-pada-manusia

https://www.scribd.com/

https://id.wikihow.com/Menentukan-Golongan-Darah

https://www.alodokter.com/transfusi-darah-ini-yang-harus-anda-ketahui

Anda mungkin juga menyukai