Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI

Disusun guna memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa


Di Panti Bina Laras Harapan Sentosa I , Cengkareng
Jl. Kemuning Raya No.17, RT 14 RW 05, Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat

Dosen pembimbing: Ns. Evin Novianti, M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun oleh:
Diana 1610711047

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2018

I. Pengertian

Risiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan sengaja untuk
mengahiri kehidupan (Herdman, 2012). Individu secara sadar berkeinginan untuk mati,
sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Bunuh diri menjadi salah satu dari 20 penyebab utama kematian secara global
untuk seumur hidup dan hampir satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan


membunuh diri sendiri. Tindakan itu harus dilakukan dengan sengaja dan dilakukan
oleh orang yang bersangkutan dengan pengetahuan penuh, atau harapan, atau akibat
fatalnya.

II. Proses terjadinya masalah


a) Etiologi

Pada umumnya penyebab utama dari bunuh dirii adalah ketidakmampuan individu
untuk menyelesaikan masalah. Etiologi dari risikobunuh diri meliputi :

a. Faktor genetik

Faktor genetik mempengaruhi terjadinya risikp bunuh diri pada


keturunannya. Lenih sering terjadi pada kembar monozygot dari pada kembar
dizygot. Disamping itu, terdapat penurunan serotinin yang dapat menyebabkan
depresi. Hal ini turut berkontriusi pada terjadinya risiko bunuh diri.

b. Faktor Biologis
Faktor ini biasanya berhubungan dengan keadaan-keadaan tertentu, seperti
adanya penyakit kronis atau kondisi medis tertentu seperti stroke, gangguan
kerusakan kognitif (dimensia), diabetes, penyakit arteri koronaria, kanker,
HIV/AIDS, dan lain-lain.

c. Faktor psikososial dan lingkungan

Berdasarkan teori psikoanalitik/psikodinamika, bunuh diri merupakan hasil


dari marah sendiri merupakan hasil dari marah yang di arahkan pada diri sendiri,
yaitu bahwa kehilangan objek bekaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan
negatif terhadap diri sendiri dan terakhir depresi. Sementara itu, berdasarkan teori
perilaku kognitif, Beck menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan adanya pola
kognitif negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri.

d. Stressor Lingkungan

Kehilangan anggota keluarga, penipuan kurangnya sistem dukungan sosial.


Durkheim membagi sucide ke dalam tiga kategori, yaitu : Egoistic (orang yang
tidak terintegrasi pada kelompok sosial), altruistic (melakukan bunuh diri untuk
kebaikan orang lain), dan anomic (bunuh diri karena kesulitan dalam
berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stresor).

b) Kategori Risiko Bunuh Diri

Risiko bunuh diri terdiri dari 3 kategori, yaitu :

a. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan perilaku tidak langsung (gelagat)


ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan : "Tolong jaga anak-an karena
saya akan pergi jauh!" atau "segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya." Pada
kondisi ini, klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien
umumnya mengungkapkan perasaan, seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus
asa, atau tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang
diri sendiri yang menggambarkan risiko bunuh diri

b. Ancaman bunuh diri

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi


keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupannya
dan persiapan alat untuk melaksanakan tindakan tersebut. Secara aktif, klien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan
bunuh diri.

c. Percobaan bunuh diri

Percobaan bunuh diri adalah tindakan mencedarai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupan. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan
berbagai cara. Beberapa cara bunuh diri tersebut Antara lain, gantung
diri,minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi

c) Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Peningkata Pengambilan Destruktif Pencederaan Bunuh diri


n diri risiki yang diri tak diri
meningkatkan langsung
pertumbuhan
destruktif
Keterangan :

