Anda di halaman 1dari 12

Journal of Social Development Studies

Volume 1, Issue
Journal of Social Development 1, March
Studies, 2020,
1(1), pp. 1-12
2020, 1-12
ISSN 2721-3870 (Print), 2721-3889 (Online)
Doi: https://doi.org/10.22146/jsds.204

Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil: Kegagalan Merebut Aksesibilitas


Pengelolaan Corporate Social Responsibility Melalui Peraturan
Daerah
Ahmad Shodikin1, Susetiawan2

Abstrak
Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil (Aliansi OMS) ini berupaya menyelesaikan permasalahan dengan memperjuangkan
isu Corporate Social Responsibility (CSR) berkeadilan dan berkelanjutnan melalui advokasi kebijakan publik berupa
Peraturan Daerah (perda) tentang CSR. Pertanyaan utamanya bagaimana advokasi Aliansi OMS dalam merebut
aksesibilitas pengelolaan CSR melalui peraturan daerah? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan memanfaatkan sumber data primer yang berasal dari wawancara dan observasi serta data sekunder yang
bersumber dari dokumentasi terkait dan berita media. Hasil penelitian menunjukan bahwa advokasi tentang perda
yang mengatur mengenai pengelolaan CSR di Kabupaten Bojonegoro tidak membuahkan hasil atau boleh dikatakan
gagal. Hubungan yang terjadi antara Aliansi OMS dan DPRD tidak tejalin dengan baik. DPRD Kabupaten Bojonegoro
memilih mengesahkan draf perda pengelolaan CSR yang dirumuskan sendiri. Aliansi OMS, yang secara teoretis,
memiliki kekuatan politik untuk menggerakkan collective action ternyata tidak cukup kuat. Partai politik yang ada
di dalam DPRD ternyata jauh lebih kuat dalam pembuatan keputusan politik perda.

Kata kunci: advokasi, aliansi, corporate social responsibility, peraturan daerah

Abstract
Alliance of Civil Society Organization (ACSO) Bojonegoro is striving to solve the problem by advocating the CSR issue
which have more fair and sustainable through public policy (local regulation) about CSR. The main research question
is how the advocacy by ACSO in obtaining the access of CSR management using the local regulation? This research uses
qualitative approach and utilize various primary data from interviews and observations, also secondary data from
news and documentation. This article shows that the CSR advocacy through local regulation in Bojonegoro district was
not successful. The relation between ACSO and DPRD was not harmonious. The DPRD chose to ratify the draft of CSR
management that has been formulated by the DPRD members. The political parties inside DPRD were stronger to force
and formulate public policy of CSR.

Keywords: advocacy, alliance, corporate social responsibility; local regulation

Pendahuluan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik di


Transformasi global baik dalam aspek kota-kota besar di Pulau Jawa, pelbagai daerah
politik, sosial, ekonomi, bisnis dan lingkungan terpencil hingga kawasan yang tidak mudah
telah menempatkan Lembaga Swadaya terjangkau (BAPPENAS, 2018). Lingkup isu
Masyarakat (LSM) sebagai aktor penting dalam yang digagas oleh LSM sebagai bidang kerjanya
konstelasi politik (Baur & Palazzo, 2011; beragam seperti lingkungan, penegakan Hak
Scherer & Palazzo, 2011; Yaziji & Doh, 2009). Asasi Manusia (HAM), gender, buruh hingga
LSM memiliki posisi strategi untuk membangun advokasi kebijakan publik di tingkat lokal
jaringan dan mempengaruhi kelompok maupun nasional.
kepentingan (stakeholder) seperti masyarakat, Di Kabupaten Bojonegoro, fenomena
pemerintah, maupun perusahaan. Dari data kemunculan LSM terjadi seiring dengan
statistik terdapat 72,500 LSM Internasional yang ditemukannya sumber minyak terbesar
tersebar di 300 negara (Union of International di Indonesia tahun 2001 yang kemudian
Associations, 2015). Di sisi lain, terdapat lebih berimplikasi pada masuknya perusahaan
dari 6.567 LSM dan organisasi serupa yang ekstraktif tahun 2005. Menurut data Badan

1
Ademos Indonesia (email korespodensi: amadikin3@gmail.com)
2
Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Universitas Gadjah Mada (email: susetiawan@
ugm.ac.id)

1
Ahmad Shodikin, Susetiawan - Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil: Kegagalan Merebut Aksesibilitas
Pengelolaan Corporate Social Responsibility Melalui Peraturan Daerah

Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan rasa dan pemblokiran jalan akses perusahaan.
Masyarakat (Kesbangpolinmas) Kabupaten Aksi tersebut dilakukan pada tanggal 21 Maret
Bojonegoro, pertumbuhan jumlah LSM 2006 oleh 500 orang yang tergabung dalam
mengalami kenaikan yang signifikan sejak tahun serikat pemuda. Aksi lainnya dilakukan pada
2005 hingga 2013, dari 60 lembaga menjadi tanggal 14 Februari 2013 oleh masyarakat
128 lembaga. Jumlah tersebut belum mencakup yang berasal dari 12 desa di sekitar perusahaan
LSM yang belum terdaftar di Kesbangpolinmas dengan melayangkan surat kepada perusahaan
Bojonegoro. Fenomena tersebut menandai dan kontraktornya. Surat tersebut berisi
transformasi masyarakat di kabupaten ini ancaman aksi demonstrasi besar-besar yang
dari masyarakat argaris menjadi masyarakat akan dilakukan masyarakat, apabila tuntutannya
industri. Selama tiga tahun terakhir, 2010 hingga tidak dipenuhi. Menghadapi gejolak sosial
2012, setidaknya 841 hektar lahan pertanian tersebut, Peme-rintah Kabupaten Bojonegoro
di Bojonegoro mengalami alih fungsi (Tempo, mengakomodir tuntutan masyarakat dengan
2012). memaksimalkan jumlah kontraktor dan tenaga
Transformasi tersebut oleh warga lokal kerja lokal, dan himbauan bagi perusahaan untuk
dijadikan dasar untuk memupuk harapan mengaloka-sikan dana CSR secara transparan.
baru akan adanya perbaikan kesejahteraan Himbauan tersebut kemudian dilaksanakan oleh
di kabupaten tersebut. Sebelum masuknya salah satu perusahaan pada tahun 2007 melalui
perusahaan ekstraktif ke kabupaten ini, status program pembangunan infrastruktur publik.
kabupaten termasuk dalam kategori kabupaten Program ini diimplementasikan de-ngan
miskin. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional menggunakan pendekatan partisipatoris dan
(Susesnas) tahun 2013, tingkat kemiskinan di berbasis kawasan. Pelaksanaan dari program
kabupaten ini menempati peringkat ke 9 dari 38 ini mencakup wilayah operasional salah satu
kabupaten atau kota yang ada di Provinsi Jawa perusahaan yang terbentang dari Kabupaten
Timur. Namun harapan tersebut berkebalikan Bojonegeoro hingga Tuban. Selanjutnya
dengan realita yang ada. Diversifikasi pekerjaan pada tahun 2011 perusahaan lainnya juga
baru yang muncul dari keberadaan perusahaan mengeluarkan dana sebesar Rp. 469.803,00
ekstraktif tidak dapat diakses oleh masyarakat yang diimplementasikan dalam program seperti
setempat secara menyeluruh. Program Safari Ramadhan yang dilakukan di
Pekerjaan yang dapat diakses oleh Kecamatan Ngasem, Kecamatan Tambakrejo,
masyarakat lokal terbatas pada pekerjaan kasar dan Kecamatan Pruwosari. Pelaksanaan
dan tenaga keamanan. Sedangkan pekerjaan program tersebut telah membantu perusahaan
lainnya yang membutuhkan kemampuan khusus membangun interaksi dengan masyarakat.
lebih banyak diakses oleh pendatang dari luar Selanjutnya pada tahun 2015, perusahaan
daerah karena spesifikasi yang dimilikinya ekstraktif lainnya memberikan bantuan berupa
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan tersebut. pembudidayaan lele kepada warga sekitar
Selain dari pada itu, program tanggung jawab perusahaan diantaranya Desa Campurejo,
sosial perusahaan atau Corporate Social Kabupatten Bojonegoro.
Responsibility (CSR) tidak dapat dirasakan D a l a m p r o s e s i m p l e m e n t a s i n ya ,
segera oleh penduduk lokal. Kata tanggung pelaksanaan program CSR yang dilakukan oleh
jawab sosial perusahaan sendiri merupakan perusahaan tersebut melahirkan masalah-
komitmen perusahaan untuk bertangung jawab masalah baru. Masalah tersebut seperti 1)
atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya kurang optimalnya pendekatan yang dipilih,
terhadap ma-syarakat dan lingkungan. Tanggung 2) keberadaan program yang belum dirasakan
jawab tersebut dapat dilakukan melalui secara menyeluruh oleh masyarakat, 3) adanya
keterlibatan dalam pembangunan berkelanjutan tumpang tindih antara program pemberdayaan
sebagai upaya untuk meningkatkan masyarakat yang diinisiasi oleh perusahaan
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi fakta dan pemerintah, dan 4) peran LSM yang kurang
sosialnya menunjukkan berlainan, harapan maksimal. Masalah-masalah tersebut mendorong
masyarakat tentangnya belum dirasakan. masyarakat melalui peran strategis yang dimiliki
Ke s e n j a n ga n a n t a ra h a ra p a n d a n oleh LSM untuk memperjuangkan aksesibilitas
kenyataan yang terjadi melahirkan gejolak pengelolaan CSR. Dalam upaya perjuangan
sosial di dalam masyarakat, seperti aksi unjuk tersebut masyarakat memilih menggunakan

2
Journal of Social Development Studies, 1(1), 2020, 1-12

pendekatan advokasi untuk mempengaruhi pe- peranannya tersebut, setidaknya terdapat


rumusan kebijakan pemerintah yang mengatur dua jenis pendekatan yang dapat dipilih oleh
pengeloalaan CSR. Selama ini, pemerintah LSM yaitu pendekatan service atau pelayanan
Kabupaten Bojonegoro sebagai regulator belum dan pendekatan advokasi. Dalam pendekatan
memberikan perhatian khusus atas pentingnya advokasi, LSM membantu memperkuat kekuatan
regulasi yang mengatur pengelolaan CSR. politik masyarakat dalam menghadapi peme-
Untuk memperkuat barisan kekuatan, maka rintah dan perusahaan. Berikut ilustrasi yang
sekelompok LSM Lokal Bojonegoro menginisasi menggambarkan pendekatan advokasi yang
wadah organisasi baru yaitu Aliansi Organisasi dilakukan oleh LSM terhadap pemerintah dan
Masyarakat Sipil (OMS) Bojonegoro yang dapat perusahaan.
memayungi perjuangan mereka.
Aliansi ini menyerukan pentingnya Gambar 1.
pengelolaan CSR yang berkeadilan dan Posisi dan Peran LSM diantara Perusahaan
s e s u a i d e n ga n ke b u t u h a n m a s ya ra k a t dan Pemerintah
melalui pengesahan perda yang mengatur
pengelolaan CSR. Pada awal gerakannya,
aliansi ini merumuskan strategi advokasi
perda CSR beserta langkah-langkah yang dapat
ditempuh. Setelah melalui proses panjang,
draft perda CSR ditetapkan pada tanggal 19
Maret 2015 dan disahkan pada 26 Juni 2015
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Perda
yang disahkan tersebut bukanlah perda yang
dirumuskan oleh Aliansi OMS melainkan
perda rumusam DPRD. Dinamika Perda
Pengelolaan CSR di Kabupaten Bojonegoro di
atas menarik untuk diteliti secara mendalam
dengan mengajukan pertanyaan utama sebagai
rumusan masalah. Bagaimana advokasi Aliansi
OMS dalam merebut aksesibilitas pengelolaan
CSR di Kabupaten Bojonegoro melalui perda? Sumber: Yaziji & Doh, 2009
Pertanyaan ini akan menuntun penulis untuk
mencari jawabannya dalam sebuah penelitian. Dalam menjalankan peranannya LSM dapat
melakukan berbagai bentuk kampanye seperti
Kerangka Teori pemboikotan, penyusunan, dan penyebaran
Advokasi Terpadu Masyarakat Sipil pers release, lobi, tuntutan hukum dan berbagai
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bentuk aksi kritis. Apabila dalam prosesnya upaya
merupakan salah satu stakeholder dari unsur tersebut dirasa kurang efektif, maka LSM bisa
masyarakat selain unsur perusahaan maupun mempengaruhi stakeholder terkait seperti politisi,
pemerintah. Dengan demikian LSM merupakan pemegang saham dan pihak lainnya. LSM juga
representasi masyarakat yang hadir dengan dapat mempengaruhi pihak di luar perusahaan
merespon secara kritis kegagalan pemerintah maupun pemerintah seperti pengamat sosial
dan pasar dalam menciptakan kesejahteraan. dan politik dan media. Apabila langkah tersebut
Doh dan Yaziji (2009) menjelaskan bahwa dilakukan oleh LSM maka diprediksi dapat
kemunculan LSM bisa berposisi dan berperan memengaruhi aktivitas dari perusaha-an maupun
di dua sisi. Sisi pertama mengatasi kegagalan pemerintah. Hal ini dikarenakan masyarakat
pasar dalam memperjuangkan hak masyarakat merupakan konstituen dari pemerintah dan
sedangkan sisi lainnya mengatasi kegagalan perusahaan, sehingga mengelola komunikasi
pemerintah dalam memperjuangkan isu yang baik dengan masyarakat merupakan upaya
transparasi, akuntabilitas, kesejahteraan yang mestinya dilakukan oleh pemerintah dan
sosial, keterlibatan masyarakat dalam proses perusahaan (King, 2008; King & Pearce, 2010; Vasi
pembangun-an dan lainnya. Dalam menjalankan & King, 2012).

