Anda di halaman 1dari 15

Muhammad Jihadul Hayat Vol. 3 No.

1 Tahun 2018

HISTORISITAS DAN TUJUAN ATURAN USIA MINIMAL PERKAWINAN


DALAM PERUNDANG-UNDANGAN KELUARGA MUSLIM INDONESIA DAN
NEGARA MUSLIM

Muhammad Jihadul Hayat


mjihadh27@gmail.com
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

ABSTRACT
Actually, many public sectors are directly related to the age of marriage, namely, the
issue of population rates (infant birth rate and maternal mortality); raising the level of
education; early-age marriage; until efforts to anticipate the level of divorce. Therefore,
from the classical to the contemporary era, the age of marriage is indeed something
that must be considered in legal policy. This aspires to achieve marital goals and help
structure modern society. The data shows that there were 332,489 cases of sued divorce
and 133,971 cases of divorce were submitted to religious courts during 2015
throughout Indonesia. The total number of divorce cases in PA during the year was
466,460 cases. This means that there are 1,277 divorce cases per day or 53 divorce
cases every hour. Therefore, the upstream problem needs to be considered, in this case
the dilemma of the minimum age of marriage. The age of marriage is also one of the
themes of family law reform in various Muslim countries. There are variations in
numbers and attitudes from various countries.
Keywords: Marriage age, Legislation, Indonesian Muslim Family, Muslim Country

ABSTRAK
Sebenarnya, banyak sektor publik yang berkaitan langsung dengan usia perkawinan
yaitu, isu tentang laju penduduk (angka kelahiran bayi dan kematian ibu); menaikkan
taraf pendidikan; pernikahan dini; hingga upaya mengantisipasi tingakat perceraian.
Oleh karena itu, sejak zaman klasik hingga kontemporer, usia perkawinan memang
menjadi hal yang harus diperhatikan dalam kebijakan hukum. Hal ini bercita-cita
mencapai tujuan perkawinan dan membantu penstrukturan masyarakat modern. Data
menunjukkan terdapat 332.489 kasus cerai gugat dan sebanyak 133.971 kasus cerai
talak diajukan ke pengadilan agama selama tahun 2015 di seluruh Indonesia. Total
jumlah kasus perceraian di PA selama tahun tersebut adalah 466.460 perkara. Artinya
terdapat 1.277 kasus perceraian per hari atau 53 kasus perceraian setiap satu jam. Oleh
karena itu, hulu masalahnya perlu diperhatikan, dalam hal ini adalah dilema usia
minimal perkawinan. Usia perkawinan juga menjadi salah satu tema pembaruan hukum
keluarga di berbagai negara muslim. Terdapat variasi angka dan sikap dari berbagai
negara tersebut.
Kata Kunci: Usia Perkawinan, Perundang-undangan, Keluarga Muslim Indonesia,
Negara Muslim

Journal Equitable 49
Vol. 3 No. 1 Tahun 2018 Muhammad Jihadul Hayat

mental, tubuh—terutama seksualitas


PENDAHULUAN
orang. Sebenarnya, banyak sektor publik
Setelah keruntuhan imperealisme, yang berkaitan langsung dengan usia
kolonialisme, terutama feodalisme, perkawinan yaitu, isu tentang laju
negara menjadi sumber hukum sekaligus penduduk (angka kelahiran bayi dan
menjadi perekat berbagai tradisi hukum kematian ibu); menaikkan taraf
yang beragam. Intervensi negara—untuk pendidikan; pernikahan dini; hingga
mengatur berbagai tradisi tersebut— upaya mengantisipasi tingakat
memunculkan konsep sistem hukum perceraian. Oleh karena itu, sejak zaman
nasional tanpa mengenyampingkan klasik hingga kontemporer, usia
hukum yang eksis, seperti, hukum adat perkawinan memang menjadi hal yang
dan hukum agama.1 Konsekuensinya harus diperhatikan dalam kebijakan
hukum merupakan ruang ekspresi hukum. Hal ini bercita-cita mencapai
nasionalisme yang diaktualkan melalui tujuan perkawinan dan membantu
konsep-konsep ideal dalam pranata penstrukturan masyarakat modern.
negara seperti lembaga peradilan.2 Pada hari ini, dispensasi kawin
Ekspresi nasionalisme penyusun adalah salah satu problem sosial yang
tafsirkan sebagai perdebatan, pergolakan, menyetuh langsung tentang usia
dialog atau harmonisasi antar perkawinan. Misalnya data nasional
aliran/paham yang hidup di Tanah Air Pengadilan Agama tahun 2012
Indonesia, khususnya dalam bidang menunjukkan terdapat 10.131 kasus
hukum, politik, dan politik hukum. Lebih dispensasi perkawinan; tahun 2012
spesifik, perdebatan di sini adalah sebanyak 11.471 kasus; tahun 2014
tentang pembuatan dan penetapan hukum terdapat 12.680 kasus; dan pada tahun
keluarga, khususnya penentuan batas 2015 terdapat 13.805 kasus.3 Secara
usia perkawinan. konsisten, angka ini terus meningkat dari
Dalam sejarah legislasi hukum tahun ke tahun. Jika dibandingkan
perkawinan [khususnya di Indonesia] tak dengan angka perceraian ini relatif kecil.
banyak ditemukan perdebatan tentang Data menunjukkan terdapat 332.489
usia perkawinan. Tetapi dalam kasus cerai gugat dan sebanyak 133.971
perjalanan sejarah tampak tarik ulur kasus cerai talak diajukan ke pengadilan
tentang usia minimal yang ideal untuk agama selama tahun 2015 di seluruh
melangsungkan perkawinan. Usia Indonesia. Total jumlah kasus perceraian
perkawinan adalah variabel yang paling di PA selama tahun tersebut adalah
personal karena langsung menyentuh
1
Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum
3
Sekuler: Studi tentang Konflik dan Resolusi Data diakses dari publikasi Mahkamah Agung
dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: RI pada laman infoperkara.badilag.net Situs
Pustaka Alvabet, 2008), hlm. 119. resmi yang khusus melaporkan laju perkara di
2
Ibid. PA Seluruh Indonesia, diakses 19 Maret 2017.

