Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE INFARK

DI RUANG STROKE CENTER

RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH :

NAMA : MUHAMMAD RIDHO

NIM : P07120216072

SEMESTER : VIII

PRODI : DIPLOMA IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV

2021
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : MUHAMMAD RIDHO

NIM : P07120216072

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN DENGAN STROKE INFARK DI RUANG STROKE CENTER
RS ULIN BANJARMASIN

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE INFARK DI
RUANG STROKE CENTER RS ULIN BANJARMASIN

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark
regional di batang otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau
penyumbatan suatu arteri sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan
kebagian otak tertentu. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada
orang dewasa. Empat juta orang Amerika mengalami defisit neurologi
akibat stroke; dua pertiga dari defisit ini bersifat sedang sampai parah.
Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35%
dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang yang selamat adalah 35%
sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke
akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama. Secara umum stroke
dapat dibagi menjadi 2. Pertama stroke iskemik yaitu stroke yang
disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah diotak. Kedua stroke
hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
di otak. Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur, hipertensi, diabetes
mellitus, aterosklerosis, penyakit jantung, merokok dan obat anti hamil2.
Melihat fenomena di atas, stroke merupakan penyakit yang
menjadi momok bagi manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-
tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia
terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami
kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo,
pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang
terkena. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tentang
patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan
penatalaksanaan stroke. Karena keterbatasan tempat kali ini penulis hanya
akan membahas patofisiologi dan penatalaksanaan stroke disebabkan
penulis memandang lebih pentingnya membahas masalah tersebut
daripada yang lain. Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi
dengan perbaikan penatalaksanaan di rumah sakit menyebabkan dalam
dekade terakhir stroke merupakan penyebab kematian nomor 1 di rumah-
rumah sakit di Indonesia (Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997).
Kematian akibat stroke terutama terjadi pada fase akut dan umumnya
terjadi pada saat penderita sudah berada di rumah sakit. Oleh karena itu
disamping usaha prevensi primer perbaikan penatalaksanaan stroke di
rumah sakit merupakan hal yang harus dilaksanakan.
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga
menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008).
2. Tujuan

1. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit stroke.

2. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit stroke.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
CVA adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke otak (Smeltzer, 2001) Stroke iskemik
(non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik penyebab infark
yang paling sering terjadi, merupakan keadaan aliran darah tersumbat
atau berkurang di dalam arteri yang memperdarahi daerah otak tersebut
(Kowalak, 2011).
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
dengan gejala –gejala berlangsung 24 jam atau lebih yang
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan
bicara, proses pikir, daya ingat dan bentuk kecacatan lain hingga
kematian (Muttaqin, 2008).

2. Etiologi

Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008)

a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan
elastisitas dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah
otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
3. Faktor resiko terjadinya stroke

Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008):

1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

4. Patofisiologi Stroke Infark


Menurut Hudak & Gallo alairan darah disetiap otak terhambat
karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke
jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalanya mungkin akibat
iskemia imun (karena berhentinya jantung atau hipotrnsi) hipoxia
karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner
dapat mengakibatkan kematian jaringan atau infark. Perdarahan
intraksional biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri
ekstravasasi darah terjadi didaerah otak atau subarachnoid, sehingga
jaringan yang terletakk didekatnya akan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada
arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh
hemisfer otak, bekuan yang semuanya lunak akhirnya akan larut dan
mengecil, otak yang terletak disekitar tempat bekuan dapat
membengkan dan mengalami nekrosis
5. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau
saat aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran
pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi
hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien
umumnya baik.
Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik
sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul
mendadak dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata
10 menit) sampai beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan
meskipun akut. Munculnya gejala makin bertambah buruk,
proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau
permanen, maksimal sejak awal serangan dan sedikit
memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA yang
berulang.
6. Manifestasi Klinis
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian
singkat, peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian
buruk, tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir
abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan
otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan
frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik
diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon
terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas
dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara
menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang
diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-
ide dalam tulisan).

2) Non Dominan

- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan


tepat dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
 Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan
objek-objak dengan tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi
lingkungan melalui indra)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek
atau tempat
 Disorientasi kanan kiri

c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan


ketajaman penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.

d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan


keseimbangan tubuh.
2. Penurunan Kesadaran

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi cerebral membantu menentukkan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteru adanya
titik oklusi atau ruptur.
b. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
c. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark
d. Penilaian kekukatan otot
e. EEG : mengidentifikasi masalah pada gelombang otak
f. Laboratorium : Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas
darah pada apsien CVA ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test
Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet
Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008). Analisis
laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60
mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan
mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam
tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.
Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka
lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-
145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk
,2005)
g. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran
jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan
dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005)
h. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk
mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan
memmperbaiki kausa stroke (Prince, dkk, 2005).