a. Peningkatan diri yaitu seorang individu mempunyai pengharapan, keyakinan, dan


kesadaran diri meningkatkan. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan
diri.
b. Pengambilan risiko yang meningkatkan pertumbuhan merupakan posisi pada
rentang yang masih normal dialami oleh seorang individu yang sedang dalam
perkembangan perilaku.
c. Destruktif diri tak langsung merupakan pengambilan sikap yang kurang tepat
(Maladaptif) terhadap situasi pertahan diri,. Perilaku ini melibatkan setiap aktivitas
dan dapat mengarah kepada kematian,seperti perilaku merusak,mengebut, berjudi,
tindakan criminal, terlihat dalam rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat,
perilaku yang menyimpang secara social, dan perilaku yang menimbulkan stress.
d. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup
parah untuk melukai tubuhnya
e. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.
d) Faktor Resiko
Faktor resiko dari resiko bunuh diri menurut Townsend (2009) meliputi beberapa
hal, yaitu :
1. Status pernikahan
Tingkat bunuh diri untuk orang yang tidak menikah adalah dua kali lipat
dari orang yang menikah. Sementara itu, orang dengan status bercerai,
berpisah, atau janda memiliki empat sampai lima kali lebih besar dari pada
orang menikah. (Jacobs, skk dalam Townsend 2009)
2. Jenis Kelamin
Kecenderungan untuk bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh wanita,
tetapi tindakan bunuh diri lebih sering sukses dilakukan oleh pria. Hal ini
berkaitan dengan semematikan apa sarana dan prasarana yang digunakan untuk
membunuh diri tersebut. Wanita cenderung overdosis, sedangkan pria
menggunakan sarana yang lebih mematikan seperti senjata api.
3. Agama
Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh American Jornal Of Psychiatry,
pria dan wanita depresi yang menganggap dirinya berafiliasi dengan agama
cenderung mencoba bunuh diri dari pada rekan-rekan non religious mereka
(Dervic,dkk dalam Towsend 2009).
4. Status sosial Ekonomi
Individu di kelas sosial tertinggi dan terendah memiliki tingkat bunuh diri
lebih tinggi dari pada di kelas menengah (Sadock 2007). Sehubungan dengan
pekerjaan, tingkat bunuh diri di kalangan dokter, seniman, hokum, petugas
penegak hukum, pengacara, dan agen asuransi jauh lebih tinggi.
5. Etnis
Berkenaan dengan etnisitas, statistic menunjukan bahwa orang kulit putih
berada di risiko tertinggi untuk Amerika, Afirika,( Pusat Nasional Statistik
Kesehatan dalam Towsend 2009).
6. Kriteria yang digunakan untuk menilai factor resiko bunuh diri.
a. Faktor resiko versi Hatton, Valente, dan Rink (1997 dalam Yusuf, dkk, 205)

No. Perilaku Intensitas Risiko


Atau
Gejala Rendah Sedang Berat
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
2. Depresi Rendah Sedang berat
3. Isolasi Perasaan depresi Perasaan tidak berdaya, Tidak berdaya, putus
yang samar, tidak putus asa, menarik diri. asa, menarik diri, protes
menarik diri. pada diri sendiri.
4. Fungsi sehari- Umumnya baik pada Baik pada bebrapa Tidak baik pada semua
hari semua aktivitas aktivitas. aktivitas
5. Sumber- Beberapa Sedikit Kurang
sumber
6. Strategi koping Umumnya Sebagian konstruktif Sebagian besar
konstruktif dekstruktif
7. Orang penting/ bebarapa Sedikit atau hanya satu -
dekat
8. Pelayanan Tidak, sikap stabil Ya, umumnya Bersikap negative
psikiater yang memuaskan terhadap pertolongan.
lalu
9. Pola hidup Stabil Sedang Tidak stabil
10. Pemakaian Tidak sering Sering Terus-menerus
alcohol dan
obat
11. Percobaan Tidak atau yang Dari tidak sampai dengan Dari tidak samapi
bunuh diri tidak fatal cara yang agak fatal berbagai cara yang fatal
sebelumnya
12. Disorientasi Tidak ada Beberapa Jelas atau ada
dan
disorganisasi
13. Bermusuhan Tidak atau sedikit Bebrapa Jelas atau ada
14. Rencana Samar, kadang- Sering dipikirkan, Sering dan konstan
bunuh diri kadang ada pikiran, kadang-kadang ada ide dipikirkan dengan
tidak ada rencana untuk merencanakan rencana yang spesifik

b. SIRS (Sucidal Intention Rating Scale)