3
Ahmad Shodikin, Susetiawan - Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil: Kegagalan Merebut Aksesibilitas Pengelolaan
Corporate Social Responsibility Melalui Peraturan Daerah

Advokasi yang dilakukan oleh Aliansi komando utama yang memiliki kesigapan
OMS merupakan upaya yang dilakukan untuk selama proses advokasi berlangsung. Dengan
menekan pemerintah agar merumuskan dan demikian, anggota dari lingkaran ini dipastikan
mengesahkan regulasi yang berpihak pada memiliki kesatuan atau kesamaan visi dan
kepentingan masyarakat. Agar tujuannya dapat ideologis atas isu yang diangkat (Fakih, 2000).
dicapai, maka kelompok aksi kolektif mestinya Kedua, memilih dan menetapkan isu strategis.
mampu mengorganisir pengikutnya dengan Dalam tahapan ini, tugas lingkaran inti ialah
baik. Secara lebih lanjut, Mansor Fakih (2000) memilih dan menetapkan isu tertentu yang akan
mengatakan untuk dapat mencapai tujuannya di-advokasi. Tim ini mengumpulkan data dan
agar terjadi perubahan dalam kebijakan publik informasi secara komperhensif sebagai dasar
secara bertahap maju (inkremental) maka untuk melakukan analisis sebelum melakukan
diperlukan pendekatan advokasi yang sistematik pilihan terkait dengan isu aktual dan strategis
dan terorganisir. Dalam melaksanakan advokasi untuk diadvokasi. Selanjutnya, menggalang
diperlukan alur sistem yang terpadu agar sekutu dan pendukung.
perubahan fundamental dapat terjadi. Menurut Pada langkah ketiga ini, penggalangan
Gen dan Wright (2013) penyelarasan antara sekutu dan sistem pendukung menjadi vital
input dan aktivitasnya dapat membantu sebab tim lingkaran inti memiliki keterbatasan
keberhasilan pengadvokasian yang dilakukan baik secara kelembagaan maupun individu.
masyarakat sipil. Berikut alur sistem advokasi Dengan demikian membentuk sekutu yang
yang terpadu. memiliki sumber daya yang dibutuhkan seperti
Dari gambar tersebut, langkah pertama keahlian, akses, pengaruh, informasi, sarana
yang diperlukan dalam gerakan advokasi dan prasarana, dan pen-danaan penting untuk
adalah membentuk lingkaran inti. Menurut mendukung rangkaian advokasi terpadu. Sekutu
Czech (2016) kesuksesan aksi kolektif dengan dapat berpartisipasi secara langsung maupun
skala besar harus ada sub-sub kelompok yang tidak langsung. Sekutu yang berpartisipasi
bekerja secara efisien di dalamnya. Lingkaran secara tidak langsung dapat memberikan
tersebut merupakan tim kerja yang memiliki dukungannya melalui penyediaan sarana dan
integritas yang tinggi untuk bekerja purna waktu, logistik yang dibutuhkan. Dengan demikian
kohesif, dan solid. Pada tahapan ini, lingkar inti sekutu tidak langsung dapat disebut sebagai
merancang strategi sekaligus memegang tongkat satuan pendukung (supporting unit).

Gambar 2.
Arus Proses Advokasi Terpadu

Sumber: Fakih, 2000

4
Journal of Social Development Studies, 1(1), 2020, 1-12

Langkah keempat ialah menentukan Jenis data yang digunakan dalam penelitian
tindakan advokasi jenjang ini dilakukan melalui ini adalah data primer dan data sekunter.
tiga tahap yaitu 1) proses legislasi dan juridikasi, Data primer dikumpulkan melalui wawancara
2) proses politik dan birokrasi, dan 3) proses dan observasi terhadap subjek penelitian
sosialisasi dan mobilitasi. Proses legislasi dan atau informan dan obeservasi. Pada proses
juridikasi dilaksanakan dengan menyusun pengumpulan data primer peneliti berlaku
rancangan undang-undang atau peraturan (legal sebagai pengamat sekaligus pelaku (observer).
drafting) yang sesuai dengan konstitusi dan sistem Sedangkan data sekunder diperolah melalui
ketatanegaraan yang berlaku. Pada langkah ini, penelusuran dokumen-dokumen terkait
proses legislasi dapat pula diartikan sebagai proses seperti data statistik dan kebijakan Pemerintah
inisiasi ajuan rancangan draft tandingan (counter Kabupaten Bojonegoro, profil dan program
draft legislation) atau uji substansi peninjauan CSR perusahan di Kabupaten Bojonegoro, dan
ulang undang-undang (judicial review). Proses catatan aksi Aliansi OMS baik dalam bentuk
politik dan birokrasi meliputi semua tahap formasi notulensi hasil diskusi maupun pemberitaan di
dan konsolidasi organisasi pe-merintah sebagai media massa.
perangkat kelembagaan dan pelaksana kebijakan Teknik analisis data yang digunakan
publik. Proses ini dapat dilakukan melalui lobi, adalah analisis data secara kualitatif dengan
mediasi, negosiasi, tawar-menawar, kolaborasi, mem-berikan penjelasan, menginterpretasikan,
praktik intrik, sindikasi, konspirasi dan manipulasi. dan memformulasikan permasalahan penelitian
Sedangkan proses sosialisasi dan mobilisiasi secara induktif. Teknik analisis data dalam
meliputi semua bentuk kegiatan pembentuk penelitian ini mencakup tiga tahap yaitu
kesadaran dan pendapat umum serta tekanan klasifikasi data, penyajian data, dan inter-pretasi
massa terorganisir yang akhirnya membentuk data dalam pengambilan kesimpulan. Adapun
pola perilaku tertentu dalam menyikapi masalah teknik pemeriksaan keabasahan data dilakukan
bersama. melalui metode triangulasi dan konfirmabilitas
(Moleong, 2006).
Metode
Advokasi yang dilakukan oleh Aliansi Hasil
Organisasi Masyarakat Sipil (Aliansi OMS) Perjuangan Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil
Kabupaten Bojonegoro dalam merebut akses- (OMS) Kabupaten Bojonegoro
ibilitas pengelolaan CSR melatarbelakangi Kemunculan isu CSR di Kabupaten
rumusan masalah utama dalam penelitian Bojonegoro pasca penemuan ladang minyak
ini yaitu bagaimana Advokasi Aliansi OMS dan gas dan masuknya perusahaan ekstraktif
dalam merebut aksesibilitas pengelolaan CSR telah menarik berbagai pihak untuk terlibat
dilakukan melalui perda. Guna menjawab dalam pengelolaannya, salah satunya adalah
pertanyaan ini digunakan metode penelitian LSM. LSM dari dalam maupun luar daerah
kualitatif deskriptif. Metode ini membantu untuk berlomba-lomba berpartisipasi dalam konstelasi
memahami fenomena lebih mendalam tentang pengelolaan CSR tersebut. Dari data Badan
gerakan advokasi. Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan
Secara geografis penelitian ini dilakukan Masyarakat (Bakesbangpolinmas) Kabupaten
di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Bojonegoro memunjukan peningkatan jumlah
Timur. Teknik pengambilan data dilakukan LSM di kabupaten tersebut terhitung sejak 2010
dengan melakukan wawancara dan observasi hingga 2015.
terhadap pihak-pihak, baik lembaga maupun Dilihat dari karakteristiknya, setidaknya
perorangan yang terlibat dalam pengelolaan CSR terdapat dua jenis LSM yang terlibat dalam
di Kabupaten Bojonegoro dan pe-ngumpulan dinamika pengelolaan CSR di Kabupaten
literatur terkait. Informan yang diwawancarai Bojonegoro di luar asal LSM tersebut .
dan diobservasi dibagi dalam tiga kategori yaitu Pertama, LSM yang bersifat pragmatis dengan
sektor privat (perusahaan), sektor masyarakat memanfaatkan peluang yang ada untuk
(Aliansi OMS dan lembaga atau individu yang meningkatkan keuntungan bagi diri sendiri
tergabung di dalamnya), dan sektor pemerintah dan kelompok. LSM yang masuk dalam kategori
daerah baik eskekutif maupun legislatif. Daftar ini biasanya tidak memiliki sekretariat atau
informan diperoleh melalui metode key person. memiliki sekretariat namun hanya sebatas

5
Ahmad Shodikin, Susetiawan - Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil: Kegagalan Merebut Aksesibilitas Pengelolaan
Corporate Social Responsibility Melalui Peraturan Daerah

Tabel 1. penting oleh aliansi dilihat dari kondisi obyektif


Jumlah LSM di Bojonegoro dan subyektif yang terjadi di Kabupaten
No Tahun Jumlah LSM Jumlah Kenaikan Bojonegoro. Kondisi obyektif merupakan
1. 2010 101 - realita di lapangan terkait dengan pengelolaan
2. 2011 112 11 CSR di Kabupaten Bojonegoro, setidaknya
3. 2012 119 7 terdapat tujuh kondisi obyektif yang ditemukan
4. 2013 129 10 oleh alianasi. Pertama, perbedaan dalam
5. 2014 133 4 mendefinisikan CSR. Terdapat dua pengertian
6. 2015 143 10 CSR yang berlawanan diantara berbagai pihak
Sumber: Shodikin & Susetiawan, 2016 yang terlibat dalam dinamika pengelolaan CSR.
Kelompok pertama memandang CSR sebagai
etika bisnis yang dilakukan secara sukarela,
tempat tanpa ada aktivitas terkait. Sedangkan
sedangkan kelompok lainnya melihat CSR
tipe kedua adalah LSM yang bersifat strategis
sebagai kewajiban dan kepatuhan hukum.
yang memanfaatkan keadaan untuk mendukung
Dualisme pendefinisian CSR tersebut terjadi
pembangunan Kabupaten Bojonegoro melalui
disebakan oleh ketiadaan regulasi tingkat daerah
program-program pemberdayaan masyarakat.
yang dapat dijadikan sebagai acuan. Keabsenan
Dalam dinamika pengelolaan CSR di
regulasi terkait memberi peluang perusahaan
Kabupaten Bojonegoro, sejak tahun 2011 isu
dan berbagai pihak untuk mendefinisikan CSR
terkait dengan percepatan pembangunan
sesuai dengan versinya.
perusahaan ekstraktif di Blok Cepu hangat
Kedua, variasi dalam perencanaan
diperbicangkan baik di tingkat nasional maupun
CSR. Perencanaan CSR yang dilakukan oleh
lokal. Diskusi regular setiap hari rabu yang
perusahaan selama ini tidak melalui perencanaan
diinisasi oleh salah satu LSM Lokal Kabupaten
yang matang dan sistematis. Setidaknya terdapat
Bojonegoro mengangkat isu seputar rencana
empat model perencana-an yang ditemukan
tersebut. Dalam pem-bahasannya dilakukan
dalam pengelolaan CSR di Kabupaten Bojonegoro
peninjauan terhadap perkembangan regulasi
yaitu model top-down, sinkronasi dengan
daerah yang mengatur aktivitas perusahaan
pemerintah, kolaborasi dengan eksternal, dan
ekstraktif di Bojonegoro. Dalam dua sesi
bottom up. Keragaman model perencanaan
diskusi yang diadakan pada tahun 2011 telah
CSR tersebut meng-indikasikan adanya upaya
dihasilkan tiga catatan bersama. Catatan-catatan
perusahaan untuk mengamankan posisinya agar
tersebut merujuk pada beberapa kendala dalam
tidak mendapatkan perlawanan dari stakeholder
pengelolaan CSR di Kabupaten Bojonegoro
nya.
yaitu 1) peraturan daerah (perda) yang ada
Ketiga, masalah dalam implementasi CSR.
belum mempertimbangkan peran masyarakat
Perusahaan selama ini beranggapan bahwa yang
lokal dalam aktivitas perusahaan ekstraktif, 2)
dibutuhkan oleh masyarakat rentan adalah
belum ada perda yang secara khusus mengatur
bantuan sosial karenanya banyak perusahaan
pengelolaan CSR, dan 3) pelaksanaan perda yang
yang mengimplementasikan program karitatif.
ada masih jauh dari kondisi ideal.
Selain itu banyak pula perusahaan yang lebih
Didasari oleh catatan bersama tersebut
sering memberikan bantuan untuk program
m a k a b e r b a ga i e l e m e n m a s ya ra k a t d i
pembangunan infrastruktur dibanding program
Kabupaten Bojonegoro yang terlibat dalam
pem-bangunan manusia (capacity building).
diskusi bersepakat untuk membentuk gerakan
Dalam implementasinya pun, tidak jarang
advokasi guna merebut aksesibilitas pe-
ditemui perusahaan yang tidak menyelesaikan
ngelolaan CSR. Untuk mewadahi gerakan-
programnya hingga membuahkan hasil yang
nya tersebut, dibentuklah Aliansi Organisasi
jelas. Hal ini dikarenakan ketiadaan dokumen
Masyarakat Sipil (Aliansi OMS) Kabupaten
Renstra Program CSR.
Bojonegoro. Kemunculan aliansi ini sejalan
Keempat, kegagapan pemerintah daerah
dengan pandangan (Hinkle, 1963; Scott, 2011)
dalam mengelola CSR. Sebelum penemuan
mengenai teori aksi, tindakan manusia muncul
minyak dan gas serta masuknya perusahaan
dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai
ekstraktif, Kabupaten Bojonegoro merupakan
obyek, dan kesadarannya sendiri sebagai subyek.
daerah argaris sehingga ketika bertransformasi
Gerakan untuk memperjuangkan Perda
menjadi daerah industri pemerintah belum
CSR melalui pendekatan advokasi ini dipandang

6
Journal of Social Development Studies, 1(1), 2020, 1-12

bersiap diri. Hal ini nampak dari sikap pasif LSM tersebut memiliki peluang besar untuk
pemerintah dalam pe-ngelolaan CSR, adanya berpartisipasi dalam pengelolaan program CSR
sikap saling lempar tanggung jawab antara di Kabupaten Bojonegoro dibanding LSM Lokal.
perusahaan dengan pemerintah, dan tumpang Hal ini mengakibatkan LSM Lokal hanya terlibat
tindih program kemasyarakatan di suatu daerah. dalam program non strategis dan bersifat jangka
Sebagai pengambil kebijakan dan regulator, pendek saja.
pemerintah daerah belum menunjukan Terakhir, ketiadaan pola kemitraan
kapasitasnya. antar-stakeholder dalam pengelolaan CSR.
Kelima, kegagal an LSM dal am Selama ini perusahaan beranggapan bahwa
melaksanakan pendampingan. Kegagalan komunikasi merupakan bentuk kemitraan antara
tersebut nampak dari adanya ketimpangan perusahaan dengan stakeholder nya, sehingga
antara harapan dengan realita terkait keberadaan tidak ada interaksi lebih lanjut sebagai bentuk
program pemberdayaan masyarakat yang keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan CSR.
didampingi oleh LSM. Hal ini menimbulkan Hal ini ditenggarai oleh karena tidak adanya
kekecewaan dan trauma bagi masyarakat atas wadah atau forum sebagai media komunikasi
keberadaan program. Selain itu pengelolaan CSR yang mampu mengintegrasikan kepentingan
menjadi ajang bagi LSM untuk memberdayakan para aktor dalam pengelolaan CSR.
masyarakat. Dengan kegagalan tersebut, program Berbeda dengan kondisi obyektif, kondisi
CSR yang didampingi oleh LSM belum dapat subyektif didasari oleh kesadaran dari dalam diri
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Keenam, aktivis Aliansi OMS untuk mem-perjuangkan
ketimpangan atas aksesbilitas LSM Lokal dengan pembangunan di daerah nya. Menurut Czech,
LSM Luar Daerah dalam pengelolaan program Olson melihat bahwa keikutsertaan individu
CSR. Kemampuan, kapasitas, dan jaringan dalam aksi kolektif dikarenakan mengikuti
yang dimiliki LSM Luar Daerah memungkinkan rasionalitasnya atas minat pribadinya (2016).

Gambar 3.
Aliansi OMS Bojonegoro Merebut Aksesbilitas Pengelolaan CSR.

Sumber: Shodikin & Susetiawan, 2016

7
Ahmad Shodikin, Susetiawan - Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil: Kegagalan Merebut Aksesibilitas Pengelolaan
Corporate Social Responsibility Melalui Peraturan Daerah

Sebab untuk menjaga solidnya gerakan, disusun menjadi catatan evaluasi Aliansi OMS.
diperlukan pengelolaan atas motivasi individu Catatan evaluasi tersebut berisi tujuh poin
dalam gerakan (King, 2008). Ketimpangan dan yaitu 1) multitafsir dalam mendefinisikan
permasalahan pengelolaan CSR di Bojonegoro CSR, 2) keragaman model perencanaan CSR,
seperti yang sudah tertuang dalam hasil evaluasi 3) problem implementasi CSR, 4) kegagapan
Aliansi OMS, yang membakar semangat dalam pemerintah lokal merespon program CSR, 5)
diri aktivis Aliansi OMS untuk berpartisipasi kegagalan LSM dalam memfasilitasi kepentingan
dalam perjungan untuk membangun daerahnya. masyarakat dalam dinamika pengelolaan
Hal tersebut diejawantahkan dalam perjuangan CSR, 6) keterbatasan keterlibatan LSM lokal
merebut aksesbilitas pengelolaan CSR. Berikut dalam pengelolaan CSR, dan 7) absennya pola
upaya yang dilakukan oleh Aliansi OMS untuk kemitraan yang mengatur hubungan antar
merebut aksesbilitas pengelolaan CSR yang stakeholder yang ada. Sedangkan kondisi
didasari oleh kondisi obyektif dan subyektifnya subyektif dilatarbelakangi dari kesadaran diri
(Sodikin & Susetiawan, 2016). dari aktivis aliansi atas pentingnya aksi nyata
Keberadaan aliansi ini diharapkan untuk mengubah dan memperbaiki kondisi
dapat menjadi wadah perjuangan masyarakat kesejahteraan masyarakat Bojonegoro pasca
Bojonegoro untuk mengubah kondisi obyektif masuknya perusahaan ekstraktif dan program-
dan subyektif yang belum berpihak pada program CSR.
peningkatkan kualitas hidup masyarakat Dalam melaksanakan gerakan, Aliansi
B ojon egoro . Ha l ini dil a ku ka n de n ga n OMS menyiapkan strategi advokasi yang
memperjuangkan perda yang mengatur dimanifestasikan dalam dua langkah besar
pengelolaan CSR yang berpihak pada ke- yaitu konsolidasi internal dan membangun
pentingan masyarakat. Untuk meraih tujuannya, jaringan eksternal. Berikut gambar yang
Aliansi OMS merumuskan beberapa strategi memvisualisasikan proses advokasi aliansi.
advokasi. Strategi tersebut mengacu pada Aliansi membangun konsolidasi
dua hal yaitu membangun konsolidasi dan dengan menggalang sekutu, merapatkan
jaringan dengan berbagai stakeholder baik dari barisan, memperkuat organisasi, merancang
sektor privat, pemerintah maupun masyarakat. isu strategis, dan menyiapkan draft naskah
Setelah kedua strategi tersebut dilaksanakan, akademik Rancangan Perda CSR. Konsolidasi
isu terkait dengan pentingnya Perda CSR di yang dilakukan oleh Aliansi OMS berlangsung
Kabupaten Bojonegoro menjadi isu bersama. mudah dan lancar. Hal ini dikarenakan proses
Berbagai pihak seperti masyarakat, organisasi komunikasi dan pengintegrasian anggota
kemasyarakatan, birokrat dan politikus yang dilakukan secara formal dan informal. Meskipun
ada di Kabupaten Bojonegoro sepakat bahwa demikian dalam proses konsolidasi, Aliansi OMS
Perda CSR di Kabupaten Bojonegoro penting menghadapi beberapa tantangan baik internal
untuk disusun dan disahkan. Setelah kesadaran maupun eksternal. Tantangan internal yang
atas pentingnya perda tersebut tumbuh, maka terjadi ialah upaya penarikan diri LSM anggota
dimulailah proses perumusan kebijakan dan aliansi dari gerbong perjuangan advokasi
diakhiri dengan pengesahan perda tersebut pada perda khususnya terkait isu transparansi yang
26 Juni 2015. digaungkan oleh salah satu LSM. Sedangkan
tantangan eksternal muncul dari kehadiran
Diskusi gerakan serupa yang digagas oleh LSM Luar
Kemunculan Aliansi Organisasi Daerah dan anggapan pemerintah daerah adanya
Masyarakat Sipil (Aliansi OMS) merupakan bias kepentingan aliansi dalam penyusunan
akumulasi dari kegelisahan masyarakat Perda CSR. Namun begitu, tantangan-tantangan
atas kegagalan praktik pengelolaan CSR di tersebut dapat diatasi oleh aliansi sehingga tidak
Bojonegoro. Akumulasi tersebut kemudian meng-goyahkan kekuatan yang sudah terbentuk
dimanifestasikan dalam bentuk gerakan advokasi di dalamnya.
kebijakan. Artikulasi kegelisahan tersebut Sedangkan dalam membangun kekuatan
muncul dari kondisi obyektif dan subjektif jaringan, Aliansi OMS menggunakan dua taktik
dalam dinamika pengelolaan CSR di Kabupaten yaitu menggalang kekuatan dan memengaruhi
Bojonegoro. Data dan informasi mengenai jaringan upaya penggalangan kekekuatan
kondisi obyektif dalam pengelolaan CSR tersebut dilakukan dengan melakukan audiensi ke

8
Journal of Social Development Studies, 1(1), 2020, 1-12

Gambar 4.
Alur Proses Advokasi Aliansi OMS Bojonegoro

Sumber: (Shodikin & Susetiawan, 2016)

organisasi sosial kemasyarakatan berbasis dan lobi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
keagamaan, birokrat maupun politisi lokal. Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kabupaten
Upaya membangun jaringan keberbagai multi- Bojonegoro (Pemkab. Bojonegoro). Jalur kedua
stakholder seperti yang sudah dilakukan oleh ialah jalur non-prosedural seperti demonstrasi
aliansi termasuk dalam tindakan advokasi dan penyegelan ruangan di kantor DPRD
kebijakan publik yang sistematis dan maju Kabupaten Bojonegoro, dan siaran pers dengan
(Fakih, Merubah Kebijakan Publik, 2000). menggundang media. Namun begitu upaya
Selama proses penggalangan kekuatan tersebut, pembangunan jaringan yang dilakukan oleh
aliansi mendapatkan sambutan yang baik dari aliansi hanya mampu mempengaruhi stakeholder
berbagai stakeholder, sehingga proses tersebut yang berasal dari sesama organisasi masyarakat
dapat berjalan dengan lancar. sipil lainnya. Sedangkan stakeholder yang berasal
Selain itu, aliansi juga melakukan berbagai dari pemerintah seperti DPRD Kabupaten
aksi untuk menekan aktor pengambil kebijakan. Bojonegoro belum mampu dipengaruhi oleh
Aksi tersebut dilakukan melalui dua jalur. Jalur aliansi. DPRD bersikukuh untuk mengesahkan
pertama ialah jalur prosedural seperti hearing Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang

9
Ahmad Shodikin, Susetiawan - Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil: Kegagalan Merebut Aksesibilitas Pengelolaan
Corporate Social Responsibility Melalui Peraturan Daerah

disusun oleh tim salah satu perguruan tinggi 2018; Putnam, 1993). Aliansi Organisasi
negeri yang kontennya hampir serupa dengan Masyarakat Sosial (Aliansi OMS) Kabupaten
Perda CSR milik Provinsi Jawa Timur. Sikap Bojonegoro merupakan organisasi masyarakat
kukuh DPRD nampak dari keenganannya untuk sipil yang telah berhasil mendorong keterlibatan
mengakomodasi pasal-pasal yang diusulkan oleh masyarakat baik individu maupun kelompok
Aliansi OMS ke dalam draft Perda CSR. untuk memperjuangkan peraturan daerah
Anggota DPRD Kabupaten Bojonegoro (perda) yang mengatur pengelolaan program
yang berasal dari berbagai partai, terfragemetasi tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate
dalam dua kelompok yang didasari oleh Social Responsibility/CSR). Perjuangan tersebut
perbedaan kepentingan dalam pengelolaan didasari oleh adanya permasalahan dalam
CSR. Kelompok pertama adalah kelompok yang pengelolaan CSR yang nampak dari kondisi
selama ini membangun jaringan dengan LSM obyektif dan subyektif di kabupaten tersebut.
luar daerah untuk mengelola program-program Kondisi obyektif meliputi multitafsir definisi
CSR di Bojonegoro. Keberadaan pasal usulan CSR antar aktor yang terlibat, keragaman
aliansi yang cenderung memperkuat imunitas perencanaan CSR, permasalahan dalam
LSM Lokal dalam pengelolaan CSR di Kabupaten implementasi program CSR, kegagapan pemda
Bojonegoro dapat mendistorsi kepentingan dalam menangkap persoalan yang ada, kegagalan
kelompok pertama yang dijalankannya bersama lembaga pendamping, minimnya akses LSM lokal
dengan LSM mitranya. Kelompok kedua adalah untuk terlibat dalam program CSR dan kenihilan
kelompok yang tidak memiliki kepentingan kemitraan antar-stakeholder. Sedangkan kondisi
dalam pengelolaan CSR di Kabupaten Bojonegoro. subyektif ialah keinginan dari aktivitas anggota
Bagi kelompok ini keberadaan Perda CSR aliansi untuk membangun kampung halamannya
yang telah diadvokasi oleh Aliansi OMS tidak sendiri.
berdampak bagi dirinya. Dengan demikian, isu Dalam advokasi yang dilakukannya,
terkait dengan menguatnya imunitas LSM Lokal Aliansi OMS telah membangun konsolidasi dan
dengan adanya perda ini tidak mendapatkan jaringan yang mendukung gerakannya. Hal ini
perhatian khusus dari kelompok ini. Sebaliknya dilakukan melalui kegiatan seperti diskusi,
kelompok ini mempertanyakan kepentingan audiensi, hearing dan lobi yang melibatkan
aliansi dibalik adanya pasal-pasal perda yang berbagai pihak terkait. Upaya ini diharapkan
diusulkannya. Keberadaan pasal-pasal tersebut dapat mengimbangi kekuatan politik pemerintah
dapat menjadi dasar hukum bagi aliansi untuk melalui penciptaan wacana alternatif diluar
memperkuat legitimasinya dalam pengelolaan wacana yang sudah dikonstruksikan oleh
CSR. Hal tersebut berpotensi disalahgunakan aparatur birokrasi negara. Menurut Purnawati
demi kepentingan aliansi sendiri. Didasari oleh (2019), masyarakat sipil bisa menjadi kekuatan
pemikiran dari kedua kelompok tersebut, maka tandingan negara atau counter balancing the
DPRD sepakat untuk mengesahkan draft Perda state atau counter veiling forces salah satunya
Pengelolaan CSR buatannya. dengan melakukan advokasi. Namun dalam
Dengan kondisi yang kurang meng- dinamikanya, aliansi mengalami kegagalan
untungkan bagi aliansi tersebut, perjuangan setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Aliansi OMS berakhir pada kegagalan untuk (DPRD) Kabupaten Bojonegoro mengesahkan
mengadvokasi Perda CSR yang sesuai dengan perda yang dirumuskannya sendiri. Dengan
rumusan yang sudah disusunnya. Namun demikian untuk dapat menandingi kekuatan
perjuangan tersebut tidak terhenti di situ, politik pemerintah, masyarakat sipil juga
aliansi berupaya untuk menyusun rencana memerlukan kekuatan politik yang setara.
alternatif baru yaitu melakukan advokasi Untuk dapat membangun kekuatan
terhadap Peraturan Bupati (Perbup) sebagai politiknya, gerakan masyarakat sipil tidak
penjabaran dari Perda yang sudah disahkan hanya cukup dengan menggerakan aksi
oleh DPRD Kabupaten Bojonegoro yang tidak kolektif dan menyelaraskan aktivitas dengan
mengakomodir pasal-pasal usulannya. tujuan adanya gerakan. Dalam upaya untuk
mencapai keberhasilannya, gerakan advokasi
Kesimpulan patut memperhitungkan konteks politik dan
Civil society yang kuat menandakan pengelolaan sumber daya, dimana stukuktur
demokrasi yang berjalan dengan baik (Albareda, politik sudah menjadi bahan pertimbangan sejak