8. Penatalaksanaan Medis
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV
dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan
gerak pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi
sesudah ulserasi alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosisiatau embolisasi dari tempat
lain ke sistem kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
 Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2
30-35 mmHg
 Osmoterapi antara lain:
 Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/
kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
 Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4
kali/hari
 Posisi kepala head up (15-30⁰)
 .Menghindari mengejan pada BAB
 Hindari batuk

c. Terapi Farmakologi
 Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
 Obat anti koagulasi : Heparin
 Obat Trombolitik : menghancurkan trombus)
 Obat untuk edema otak (larutan monitol 20%, dexametason)
d. Terapi Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat
dibatasi. Jika kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan
batang otak yang diikuti infark serebral maka pemindahan dari
jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
 Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari
arteri karotis interna yang mengalami stenosis. Pada
pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior
atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah
prosedur bedah untuk membersihkan plak dan membuka
arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi
dan aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak
dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler
atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat
prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5
persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
 Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri
karotis dan vertebral serta pemasangan sten metal tubuler
untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri
masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan
endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi
restenosis lebih besar.
Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan
sebagai alternative dari carotid endarterectoomi untuk
beberapa pasien. CAS berdasarkan pada prinsip yang sama
seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
 Sebuah kateter tube yang sangat kecil di
insersikan ke dalam arteri di lipatan paha
 Melalui system sirkulasi sampai mencapai area
yang tersumbat di arteri karotis
 Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan
mengembangkan balon kecil didalam dindng
pembuluh darah (angioplasty)
 Setelah menggembungkan balon sementara
waktu, dokter biasanya meninggalkan kawat
berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh
darah untuk menjaga agar pembuluh darah
tetap terbuka (Simon, Harvey. Stroke –
Surgery)
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. BIODATA
Pengkajian biodata di fokuskan pada:
Umur: karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi
terjadinya serangan stroke.Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30%
di banding wanita.Ras: kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
b. KELUHAN UTAMA.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan
kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit
kepala hebat bila masih sadar.
c. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN.
Jenis CVA memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena
itu klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.
d. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung,
Pernah TIAs, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan
penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.
e. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.
Kronologis peristiwa CVA sering setelah melakukan aktifitas tiba-
tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan
kesadaran sampai koma.
f. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah
mengalami stroke.
g. PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI.
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma
maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagaian sampai
total.Meliputi: mandi, makan/minum, bab / bak, berpakaian,
berhias dan aktifitas mobilisasi
2. Pemeriksaan Fisik dan Observasi
a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta
perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya
ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan
kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien.
Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan
pada pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi
- Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma.
Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
- Refleks Patologis Refleks babinski positif menunjukan
adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan
untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah
bleeding atau infark
d. Pemeriksaan saraf cranial
- Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman
- Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan
jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks
visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.
- Saraf III, IV dan VI: apabila akibat stroke
mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit.
- Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal,
wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat
- Saraf XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu
sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
- Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia
urine
- Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan
gangguan pemenuhan kebutuhan seksual
- Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar
tiroid
- Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit
menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada
fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa
keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi
lateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan
pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang
baik, kesukaran membuka mulut.
- Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan
kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia
atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji
adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
3. Diagnosa Keperawatan
- Ketidakefektifan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan
dengan perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan
oklusi
- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan,
parastesia, hemiparese/hemiplagia
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
4. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:


- t kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
1. Klien dapat menunjukkan perilaku untukPerubahan perfusi jaringan otak
(serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral, edema serebral,
gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan
memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori,
bahasa, intelektual dan emosi.
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
- Tidak ada tanda TIK meningkat
- Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
- Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan
perfusi jaringan otak dan akibatnya
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap dua jam
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis)
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
1) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat
4) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
5) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
6) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan
TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya
7) Memperbaiki sel yang masih viabel

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,


hemiparese/hemiplagia
Tujuan:
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan
mempertahankan fungsi secara optimal)
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
- Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas
yang tidak sakit
c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e. Tinggikan kepala dan tangan
f. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
1) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah
yang jelek pada daerah yang tertekan
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
3. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
Rencana tindakan
a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek
batuk
b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air
g. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang
Rasional
1) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
2) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
3) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
4) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
5) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
6) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
7) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak
8) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan
9) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
DAFTAR PUSTAKA

Buleehek, GM, dkk. Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri.


Mosby Elsevier. 2008

Buleehek, GM, dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri.


Mosby Elsevier. 2008

Herdman, TH. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:EGC. 2012

Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta: EGC
Prince,sylfia A. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit
Vol. 2, Edisi 6. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8,
EGC, Jakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik,


Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai