Anda di halaman 1dari 16

Penerapan Pendekatan Behavioral dalam membantu menangani masalah anak pecandu

Narkoba

Oleh

Nama : Rut Santa Lusia Sihombing

Nim :18010151

Sekolah Tinggi Diakones HKBP Balige

Tahun Ajaran 2020/2021 Ganjil


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang begitu pesat searah dengan
kemajuan zaman, yang dimana hal tersebut berbanding lurus dengan pola pikir dan tingkah laku
masyarakat itu sendiri, sehingga dengan perkembangan zaman tersebut maka masyarakat
memerlukan peraturan sebagai acuan atau pedoman untuk mengontrol perkembangan
masyarakat kearah yang positif, maka dalam hal ini hukum merupakan hal yang sangat berperan
penting. Dalam kenyataan sehari-hari, meskipun telah dibuatnya suatu peraturan hukum untuk
mengatur kehidupan masyarakat tetap saja ada beberapa orang atau sekelompok orang yang tidak
taat pada aturan hukum tersebut dan hal ini disebut sebagai tindak pidana, tindak pidana yang
paling mendapat sorotan dalam beberapa tahun belakangan di negara Indonesia adalah tindak
pidana penggunaan narkotika. Perkembangan tindak pidana narkotika di Indonesia semakin
menakutkan dalam kehidupan masyarakat, terbukti bahwa angka perkembangan kejahatan
narkotika dari tahun ke tahun bertumbuh dengan sangat pesat, sekalipun telah ada Undang-
Undang yang mengatur tentang narkotika,akan tetapi korban yang tanpa memandang umur dan
status sosial semakin banyakterjerat dalam lingkaran setan yang disebabkan oleh narkotika
seperti halnya mereka yang telah kecanduan narkotika, dan Ironisnya yang menjadi korban
mayoritas adalah kalangan remaja dan pemuda yang merupakan penerus bangsa.
Penyalahgunaan narkotika merupakan jenis kejahatan yang potensial terjadi dimana saja, baik
diperkotaan maupun di perdesaan.1

Terjadinya persoalan tersebut menimbulkan pertanyaan siapa yang berwenang untuk


menangani persoalan tersebut. Sebab dalam Pasal 28 huruf I ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik IndonesiaTahun 1945 di jelaskan bahwa untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi Disinilah tampak bahwa
negara melindungi warga negaranya melalui sarana hukum, yaitu hukum pidana. Pada prinsipnya
bila terjadi tindak pidana apabila semakin meningkat sangat merugikan masyarakat, bangsa, dan
1
Koesno Adi, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Satara Press, Malang: 2014, hlm. 129.
negara, kerugiankerugian dapat membawa dampak negatif di bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, hukum, rendahnya moralitas, dan kerugiankerugian lainnya.2

“Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi


yang luas, bailk dari sudut medik, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial.” 3
Sarondansaron (1993) mendefinisikan penyalahgunaan zat sebgai penggunaan bahan kimia, legal
atau illegal, yang menyebabkan kerusakan fisik, mental dan social seseorang 4 Kejahatan
Narkotika dan Psikotrapika, merupakan kejahatan kemanusiaan yang berat, yang mempunyai
dampak luar biasa, terutama pada generasi muda suatu bangsa yang beradab.

Kejahatan narkotika merupakan kejahatan lintas negara, karena penyebaran dan


perdagangan gelapnya, dilakukan dalam lintas batas negara. Dalam kaitannya dengan negara
Indonesia, sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang
menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Secara umum, dalam
setiap negara yang menganut paham negara hukum terdapat tiga prinsip dasar, yaitu supremasi
hukum (supremacy of law), kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law), dan
penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).5

Tindakan rehabilitasi merupakan tindakan yang tepat sehingga dapat membantu pelaku
sekaligus korban penyalah guna narkotika tersebut untuk direhabilitasi sesuai haknya.
Rehabilitasi dapat memberikan kesempatan pada pelaku sekaligus korban untuk melanjutkan
cita-cita hidupnya sesuai haknya. Hal ini berkaitan dengan hak hidup seseorang dan sekaligus
pelaku atau korban tersebut merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi serta
mendapatkan perlakuan yang layak sekalipun mereka merupakan pelaku atau korban narkotika.
Selain untuk mendapatkan penyembuhan dalam masa rehabilitasi, juga sekaligus dapat
mengasah keterampilan mereka dalam bentuk pengarahan, daripada membiarkan korban atau
pelaku narkotika tersebut ke dalam proses dehumanisasi.6

Berdasarkan paparan di atas yang menjadi rumusan masalah ialah:

2
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban Dan Saksi, Sinar Grafika, Jakarta: 2011, hlm. 13.
3
Tina Afatin, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Dengan Program Aji, Gadjah Mada University Press, hal 12
4
Ibid. 13
5
Akhmad Ali, 2008, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam Bidang Hukum, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, hal. 12.
6
Badan Narkotika Nasional, 2009, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Dini, Jakarta: BNN, hal. 4.
1. Bagaimana proses atau tahapan Rehabilitasi yang dilakukan panti rehabilitasi ini?
2. Apakah tantangan yang dihadapi dalam melakukan rehabilitas narkoba ini?
3. Cara apa yang dilakukan dalam melakukan pendampingan terhadap pasien
rehabilitasi narkoba?

Tujuan yang ingin dicapai:

1. Untuk mengetahui penerapan rehabilitasi terhadap pengguna narkotika


2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Pemerintah dalam penerapan
rehabilitasi
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan pihak pemerintah dalam mengatasi
kendala dalam penerapan rehabilitasi

Manfaat:

1. Untuk menambah pengetahuan penulis, khususnya mengenai Upaya Penerapan


Rehabilitasi Terhadap Pengguna Narkotika
2. Untuk memberikan manfaat bagi pasien agar tetap dapat memberikan
pendampingan kepada mereka.
3. Agar dapat membantu memberikan informasi kepada pasien bagaimana bahaya
dan resiko dalam memakai narkotika
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tahap-Tahap Penyembuhan Rehabilitasi Sosial Pada saat pasien rehabilitasi telah
melewati tahap rehabilitasi medis, maka pasien di nyatakan dapat masuk ketahap rehabilitasi
sosial. Adapun kegiatan rehabilitasi sosial yang di lakukan yakni:7

o Morning Meeting Kegiatan ini di lakukan setiap pagi oleh para rehabilitan.
Bentuk kegiatan ini adalah forum untuk membangun nilai dan kehidupan yang
baru untuk para rehabilitan. Dalam kegiatan ini membacakan filosofi tertulis,
memberikan pernyataan pribadi, mengemukakan konsep hari ini, mendapatkan
nasehat atau peringatan, mendapatkan pengumuman yang berkaitan dengan
kepentingan bersama, dan juga menjalani permainan. Tujuan dari kegiatan ini
semua antara lain untuk mengembalikan kepercayaan diri, melatih kejujuran, dan
mengungkapkan perasaan.
o Enchounter Group Rehabilitan diberikan kesempatan untuk mengungkapkan
perasaan marah, sedih, kecewa, dan perasaan lain. Setiap rehabilitan berhak
menuliskan perasaannya di atas secarik kertas yang di tunjukan kepada orang
tertentu. Kegiatan ini biasanya dilakukan satu kali dalam seminggu dengan durasi
2 jam dan di tutup dengan acara yang sifatnya rileks. Tujuannya agar membangun
komunitas yang sehat, berani mengungkapkan perasaan, meningkatkan tanggung
jawab dan membangun kedisiplinan.
o Static Group Kegiatan ini bertujuan untuk mengubah perilaku pengguna dengan
cara membicarakan isu dalam kegiatan sehari-hari dan kehidupan yang sudah lalu
serta bertujuan untuk membangun kepercayaan diri dan kepercayaan antar sesama
rehabilitan serta mencari solusi dari permasalahan yang ada.
o PAGE (Peer Accountability Group Evaluation) Dalam kegiatan ini pasien
rehabilitasi mendapatkan kesempatan untuk dapat memberikan satu penilaian
positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama rehabilitan serta
7
Khikmatus, Amaliyah, Pusat Rehabilitasi Pengguna Narkoba di Kabupaten Malang, Tugas Akhir (S1) Universitas
Islam Negri, 2015, hlm 25.
meningkatkan kepekaan terhadap perilaku komunitas. Biasanya pasien di
kelompokan kedalam 10 hingga 15 orang dalam hal ini akan dibagas mengenai
perilaku sehingga rehabilitan dapat memberikan refleksi diri.
o Haircut Pasien rehabilitasi yang melakukan kesalahan secara berulang-ulang akan
di berikan sanksi berupa rasa kecewa uang di tunjukan oleh petugas dengan
menaikan volume suara serta menatap secara tajam.
o Weekend Wrap Up Pasien rehabilitasi diberikan kesempatan untuk membahas apa
saja yang di alami selama satu minggu dan terfokus pada rehabilitan yang
mendapat kelonggaran untuk keluar bersama keluarga maupun teman
angkatannya.
o Learning Experiences Ini adalah bentuk sanksi yang diberikan setelah menjalani
haircut, dan general meeting. Tujuan dari fase ini adalah agar rehabilitan bisa
belajar dari pengalaman sehingga mereka bisa mengubah perilaku.