50 Journal Equitable
Muhammad Jihadul Hayat Vol. 3 No. 1 Tahun 2018

466.460 perkara.4 Artinya terdapat 1.277 muslim. Terdapat variasi angka dan
kasus perceraian per hari atau 53 kasus sikap dari berbagai negara tersebut.
perceraian setiap satu jam.
Angka tersebut di atas memang A. Usia Perkawinan Menurut Fikih
sangat kecil jika dibandingkan populasi Konvensional
penduduk Indonesia tetapi akan menjadi Usia perkawinan dalam fikih setidaknya
problematik jika dikaitkan dengan berkaitan dengan masalah syarat calon
masalah yang mungkin diakibatkan mempelai dan hak ijbar wali untuk
selanjutnya terutama tentang anak. menikahkan anaknya yang masih kecil.
Misalnya, secara kasar, diasumsikan Para ulama Mazhab sepakat bahwa
setiap pasangan yang bercerai memiliki berakal dan balig merupakan syarat
satu sampai dua anak, maka berpotensi dalam perkawinan, kecuali jika
sebanyak 1.277 sampai 2.554 anak per 6
dilakukan oleh wali. Terminologi
hari yang akan mengalami broken home berakal dan balig ini lah yang menjadi
dan terancam disengketakan setelah atau hal yang berbeda-beda. Ulama Syafi‟iyah
bersamaan dengan perceraian orang dan Hanabilah menyatakan bahwa usia
tuannya.5 Oleh karena itu, hulu balig bagi anak laki-laki dan perempuan
masalahnya perlu diperhatikan, dalam adalah 15 tahun. Maliki menetapkan 17
hal ini adalah dilema usia minimal tahun. Sedangkan Hanafiyah menetapkan
perkawinan. Usia perkawinan juga usia maksimum balig bagi anak laki-laki
menjadi salah satu tema pembaruan adalah 18 tahun dan anak perempuan
hukum keluarga di berbagai negara adalah 17 tahun sedangkan usia
minimumnya adalah 12 tahun untuk anak
4
laki-laki dan 9 tahun untuk anak
Ibid.
5
Di sisi yang lain kalkulasi ini tidak ada apa-
perempuan.7
apanya jika dibandingkan data yang dipegang Dalam fikih konvensional, usia
oleh Kemensos seperti yang telah dipetakan. minimal perkawinan tidak disorot. Hal
Pada 2015, Mensos Khofifah Indar Parawansa
pernah menyatakan bahawa sekitar 4,1 juta yang mendapatkan perhatian adalah
anak terlantar di Indonesia. Anak yang pernikahan Nabi dengan „Aisyah. Dalam
diabaikan orang tua (seperti lima orang anak di
terma kontemporer, ini menjadi bagian
Cibubur pada tahun 2015) sekitar 5.900, anak
bermasalah hukum (ABH) sekitar 3.600, balita dari topik nikah dini. Menurut Mazhab
terlantar sekitar 1,2 juta, dan anak jalanan Maliki, perkawinan seorang janda yang
sekitar 34 ribu.5 Masalah anak dari hari ke hari
semakin beragam mulai dari korban kekerasan, belum dewasa serta belum dicampuri
diperdagangkan, dipekerjakan dan oleh suaminya, baik berpisah karena
dieksploitasi, hingga penelantaran oleh perceraian atau ditinggal mati, berstatus
keluarga sendiri, seperti kasus di atas. Selain
itu, anak mungkin saja menjadi tumbal sama dengan gadis, bahwa bapak
ketidakrukunan orang tuanya. Lihat detiknews
6
pada 16 Mei 2015 “Mensos: Ada 4,1 Juta Anak Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima
Terlantar di Indonesia” Mazhab, terj. Masykur AB, dkk., edisi lengkap,
http://news.detik.com/berita/2916183/mensos- cet. keempat, (Jakarta: Lentera, 1999), hlm.
ada-41-juta-anak-terlantar-di-indonesia diakses 315.
7
19 Maret 2017. Ibid., hlm. 318.

Journal Equitable 51
Vol. 3 No. 1 Tahun 2018 Muhammad Jihadul Hayat

memiliki hak ijbar terhadapnya. ‫ت ِسٌِييَ َوبٌََى بِي‬ِ ّ ‫سلَّ َن َوأًََا بِ ٌْتُ ِس‬
َ ‫َو‬
Sebaliknya kalau sudah dicampuri maka 10
َ‫َوأًََا بِ ٌْتُ تِسْعِ ِسٌِيي‬
dia sendiri yang lebih berhak terhadap
dirinya, sebagaimana janda dewasa.8
“Dan telah menceritakan kepada
Dari Mazhab Hanafi, Kasani mengajukan kami Yahya bin Yahya telah
pandangan bahwa ayama (mufrad: mengabarkan kepada kami Abu
ayyim) dalam an-Nur ayat 32 adalah Mu'awiyah dari Hisyam bin
perempuan baik besar atau kecil yang 'Urwah. Dan diriwayatkan dari
belum pernah menikah—perawan. Ini jalur lain, telah menceritakan
adalah khitab bagi para bapak untuk kepada kami Ibnu Numair
sedangkan lafazhnya dari dia,
menikahkan anak gadisnya. Intinya
telah menceritakan kepada kami
membenarkan bahwa Abu Bakar 'Abdah yaitu Ibnu Sulaiman dari
menikahkan „Aisyah dengan Rasul saat Hisyam dari ayahnya dari 'Aisyah
berusia enam tahun. Ali juga dia berkata; "Nabi shallallahu
menikahkan Ummu Kultsum dengan 'alaihi wasallam menikahiku
Umar saat masih kecil. Demikian pula ketika saya berumur enam tahun,
tindakan Abdullah bin Umar yang dan beliau memboyongku
(membina rumah tangga
menikahkan anak kecilnya dengan
denganku) ketika saya berumur
Urwah bin Zubair.9 sembilan tahun".