Tingkat keparahan dan perilaku klien risiko bunuh dri menurut SIRS
disajikan dalam table berikut :

Skor Tingkat Deskripsi


Keparaha
n
4 Sangat Terdapat sedikit ambivalensi seputar usaha bunuh diri. Klien menyatakan
tinggi bahwa dia hampir 100% ingin mati. Klien merasa bahwa metode dan
persiapannya pasti cukup untuk menghasilkan kematian. Pada tingkat
keparahan ini, klien aktif mencoba bunuh diri.
3 Tinggi Klien ingin mati lebih dari tidak. Persepsi klien adalah bahwa dia
mengambil langkah (tindakan pencegahan atau metode yang memadai)
untuk memastikan bahwa usaha bunuh diri tersebut akan mengakibatkan
kematian. Klien mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya
sendiri atau saya bunuh diri”.
2 Sedang Keseimbangan antara keinginan klien untuk mati dan ingin hidup kira-kira
sama atau ambigu. Perspektif klien (seperti tercermin dalam tulisan atau
pernyataan kepada dokter atau orang lain) mengenai apakah menurutnya
tindakan merugikan diri sendiri memiliki kemungkinan kematian yang
tinggi, belum jelas. Klien memikirkan bunuh diri dengan aktif, tetapi tidak
ada percobaan bunuh diri.
1 Ringan Klien memiliki beberapa kecenderungan untuk mati, tetapi kecenderungan
untuk hidup lebih banyak. Klien terutama ingin mencapai sesuatu selain
bunuh diri (misalnya: lepas dari masalah atau rasa sakit, atau
menunjukkan pada orang lain bagaimana perasaannya), walaupun
sebagian dari dirinya menginginkan kematian dan tidak akan peduli jika
kematian adalah hasil dari tindakan ini. Klien memiliki ide bunuh diri,
tetapi tidak ada percobaan bunuh diri dan tidak mengancam bunuh diri.

c. Faktor Risiko Versi Stuart

Faktor Risiko Tinggi Risiko Rendah


Umur > 45 tahun dan remaja 25-45 tahun atau <12 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Status perkawinan Cerai, pisah, janda/duda Kawin
Jabatan Profesional Pekerja kasar
Pekerjaan Pengangguran Pekerja
Penyakit kronis Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan mental Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian

e) Faktor Predisposisi
Townsend (2009) menyatakan bahwa faktor predisposisi dari risiko bunuh diri
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor sosial
budaya.
a. Faktor biologis
Faktor-faktor biologis meliputi faktor genetik dan faktor neurokimia
(Townsend, 2009). Perilaku bunuh diri sangat bersifat familial (keturunan).
Riwayat keluarga tentang perilaku bunuh diri berkaitan dengan usaha bunuh diri
dan bunuh diri sepanjang siklus hidup dan diagnosis psikiatri. Transmisi ini
terlepas dari transmisi gangguan kejiwaan. Sebaliknya, perilaku-perilaku bunuh
diri tampaknya dimediasi oleh transmisi kecenderungan agresi impulsif, sifat yang
mengarahkan klien ke kecenderungan yang lebih tinggi untuk bertindak atas
pemikiran bunuh diri. Sementara itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
berkaitan dengan faktor neurokimia, klien depresi yang mencoba bunh diri
mengalami kekurangan serotonin dan perubahan dalam sistem noradrenergik.
b. Faktor psikologis
Klien risiko bunuh diri mempunyai riwayat agresi dan kekerasan,
kemarahan, keputusasaan dan rasa bersalah, rasa malu dan terhina, dan stressor.
1) Kemarahan
Freud dalam Townsend (2009) percaya bahwa bunuh diri merupakan
respons terhadap kebencian diri yang intens yang dimiliki seorang individu.
Dia menafsirkan bahwa bunuh diri merupakan tindakan agresif terhadap diri
sendiri yang seringkali sebenarnya diarahkan pada orang lain.
2) Keputusasaan dan rasa bersalah
Seorang individu yang putus asa merasa tak berdaya untuk berubah, tapi
dia juga merasa bahwa hidup itu tidak mungkin tanpa perubahan semacam itu.
Rasa bersalah dan pembenaran diri adalah aspek lain dari keputusasaan.
Komponen afektif ini ditemukan pada veteran Vietnam dengan gangguan stres
pascatrauma yang menunjukkan perilaku bunuh diri (Carroll-Ghosh, dkk.
Dalam Townsend, 2009).
3) Riwayat agresi dan kekerasan
Penelitian menunjukkan bahwa perilaku kekerasan sering berjalan
beriringan dengan perilaku bunuh diri (Carroll-Ghosh, dkk. Dalam Townsend,
2009). Studi ini menghubungkan perilaku bunuh diri pada individu yang
mengalami kekerasan hingga kemarahan secara sadar. Oleh karena itu, studi ini
mengutip kemarahan sebagai faktor psikologis penting yang mendasari
perilaku bunuh diri (Hendin dalam Townsend, 2009).
4) Rasa malu dan terhina
Bunuh diri sebagai mekanisme untuk “menyelamatkan muka”, sebuah
cara yang dirasakan klien dapat mencegahnya dari penghinaan publik
menyusul adanya kekalahan sosial, seperti kehilangan status atau kehilangan
materi yang tiba-tiba. Seringkali orang-orang ini terlalu malu untuk mencari
pengobatan atau sistem pendukung lainnya (Townsend, 2009).
5) Stresor
Stressor konflik, perpisahan, dan penolakan berkaitan dengan perilaku
bunuh diri pada masa remaja dan masa dewasa muda. Stresor utama yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri kelompok berusia 40 hingga 60 tahun
adalah masalah ekonomi. Sementara itu, setelah usia 60 tahun, penyakit medis
memainkan peran yang signifikan sebagai stresor dan menjadi faktor
predisposisi utama terhadap perilaku bunuh diri pada individu yang berumur
lebih dari 80 tahun.
c. Faktor sosial budaya
Durkheim menggambarkan tiga kategori sosial bunuh diri:
1) Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik merupakan respons individu yang merasa terpisah dan
terlepas dari arus utama masyarakat. Integrasi kurang dan individu tidak
merasa menjadi bagian dari kelompok kohesif (seperti keluarga atau gereja).

2) Bunuh diri altruistik


Bunuh diri altruistik adalah kebalikan dari bunuh diri egoistik. Individu
yang rentan terhadap bunuh diri altruistik adalah individu yang secara
berlebihan diintegrasikan ke dalam kelompok. Kelompok ini sering diatur oleh
ikatan budaya, agama, atau politik, dan kesetiaan yang begitu kuat, sehingga
individu bersedia mengorbankan hidupnya untuk kelompok tersebut.
3) Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik terjadi sebagai respons terhadap perubahan yang
terjadi dalam kehidupan seseorang (misalnya: perceraian, kehilangan
pekerjaan) yang mengganggu perasaan keterkaitan dengan kelompok. Interupsi
dalam norma kebiasaan perilaku menanamkan perasaan “keterpisahan” dan
ketakutan pada ketiadaan dukungan dari kelompok kohesif sebelumnya.
f) Faktor Presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri adalah:
a. Kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti
b. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres
c. Perasaan marah atau bermusuhan di mana bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan

g) Sumber Koping
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan
kultural. Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Berdasarkan
motivasi seseorang, terdapat tiga subkategori bunuh diri, yaitu:
a. Bunuh diri egoistik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
b. Bunuh diri altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan
c. Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.

h) Mekanisme Koping
Keterampilan koping yang terlihat adalah sikap berupa kehilangan batas
realita, menarik, dan mengisolasikan diri, tidak memanfaatkan sistem pendukung,
melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya. Mekansime koping
pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri tak langsung
adalah pengingkaran (denial). Sementara itu, mekanisme kping yang paling menonjol
adalah rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.

