Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


 Nama : An. IIT
 Usia : 12 tahun 4 bulan
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Juli 2008
 Alamat : Kembangan Selatan
 Agama : Islam
 No. RM : 3359xx

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 21 Desember
2020 jam 13.00 di Poli PKPR Puskesmas Kecamatan Kembangan

Keluhan Utama
Nyeri saat buang air kecil sejak 2 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri saat buang air kecil sejak 2 minggu yang lalu. Buang
air kecil sedikit-sedikit seperti tidak lampias, dan terasa panas, pasien juga mengeluhkan
nyeri perut bawah, terutama setelah buang air kecil. Warna urin normal kuning bening
tidak ada darah. Demam, mual, muntah disangkal. BAB normal. Sehari-hari pasien
minum sedikit, suka menahan buang air kecil, ganti pakaian dalam 1-2 kali per hari.

Riwayat Penyaki Dahulu


Riwayat sakit seperti saat ini sebelumnya disangkal. Pasien memiliki riwayat TB Paru,
tuntas berobat, terakhir minum obat tahun 2018.

Riwayat Pengobatan
Pasien sudah beli obat sendiri di apotik 1 minggu yang lalu yang dibelikan oleh ibu
pasien. Setelah minum obat keluhan belum membaik.

1
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada sakit yang sama dengan pasien. Tidak ada yang memiliki riwayat
darah tinggi dan kecing manis.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Tanda – tanda Vital
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan Darah : tidak dilakukan
 Nadi : 84 kali/menit
 Peranapasan : 20 kali/menit
 Suhu : 36,5
Status Gizi : Baik
 Berat badan : 55 kg
 Tinggi badan : 155 cm

Status Generalis
Sistem Deskripsi
Kulit Warna sawo matang, jaundice (-), petekie (-),
hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), turgor kembali
cepat
Kepala Normosefali, rambut hitam, tersebar merata
Wajah Normofascies, pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Pupil bulat, isokor,  3mm / 3mm, RCL (+/+), RCTL (+/
+), Gerakan bola mata normal
Mata cekung (-), air mata (+)
Hidung Napas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Telinga Daun telinga simetris, sekret (-/-)
Mulut & Bibir kemerahan, lembab, sianosis (-), pucat (-), angular
tenggorokan chelitis (-)
Lidah hiperemis (-), lidah kotor (-), Mukosa lembab,
Perdarahan gusi (-), T1/T1, detritus (-), arkus faring
simetris (+), uvula di tengah
Leher Pembesaran KGB tidak teraba
Kaku kuduk (-)
Pemeriksaan JVP tidak dilakukan
Thoraks Bentuk normal, retraksi (-)
Paru Inspeksi: perkembangan rongga dada saat statis dan

2
dinamis simetris
Palpasi: pengembangan dada simetris
Perkusi: sonor di semua lapang paru
Auskultasi: vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi: iktus kordis tidak teraba
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: Bunyi jantung S1 & S2 reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen Inspeksi: rata, lesi (-), skar (-)
Auskultasi: BU (+) dalam batas normal
Perkusi: timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi: supel, hepatosplenomegali (-), nyeri tekan
suprapubik (+), CVA (-/-)
Punggung Massa (-), lesi (-), deformitas (-)
Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik
Edema (-/-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Dilakukan pemeriksaan penunjang pada tanggal 21 Desember 2020
Urin Lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat Jenis 1015 Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Ph 5.5 Negatif
Protein Negatif Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah +/Positif 1 Negtif
Leukosit Protein +++/Positif 3 Negtif
Epitel Positif Positif
Bakteri Negatif Negatif
Eritrosit 3-5 bh/LPB 0-3 bh/LPB
Leukosit >100 bh/LPB 0-1 bh/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Trichomonas Negatif Negatif
Sprematozoa Negatif Negatif

1.5 Diagnosis
 Diagnosis Kerja : Cystitis

3
 Diagnosis banding : Pyelonefritis

1.6 Rencana Terapi


Medikamentosa :
 Kotrimoxazol 480mg 2x2 tab – 5 hari
 Paracetamol 500 mg 3x1 tab
Nonmedikamentosa :
 Perbanyakan minum 2 Liter per hari
 Tidak menahan BAK
 Personal hygine
 Kontrol setelah obat habis

1.7 Prognosis
 Ad Vitam : Bonam
 Ad Functionam : Bonam
 Ad Sanationam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang
biaknya bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Pada anak,
gejala klinis ISK sangat bervariasi, dapat berupa ISK asimtomatik hingga gejala yang
berat yang dapat menimbulkan infeksi sistemik. Oleh karena manifestasi klinis yang
sangat bervariasi dan sering tidak spesifik, penyakit ini sering tidak terdeteksi hingga
menyebabkan komplikasi gagal ginjal. Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada anak