Standar Pelayanan Terapi Rehabilitasi Medis

Dalam upaya melindungi masyarakat dari pelayanan pengobatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan, yang akan merugikan masyarakat diperlukan peningkatan mutu
pelayanan pengobatan yang diberikan, maka perlu ditetapkan persyaratan dalam
penyelenggaraan sarana pelayanan terapi medik korban penyalahgunaan Narkoba.8

 Terapi Lepas Zat / Detoksifikasi. Detoksifikasi dilaksanakan oleh dokter di sarana


pelayanan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pelaksanaannya mengikuti Pedoman Standar Pelayanan Minimal Terapi
Korban Penyalahgunaan Narkoba.
 Terapi Pemeliharaan (Maintenance Therapy). Dilaksanakan oleh dokter.
 Rujukan. Korban penyalahgunaan Narkoba demgam komplikasi medis fisik yang
keluhan fisiknya tidak dapat diatasi dengan sarana dan prasarana serta sumber
daya yang ada harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum yang lebih mungkin
memberikan pengobatan

2.2 Tantangan yang dihadapi dalam melakukan Rehabilitasi Narkoba


8
Nasional Badan Narkotika, STANDAR PELAYANAN MINIMAL TERAPI MEDIK KETERGANTUNGAN NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA DAN BAHAN ADIKTIF LAINNYA (NARKOBA), Jakarta, 2003, hlm 3
Hambatan-hambatan Komunikasi

Hakikat komunikasi sebagai suatu sistem, gangguan komunikasi bisa terjadi pada semua
elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan dimana komunikasi
itu sendiri terjadi. Menurut Shannom dan Weaver gangguan komunikasi terjadi jika terdapat
intervensi yang menggangggu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi pun
tidak dapat berlangsung secara efektif. Sedangkan rintangan komunikasi disini dimaksudkan
ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana
harapan komunikator dan penerima.9

 Hambatan psikologis, hambatan ini umumnya disebabkan olehkomunikator dalam


melancarkan komunikasi tidak mengkaji dulu diri dari komunikan. Komunikasi sulit akan
berhasil jika komunikan sedang sedih, bingung, sedang marah, merasa kecewa, dan
kondisi psikologi lainnya, juga jika komunikasi menaruh prasangka (prejudice) kepada
komunikator.10
 Hambatan Semantis Hambatan ini menyangkut bahasa yang digunakan komunikator
sebagai “alat” untuk menyalurkan isi pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Demi
kelancaran dalam berkomunikasi, komunikator harus benar-benar memperhatikan
gangguan semantik, karena salah ucap atau salah tulis dapat menimbulkan salah
pengertian (misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang pada gilirannya
menimbulkan salah komunikasi (miscommunication).
 Hambatan Mekanis. Hambatan mekanis ini dijumpai pada media yang dipergunakan
dalam melancarkan komunikasi. Contohnya suara telepon yang kurang jelas, berita surat
kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, gambar yang kurang jelas pada televisi dan
lain-lain. Hambatan pada beberapa media tidak mungkin diatasi oleh komunikator tapi
biasanya memerlukan orang-orang yang ahli di bidang tersebut misalnya teknisi.
 Hambatan Ekologis Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses
berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan. Seperti gangguan yang
diakibatkan oleh proses alam. Lingkungan yang kurang kondusif akan menyebabkan
terhambatnya proses komunikasi yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi

9
Hafid Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi(Jakarta :PT Raja GrafindoPersada, 2007), hlm. 153.
10
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 11.
komunikasi ini memang sering terjadi, tentu saja ini berarti lingkungan harus benar-benar
mendukung proses komunikasi agar hambatan ini tidak terjadi.