III. A) Pohon Masalah

Resiko cedera / kematian

Resiko bunuh diri


Gangguan konsep diri:

harga diri rendah kronis

B) Data yang perlu dikaji


Data Masalah
keperawatan
Ds:
1. Klien mengatakan merasa hidupnya tak berguna lagi Resiko bunuh
2. Klien mengatakan ingin mati diri
3. Klien mengatakan merasa bersalah
4. Klien mengatakan pernah
Do:
1. Klien terlihat murung
2. Klien terlihat tidak bergairah
3. Klien banyak diam
4. Klien ada bekas percobaan bunuh diri
Ds: Harga diri
1. Klien mengatakan tidak mampu rendah
2. Klien mengatakan dirinya bodoh
3. Klien mengungkapka nperasaan malu terhadap diri sendiri
Do:
1. Kurangnya keberhasilan dalam pekerjaan mapun peristiwa
lainnya
2. Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
3. kurangnya kontak mata

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko cedera
2. Resiko Bunuh Diri
3. Harga diri rendah

V. Rencana tindakan keperawatan


DIAGNOSI PERENCANAAN
S Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
KEPERAW (Tuk/Tum) Evaluasi
Dx 1: TUM : Pasien 1.1 Bina hubungan Kepercayaan
Resiko Pasien tidak menunjukan saling percaya dari pasien
bunuh diri: mencederai tanda-tanda dengan merupakan
Ancaman/ dirinya percaya kepada mengemukakan hal
percobaan sendiri perawat melalui: prinsip komunikasi yang akan
bunuh diri atau tidak a. Ekspresi terapeutik: mempermud
melakukan wajah a. Mengucapkan ah
bunuh diri perawat
cerah, salam terapeutik.
dalam
tersenyum Sapa pasien
TUK 1: melakukan
b. Mau dengan ramah
Paien dapat pendekatan
baik verbal
membina berkenalan keperawatan
maupun non
hubungan c. Ada atau
verbal
saling kontak mata intervensi
b. Berjabat tangan
percaya d.Bersedia selanjutnya
dengan pasien terhadap
menceritakan pasien.
c. Perkenalkan diri
perasaannya
e. Bersedia dengan sopan
a. Tanyakan nama
Mengungkapkan
lengkap klien
masalah
b. Jelaskan tujuan
pertemuan
c. Membuat kontrak,
topik, waktu dan
tempat setiap kali
bertemu pasien
d. Tunjukan sikap
empati dan
menerima pasien apa
adanya
e. Beri perhatian
kepada pasien dan
perhatian kebutuhan
dasar pasien.
TUK 2: Kriteria 2.1 Menemani pasien Pasien tidak
Pasien tetap Evaluasi: terus-menerus melakukan
aman dan Pasien tetap sampai dia dapat tindakan
terlindungi aman, dipindahkan ke percobaan
terlindungi dan tempat yang aman bunuh diri.
selamat. 2.2 Menjauhkan semua
benda-benda yang
berbahaya atau
Berpotensi
membahayakan
pasien (misalnya:
pisau, silet, kaca,
gelas, ikat
pinggang).
2.3 Mendapatkan orang
yang dapat dengan
segera membawa pasien
ke rumah sakit untuk
pengkajian lebih
lanjut dan kemungkinan
perawat.
2.4 Memeriksa apakah
pasien benar-benar
telah meminum
obatnya, jika pasien
mendapatkan obat.
2.5 Dengan lembut
menjelaskan kepada
pasien bahwa
anda (perawat) akan
melindungi pasien
sampai tidak ada
keinginan bunuh
diri.
Dx 2: TUK 2: Kriteria Pasien tidak
Resiko Pasien Evaluasi: melakukan
2.1 Mendiskusikan cara
Bunuh diri: mendapatkan Pasien tetap tindakan
mengatasi keinginan
isyarat perlindungan dalam percobaan
bunuh diri, yaitu dengan
bunuh diri dari keadaan aman bunuh diri.
meminta
lingkungannya dan
bantuan dari keluarga
selamat.
atau teman.
TUK 2: Kriteria 2.1 Memberi Penguatan
Pasien dapat Evaluasi: kesempatan pasien (reintforceme
meningkatkan Pasien mampu untuk mengungkapkan nt)
harga dirinya meningkatkan perasaannya postitif akan
harga dirinya. 2.2 Berikan pujian bila meningkatka
pasien dapat n
mengatakan harga diri
perasaan positif. pasien.
2.3 Meyakinkan pasien
bahwa dirinya
penting.
2.4 Merencanakan
aktifitas yang pasien
dapat lakukan.
TUK 3: Kriteria 3.1 mendiskusikan Pasien tidak
Meningkatka Evaluasi: dengan pasien cara mencoba
n Pasien mampu menyelesaikan melakukan
kemampuan menggunakan masalahnya tindakan
pasien dalam cara 3.2 mendiskusikan bunuh diri
memecahkan penyelesaian dengan pasien
masalah. yang efektifitas tiap-tiap cara
baik. penyelesaian masalah
tersebut
3.3 mendiskusikan
dengan pasien cara
menyelesaikan masalah
yang lebih baik

