Disusun Oleh :
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
KETIDAKBERDAYAAN
a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu
memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan
individu mengkaji situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan.
Ketidakpastian menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi
ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi
internal dimana pasien kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis
yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang
mendukung atau mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan
perubahan fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih
6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau
hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai
kualitas yang berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan
memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi
timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut :
a) Biologis :
1. Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program
pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang,
sulit dan kompeks) (proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
2. Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3. Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan
kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal,
temporal dan limbic
4. Terdapat gangguan sistem endokrin
5. Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6. Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7. Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan
gender
8. Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
b) Psikologis :
1. Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2. Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas
sosial yang berdampak pada keputusasaan.
3. Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan
pekerjaan.
4. Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
5. Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang
lain.
c) Sosial budaya :
1. Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
2. Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada
dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3. Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab
yang lain
4. Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5. Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6. Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat
1.3 Patofisiologi (Clinical Pathway)
Causa:
Core problem:
Ketidakberdayaan
Efek:
a) Patofisiologi
Setiap proses penyakit, baik akut maupun kronis, dapat menyebabkan
ketidakberdayaan atau berperan menyebabkan ketidakberdayaan.
Beberapa sumber umum antara lain:
1. Berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi, sekunder akibat CVA,
trauma servikal, infark miokard, nyeri.
2. Berhubungan dengan ketidakmampuan menjalani tanggung jawab peran, sekunder
akibat pembedahan, trauma, artritis.
3. Berhubungan dengan proses penyakit yang melemahkan, sekunder akibat
sklerosis multipel, kanker terminal.
4. Berhubungan dengan penyalahgunaan zat.
5. Berhubungan dengan distorsi kognitif, sekunder akibat depresi.
1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan
meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI, 1997).
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus
pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan
peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada
pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2. Tujuan terapi okupasi
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto (2009), adalah:
a. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental:
1. Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan masyarakat
sekitarnya.
2. Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
3. Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
4. Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik :
1. Meningkatkan gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
2. Mengajarkan adl seperti makan, berpakaian, bak, bab dan sebagainya.
3. Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
4. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang
dimiliki.
5. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk mengetahui
kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi, bakat, minat
dan potensinya.
6. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien kembali di
lingkungan masyarakat.
3. Aktivitas
Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi,
sangat dipengaruhi oleh konteks terapi secara keseluruhan, lingkungan, sumber yang
tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan
kreativitasnya).
a. Jenis
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan, olahraga,
permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi, pekerjaan sehari-hari
(aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti dengan mengajarkan merapikan tempat tidur,
menyapu dan mengepel), praktik pre-vokasional, seni (tari, musik, lukis, drama, dan
lain-lain), rekreasi (tamasya, nonton bioskop atau drama), diskusi dengan topik
tertentu (berita surat kabar, majalah, televisi, radio atau keadaan lingkungan) (Muhaj,
2009).
b. Aktivitas
Aktivitas adalah segala macam aktivitas yang dapat menyibukan seseorang
secara produktif yaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligus
sebagai sumber kepuasan emosional maupun fisik. Oleh karena itu setiap aktivitas
yang digunakan harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1) Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi, bukan
hanya sekedar menyibukkan klien.
2) Mempunyai arti tertentu bagi klien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya
dengan klien.
3) Klien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaanya
terhadap upaya penyembuhan penyakitnya.
4) Harus dapat melibatkan klien secara aktif walaupun minimal.
5) Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi klien, bahkan harus dapat
meningkatkan atau setidaknya memelihara kondisinya.
6) Harus dapat memberi dorongan agar klien mau berlatih lebih giat sehingga dapat
mandiri.
7) Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
8) Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atau penyesuaian dengan
kemampuan klien.
8. Pelaksanaan Terapi
Terapi okupasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung dari kondisi
klien dan tujuan terapi.
a. Metode
1) Individual: dilakukan untuk klien baru masuk, klien yang belum mampu
berinteraksi dengan kelompok dan klien lain yang sedang menjalani persiapan
aktivitas.
2) Kelompok: klien dengan masalah sama, klien yang lama dan yang memiliki
tujuan kegiatan yang sama. Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah
kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang (Keliat dan Akemat,
2005). Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001, dalam
Keliat dan Akemat, 2005) adalah 7-10 orang, Rawlins, Williams, dan Beck (1993,
dalam Keliat dan Akemat, 2005) menyatakan jumlah anggota kelompok adalah 5-
10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota
mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya.
Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. Johnson
(dalam Yosep, 2009) menyatakan terapi kelompok sebaiknya tidak lebih dari 8
anggota karena interaksi dan reaksi interpersonal yang terbaik terjadi pada
kelompok dengan jumlah sebanyak itu. Apabila keanggotaanya lebih dari 10,
maka akan terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh anggota sehingga anggota
merasa lebih terekspos, lebih cemas, dan seringkali bertingkah laku irrasional.
b. Waktu
Terapi dilakukan 1-2 jam setiap sesi baik metode individual maupun kelompok
dengan frekuensi kegiatan per sesi 2-3 kali dalam seminggu. Setiap kegiatan dibagi
menjadi 2 bagian,pertama: ½-1 jam yang terdiri dari tahap persiapan dan tahap
orientasi, kedua: 1-1/2 jam yang terdiri dari tahap kerja dan tahap terminasi (Riyadi
dan Purwanto, 2009)
9. Pengorganisasian
1. Waktu
Kegiatan terapi kognitif ini akan dilaksanakan selama 1 hari yaitu pada:
Hari :
Jam :
Lama :
2. Terapis
Adapun terapis yang akan terlibat adalah
a. Fasilitator.
Menyusun rencana terapi kognitif
- Mengarahkan kelompok mencapai tujuan
- Memberikan contoh cara kerja membuat ket pot bunga
- Memfasilitasi anggota untuk mengekspresikan perasaan dapat dan memberi
umpan balik
- Sebagai role model
- Mempertahankan kehadiran anggota
3. Klien
4. Metode dan media
a. Metode
Adapun metode yang digunakan pada terapi okupasi ini adalah dinamika
kelompok
b. Media
Media yang akan digunakan meliputi:
- Spidol
- Buku catatan
Skema Ruang Terapi
K F
F K
K F
F K
K
F
KETERANGAN:
F : Fasilitator
K : Klien