Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEORI BAGI HASIL DALAM EKONOMI ISLAM

Disusun guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Ekonomi Moneter Islam

Dosen Pengampu: Ida Roza, M.E.I

Disusun Oleh Kelompok 5:

Malik Maulana (1805026053)

Shafa Nabilla Maulida (1805026054)

Vanya Nurullita (1805026055)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan kami kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan
makalah yang berjudul “TEORI BAGI HASIL DALAM EKONOMI
ISLAM” dapat selesai  seperti waktu yang telah kami rencanakan.
Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata
kuliah Ekonomi Moneter Islam. Kami berharap dapat menambah wawasan
dan pengetahuan pembaca mengenai konsep mudharabah dan bagi hasil,
defiisi dan karakteristik nisbah bagi hasil, serta peran bagi hasil bagi
stabilitas ekonomi dan distribusi pendapatan.

Menyadari banyaknya kekurangan dan penyusunan makalah ini


kami sangat mengharapkan kritikan dan saran para pembaca untuk
melengkapi segala kekurangan dan kesalahan makalah ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah
membantu selama proses penyusunan makalah ini

Semarang, 24 Maret 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah (bagi hasil)......................................................................6


B. Konsep Mudharabah dalam Fiqh...........................................................................7
C. Sistem Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing).........................................................8
D. Definisi Nisbah Bagi Hasil....................................................................................9
E. Karakteristik Nisbah Bagi Hasil..........................................................................10
F. Bagi Untung dan Bagi Rugi pada Akad Bagi Hasil............................................11
G. Bagi Hasil bagi Perkembangan Ekonomi Islam..................................................12
H. Peran Bagi Hasil bagi Stabilitas Ekonomi dan Distribusi Pendapatan................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................16

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang
Prinsip Bagi Hasil merupakan bagian yang sangat esensial dalam
kegiatan oprasional perbankan syariah, prinsip bagi hasil merupakan
implementasi dari prinsip keadilan, persamaan, dalam transaksi ekonomi
syari’ah, bahkan bank syariah sendiri sebenarnya sangat lekat dengan
sebutan bank bagi hasil. Dengan dukungan konstitusi yang memadai baik
berupa peraturan perundang-undangan yang telah tersedia, Peraaturan
Bank Indonesia (PBI) dan Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan
Syariah nasional (DSN), perbankan Syariah yang dalam kegiatan
oprasionalnya harus selalu berpijak kepada prinsip-prinsip syariah,
memliki peluang besar dapat menegakan perekonomian nasional yang
berbasiskan asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
Dalam system transaksi syariah yang berbasis bagi hasil dikenal
mudharabah dan musyarakah. Secara natural menjadi “core bussines”
lembaga keuangan syari’ah. Meskipun kenyataan di lapangan justeru
terbalik. Skem bagi hasil sangat terbatas disbanding skema pendapatan
tetap, akad murabahah dan ijarah jauh lebih banyakdigunakan oleh
lembaga keuangan syari’ah dibandingkan dengan skema bagi hasil.
Alasannya karena skema ini dari sisi pendapatan lembaga keuangan
syariah lebih mendekati system bunga yang relative pasti dan ditentukan
dimuka, sementara skema bagi hasil dianggap beresiko tinggi dan
pendapatan lembaga keuangan mikro syariah (BMT) relative tidak pasti.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Mudharabah?
2. Bagaimana konsep Mudharabah dalam Fiqh?
3. Bagaimana sistemBagi Hasil (Profit and Loss Sharing)?
4. Apa definisi dan karakterisktik Nisbah Bagi Hasil?

4
5. Bagaimana bagi Untung dan Bagi Rugi pada Akad Bagi Hasil?
6. Bagaimana bagi Hasil bagi Perkembangan Ekonomi Islam?
7. Apa peran Bagi Hasil bagi Stabilitas Ekonomi dan Distribusi
Pendapatan?

C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan Pengertian Mudhorobah.
2. Menjelaskan Konsep Mudharabah dalam Fiqh.
3. Menjelaskan SistemBagi Hasil (Profit and Loss Sharing).
4. Menjelaskan Definisi dan karakteristik Nisbah Bagi Hasil.
5. Menjelaskan Bagi Untung dan Bagi Rugi pada Akad Bagi Hasil.
6. Menjelaskan Bagi Hasil bagi Perkembangan Ekonomi Islam.
7. Menjelaskan Peran Bagi Hasil bagi Stabilitas Ekonomi dan Distribusi
Pendapatan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah (Bagi Hasil)


Kata bagi hasil berasal dari bahasa Arab “mudharabah”. Menurut bahasa
kata ‘mudharabah’ semakna dengan al-Qath’u (potongan), berjalan, dan atau
bepergian”.
Dalam al-Qur’an tidak ditemukan istilah mudharabah secara langsung,
akan tetapi melalui akar kata darb yang diungkapkan sebanyak lima puluh
delapan kali.1 Dari akar kata ini kemudian lahir istilah mudharabah.
Menurut istilah, mudharabah memiliki beberapa pengertian sebagai
berikut:

1
Muhammad, M.Ag, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam ,
(Jakarta: Salemba Empat, 2002) hal. 69

5
1) Menurut para fuqaha, mudharabah adalah akad antara dua pihak
(orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya
kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah
ditentukan dari keuntungan dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan.2
2) Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah akad antara dua pihak
untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk
diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan
perjanjian.
3) Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh/ 100 persen
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola, keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak. Sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibatkelalaian si pengelola.

Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara


pemilikdana pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan
usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasilmenurut kesepakatann kedua
belah pihak, sedangkan bilaterjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik
dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligensi, dan violation oleh
pengelola dana.3

Akad mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi


yang berdasarkan kepercayaan, kepercayaan merupakan unsur terpenting
dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada
pengelola dana, oleh karena kepercayaan merupakan unsur terpenting maka
mudharabah dalam istilah Bahasa Inggris disebut trust financing. Pemilik

2
Rahman Ambo Masse, “Konsep Mudharabah Antara Kajian Fiqh dan
Penerapan Perbankan”. Jurnal Hukum Diktum. Vol.8 No.1, 2010, hal 77-85
3
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan SYARIAH Berbasis PSAK Syariah,
(Jakarta: Akademia, 2012), hal. 217

6
dana yang merupakan investor disebut beneficial ownership atau sleeping
partner, dan pengelola dana disebut managing trustee atau labour partner.4

B. Konsep Mudharabah dalam Fiqh


Mudharabah adalah kontrak antara dua belah pihak dimana satu pihak
yang disebut rab al-mal (investor) mempercayakan uang kepada pihak kedua,
yang disebut mudharib, untuk tujuan menjalankan usaha dagang. Mudharib
menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola kongsi mereka sesuai
dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama dari kontrak ini adalah
bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi antara investor dan mudharib
berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian, jika ada,
akan ditanggung sendiri si investor.
Al-Qur‟an tidak secara langsung menunjuk istilah mudharabah,
melainkan melalui akar kata d-r-b yang diungkapkan sebanyak lima puluh
delapan kali. Dari beberapa kata inilah yang kemudian mengilhami konsep
mudharabah, meskipun tidak dapat disangkal bahwa mudharabah merupakan
sebuah perjalanan jauh yang bertujuan bisnis. Nabi dan para sahabat juga
pernah menjalankan usaha kerja sama berdasarkan prinsip ini. Menurut Ibnu
Taimiyah, para fuqaha menyatakan kehalalan mudharabah, berdasarkan
riwayat riwayat tertentu yang dinisbatkan kepada beberapa sahabat tetapi tidak
ada hadist sahih mengenai mudharabah yang dinisbatkan kepada Nabi.
Menurut ahli fiqih dari Madzab Hanafi, Sarakhsi (w.483/1090), mudharabah
diizinkan “karena orang memerlukan kontrak ini”. Sementara faqih dari
Madzab Maliki, Ibn Rusyd (w.595/1198), menganggap kebolehannya sebagai
suatu kelonggarannya sebagai suatu kelonggaran yang khusus. Meskipun
mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh Al-Quran atau Sunnah, ia
adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan
bentuk kongsi dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode
awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan dan
perdagangan jarak jauh.

4
Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2014),
hal. 128

7
C. Sistem Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)
Keharaman bunga dalam syariah membawa konsekuensi adanya
penghapusan bunga secara mutlak Teori PLS dibangun sebagai tawaran baru
di luar sistem bunga yang cenderung tidak mencerminkan keadilan
(injustice/dzalim) karena memberikan diskriminasi terhadap pembagian resiko
maupun untung bagi para pelaku ekonomi (expected risk).5
Kesepakatan suatu tingkat nisbah terlebih dahulu harus memperhatikan
ketiga faktor tersebut. Faktor pertama, share on partnership merupakan
sesuatu yang telah nyata dan terukur. Oleh karenanya tidak memerlukan
perhatian khusus. Dua faktor terakhir,expected return, dan expected risk
memerlukan perhatian khusus. Oleh karenanya kemampuan untuk
memperkirakan keuntungan maupun resiko yang mungkin terjadi dalam
kerjasama yang berlandaskan PLS mutlak dibutuhkan, terutama pada aspek
kemungkinan resiko. Hal ini karena, pertama, resiko memiliki efek negatif
bagi usaha. Semakin besar resiko semakin mengurangi nilai keuntungan
usaha. Kedua, resiko memiliki sumber, cakupan dan sifat yang seringkali tidak
memperhitungkan data secara cermat. Ketiga, perkiraan atas keuntungan
biasanya memasukkan perhitungan variabel resiko.
Batas-batas tertentu resiko dapat diperkirakan, sehingga penerimaan
seseorang atas nisbah bagi hasil tidak melulu bersifat spekulatif. Resiko adalah
sebuah konsekuensi dari aktifitas produktif. Resiko yang perlu dihindari
adalah yang tidak dapat diperkirakan, seperti pasive risk atau unknowables.
Resiko seperti ini dalam terminologi fiqhmu’amalah disebut gharar yang
benar-benar bersifat spekulatif. Gharar terjadi karena seseorang sama sekali
tidak (dapat) mengetahui kemungkinan terjadinya sesuatu, sehingga bersifat
perjudian atau game of chance. Jika satu pihak menerima keuntungan, maka
pihak lain pasti mengalami kerugian. Hal ini berarti telah terjadi win lose
solution. Transaksi syariah adalah mencerminkan positive sum game atau win-
win solution sebagaimana dalam ajaran teori profit loss sharing.
5
Ibid

8
Teori PLS dikembangkan dalam dua model, yakni model mudharabah dan
musyarakah. Model Mudharabah merujuk pada bentuk kerjasama usaha
antara dua belah pihak. Pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dana (mudharib). Model
musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
menjalankan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan keuntungan dan resiko ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan

D. Definisi Nisbah Bagi Hasil


Nisbah adalah: 1) Rasio atau perbandingan; Rasio pembagian keuntungan
(bagi hasil) antara shahibul mal dan mudharib. 2) Angka yang menunjukkan
perbandingan antara satu nilai dan nilai lainnya secara nisbi, yang bukan
perbandingan antara dua pos dalam laporan keuangan dan dapat digunakan
untuk menilai kondisi perusahaan; sin. Rasio (ratio). Nisbah bagi hasil
merupakan presentase keuntungan yang akan diperoleh shahibul mal dan
mudharib yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara keduanya. Jika
usaha tersebut merugi akibat resiko bisnis, bukan akibat kelalaian mudharib,
maka pembagian kerugiannya berdasarkan porsi modal yang disetor oleh
masing-masing pihak. Karena seluruh modal yang ditanam dalam usaha
mudharib milik shahibul mal, maka kerugiannya dari usaha tersebut
ditanggung sepenuhnya oleh shahibul mal. Oleh karena itu, nisbah bagi hasil
disebut juga dengan nisbah keuntungan.6

E. Karakteristik Nisbah Bagi Hasil


Menurut Karim (2004), terdapat lima karakteristik nisbah bagi hasil yang
terdiri dari:

6
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil Pricing di Bank Syariah,
(Yogyakarta: UII Press, 2012), hal. 99

9
a) Presentase
Nisbah bagi hasil harus dinyatakan dalam persentase (%), bukan dalam
nominal uang tertentu (Rp).
b) Bagi untung dan bagi rugi
Pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati,
sedangkan pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-
masing pihak.
c) Jaminan
Jaminan yang akan diminta terkait dengan charachter risk yang
dimiliki oleh mudharib karena jika kerugian diakibatkan oleh
keburukan karakter mudharib, maka yang menanggungnya adalah
mudharib. Akan tetapi, jika kerugian diakibatkan oleh business risk,
maka shahibul mal tidak diperbolehkan untuk meminta jaminan pada
mudharib.
d) Besaran nisbah
Angka besaran nisbah bagi hasil muncul sebagai hasil tawar menawar
yang dilandasi oleh kata sepakat dari pihak shahibul mal dan
mudharib.

e) Cara menyelesaikan kerugian


Kerugian akan ditanggung dari keuntungan terlebih dahulu karena
keuntungan adalah pelindung modal. Jika kerugian melebihi
keuntungan, maka akan diambil dari pokok modal.7

F. Bagi Untung dan Bagi Rugi pada Akad Bagi Hasil


Di dalamistilah lain profit sharing adalah perhitungan bagihasil didasarkan
kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan
syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal

7
Ibid

10
ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan
yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk
dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal
(enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara
keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat
keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal
perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung
bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya
secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan
upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian
setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah
dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bias
negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisadari
pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan
biaya menjadi balance.Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih
(net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost
terhadap total revenue (hasil, penghasilan).8

G. Bagi Hasil bagi Perkembangan Ekonomi Islam


Penerapan adalah hal terkait dengan praktek atau pelaksanaan. Menurut Al
Qardhawi (2001) “bagi hasil adalah dimana kedua belah pihak akan berbagi
keuntungan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dimana bagi hasil
mensyaratkan kerjasama pemilik modal dengan usaha/kerja untukkepentingan
yang saling menguntungkan kedua belah pihak, sekaligus untuk masyarakat.
Sebagai konsekuensi dari kerja sama adalah memikul resiko, baik untung
maupun rugi. Jika untung yang diperoleh besar maka penyedia dana dan
8
Suherman, PENTERAPAN PRINSIP BAGI HASIL PADA PERBANKAN SYARIAH
SEBUAH PENDEKATAN AL-MAQASIDU AL-SYARIAH, (Al Mashlahah [ CITATION Sar \l
1057 ]Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Alam).hlm,296.

11
pekerja menikmati bersama sesuai dengan kesepakatan sebelumnya dan jika
rugi usaha maka harus dirasakan bersama. Inilah keadilan yang sempurna
keuntungan sama dinikmati dan kerugian sama-samadirasakan”.
Sistem bagi hasil pada bank syariah adalah suatu bentuk pembagian
keuntungan yang akan diperoleh nasabah sebagai pemilik modal dengan bank
sebagai pengelola modal yang disimpan nasabah. Pembagian keuntungan
didasarkan kepada seberapa besar bank dapat mengelola dana tersebut untuk
medapatkan keuntungan atau mungkin juga kerugian. Dalam system bagi hasilt
erdapat prinsip-prinsip untuk menjalankan aktivitasnyayaitu :
(1). Prinsip keadilan dan kehati-hatian tercermin dari penerapan imbalan atas
dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati
bersama antara bank dengan nasabah.
(2). Prinsip kesederajatan, menempatkan nasabah penyimpan dana, pengguna
dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat yang
tercermin hak, kewajiban, risiko, dan keuntungan yang berimbang antara
nasabah penyimpan dana, pengguna dana, maupun bank.

(3). Prinsipketentraman.9
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional menyebutkan distribusi bagi hasil lebih
maslahat daripada distribusi keuntungan. Karena ketika fatwa disusun
distribusi keuntungan yang dilakukan bank syariah masih di bawah tingkat
keuntungan (bunga) pasar. Prosesnya adalah: (1) Mencari saldo rata-rata
individu nasabah per bulan dengan cara teknik pertama, jumlah saldo seluruh
transaksi dibagi total transaksi, dan teknik kedua, jumlah saldo seluruh hari
dalam sebulan dibagi 30; (2) mencari saldo rata-rata tiap jenis simpanan per
bulan dengan teknik total saldo rata-rata semua nasabah masing-masing jenis;
(3) Mencari porsi tiap jenis simpanan terhadap total simpanan denganteknik,
seluruh saldo rata-rata jenis simpanan dijumlahkan. Lalu saldo rata-rata tiap

Novita Erliana Sari, Nik Amah, Yahya Reka Wirawan, PENERAPAN PRINSIP
9

BAGI HASIL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEPUTUSAN MENABUNG PADA


[ CITATION Har10 \l 1057 ]NASABAH BANK MUAMALAT KANTOR CABANG
MADIUN, (Jurnal Pendidikan Ekonomi UM Metro).hlm,61-62.

12
jeni ssimpanan dibagi dengan jumlah saldo ratarata total simpanan, (4) Mencari
nominal keuntungan untuk tiap-tiap jenis simpanan dengan teknik, saldo rata-
rata tiap jenis simpanan dikalikan dengan porsi keuntungan masing-masing,
dikalikan dengan total keuntungan; (5) mencari tingkat equivalent masing
masing keuntungan dari jenis simpanan dengan teknik, nominal keuntungan
tiap-tiap jenis simpanan dibagi saldo rata-rata jenis simpanannya; (6) mencari
nominal keuntungan tiap nasabah dengan teknik, tingkat equivalent jenis
simpanan dikalikan dengan saldo rata-rata nasabah menurut jenis
simpanannya10.
H. Peran Bagi Hasil bagi Stabilitas Ekonomi dan Distribusi Pendapatan
Mekanisme bagi hasil merupakan hal baru dalam kerangka mekanisme
system ekonomi pada umumnya. Sebagai system baru biasanya memberikan
peluang dan tantangan yang cukup berarti. Hadirnya system bagi hasil tentunya
tidak akan memberikan ruang gerak bagi system bunga.
Setiap lembaga keuangan syarî’ah mempunyai falsafah mencari keridhoan
Allâh untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap
kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntunan
agama harus dihindari, hal tersebut antara lain: Pertama, menjauhkan diri dari
unsur ribâ, caranya: (1) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan
dimuka secara pasti keberhasilan suatu usaha. (2) Menghindari penggunaan
system prosentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian
imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsure melipatgandakan secara
otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. (3)
Menghindari penggunaan system perdagangan/penyewaan barang ribawi
dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik
kuantitas maupun kualitas. dan (4) Menghindari penggunaan sistem yang
menetapkan dimuka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang
mempunyai hutang secara suka rela.

10
Rudy Haryanto, BAGI HASIL DAN BANK SYARI’AH (SolusiterhadapBunga
Bank), (al-IhkâmVol.V No .2 Desember 2010).hlm,252-253.

13
Kedua, menerapka nsistem bagi hasil dan perdagangan. Setiap transaksi
kelembagaan syarî’ah harus dilandasi atas dasar system bagi hasil dan
perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang
atau jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang atau
jasa, mendorong kelancaran arus barang atau jasa, dapat dihindari adanya
penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka akad mudharabah merupakan
suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan,
kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam akad mudharabah, yaitu
kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Mudharabah adalah
kontrak antara dua belah pihak dimana satu pihak yang disebut rab al-mal
(investor) mempercayakan uang kepada pihak kedua, yang disebut
mudharib, untuk tujuan menjalankan usaha dagang.
Penerapan instrumen bagi hasil lebih mencerminkan keadilan
dibandingkan dengan instrumen bunga. Bagi hasil melihat kemungkinan
profit (keuntungan) dan resiko sebagai fakta yang mungkin terjadi di
kemudian hari. Maka teori Profit and Loss Sharing dibangun sebagai
tawaran baru di luar sistem bunga yang cenderung tidak mencerminkan
keadilan (injustice/dzalim) karena memberikan diskriminasi terhadap
pembagian resiko maupun untung bagi para pelaku ekonomi (expected
risk)

11
Ibid,hlm,248.

14
B. Saran
Kami yakin dan menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih ada banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan oleh penulis agar lebih
bersemangat dalam pembuatan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, R. (2010). BAGI HASIL DAN BANK SYARIAH (Solusi


terhadap Bunga Bank). Al-Ihkam , Vol.5 No.2, 252-253.

Massae, R. A. (2010). Konsep Mudharabah Antara Kajian Fiqh dan


Penerapan Perbankan. Jurnal Hukum Diktum , 77-85.

Muhammad. (2012). Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK


Syariah. Jakarta: Akademia.

Muhammad. (2012). Teknik Perhitungan Bagi Hasil Pricing di Bank


Syariah. Yogyakarta: UII Press.

Nurhayati, S. (2014). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba


Empat.

Salman, K. R. (2014). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba


Empat.

Yahya, M., & Agunggunanto, E. Y. (2011). Teori Bagi Hasil (Profit and
Loss Sharing) dan Perbankan Syariah dalam Ekonomi Syariah. Jurnal
Dinamika Ekonomi Pembangunan , Vol.1 No.1, 67.

15

Anda mungkin juga menyukai