‫و َحدَّثٌََا يَحْ يَى ب ُْي يَحْ يَى أ َ ْخبَ َرًَا أَبُو‬ Menurut Syafi‟i, tidak boleh bagi
seorangpun untuk menikahkan anak kecil
‫ع ْر َوة َ ح و َحدَّثٌََا‬ ُ ‫ع ْي ِهش َِام ب ِْي‬ َ َ‫ُه َعا ِويَت‬
kecuali oleh ayahnya.11 Dalam hal
َ ‫ظ لَهُ َحدَّثٌََا‬
‫ع ْبدَة ُ ُه َو اب ُْي‬ ُ ‫اب ُْي ًُ َوي ٍْر َواللَّ ْف‬
dinikahkan oleh selain ayah, maka
َ‫شت‬ َ ِ‫عائ‬َ ‫ع ْي‬ َ ‫ع ْي أَبِي ِه‬ َ ‫ع ْي ِهش ٍَام‬ َ َ‫سلَ ْي َواى‬ ُ perkara tersebut diajukan ke sultan. Jika
‫علَ ْي ِه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫اَّلل‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫ت ت َزَ َّو َجٌِي الٌَّ ِب‬ ْ َ‫قَال‬ tidak demikian maka berakibat batalnya
pernikahan tersebut.12 Beberapa argumen
yang digunakan untuk menguatkan
pendapat tentang kebolehan pernikahan
anak perempuan yang belum balig
adalah: (1) penjelasan iddah anak
8
Al-Imam Muhammad Sahnun bin Sa‟ad al- perempuan yang masih kecil yaitu
Tanukhi, Al Mudawwanah al-Kubra, (Beirut:
Dar Sadir, 1323 H), III, hlm 155 dalam selama tiga bulan yang dipahami secara
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata terbalik dari at-Thalaq ayat 4; (2)
(Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan
Hukum Perkawinan di Dunia Muslim: Studi
10
Sejarah, Metode Pembaruan, dan Materi, Imam Muslim, Shahih Muslim, (Riyadh: Baitul
(Yogyakarta: ACAdeMIA dan TAZZAFA, Afkar ad-Dauliyah, 1997), hadis nomor 1422.
2009), hlm. 371. hlm. 559.
9 11
Al-Imam „Alau al-Din Abi Bakar bin Mas‟ud Imam Syafi‟i, Ringkasan Kitab Al-Umm, terj.
al-Kasani, Kitab Badai’u al-Sanai’u fi Tartib Imron Rosadi, dkk., (Jakarta: PustakaAzzam,
al-Sharai’, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Juz. II. 2009), hlm. 446.
12
hlm. 359. Ibid.

52 Journal Equitable
Muhammad Jihadul Hayat Vol. 3 No. 1 Tahun 2018

perintah untuk menikahkan perempuan ummat Islam dan negara dengan melihat
dalam an-Nur ayat 32, yang praktek perkawinan masa itu; dan (2)
menggunakan redaksi ayyim, kemudian kondisi relasi gender tardisional—masih
pahami mencakup anak kecil atau sudah melekat kuat—menyulitkan negara
dewasa; (3) Perkawinan nabi dengan menerapkan batas usia perkawinan
„Aisyah yang masih kecil; (4) Asar para sesuai cita-cita awal RUU-UUP
sahabat yang menikah dengan anak Perkawinan.16
perempuan yang masih kecil ataupun Setelah UUP diundangkan dalam
yang menikahkan anak perempuan lembaran negara pada tanggal 1974 dan
mereka yang masih kecil; (5) anggapan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
adanya maslahat dalam mengawinkan No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
anak kecil.13 UUP, standar baku usia perkawinan (19
dan 16) kembali disebut dalam
B. Usia Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya
Hukum Indonesia disebut KHI) pasal 15 ayat (1). Meskipun
Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun kekuatan hukumnya hanya sebatas
1973-1974, saat proses perancangan Inpres, KHI selalu dirujuk sebagai
Undang-Undang Perkawinan, berbagai pertimbangan hukum oleh Pengadilan
tema telah diperdebatkan. Salah satunya Agama.17 Lebih dari itu, bahkan, hakim
adalah usia perkawinan. Pada RUU PA mengutip doktrin-doktrin hukum
Perkawinan Tahun 1973, usia dalam fikih untuk menguatkan
18
perkawinan diatur 21 tahun bagi laki-laki putusannya, atau setidaknya mengutip
dan 18 tahun bagi perempuan.14 Setelah kaidah dalam ushul fikih.19
diundangkan menjadi Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 16
Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler,
(selanjutnya disebut UUP), usia 269-270. Menurut Lukito, problematika
perkawinan ternyata berubah menjadi 19 penentuan usia perkawinan lebih kepada soal
paradigma hukum antara tradisi Islam dan
tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi negara. Pandangan pemerintah yang menilai
perempuan,15 masing-masing berkurang standar usia perkawinan adalah satu hal yang
paling logis dalam pembangunan negara. Hal
dua tahun. Menurut Ratno Lukito,
ini tidak ketemu dengan keyakinan umat
perubahan ini disebabkan oleh dua hal, muslim. Akhirnya terjadi perdebatan batas usia
yaitu: (1) belum rampungnya kajian perkawinan.
17
Tentang debat status hukum KHI dapat
teoretis tentang usia dewasa antara membaca catatan Euis Nurlaelawati,
Modernization, Tradition, and Identity: The
13
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Kompilasi Hukum Islam and Legal Practice in
Adillatuhu, terj. Abdul Hayyi al-Kattani, dkk., the Indonesian Religious Courts, (Amsterdam:
(Jakarta: Gema Insani, 2011), Jilid 9, hlm. 172. ICAS/Amsterdam University Press, 2010),
14
Taufiqurrahman Syahuri, Legislasi Hukum hlm. 161-162.
18
Perkawinan di Indonesia: Pro-Kontra Ibid.
19
Pembentukannya Hingga Putusan Mahkamah Beberapa yang telah penyusun konfirmasi
Konstitusi, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 225. langsng. Lihat dalam Muhammad Jihadul
15
Lihat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Hayat, “Konflik Waris di Pengadilan Agama
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Selong: Kajian Faktor dan Alasan Berperkara”