Hambatan-hambatan yang mengganggu proses komunikasi anatar lain seperti kurangnya


penggunaan sumber komunikasi yang tepat, Penampilan, sikap, dan kecakapan yang kurang tepat
selama komunikasi. Kuranggnya pengetahuan (komptensi). Perbedaan persepsi. Latar belakang
pendidikan, budaya, dan sosial ekonomi. Pesan yang tidak jelas dan disertai prasangka buruk dan
lain-lain sebagainya.11

2.3

Masalah pemulihan dalam penyalahgunaan narkoba (demand reduction) bukan persoalan


yang mudah dibutuhkan waktu yang panjang, usaha yang serius dan disiplin yang tinggi bagi
penyalahgunaan untuk dapat bertahan bebas zat (abstinensia). Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa 90 hari setelah masa detoksifikasi adalah masa yang paling tinggi angka
kekambuhannya (Doweiko, 1999). NIDA tahun 2000 melaporkan bahwa perubahan perilaku
yang signifikan terjadi setelah masa program minimal 3 bulan, artinya program jangka panjang
diharapkan dapat mengatasi masa kritis penderita untuk kembali menggunakan narkoba. Tindak
pidana narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat
baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama dikalangan anak-
anak, remaja dan generasi muda pada umumnya, hal ini dapat dilihat khususnya di Lembaga
Pemasyarakatan dimana sebagian besar warga binaan pemasyarakatan adalah kasus narkotika.
Berdasarkan data tersebut, maka perlu dilakukan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan,
baik pembinaan mental, psikis, spiritual, psikososial maupun life skill. Salah satu implementasi
untuk mewujudkan tujuan pembinaan sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah pelayanan dan rehabilitasi terhadap binaan
pemasyarakatan khususnya bagi para pecandu narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika.12

A. Pendekatan Behavior

11
Herri Zan Piester, Pengantar Komunikasi & Konseling Dalam Praktek Kebidanan, (Jakarta: Prenada Media
Group,2012), hlm. 32.
12
Muhammad Ali Equatora, Rehabilitasi Sosial Pengguna Narkoba (Jakarta: Bitread Publishing, 2017). 3-4
1. Pengertian Pendekatan Behavior Behavioral adalah merupakan salah satu aliran dalam
psikologi. Pendekatan Behavioral adalah pendekatan yang menekankan pada dimensi pada
kognitif individu dan menawarkan berbagai metode yang berorientasi pada tindakan (action-
oriented) untuk membantumengambil langkah yang jelas dalam megubah tingkah laku
(Komalasari 2011). Sedangkan menurut Baraja, Pendekatan Behavioral memandang bahwa
masalah yang dihadapi individu dikarenakan individu salah dalam membuat keputusan atau
mengambil sikap untuk melakukan suatu tindakan. Oleh karena itu pendekatan ini (pendekatan
perilaku) di dalam konselingnya menekankan pada perilaku spesifiik, yaitu perilaku yang
memang berbenturan atau yang berlawanan dengan lingkungan dan diri klien sendiri (Baraja,
1996).

Behaviorisme memandang perilaku manusia sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan luar dan
rekayasa atau conditioning terhadap manusia tersebut. Aliran ini menganggap bahwa manusia
adalah netral, baik atau buruk perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan yang dialami
oleh manusia tersebut. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmani,
dan mengabaikan aspek-aspek mental. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleksrefleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Pendekatan Behavioristik
bersandar pada konsep stimulus dan respon dimana seorang individu akan berperilaku sesuai
stimulus yang ia terima, mempelajarinya kemudian menentukan respon atas stimulus tersebut.
Behavioristik merupakan orientasi teoretis yang didasarkan pada premis bahwa psikologi ilmiah
harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati (observasi behavior).13

Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia


secara langsung. Setiap orang dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan
negatif yang sama, manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial
budayanya, Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.14

Adapun ciri-ciri Konseling Behavior

1. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari dank arena itu dapat di rubah..