4
dengan gejala demam karena ISK merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan
pada anak selain infeksi saluran nafas akut dan infeksi saluran cerna. Diagnosis pasti ISK
ditegakkan berdasarkan biakan urin, sedangkan biakan urin baru diperoleh setelah
beberapa hari kemudian, sehingga perlu mengenal manifestasi klinis ISK sebelum
diperoleh hasil biakan urin agar dapat diberikan terapi awal secara empiris. Antibiotik
sebagai terapi ISK diberikan jika ada kecurigaan terhadap ISK tanpa menunggu hasil
biakan urin. Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal atau acute
kidney injury dan urosepsis, dan dalam jangka panjang menyebabkan pembentukan
jaringan parut ginjal, hipertensi, dan penyakit ginjal kronik stadium akhir.

2.2 Etiologi
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) pada ISK
serangan pertama. Penelitian di dalam negeri antara lain di RSCM Jakarta juga
menunjukkan hasil yang sama. Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah Proteus
mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris, Pseudomonas
aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan Morganella morganii, Stafilokokus, dan
Enterokokus.
Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah seperti
Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau epidermidis.
Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai penyebab ISK pada anak.
Kuman ini tidak dapat tumbuh pada media biakan standar sehingga sering tidak
diperhitungkan sebagai penyebab ISK. Bila penyebabnya Proteus, perlu dicurigai
kemungkinan batu struvit (magnesiumammonium-fosfat) karena kuman Proteus
menghasilkan enzim urease yang memecah ureum menjadi amonium, sehingga pH urin
meningkat menjadi 8-8,5. Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium,
magnesium, dan fosfat akan mudah mengendap

2.3 Klasifikasi
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah
Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender.
Pada perempuan, terdapat dua jenis ISK bawah pada perempuan yaitu :
- Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna.

5
- Sindrom Uretra Akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini SUA
disebabkan mikroorganisme anaerob.
Pada pria, presentasi klinis ISK bawah mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis, dan
uretritis.

2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas


a. Pielonefritis akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri.
b. Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang
spesifik. Bakteriuria asimtomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor
predisposisi tidak pernah menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal.

2.4 Pathogenesis
Pathogenesis ISK sangat kompleks karena menyangkut interaksi dari berbagai faktor,
baik dari pihak penjamu (host) dan dari faktor virulensi kuman. Pada bayi, terutama
neonates biasanya bersifat hematogen sebagai akibat terjadinya sepsis. Sedangkan pada
anak-anak infeksi biasanya berasal dari daerah perineum yang kemudian menjalar secara
ascendens sampai ke kandung kemih, ureter atau parenkim ginjal.
Bukti terjadinya ISK dengan jalur ascendes adalah ditemukannya strain bakteri yang
sama didaerah perineum penderita ISK, yang tidak ditemukan pada anak normal. Pada,
anak laki-laki yang tidak disirkumsisi, bakteri pathogen berasal dari flora di bawah
preputium dan frekuensi terjadinya ISK juga lebih besar.
a. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli
diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian
permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170
serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain
E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus.
b. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae
merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat
6
pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya fimbriae akan terikat pada
blood group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah.
c. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan
dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing
factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir
95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island
(PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. Virulensi bakteri ditandai dengan
kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar.
Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu
virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu,
ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal.
d. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
- Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung
hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK.
Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk
kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh
(eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.
Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini
sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses
pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi
sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal
terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi.
- Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa
golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap
ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI
(antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.1

2.5 Gambaran Klinis


a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C),
disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK
bawah (sistitis).

7
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria,
nokturia, disuria, dan stanguria.
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis.
SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA
sangat minimal (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <10 5; sering disebut
sistitis abakterialis.
d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu:
a). Re-infeksi (re-infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu
mikroorganisme (MO) yang berlainan.
b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber
infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.

2.6 Diagnosis
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi adanya ISK adalah kultur urin.
Untuk menegakkan diagnosis ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis), nilai ambang
batas yang digunakan adalah 103 colony forming units/ml (cfu/mL). Untuk ISK tak
bergejala (bakteriuria asimtomatik), nilai ambang batas yang digunakan adalah 105
cfu/mL. Dalam diagnosis bakteriuria asimtomatik pada perempuan, termasuk ibu hamil,
harus digunakan sampel yang berasal dari urin pancar tengah yang diambil secara bersih
(midstream, clean-catch urine sample). Masalah yang ada di negara yang sedang
berkembang umumnya adalah layanan kesehatan dengan fasilitas yang terbatas. Pada
layanan tersebut, umumnya fasilitas untuk kultur urin tidak ada. Masalah lain dalam
penggunaan kultur urin sebagai teknik skrining bakteriuria asimtomatik adalah biaya yang
cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil. Diagnosis ISK dapat
ditegakkan dengan metode tidak langsung untuk deteksi bakteri atau hasil reaksi
inflamasi. Metode yang sering dipakai adalah tes celup urin, yang dapat digunakan untuk
deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, dan darah di dalam urin.
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui
adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal
imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK, antara lain : ultrasonogram
(USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop
scanning.