Journal Equitable 53
Vol. 3 No. 1 Tahun 2018 Muhammad Jihadul Hayat

Tak berhenti pada KHI, diskursus


usia perkawinan terus berjalan. Sekitar Dalam hal penyimpangan
2004, usia perkawinan kembali dikritisi terhadap ayat (1) pasal ini dapat
dan digadang menjadi salah satu tema meminta dispensasi kepada
Pengadilan atau pejabat lain yang
pembaharuan bersama dengan tema
ditunjuk oleh kedua orang tua
lain.20 Dalam rentang tahun ini, Counter pihak pria maupun pihak wanita.
Legal Draft (CLD) KHI mengajukan
revisi usia perkawinan bagi perempuan Norma ini—ayat (2) pasal 7 UU
dari 16 ke 19 dan laki-laki 19 ke 21.21 No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan—
Persis sama dengan usia perkawinan adalah dasar hukum bagi praktik
dalam RUU-UUP 1973. Pada tahun dispensasi nikah yang diberikan oleh
2010, KHI, dengan beberapa inovasi, Pengadilan apabila ada kasus
diajukan menjadi RUU Undang-Undang permohonan dispensasi kawin.
Hukum Materiil Peradilan Agama Penyimpangan dalam ayat (2) di atas
(RUU-HMPA). Pada draft HMPA ini, tidak dijelaskan lebih lanjut oleh undang-
usia perkawinan sama dengan di RUU- undang, tetapi dapat dimengerti yang
UUP. Tetapi hingga sekarang, draft-draft dimaksud penyimpangan adalah kasus
inovasi tersebut belum diundangkan. belum cukup usia untuk melangsungkan
Peraturan perundang-undangan perkawinan. Eksistensi ayat (2) ini,
Indonesia sangat jelas menyebutkan menurut penyusun, melenturkan
bahwa usia minimal seorang dapat kekakuan batas usia perkawinan
melangsungkan perkawinan adalah 19 sebagaimana ayat sebelumnya.
tahun bagi calon pengantin laki-laki dan Konsekuensinya, para hakim dapat
16 tahun bagi calon perempuan.22 Secara dengan bebas menetapkan kasus
gramatikal, menurut penyusun, norma dispensasi sesuai situasi dan kondisi.
undang-undang perkawinan khususnya Bahkan secara radikal dapat dikatakan
ayat (1) pasal 1 memiliki preskripsi hakim memiliki kewenangan melegalkan
tunggal, yaitu menentukan secara perkawinan anak, alih-alih berpegang
definitif usia minimal kebolehan teguh pada fleksibilitas hukum Islam dan
seseorang melakukan perkawinan. mencegah terjadinya mudarat yang lebih
Menyambung ayat (1), pada ayat (2) besar.23 Untuk melihat tujuan hukum
pembuat undang-undang juga secara
normatif mengantisispasi apabila terjadi
penyimpangan dalam hal usia ini. 23
Menurut beberapa hasil penelitian alasan
Tertulis sebagai berikut: diajukannya dispensasi kawian ke pengadilan
sekaligus yang menyebabkan terjadinya
pernikahan dini yaitu, pertama yang terkait
skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun dengan anak sendiri antara lain: (1) tidak
2015, hlm. 112-118. sekolah; (2) telah melakukan hubungan
20
Lihat Nurlaelawati, Modernization, hlm. 124. biologis; (3) hamil sebelum menikah. Kedua,
21
Lihat CLD-KHI pasal 7. di luar diri anak antara lain: (1) kehawatiran
22
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun orang tua terhadap anaknya melanggar agama;
1974 tentang Perkawinan. (2) kondisi ekonomi; dan (3) faktor adat dan

54 Journal Equitable
Muhammad Jihadul Hayat Vol. 3 No. 1 Tahun 2018

pembuat undang-undang dalam psikologis untuk mewujudkan tujuan


merumuskan umur perkawinan berikut perkawinan, sehingga anak yang lahir
penyusun kutip secara langsung. dari perkawinan tersebut mendapatkan
pengasuhan dari orang yang sudah
Undang-undang ini menganut dewasa. Selain itu, apabila terjadi suatu
prinsip, bahwa calon suami isteri goncangan baik itu konflik maupun
itu harus telah masak jiwa masalah lain dalam keluarga, suami dan
raganya untuk dapat
istri dapat merespon dengan pendekatan
melangsungkan perkawinan, agar
supaya dapat mewujudkan tujuan yang lebih bijak sehingga keharmonisan
perkawinan secara baik tanpa keluarga dapat dilindungi. Unsur kedua,
berakhir pada perceraian dan kematangan raga adalah upaya biologis
mendapat keturunan yang baik untuk menjaga kesehatan ibu dan calon
dan sehat. Untuk itu harus anak. Dalam hal ini adalah kesiapan alat-
dicegah adanya perkawinan alat reproduksi perempuan untuk
diantara calon suami isteri yang
melahirkan. Hal ini menentukan
masih dibawah umur. Disamping
itu, perkawinan mempunyai kelangsungan hidup ibu saat proses
hubungan dengan masalah bersalin. Hal ini relevan dengan progres
kependudukan. Ternyatalah teknologi kesehatan saat itu, yakni teknik
bahwa batas umur yang lebih melahirkan masih tradisional. Jarang
rendah bagi seorang wanita untuk menggunakan operasi sesar seperti hari
kawin mengakibatkan laju ini. Unsur ketiga, kontrol kependudukan
kelahiran yang lebih tinggi.
adalah upaya negara dalam menata
Berhubung dengan itu, maka
undang-undang ini menentukan struktur masyarakat, dalam hal ini adalah
batas umur untuk kawin baik bagi mengontrol angka kelahiran bayi.
pria maupun bagi wanita, ialah 19 Semakin muda seseorang kawin maka
(sembilan belas) tahun bagi pria durasi produktifnya semakin lama.
dan 16 (enam belas) tahun bagi Semakin berpotensi meghambat program
wanita.24
keluarga berencana. Menurut penyusun,
Berdasarkan penjelasan ini tidak hanya tentang kontrol angka
terdapat beberapa unsur tentang kelahiran, tetapi juga upaya negara
pengaturan batas minimal usia dalam mensukseskan peningkatan taraf
perkawinan antara lain: (a) prinsip pendidikan bagi rakyat, yaitu dengan
kematangan jiwa; (b) prinsip kematangan menunda perkawinan menurut jenjang
raga; dan (c) prinsip kontrol pendidikan. Usia 19 bagi laki-laki adalah
kependudukan. Pada unsur pertama, usia lulus tingkat SMA dan 16 adalah
kematangan jiwa adalah upaya usia lulus SMP bagi wanita. Secara
graduil digerakkan menuju lulus D3 atau
S1 dengan estimasi usia 21-22 tahun.
budaya. Lihat Khoiruddin Nasution, Hukum
Perdata (Keluarga) Islam, hlm. 384-387.
24
Penjelasan umum Nomor 4 huruf d UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan

Journal Equitable 55
Vol. 3 No. 1 Tahun 2018 Muhammad Jihadul Hayat

C. Usia Perkawinan di Negara- 16 Turki* 17 15


Negara Muslim 17 Yordania 16 15
Seperti di Indonesia, di negara muslim 18 Saudi Arabia - -
lainnya sebagian besar mengatur tentang 19 Sudan - -
usia perkawinan. Terdapat beberapa
sikap dari berbagai negara muslim Berdasarkan tabel di atas dapat
tersebut tentang batasan usia perkawinan. ditulis bahwa mayoritas negara-negara
Setidaknya dapat dikelompokkan muslim membedakan antara laki-laki dan
menjadi tiga yaitu: (1) menetapkan usia perempuan, sedangkan yang
minimal perkawinan dengan menyamakan adalah Iraq, Somalia,
membedakan antara usia laki-laki dan Yaman Utara, dan Maroko. Di Maroko
usia wanita; (2) menetapkan usia pada tahun 2004 usia minimal
perkawinan yang sama antara laki-laki perkawinan bagi perempuan, semula 15,
dan perempuan; (3) tidak menetapkan diubah menjadi 18, menyamai laki-laki.
usia seperti Saudi Arabia, dan hanya Peningkatan ini menyebabkan kaum
menyebutkan masa pubertas seperti islamis melakukan protes keras dengan
Sudan. Variasi standar usia di berbagai berargumentasi bahwa ini berpotensi
negara muslim dapat dilihat dalam tabel menjadi sumber kehancuran moral. Pasal
berikut. 20 al-Mudawwana meberikan
kemungkinan bagi hakim untuk
Tabel 1 membebaskan perempuan dibawah 18,
Usia Perkawinan di Negara Muslim memberikan mereka izin perkawinan
Usia Usia pada usia yang lebih muda setelah
Negara mendengar keterangan orang tua. Karena
No Lk Pr
1 Maroko 18 18 belum mencapai usia perkawinan para
2 Irak 18 18 perempuan membutuhkan wali untuk
3 Somalia 18 18 menandatangani kontrak perkawinan
4 Yaman Utara 15 15 sekaligus izin untuk menikah.25
5 Algeria 21 18 Khususnya Saudi Arabia, pada
6 Bangladesh 21 18 April 2005, Grand Mufti Abdulaiz al-
7 Tunisia 20 17
25
8 Mesir 18 16 Leon Busken, “Sharia and National Law in
Morocco” dalam Jan Michiel Otto (e.d.),
9 Libanon 18 17 Sharia Incorporated: A Comparative Overview
10 Libia 18 16 of the Legal Systems of Twelve Muslim
Malaysia 18 16 Countries in Past and Present, (Leiden: Leiden
11
University Press, 2010), hlm. 114-115.
Yaman Sebelumnya pada tahun 1958 usia perkawinan
18 16
12 Selatan bagi perempuan adalah 15 dan bagi
13 Pakistan 18 16 perkawinan yang dilakukan sebelum berusia 21
tahun harus dengan izin wali. Lihat Tahir
14 Syiria 18 17 Mahmood, Family Law Reform in the Muslim
15 Afganistan 18 16 World, (Bombay: Tripathi PVT LTD, t.t.), hlm
117.

56 Journal Equitable
Muhammad Jihadul Hayat Vol. 3 No. 1 Tahun 2018

Shaykh menyatakan bahwa kawin paksa Diantara negara yang menerapkan ini
bertentangan dengan syariah dan pelaku antara lain India dan Pakistan.29 Kedua,
yang melakukannya harus dihukum negara secara otomatis tidak
penjara. Hal tersebut diutarakan karena, mencatatkan perkawinan di bawah umur
kawin paksa adalah alasan mengapa serta tidak mengakui akibat-akibat
angka perceraian di Saudi Arabia terus hukumnya seperti Mesir.30 Mesir tidak
meningkat. Pada Juli 2008, ketua Komite menganggap perkawinan di bawah umur
Urusan Keluarga Dewan Konsultatif itu itu tidak sah tetapi lebih kepada
menyatakan perlunya menerapkan melarang pengadilan menjamu
hukum untuk menghentikan laju angka persengketaan yang berdasarkan
perceraian khususnya untuk mengekang perkawinan yang belum dicatatkan
praktik kesewanang-wenangan suami tersebut dan juga melarang pejabat yang
menceraikan istrinya. Pada tahun 2009, berwenang mencatat perkawinan
31
seperti dikutip oleh media masa, Grand tersebut. Hal yang sama juga terjadi di
Mufti yang sama menyatakan bahwa Yordania. di Ketiga, negara
gadis 10 atau 12 tahun dapat menikah. membolehkan nikah di bawah umur
Oleh karena itu perlu dicatat bahwa tanpa memberikan sangsi apa-apa tetapi
semua pernyataan tersebut problematis dengan syarat izin orang tua dan
dan menunjukkan tidak ada hukum Saudi penetapan pengadilan.
Arabia yang mengatur usia minimum
perkawinan baik bagi laki-laki maupun D. Nash dan Tujuan Hukum
perempuan.26 Tak jauh berbeda dengan Penetapan Usia Perkawinan
Saudi, Sudan tidak menetapkan usia i) Nash
minimal perkawinan tetapi menyatakan Pada sub judul B di atas sebenarnya
bahwa pihak yang ingin melangsungkan sudah dijelaskan konsep fikih
perkawinan harus melewati usia pubertas
dan keinginan itu harus karena kehendak 29
Di Pakistan, sesuai dengan Child Merriage
sendiri.27 Restraint Act 1929 dan diamandemen tahun
Selain variasi penetapan angka 1961 bahwa para pihak yang terlibat dalam
perkawinan di atas, terdapat beberapa pernikahan akan dihukum jika tidak
mengindahkan usia perkawinan tersebut, yaitu:
perbedaan sikap negara dalam menyikapi (1) suami, jika umurnya diatas 18 tahun; (2)
perkawinan di bawah umur.28 Pertama, orang yang, memiliki tanggung jawab atas
negara menghukum pelaku pelanggaran. pihak yang masih dibawah umur,
mempromosikan, mengizinkan, atau lalai
mencegah perkawinan; dan (3) Orang yang
melaksanakan upacara pernikahan. Lihat Tahir
26
Esther van Eijk, “Sharia and National Law in Mahmood, Family Law Reform, hlm. 253.
30
Saudi Arabia” dalam dalam Jan Michiel Otto Ibid., hlm. 50.
31
(e.d.), Sharia Incorporated, hlm. 164. JND. Anderson, “Law Reform in the Middle
27
Olaf Kondgen. “Shari‟a and National Law in East” International Affaisrs (Royal Institute of
the Sudan” dalam Jan Michiel Otto (e.d.), Internatinal Affairs 1944-), Vol. 32, No. 1
Sharia Incorporated, hlm. 207. (Jan., 1956), hlm. 47. Lihat pula, N.J. Coulson,
28
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata “ Reform Family Law in Pakistan” Studia
(Keluarga) Islam, hlm. 379. Islamica, No. 7 (1957), hlm. 142.

Journal Equitable 57
Vol. 3 No. 1 Tahun 2018 Muhammad Jihadul Hayat

konvensional yang berkaitan dengan maka masa iddah mereka adalah


pernikahan sebelum dewasa. Baik itu tiga bulan; dan begitu (pula)
didasarkan pada nash al-qur‟an, hadis, perempuan-perempuan yang tidak
haid. Dan perempuan-perempuan
dan asar sahabat. Kesimpulan fikih di
yang hamil, waktu iddah mereka
atas bukanlah sesuatu yang final, oleh itu ialah sampai mereka
karena itu dalam sub bab ini, nash yang melahirkan kandungannya. Dan
berkaitan dengan usia perkawinan akan barang -siapa yang bertakwa
dilihat kembali, khusus melihat kepada Allah, niscaya Allah
kepentingan usia perkawinan dan menjadikan baginya kemudahan
potensinya bagi perceraian. Setidaknya dalam urusannya.”
terdapat dua ayat al-Qur‟an yan berkaitan
“Dan ujilah anak yatim itu sampai
tentang usia perkawinan meskipun tidak mereka cukup umur untuk kawin.
disebut secara langsung.yaitu, an-Thalaq Kemudian jika menurut
ayat 4 dan an-Nisa ayat 6. Masing pendapatmu mereka telah cerdas
masing berikut. (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-
َّٰٓ
‫سآَّٰئِ ُك ۡم‬ ِ ‫َوٱلـِي يَئِ ۡسنَ مِنَ ۡٱل َم ِح‬
َ ّ‫يض ِمن ِن‬
hartanya. Dan janganlah kamu
َّٰٓ makan harta anak yatim lebih dari
‫إِ ِن ۡٱرت َۡبت ُ ۡم فَ ِعدت ُ ُهن ثَلَثَةُ أ َ ۡش ُه ٖر َوٱلـِي لَ ۡم‬ batas kepatutan dan (janganlah
‫ض َۚنَ َوأ ُ ْولَتُ ۡٱۡل َ ۡح َما ِل أ َ َجلُ ُهن أَن‬ ۡ ‫َي ِح‬ kamu) tergesa-gesa
َۚ
ِ ‫ضعۡ نَ َحمۡ لَ ُهن َو َمن يَت‬
‫ق ٱَّللَ يَ ۡج َعل لهُۥ‬ (membelanjakannya) sebelum
َ َ‫ي‬ mereka dewasa. Barang siapa (di
32
‫ِم ۡن أَمۡ ِرهِۦ ي ُۡس ٗرا‬ antara pemelihara itu) mampu,
maka hendaklah ia menahan diri
‫َو ۡٱبتَلُواْ ۡٱليَت َ َمى َحت َّٰٓى إِذَا بَلَغُواْ ٱل ِنّ َكا َح‬ (dari memakan harta anak yatim
‫فَإ ِ ۡن َءان َۡستُم ِ ّم ۡن ُه ۡم ُر ۡشدٗا فَ ۡٱدفَعُ َّٰٓواْ ِإلَ ۡي ِه ۡم‬ itu) dan barangsiapa yang miskin,
maka bolehlah ia makan harta itu
‫ارا أَن‬ ً َ‫أَمۡ َولَ ُه ۡۖۡم َو ََل ت َۡأ ُكلُو َها َّٰٓ ِإ ۡس َر ٗافا َوبِد‬ menurut yang patut. Kemudian
‫غنِ ٗيّا فَ ۡليَ ۡست َعۡ ِف ۡۖۡف َو َمن‬ َ َ‫يَ ۡكبَ ُرو َۚاْ َو َمن َكان‬ apabila kamu menyerahkan harta
ِ َۚ ‫َكانَ فَ ِق ٗيرا فَ ۡل َي ۡأ ُك ۡل ِب ۡٱل َمعۡ ُر‬
kepada mereka, maka hendaklah
‫وف فَإِذَا دَفَعۡ ت ُ ۡم‬
kamu adakan saksi-saksi (tentang
ِ‫علَ ۡي ِه َۡۚم َو َكفَى بِٱَّلل‬ َ ْ‫إِلَ ۡي ِه ۡم أَمۡ َولَ ُه ۡم فَأ َ ۡش ِهدُوا‬ penyerahan itu) bagi mereka. Dan
33
‫َحسِيبٗ ا‬ cukuplah Allah sebagai Pengawas
(atas persaksian itu).”
ii) Arti Nash iii) Konten Nash
Pada at-Talaq ayat 4 ini dibicarakan
“Dan perempuan-perempuan
tentang masa iddah perempuan yang
yang tidak haid lagi (monopause)
di antara perempuan- dianggap sudah tidak lagi memiliki masa
perempuanmu jika kamu ragu- haid, dengan kata lain perempuan
ragu (tentang masa iddahnya), tersebut adalah perempuan monopaus.
Juga ayat ini membicarakan tentang
32
33
At-Thalaq 65:4. masa iddah perempuan yang sedang
An-Nisa 4:6.

58 Journal Equitable
Muhammad Jihadul Hayat Vol. 3 No. 1 Tahun 2018

hamil. Bagi perempuan yang sudah tidak dalam ayat tersebut mungkin merujuk
haid lagi masa iddahnya tiga bulan, pada wanita dengan beberapa kecacatan
sedangkan wanita hamil masa iddahnya fisik yang mencegahnya menstruasi dan
hingga melahirkan. Menurut Shihab, bisa jadi mereka berusia lebih dari 30
sebenarnya ayat ini juga menekankan tahun.36 Oleh karena itu ayat ini bukan
pada pentingnya bertaqwa, yakni dengan berarti membawa anjuran untuk
menyatakan “barang siapa yang durhaka mengesahkan perkawinan anak kecil atau
kepada Allah dan tidak memelihara sebelum dewasa.37
ketentuan ini, maka dia akan mengalami Justru sebaliknya, tampak lebih
kesulitan dalam hidupnya” dan jelas dalam ayat kedua, yaitu an-Nisa
sebaliknya bagi yang mengutamakan ayat 6 yang menjelaskan tentang standar
taqwa segala urusannya lebih mudah.34 kondisi perempuan untuk menikah,
Yang dimaksud dengan kesulitan dalam misalnya kata kunci bulug atau rusyd.
ayat ini, yang paling dekat, adalah Ayat ini dapat dipahami bahwa terdapat
kesulitan dalam rumah tangga. rekomendasi bagi para wali dari anak
Perdebatan dalam ayat in adalah yatim untuk menahan harta anak yatim
pemaknaan pada perempuan yang tidak sampai mereka memiliki cukup umur
haid. Perempuan tidak haid yang dituju untuk melangsungkan pernikahan atau
ayat ini apakah tidak haid karena jika mereka telah sanggup mengelola
monopaus atau karena belum cukup usia. harta mereka secara mandiri. Menurut
Jika mengacu pada peristiwa ini, Quraish Shihab bahwa kata ruyd yang
tampaknya berkorelasi dengan progres digunakan bukan bentuk definitif atau
masyarakat pada saat itu yang (barang makrifat. Oleh karena itu kecerdasan dan
kali) telah mempraktikkan perkawinan kestabilan mental yang dimaksud dalam
dini. Maka yang mengatakan itu juga ayat ini adalah kondisi sedang memasuki
mencakup wanita yang belum pubertas gerbang dewasa.38 Sedangkan menurut
merupakan dominasi zamannya. Oleh Hamka, makna rusyd dalam ayat ini
karena ayat ini memang turun sebagai adalah adanya kecerdikan, kemampuan
respon kondisi masyarakat masa itu. atau kesanggupan berniaga untuk
Tetapi di sisi yang lain, menurut mengembangkan hartanya.39
sebagian yang lain, tak ada dalam ayat di Berdasarkan hal ini, dikatakan bahwa
atas mengindikasikan bahwa orang yang batas umur pada ayat ini tidak disebutkan
tidak haid adalah gadis yang belum dengan redaksi angka sehingga untuk
pubertas.35 Redaksi allai lam yaidna
Islamic Legal Tradition, (London: I.B.Tauris,
2013), hlm. 87
36
Ibid.
34 37
Ibid., hlm. 299. Ibid.
35 38
Aicha El Hajjami, “The Religious Arguments Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Kesan,
in the Debate on the Reform of the Moroccan Pesan dan Keserasian Al-Qur’an, cet. I,
Family Code” terj. Christian Moe dalam Ziba (Jakarta: Lentera Hati, 2000), Vol. 2, hlm. 334.
39
Mir-Hosseini, dkk., Gender and Equality in Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka
Muslim Family Law: Justice and Ethics in Panjimas, 1983), Juz IV, hlm. 265-266.