2. Perubahan-perubahan khusus terhadapa lingkungan individual dapat membantu dalam


mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Langkah-langkah yang dilakukan konselor untuk
13
Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 123
14
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 195
mengkonseling kliennya dimulai dengan lingkungan sekitar. Ke efektifan dan hasil konseling
dinilai dari perubahan dalam perilaku-periku khusus di luar wawancara prosedur-prosedur
konseling.

3. Prosedur-prosedur konseling tidak statis, tetap atau di tentukan sebelumnya, tetapi dapat
secara khusus didisain untuk membantu memecahkan masalah khusus.15

Pelayanan konseling terhadap bagi kecanduan narkoba. Seseorang yang mengalami kecanduan
narkoba adalah orang yang memiliki ketergantungan obat-obatan yang terlarang. Narkoba
memiliki tiga jenis yaitu psikotropika, psikotropika dan adiktif. Ketiga jenis obat ini sangat
berbahaya jika di konsumsi secara terus menerus dan mengakibatkan kematian.

a. Faktor Kepribadian

b. Faktor Keluarga

c. Faktor Lingkungan dan Masyarakat

Ketiga faktor tersebut menjadi sebab utama seseorang melakukan hal yang dilarang seperti
narkoba. Kepribadian karena adanya kurang pengendalian diri dalam seseorang dan terbiasa
hidup mewah. Faktor keluarga karena tidak ada control dari orang tua dan penerapan sikap
disiplin dan bertanggung jawab. Faktor lingkungan dan masyarakat misalnya pengaruh teman
atau kelompok juga berperan penting terhadap penggunaan narkoba. Bagaimana Pelayanan yang
dapat dilakukan, bagi orang yang mengalami kecanduan narkoba. Layanan bagi anak pecandu
narkoba menggunakan Konseling Terpadu (KT). Guru memberikan bantuan dengan
menggunakan beragam pendekatan konseling dan memberdayakan klien terhadap lingkungan
social agar klien segera menjadi

anggota masyarakat yang normal dan bermoral. Ragam pendekatan konseling yang diterapkan
pada KT yaitu :

1. Konseling individual ini konselor membantu klien secara individual dengan mengutamakan
hubungan emosional, sehingga besar kepercayaan klien terhadap konselor.

2. Bimbingan Kelompok Pada layanan ini konselor memberi kesempatan kapada klien untuk
berpartisipasi dalam memberi ceramah dan diskusi dengan berbagai masyarakat. Klien
15
Singgih D Gunarsa, Konseling Dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 194
diharapkan mengalami peningkatan dalam hal kepercayaan diri untuk hidup normal sehingga
menjadi orang yang berguna.

3. Konseling Keluarga Dukungan dari keluarga terdekat sangat penting bagi pemulihan klien
narkoba. Fasilitator konseling keluarga adalah konselor, sedangkan pesertanya adalah klien,
orang tua, saudara, suami/istri, dan sebagainya. Dengan nuansa emosional yang akrab dan rasa
tanggung jawab.

e. Teknik Terapi Behavior

Teknik terapi behavioristik dalam dua bagian, yaitu teknik-teknik tingkah laku umum dan
teknik-teknik spesifik. Uraiannya adalah sebagai berikut.

1) Teknik-teknik Tingkah Laku Umum

a) Skedul penguatan adalah suatu teknik pemberian penguatan pada klien ketika tingkah
laku baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien.
b) Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan mempelajari tingkah laku baru
secara bertahap. Konselor dapat membagi-bagi tingkah laku tingkah laku yang ingin
dicapai dalam beberapa unit, kemudian mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
c) Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku
maladaptif tidak berulang.

2) Teknik-teknik Spesifik

a) Desentisisasi sistematik adalah teknik yang paling sering digunakan. Teknik ini
diarahkah kepada klien untuk menampilkan respons yang tidak konsisten dengan
kecemasan. Teknik ini cocok untuk menangani kasus fobia, ketakutan secara umum,
kecemasan neurotik, impotensi, dan frigiditas seksual.

b) Pelatihan asertivitas. Teknik ini mengajarkan klien untuk membedakan tingkah laku
agresif, pasif, dan asertif. Prosedur yang digunakan adalah permainan peran. Teknik ini
dapat membantu klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan atau menegaskan diri
di hadapan orang lain.
c) Time-Out merupakan teknik aversif yang sangat ringan. Apabila tingkah laku yang tidak
diharapkan muncul, maka klien akan dipisahkan dari penguatan positif.
d) Implosion dan flooding. Teknik implosion mengarahkan klien untuk membayangkan
situasi stimulus yang mengancam secara berulang-ulang.