10
Journal of Social Development Studies, 1(1), 2020, 1-12

dalam masa perencanaan (Yerena, 2019). Salah Organizations to Act as Transmission


satunya ialah dengan mem-bangun hubungan Belts. Voluntas, 29, 1216–1232.
yang baik dengan semua stakeholder termasuk BAPPENAS. (2018). Data Ormas Dalam Negeri.
pemerintah dan perusahaan. Hubungan yang Diambil 2 Februari 2020, dari http://
baik dapat menjadi cara bagi masyarakat untuk ditpolkom.bappenas.go.id/v2/wp-
mempengaruhi kebijakan pemerintah atau tata content/uploads/2018/12/5_Data-
kelola perusahaan. Seperti yang disampaikan Ormas-dan-LSM-Asing.pdf
oleh King, negosiasi antara stakeholder dapat Baur, D., & Palazzo, G. (2011). The Moral
memperkuat posisi politik masyarakat (King, Legitimacy of NGOs as Partners of
2008; King & Pearce, 2010; Vasi & King, 2012). Corporations. Business Ethics Quarterly,
Aliansi OMS telah mampu membangun 21(4), 579–604.
aksi kolektif dengan dukungan massa yang Czech, S. (2016). Mancur Olson’s Collective
mampu melakukan aksi turun jalan, demikian Action Theory 50 Years Later. A View
juga telah mampu membangun relasi politik From The Institutionalist Perspective.
dengan beberapa anggota DPRD dan pemerintah Journal of International Studies, 9(3),
agar supaya mendukung gerakan pro rakyat 114–123.
yang dibangunnya, akan tetapi Aliansi OMS Fakih, M. (2000). Merubah Kebijakan Publik.
tidak mampu membangun dan meyakinkan Yogyakarta: InsistPress.
seluruh para anggota dewan yang terdiri dari Gen, S., & Wright, A. C. (2013). Policy Advocacy
angota partai polititik untuk mendukung Organizations: A Framework Linking
gerakannya. Para anggota dewan yang mengklim Theory and Practice. Journal of Policy
diri bersifat netral posisinya jauh lebih kuat Practice, 12(3), 163–193.
dibandingkan mereka yang berpihak pada Hinkle, R. C. (1963). Antecedents of the Action
Aliansi. Oleh sebab itu akasi kolektif bukan Orientation in American Sociology before
berarti satu-satunya kekuatan politik yang bisa 1935. American Sociological Review, 28(5),
mempengaruhi keputusan politik sebab didalam 705–715.
DPRD tidak ada wakil masyarakat sipil non King, B. G. (2008). A Social Movement Perspective
partisan yang ikut dalam proses pengambilan of Stakeholder Collective Action and
keputusan politik dalam pembuatan perda Influence. Business & Society, 47(1),
yang dikehendaki oleh Aliansi OMS. Selain dari 21–49.
pada itu tidak semua anggota Aliansi OMS setia King, B. G., & Pearce, N. A. (2010). The
dalam perjuangan karena ada yang mundur dari Contentiousness of Markets: Politics,
aliansi. Absennya membangun kekuatan politik Social Movements, and Institutional
dengan mengintegrasikan kekuatan politik Change in Markets. Annual Review of
dalam DPRD, pemerintah dan perusahaan secara Sociology, 36, 249–267.
utuh mengakibatkan Alianasi OMS lemah dalam Moleong, L. (2006). Metodologi penelitian
membangun soft power yang berikibat pada Ku a l i t a t i f . B a n d u n g : P T R e m a j a
kegagalan advokasi mereka tentang Perda yang Rosadakarya.
dikehendakinya. Purnawati, L. (2019). Nationalism Civil Society:
A Challange To The Existency of State.
Acknowledgement In International Seminar Universitas
Artikel ini merupakan hasil penulisan Tulungagung (hal. 48–58). Tulungagung:
ringkas tesis penulis yang telah diuji dan International Seminar Universitas
dinyatakan lulus untuk meraih gelas Master Tulungagung.
of Arts dari Departemen Pembangunan Sosial Putnam, R. D. (1993). What makes democracy
dan Kesejahteraan (PSdK), Fakultas Ilmu Sosial work? National Civic Review, 82(2),
dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada pada 101–107.
tahun 2016. Scherer, A. G., & Palazzo, G. (2011). The New
Political Role of Business in a Globalized
Referensi World: A Review of a New Perspective
Albareda, A. (2018). Connecting Society and on CSR and its Implications for the Firm,
Policymakers? Conceptualizing and Governance, and Democracy. Journal of
Measuring the Capacity of Civil Society Management Studies, 48(4), 899–931.

11
Ahmad Shodikin, Susetiawan - Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil: Kegagalan Merebut Aksesibilitas Pengelolaan
Corporate Social Responsibility Melalui Peraturan Daerah

Scott, J. (2011). Conceptualising· the Social Vasi, I. B., & King, B. G. (2012). Social Movements,
World: Principles of Sociological Analsis. R i s k Pe rc e p t i o n s , a n d E c o n o m i c
Cambridge: Cambridge University Press. Outcomes: The Effect of Primary and
Shodikin, A., & Susetiawan. (2016). Masyarakat Secondary Stakeholder Activism on
Sipil Merebut Aksesibilitas Pengelolaan Firms’ Perceived Environmental Risk
CSR (Studi Tentang Advokasi PERDA CSR and Financial Performance. American
Di Bojonegoro). Tesis, Universitas Gadjah Sociological Review, 77(4), 573–596.
Mada. Yaziji, M., & Doh, J. (2009). NGOs and Corporations
Tempo. (2012). Lahan Pertanian Di Bojonegoro Conflict and Collaboration. Cambridge:
Tergerus Proyek Migas. Diambil 9 Cambridge University Press.
September 2016, dari https://nasional. Yerena, A. (2019). Strategic Action for Affordable
tempo.co/read/433012/lahan- Housing: How Advocacy Organizations
pertanian-di-bojonegoro-tergerus- Accomplish Policy Change. Journal of
proyek-migas Planning Education and Research, Online,
Union of International Associations (Ed.). (2015). 1–14.
Yearbook of International Organizations.
Brill.

12

Anda mungkin juga menyukai