Journal Equitable 59
Vol. 3 No. 1 Tahun 2018 Muhammad Jihadul Hayat

mengiranya menggunakan pendekatan sedang hamil. Lalu turunlah surat at-


kecerdasan dan kecakapan dalam Thalaq ayat 4 dengan menegaskan bahwa
mengelola harta. Oleh karena itu, masa iddah bagi mereka ialah tiga bulan,
penarikan usia minimal perkawinan dan bagi wanita yang hamil sampai
melalui surat ini mengacu pada kualitas melahirkan. Dalam riwayat lain juga
manusia, yaitu cerdas secara ekonomi dikemukakan bahwa Khalad bin Amr bin
dan cakap hukum untuk melakukan al-Jamuh bertanya kepada Nabi tentang
transaksi keuangan. iddah wanita yang sudah tidak haid lagi.
Bedasarkan pendekatan ini, usia Lalu turunlah ayat 4 ini atas untuk
minimal dapat diambil dari prinsip ini, menjawab pertanyaan tersebut.40
yaitu memelihara harta. Jika memelihara
harta saja mensyaratkan kemapanan akal v) Historisitas Arab
dalam ekonomi, maka perkawinan Historisitas arab pada saat itu tampaknya
sebagai upaya menjaga keturunan dan memang tidak menentukan batas usia
kehormatan perlu juga mengakomodasi sebagai ukuran kedewasaan melainkan
syarat ini. Oleh karena jika untuk melihat kemampuan menanggung beban atau
usia perkawinan harus memperhatikan kemampuan bertanggung jawab. Oleh
usia dan besar kecilnya resiko yang karena itu, kedewasaan bukan
ditimbulkan. Jika dilihat dari sisi sadd bergantung pada usia tetapi progres
az-Zari’ah maka kebolehan menikah zaman. Tentang wanita, sebagaimana
pada usia rendah harus ditinggalkan demi diakui secara umum dalam kebanyakan
tidak terjadinya kerusakan yang lebih literatur bahwa posisi wanita adalah
besar. Misalnya dalam hal ini adalah inferior sehingga mengawinkan dan
potensi meninggalnya ibu muda saat mengawini anak perempuan oleh laki-
proses perceraian. Jika menggunakan laki dewasa dapat terjadi.41 Meskipun
pendekatan maslahah, maka perkawinan juga dalam beberapa kasus tertentu
di usia matang akan lebih memberikan adalah sebaliknya.42
manfaat daripada menikah di usia dini.

40
iv) Asbab an-Nuzul Nash A. Mudjab Mahalli, Asbabun Nuzul, (Jakarta:
Raja Grafindo, 2002), hlm. 827.
Adapun tentang sebab turunnya surat at- 41
Tentang posisi inferior perempuan misalnya
Thalaq ayat 4 ini adalah adanya riwayat dalam Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak
yang menjelaskan tentang pertanyaan Perempuan Perspektif Islam atas Kesetaraan
Gender, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,
para sahabat pada saat turun ayat tentang 2002), hlm. 1-7; Fatima Umar Nasif,
iddah dalam surat al-Baqarah ayat 226- Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan
237. Para sahabat bertanya kepada Nabi Idealisme Gender Sesuai Tuntutan Islam, terj.
Burhan Wirasubrata, dkk. (Jakarta: Cendekia
tentang iddah wanita yang belum disebut Sentra Muslim, 1999), hlm. 59.
42
(di dalam al-Quran) yaitu iddah wanita Lihat Leila Ahmed, Wanita dan Gender dalam
Islam: Akar Historis Perdebatan Modern,
muda (yang belum haid), iddah wanita (Jakarta: Lentera, 2000), diartikulasikan
yang sudah tua, dan iddah wanita yang beberapa wanita memiliki kekuasaan dan
superioritas.

60 Journal Equitable
Muhammad Jihadul Hayat Vol. 3 No. 1 Tahun 2018

Tentang pernikahan Nabi dengan apabila subjek yang melangsungkan


„Aisyah, jika argumentasi penolakannya perkawinan disyaratkan memenuhi batas
adalah suatu tindakan yang khusus usia tertentu. Oleh karena itu hanya ada
berlaku hanya bagi Nabi maka dua opsi: (a) perkawinan boleh
bagaimana dengan praktik yang dilaksanakan oleh mereka yang dibawah
dilakukan oleh para sahabat yang umur dengan resiko-resiko tersebut
menikahkan anak perempuan mereka karena nash tidak mempersyaratkan
yang masih berusia muda. Alasan batas usia tertentu untuk melangsungkan
penolakan ini dilematik khusus bagi Nabi perkawinan; atau (b) yang melakukan
tetapi dilakukan oleh sebagian sahabat. perkawinan disyaratkan harus mencapai
Lalu bisa dikatakan itu adalah sunnah usia dewasa dengan resiko yang
atau asar sahabat. Bagi hadis-hadis minimal, namun usia itu tidak ditentukan
hukum, terutama tentang mu‟amalah secara definitif dalam nash. Berdasarkan
dapat saja dipinjam pendekatan Syahrur hal ini, opsi kedua lebih sesuai dengan
tentang juga merupakan interpretasi Nabi prinsip dan tujuan perkawinan. Oleh
antara wahyu dengan realitas. Oleh karena itu, usia minimal perkawinan
karena itu, realitas ini lah yang dapat perlu diatur sebagai upaya negara untuk
memungkinkan kita mengecualikan menjaga ketertiban dan kepenting umum.
(tidak mematuhi) sunnah tersebut untuk
menerapkan maslahat yang lebih kuat.
DAFTAR PUSTAKA
E. Kesimpulan
Pada dasarnya perkawinan dapat Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum
dilaksanakan sebelum dewasa. Sekuler: Studi tentang Konflik
Problemnya adalah, perkawinan yang dan Resolusi dalam Sistem
dilakukan oleh perempuan yang belum Hukum Indonesia, Jakarta:
dewasa, meskipun diperbolehkan, Pustaka Alvabet, 2008.
merupakan perkawinan yang beresiko Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih
(darar). Misalnya: (1) perceraian karena Lima Mazhab, terj. Masykur AB,
belum matangnya mentalitas anak di dkk., edisi lengkap, cet. keempat,
Jakarta: Lentera, 1999.
bawah umur dalam menghadapi masalah
rumah tangga yang akan terjadi; (2) Al-Imam Muhammad Sahnun bin Sa‟ad
kesulitan dalam memenuhi nafkah al-Tanukhi, Al Mudawwanah al-
Kubra, (Beirut: Dar Sadir, 1323
keluarga karena belum mandiri dan
H), III, hlm 155 dalam
tidak cakapan hukum dalam transaksi Khoiruddin Nasution, Hukum
dan mengelola harta; (3) potensi Perdata (Keluarga) Islam
kelahiran anak yang tidak sehat; (4) Indonesia dan Perbandingan
potensi kematian ibu akibat kehamilan Hukum Perkawinan di Dunia
pada usia dini serta resiko-resiko yang Muslim: Studi Sejarah, Metode
lain. Resiko-resiko ini dapat diantisipasi Pembaruan, dan Materi,

Journal Equitable 61
Vol. 3 No. 1 Tahun 2018 Muhammad Jihadul Hayat

Yogyakarta: ACAdeMIA dan Tahir Mahmood, Family Law Reform in


TAZZAFA, 2009. the Muslim World, Bombay:
Tripathi PVT LTD, t.t.
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata
(Keluarga) Islam Indonesia dan Leon Busken, “Sharia and National Law
Perbandingan Hukum in Morocco” dalam Jan Michiel
Perkawinan di Dunia Muslim: Otto (e.d.), Sharia Incorporated:
Studi Sejarah, Metode A Comparative Overview of the
Pembaruan, dan Materi, Legal Systems of Twelve Muslim
Yogyakarta: ACAdeMIA dan Countries in Past and Present,
TAZZAFA, 2009. Leiden: Leiden University Press,
2010.
Al-Imam „Alau al-Din Abi Bakar bin
Mas‟ud al-Kasani, Kitab Badai’u Esther van Eijk, “Sharia and National
al-Sanai’u fi Tartib al-Sharai’, Law in Saudi Arabia” dalam
Beirut: Dar al-Fikr, 1996. dalam Jan Michiel Otto (e.d.),
Sharia Incorporated: A
Imam Muslim, Shahih Muslim, Riyadh:
Comparative Overview of the
Baitul Afkar ad-Dauliyah, 1997.
Legal Systems of Twelve Muslim
Imam Syafi‟i, Ringkasan Kitab Al-Umm, Countries in Past and Present,
terj. Imron Rosadi, dkk., Jakarta: Leiden: Leiden University Press,
Pustaka Azzam, 2009. 2010.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Olaf Kondgen. “Shari‟a and National
Adillatuhu, terj. Abdul Hayyi al- Law in the Sudan” dalam Jan
Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Michiel Otto (e.d.), Sharia
Insani, 2011), Jilid 9, hlm. 172. Incorporated: A Comparative
Taufiqurrahman Syahuri, Legislasi Overview of the Legal Systems of
Hukum Perkawinan di Indonesia: Twelve Muslim Countries in Past
Pro-Kontra Pembentukannya and Present, Leiden: Leiden
Hingga Putusan Mahkamah University Press, 2010.
Konstitusi, (Jakarta: Kencana, JND. Anderson, “Law Reform in the
2013), hlm. 225. Middle East” International
Muhammad Jihadul Hayat, “Konflik Affaisrs (Royal Institute of
Waris di Pengadilan Agama Internatinal Affairs 1944-), Vol.
Selong: Kajian Faktor dan Alasan 32, No. 1 (Jan., 1956).
Berperkara” skripsi UIN Sunan N.J. Coulson, “ Reform Family Law in
Kalijaga Yogyakarta tahun 2015. Pakistan” Studia Islamica, No. 7
Euis Nurlaelawati, Modernization, (1957).
Tradition, and Identity: The Aicha El Hajjami, “The Religious
Kompilasi Hukum Islam and Arguments in the Debate on the
Legal Practice in the Indonesian Reform of the Moroccan Family
Religious Courts, Amsterdam: Code” terj. Christian Moe dalam
ICAS/Amsterdam University Ziba Mir-Hosseini, dkk., Gender
Press, 2010. and Equality in Muslim Family
Law: Justice and Ethics in

62 Journal Equitable
Muhammad Jihadul Hayat Vol. 3 No. 1 Tahun 2018

Islamic Legal Tradition, London:


I.B.Tauris, 2013.
A. Mudjab Mahalli, Asbabun Nuzul,
Jakarta: Raja Grafindo, 2002.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah:
Kesan, Pesan dan Keserasian Al-
Qur’an, cet. I,(Jakarta: Lentera
Hati, 2000.
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983, Juz IV.
Haifaa A. Jawad, Otentisitas Hak-Hak
Perempuan Perspektif Islam atas
Kesetaraan Gender, (Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, 2002), hlm.
1-7;
Fatima Umar Nasif, Menggugat Sejarah
Perempuan: Mewujudkan
Idealisme Gender Sesuai
Tuntutan Islam, terj. Burhan
Wirasubrata, dkk. Jakarta:
Cendekia Sentra Muslim, 1999.
Leila Ahmed, Wanita dan Gender dalam
Islam: Akar Historis Perdebatan
Modern, Jakarta: Lentera, 2000.
Infoperkara.badilag.net Situs resmi yang
khusus melaporkan laju perkara
di PA Seluruh Indonesia, diakses
19 Maret 2017.
http://news.detik.com/berita/2916183/me
nsos-ada-41-juta-anak-terlantar-
di-indonesia diakses 19 Maret
2017.

Journal Equitable 63

Anda mungkin juga menyukai