Selain teknik-teknik yang telah dikemukakan di atas, Corey menambahkan beberapa teknik yang
juga diterapkan dalam terapi behavoristik. Di antaranya, adalah:

1) Penguatan positif, adalah teknik yang digunakan melalui pemberian ganjaran segera,
setelah tingkah laku yang diharapkan muncul.
2) Percontohan (modelling). Dalam teknik, klien dapat mengamati seseorang yang dijadikan
modelnya untuk berperilaku kemudian diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang
model.
3) Token Economy. Teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan dan penguatan lainnya
tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku klien. Metode ini menekankan penguatan
yang dapat dilihat dan disentuh oleh klien (misalnya kepingan logam) yang dapat ditukar
oleh klien dengan objek atau hak istimewa yang diinginkannya.16

2. Teknik Modelling

a. Pengertian Modelling Modelling merupakan salah satu teknik dalam terapi behavior yang
menekankan pada prosedur belajar. Pada prinsipnya terapi behavioral itu sendiri bertujuan untuk
memperoleh perilaku baru, mengeliminasi perilaku lama yang merusak diri dan memperkuat
serta mempertahankan perilaku yang diinginkan yang lebih sehat. Terapi ini memiliki prinsip
kerja yaitu: Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar konseli terdorong
untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup
kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku
konseli, yakni mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan,
memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya
kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengkondisikan pengubahan tingkah laku
melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung),

16
Namora Lumongga Lubis, Memahami dasar-dasar Konseling, (Jakarta: Kencana 2011), hlm. 172-175
modeling (peniruan melalui penokohan) ini dikembangkan oleh Albert Bandura yang antara lain
terkenal dengan teori social-belajar (social-learning theory)17

Macam-macam Modelling

1) Model yang nyata (live model)


contohnya konselor sebagai model oleh konselinya, atau anggota keluarga atau tokoh
yang dikagumi.
2) Model simbolik (simbolic model)
adalah tokoh yang dilihat melalui film, video atau media lain.
3) Model ganda (multiple model)
biasanya terjadi dalam konseling kelompok. Seseorang anggota dari suatu kelompok
mengubah sikap dan mempelajari suatu sikap baru, setelah mengamati bagaimana
anggota lain dalam bersikap.18

17
0 Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), hlm. 220.
18
Singgih D. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), hlm. 222.
DAFTAR PUSTAKA
Adi. Koesno. Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak. Satara Press. Malang: 2014.

Waluyo Bambang. Viktimologi Perlindungan Korban Dan Saksi. Sinar Grafika, Jakarta: 2011.
Afatin. Tina. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Dengan Program Aji. Gadjah Mada
University Press.
Ali. Akhmad 2008. Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam Bidang
Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Badan Narkotika Nasional, 2009, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Dini, Jakarta:
BNN, hal. 4.
Khikmatus, Amaliyah, Pusat Rehabilitasi Pengguna Narkoba di Kabupaten Malang, Tugas
Akhir (S1) Universitas Islam Negri, 2015, hlm 25.

Nasional Badan Narkotika, STANDAR PELAYANAN MINIMAL TERAPI MEDIK


KETERGANTUNGAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN BAHAN ADIKTIF LAINNYA
(NARKOBA), Jakarta, 2003, hlm 3

Hafid Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi(Jakarta :PT Raja GrafindoPersada, 2007), hlm. 153.

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.
11.

Herri Zan Piester, Pengantar Komunikasi & Konseling Dalam Praktek Kebidanan, (Jakarta:
Prenada Media Group,2012), hlm. 32.

Muhammad Ali Equatora, Rehabilitasi Sosial Pengguna Narkoba (Jakarta: Bitread Publishing,
2017). 3-4

Yusuf Syamsu. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012).
Corey Gerald. Teori dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. (Bandung: PT Refika Aditama,
2013),
D Singgih Gunarsa. Konseling Dan Psikoterapi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007)

REBT Rational Emotive Behavior Therapy,” n.d.,

http://bimbingandankonseling07.blogspot.com/

D Singgih. Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: Gunung Mulia, 2000)

Anda mungkin juga menyukai