8
2.7 Penatalaksanaan
Dalam penanganan dan pengobatan perlu dikatahui apakah infeksi terdapat pada
traktus urinarius bagian atas (ureter, pielum dan ginjal) atau hanya pada bagian bawah
(kandung kemih dan uretra).
ISK bagian atas dianggap lebih berat karena dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.
Membedakan kedua lokasi infeksi ini tidaklah mudah pada seorang anak, terutama pada
bayi. Pemeriksaan langsung terhadap infeksi bagian atas dapat dilakukan dengan biakan
urin yang diambil dengan kateterisasi dari kedua ureter.Namun hal ini jarang dilakukan
pada anak karena bersifat traumatis. Pemeriksaan secara tidak langsung yang memberi
petunjuk ke arah ISK bagian atas adalah terdapatnya gejala demam, sakit pinggang,
terdapatnya silinder leukosit di urin. LED yang meninggi dan peningkatan kadar C-
reaktif. Penurunan fungsi ginjal, hipertensi,azotemia dan terdapatnya parut ginjal pada
pemeriksaan radiologis menjurus pada ISK bagian atas.
ISK bagian bawah biasanya lebih ringan, umumnya tanpa gejala demam, hanya
ditandai dengan gejala lokal seperti disuria, polakisuria atau kencing mengedan. Pada
pemeriksaan sedimen urin sering ditemukan leukosit yang berkelompok.
Tujuan penatalaksanna ISK ialah mencegah kerusakan ginjal yang progresif.
a. Pengobatan secara umum
Terhadap panas, muntah, dehidrasi dan lain lain. Disamping ISK anak juga dianjurkan
untuk banyak minum dan jangan membiasakan menahan kencing. Pengobatan
simptomatik terhadap keluhan sakit kencing dapat diberikan fenazopiridin (pyridium)
7-10 mg/kgBB/hari. Di samping itu perlu juga mencari dan mengurangi atau
menghilangkan faktor predisosisi seperti obstipasi, alergi, investasi cacing dan
memperhatikan kebersihan perineummeskipun usaha ini kadang-kadang tidak selalu
berhasil.
b. Pengobatan khusus
Penatalaksanaan ISK ditujukan terhadap 3 hal, yaitu :
1. Pengobatan terhadap infeksi akut
Pengobatan yang segera dan adekuat pada fase akut dapat mencegah atau
mengurangi kemungkinan timbulnya pielonefritis kronis. Pada keadaan berat atau
panas tinggi dan keadaan umum yang lemah, pengobatan segera dilakukan tanpa
menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Pada infeksi akut yang
simple diberikan antibiotik / kemoterapi oral. Obat yang sering dipakai sebagai
pilihan utama (primary drug) ialah ampisilin, kotrimoksazol, sulfisoksazol, asam
9
nalidiksat dannitrofurantoin. Sebagai pilihan kedua (secondary drug) dapat
dipakai obat golonganaminoglikosid (gentamisin, sisomisin, amikasin dan lain
lain), sefaleksin, doksisiklindan sebagainya. Pengobatan diberikan selama 7 hari.
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang
Dalam pengamatan selanjutnya 30-50% penderita akan mengalami
infeksiberulang dan sekitar 50% di antaranya tanpa gejala. Oleh karena itu perlu
dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase
akut,kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun.
Setiapinfeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut. Bila relaps
ataureinfeksi terjadi lebih dari 2 kali, maka pengobatan dilanjutkan dengan
pengobatanprofilaksis dengan obat antisepsis urin yaitu nitrofurantoin,
kotrimoksazol, sefaleksinatau metenamin mandelat. Pada umumnya diberikan
seperempat dosis normal, satukali sehari pada malam hari selama 3 bulan. Bila
infeksi traktus urinarius disertaidengan kelainan anatomis (disebut ISK kompleks
atau complicated urinary infection)maka hasil pengobatan biasanya kurang
memuaskan. Pemberian obat disesuaikan.
3. Mendeteksi dan melakukan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis,kongenital
maupun yang didapat pada traktus urinarius.
Bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, maka perlu dilakukan
koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari derajat
stadiumnya.Refluk stadium I sampai III biasanya akan menghilang dengan
pengobatan terhadapinfeksinya. Pada stadium IV perlu dilakukan koreksi bedah
yaitu dengan reimplantasiureter pada kandung kemih (uretreroneosistostomi).
Pada keadaan keadaan tertentumisalnya pada pionefrosis atau pielonferitis atrofik
kronis, tindakan nefrektomikadang perlu dilakukan.

Umumnya para ahli sependapat bahwa lama pemberian antibiotik untuk penatalaksanaan
ISK berkisar 7-10 hari. Pada pasien dengan gejala penyakit tidak berat biasanya cukup
antibiotika 7 hari,t etapi pada anak dengan gejala penyakit yang berat, dianjurkan
pemberian 14 hari. Antibiotika diberikan selama 2-3 hari parenteral sampai panas turun,
kemudian dilanjutkan secara oral. Pada neonatus dengan pielonefritis akut dianjurkan
pemberian antibiotika parenteral selama 14 hari secara intravena.
Setelah pengobatan fase akut dianjurkan pemberian obat profilaksis sampai adahasil
pemeriksaan pencitraan. Bila ternyata ditemukan ISK kompleks (misal RVU atau
10
obstruksi), pengobatan profilaksis harus diperpanjang sesuai dengan kelainan
yangditemukan.
NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:
1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter spesialis
anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
2. Bayi ≥ 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
 Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak .
 Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang resistensinya
masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti sefalosporin atau ko-
amoksiklav.
 Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik
parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan
dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10 hari.
3. Bayi ≥ 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
 Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman
setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
 Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan
kepekaan terhadap obat.

Berbagai antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan ISK, baik antibiotik yang
diberikan secara oral maupun parenteral, seperti terlihat pada tabel 1 dan tabel 2.

11
2.9 Pencegahan
Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Untuk
melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang telah kena
infeksi kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman
mempunyai banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena infeksi
untuk pindah dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat memotong atau
membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular. Kadang kita dapat
mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita. Kadang kita dapat pula mencegah
kuman tersebut pindah ke orang lain.5
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan
pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary
prevention) meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Ketiga tingkatan

12
pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering
dijumpai keadaan tumpang tindih.5
Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang kembali, yaitu: 6
1. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan sebab
terbesar dari infeksi saluran kemih.
2. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni, bersihkanlah dari
depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran
urin dari rektum.
3. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan
berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
4. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat memperlancar
sirkulasi udara.
5. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat
mendorong perkembangbiakan bakteri.
6. Minum air yang banyak.

13
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Pasien didiagnosis infeksi saluran kemih, atas temuan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
 Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri pada saat buang air kecil,
BAK tidak lampias, terasa panas, nyeri perut bawah. Riwayat sehari-hari minum
sedikit, suka mehan BAK, dan gani pakaian dalam 1-2 kali/hari.
 Pemeriksaan fisik di dapatkan nyeri tekan suprapubik.
 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan urin lengkap, didapatkan kejernihan keruh,
darah +1, leukosit protein +3, eritrosit 3-5 bh/LPB, leukosit >100bh/LPB
Berdasarkan tinjauan pustaka yang sudah dibahas dengan didukung anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis infeksi saluran kemih bagian bawah atau
sistitis.
Penatalaksanaan dilakukan dengan mempertimbangkan struktur saluran kemih yang terkena
infeksi yaitu saluran kemih bagian bawah. Dan kemudian dilakukan tatalaksana ISK secara
progresif :
 Pengobata secara umum untuk gejala simtomatik pasien : Paracetamol tab 500 mg
 Pengobatan secara khusus :
1. Pengobatan terhadap infeksi akut : antibiotic yang dipilih Kotrimoksazol 480
mg 2x2 tab
2. Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang : dengan di berikan edukasi
terhadap pasien : minum air putih 2 liter perhari, tidak mehan BAK, personal
hygine

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EGC; 2003. h.98-9.
2. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, dkk. IDAI: Konsensus infeksi saluran kemih
pada anak. Jakarta.2007
3. Patel PR. Lecturn notes radiologi. Edisi ke 2. Jakarta : 2006
4. Suyodo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal : 2196-206
5. Behrman, Richard E. Ilmu kesehatan anak Nelson vol.2. Jakarta: EGC; 2002.h.1455-8.
6. Behrman, Richard E. Ilmu kesehatan anak Nelson vol.3. Jakarta: EGC; 2002.h.1863-8.
7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
h.718
8. Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Edisi ke 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal : 361-72

15

Anda mungkin juga menyukai