Anda di halaman 1dari 4

Perspektif Karl Marx mengenai birokrasi didasarkan kepada konsep materialisme historis.

Marx melihat
bahwa kapabilitas seseorang maupun kelompok akan sangat menentukan eksitensinya untuk
mendominasi birokrasi. Dalam pandangan Karl Marx, birokrasi sendiri merupakan ranah benturan antar
kepentingan. Maksud dari hal ini adalah, Marx melihat bahwa kepentingan birokrasi seringkali tidak
sejalan dengan kepentingan umum. Marx menganggap negara sebagai representasi hegemoni penguasa
yang seringkali tidak memihak rakyat atau kepentingan umum sama sekali. Persepsi Marx tersebut
didukung oleh fakta sejarah dimana kalangan yang berhasil memenangkan perjuangan kelas dan mampu
berada di kelas sosial yang lebih tinggi selalu menghegemoni kepentingan dari kelas dibawahnya.

Dasar dari perspektif Marx terhadap birokrasi adalah gagasannya bahwa birokrasi, kepentingan
partikular, dan kepeningan umum adalah tiga hal yang eksistensinya sangat spekulatif. Ketika
kepentingan partikular yang menggagas penerapan nilai dan norma yang berbeda dari kelompok lain
berada dalam posisi yang dominan maka dia akan menghegemoni birokrasi. Hal ini selanjutnya akan
menjadi jurang pemisah bagi terciptanya korelasi antara kepentingan birokrasi dengan kepentingan
umum. Dengan kata lain, Marx melihat bahwa birokrasi hanyalah sebuah media bagi kepentingan
partikular yang dominan.

Menurut Marx, negara itu tidak mewakili kepentingan umum, tetapi mewakili khusus dari kelas
dominan. Dari perspektif ini, birokrasi merupakan kepentingan partikular yang mendominasi
kepentingan partikular lainnya. Kepentingan partikular yang memenangkan perjuangan klas itulah yang
dominan dan berkuasa. Birokrasi merupakan suatu instrumen dimana klas dominan melaksanakan
dominasinya atas klas lainnya. Dalam hal ini kepentingan birokrasi pada tingkat tertentu menjalin
hubungan intim dengan klas dominan dalam suatu negara. Dari sinilah netral atau tidak netral birokrasi
mulai dibicarakan.

Pada prinsipnya, Marx menempatkan posisi birokrasi sebagai satu kelompok kepentingan tersendiri.
Marx menekankan bahwa birokrasi juga merupakan klas tersendiri yang tidak mungkin netral melainkan
berpihak pada klas yang berkuasa. Birokrasi bukanlah klas masyarakat, walaupun eksistensinya
berkaitan dengan pembagian masyarakat ke dalam klas-klas tertentu. Lebih tepatya birokrasi adalah
negara atau pemerintah itu sendiri.

Birokrasi adalah instrument yang digunakan oleh klas yang dominan untuk melaksanakan kekuasaan
dominasinya atas klas-klas sosial lainnya. Dengan kata lain birokrasi memihak kepada klas partikular
yang mendominasi. Birokrasi sendiri pada tingkatan tertentu mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan klas yang dominan dan pada pemerintahan, eksistensinyab sangat tergantung pada klas yang
dominan dan pada pemerintahan.
Birokrasi akan menjadi kekuatan yang otonomi dan opresif yang dirasakan oleh mayoritas rakyat atau
masyarakat sebagai kekuatan yang misterius. Betapa tidak, disatu pihak birokrasi berbuat baik mengatur
kehidupan rakyat akan tetapi dilain pihak kekuatan ini diluar jangkauan rakyat untuk mengontrolnya.
Jika demikian birokrasi maka birokrasi itu menjadi kekuatan yang tertutup.

Peran Birokrasi

Menjalankan fungsinya sesuai dengan tujuan pemerintah.

Melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka mencapai visi dan misi pemerintah dan negara.

Memberikan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan yang profesional dan
merata.

Melaksanakan manajemen pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasa, koordinasi,


evaluasi, sinkronisasi, dan lainnya.

Berperan sebagai penghubung antara pemerintah atau negara dengan masyarakat umum.

. Berikut adalah fungsi birokrasi menurut Andrew Heywood.

1. Sebagai Pelaksanaan Administrasi

Fungsi utama birokrasi adalah mengimplementasikan atau mengeksekusi undang-undang dan kebijakan
negara. Pertama, peran pembuatan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan politisi. Kedua, peran
pelaksanaan kebijakan dalam mana peran ini ada di tangan birokrat. Sebab itu, kerap disebut bahwa
suatu rezim pemerintahan disebut dengan “administrasi.” Misalnya administrasi Gus Dur, administrasi
Sukarno, administrasi SBY.

2. Sebagai Nasehat Kebijakan (Policy Advice)

Birokrasi menempati peran sentral dalam pemberian nasehat kebijakan kepada pemerintah. Ini akibat
birokrasi merupakan lini terdepan dalam implementasi suatu kebijakan, mereka adalah pelaksananya.
Sebab itu, masalah dalam suatu kebijakan informasinya secara otomatis akan terkumpul di birokrasi-
birokrasi.
3. Sebagai Artikulasi Kepentingan

Dalam tindak keseharian mereka, birokrasi banyak melakukan kontak dengan kelompok-kelompok
kepentingan di suatu negara. Ini membangkitkan kecenderungan “korporatis” dalam mana terjadi
kekaburan antara kepentingan-kepentingan yang terorganisir dengan kantor-kantor pemerintah
(birokrasi).

Kelompok-kelompok kepentingan seperti perkumpulan dokter, guru, petani, dan bisnis kemudian
menjadi “kelompok klien” yang dilayani oleh birokrasi negara. Pada satu ini “klientelisme” ini positif
dalam arti birokrasi secara dekat mampu mengartikulasikan kepentingan kelompok-kelompok tersebut
yang notabene adalah “rakyat” yang harus dilayani.

Namun, pada sisi lain “klientelisme” ini berefek negatif, utamanya ketika birokrasi berhadapan dengan
kepentingan-kepentingan bisnis besar seperti Bakri Group (ingat kasus Lapindo), kelompok-kelompok
percetakan dalam kasus Ujian Nasional di Indonesia, dalam mana keputusan pemerintah “berbias”
kepentingan kelompok-kelompok tersebut.

4.Stabilitas Politik

Birokrasi berperan sebagai stabilitator politik dalam arti fokus kerja mereka adalah stabilitas dan
kontinuitas sistem politik. Peran ini utamanya kentara di negara-negara berkembang dalam mana
pelembagaan politik demokrasi mereka masih kurang handal.

Posisi Birokrasi Di Masyarakat Saat Ini

Birokrasi merupakan bagian terpenting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Posisi birokrasi yang
bersinggungan langsung dengan masyarakat menempatkan birokrasi sebagai pilar utama dalam
pelayanan kepada masyarakat. Namun, posisi birokrasi yang sangat penting tersebut tidak diimbangi
dengan kinerja yang baik oleh para aparatur negara yang memang masih terikat oleh budaya dan
mindset lama. Terlebih beberapa penyakit atau patologi birokrasi seperti tindakan melanggar aturan dan
indisiplioner yang kemudian membuat masyarakat semakin mempersepsikan negatif terhadap birokrasi
di Indonesia. Sehingga dengan kondisi tersebut, pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan sebuah
proses yang dinamakan dengan reformasi birokrasi. Itikad baik dalam menciptakan proses tersebut telah
berlangsung cukup lama, terbukti dengan beberapa kebijakan yang mengacu pada pembenahan serta
penataan struktur, mekanisme serta budaya kerja organisasi birokrasi. Namun, proses tersebut masih
perlu penyempurnaan sampai saat ini. Proses penyempurnaan terhadap agenda reformasi birokrasi
tersebut harus didukung oleh sebuah komitmen yang tinggi dari segenap aparat birokrasi serta karakter
kepemimpinan yang tegas dan mampu menjadi kontrol dalam pelaksanaan reformasi birokrasi..

Anda mungkin juga menyukai