TUK 4: Kriteria 1.1 Mendiskusikan Meningkatkan


Meningkatka Evaluasi: dengan pasien kepercayaan
n Pasien mampu tentang harapan diri dan
kemampuan menyusun pasien. harapan
menyusun rencana 1.2 Mendiskusikan pasien
rencana masa masa depan cara- serta
depan. cara mencapai masa mencegah
depan. perilaku
1.3 Melatih pasien destruktif diri
langkah-langkah
kegiatan mencapai
masa depan.
1.4 Mendiskusikan
dengan pasien
efektifitas masing-
masing kegiatan
mencapai masa
depan.
TUK 5: Kriteria 5.1 Mengajarkan Mendorong
Meningkatka Evaluasi: keluarga tentang tanda keluarga
n Keluarga dan gejala bunuh diri untuk
pengetahuan mengetahui yang muncul pada mampu
dan kesiapan tanda pasien dan tanda dan merawat
keluarga dan gejala gejala yang umumnya pasien secara
dalam bunuh muncul pada pasien mandiri
merawat diri serta beresiko bunuh diri. dirumah.
pasien dengan perawatannya
resiko bunuh terhadap 5.2 Mengajarkan cara Keluarga
diri. anggota melindungi pasien dari sebagai
keluarga perilaku bunuh diri, support
dengan seperti : system
resiko bunuh a. Mendiskusikan cara (sistem
diri. yang dapat pendukung)
dilakukan jika akan sangat
pasien
berpengaruh
memperlihatkan
tanda dan gejala dalam
bunuh diri mempercepat
b. Memberikan proses
tempat aman penyembuha
c. Menjauhkan n pasien.
barang-barang yang
berpotensi
digunakan untuk
bunuh diri
d. Senantiasa
Meningkatka
melakukan
pengawasan n peran
keluarga
I.3 mengajarkan dalam
keluarga tentang ha;- merawat
hal yang dapat pasien di
dilakukan apabila rumah
pasien melakukan
percobaan bunuh
diri, yaitu :
a. mencari bantuan
pada tetangga
sekitar atau
pemuka
masyarakat
b. segera
membawa
pasien ke rumah
sakita atu
puskesmas
untuk
mendapatkan
penanganan
medis.
I.4 membantu keluarga
mencari rujukan
fasilitas kesehatan
yang tersedia bagi
pasien dengan cara :
a. memberikan
informasi
tentang nomor
telepon darurat
tenaga
kesehatan
b. menganjurkan
keluarga untuk
mengantarkan
pasien
berobat/kontrol
secara teratur
c. menganjurkan
pasien
membantu
pasien
meminum obat
sesuai prinsip 5
benar

VI. Referensi

Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa (Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa:
Gangguan Jiwa dan Psikososial.Yogyakarta:Pustaka Baru Press.

Struart. 2009. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa (edisi Indonesia).
Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai