Anda di halaman 1dari 5

PENULISAN HADIST DI ZAMAN NABI

Rabu 24 Januari 2018 11:00 WIB


Dalam kajian ilmu hadits, para ulama kebanyakan
menyebutkan bahwa permulaan hadits disusun dan dicatat
adalah sekitar abad kedua Hijriyah oleh Ibnu Syihab az
Zuhri, atas ttah Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Dinast
Umayyah. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Malik bin
Anas.
Disebabkan oleh jauhnya jarak waktu antara masa hidup
Nabi dengan mulai disusunnya kitab-kitab hadits, hal ini
menjadi sasaran kritk pengkaji hadits orientalis maupun
kalangan Muslim sendiri. Keaslian hadits sebagai sumber
hukum Islam diragukan.
Mereka menyebutkan bahwa keterlambatan penyusunan
hadits ini disebabkan beberapa kecenderungan. Pertama,
konon budaya lisan di periode awal Islam lebih populer bagi
kalangan sahabat dan tabi'in, begitu pula kemampuan
hafalan mereka yang luar biasa. Alasan kedua adalah
memang Nabi melarang para sahabat untuk menulis hadits.
Kemudian yang terakhir, para sahabat memang kebanyakan
tdak mampu menulis.
Bagaimana mungkin sejarah yang sudah terpaut nyaris dua
abad bisa dicatat secara tepat? Sejauh mana budaya lisan
bisa dipercaya dibanding tulisan?
Menjawab hal itu, seorang Begawan hadits Syekh
Muhammad Mustafa Azami menyatakan bahwa hadits Nabi
telah dicatat sejak masa sahabat. Dalam bukunya yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul Hadis
Nabawi dan Sejarah Kodifkasinya, Syekh Azami
menyimpulkan beberapa catatan pentng terkait bagaimana
hadits sebenarnya telah dicatat sejak masa Rasulullah
hidup.
Para sahabat, berikut tabi'in pendahulu, dianggap lebih
mengutamakan kemampuan hafalan dan budaya lisan. Hal
ini menjadi musykil melihat realitas bahwa meski
kecerdasan seseorang bisa sangat hebat, namun tak bisa
dipungkiri bahwa melakukan generalisir, gebyah uyah,
bahwa seluruh sahabat memang hebat hafalannya adalah
kesimpulan yang terburu-buru. Kecerdasan manusia tentu
sangat beragam. Maka, pencatatan hadits dibutuhkan sejak
masa awal Islam.
Selanjutnya adalah larangan Rasulullah untuk menulis
hadits. Azami menelit sekian hadits yang menjadi alasan
bahwa hadits dilarang ditulis oleh Rasulullah. Dari sekian
riwayat, hanya satu yang menurut beliau bisa
dipertmbangkan, yaitu riwayat dari Abu Said al Khudri
dalam Shahih Muslim.
َ
‫مدًا‬
ّ َ‫متَع‬ ََ ‫هَ قَا‬
ُ -‫ل‬ ُ ُ ‫سب‬
ِ ‫ح‬
ْ ‫ أ‬:‫م‬
ٌ ‫ما‬
ّ َ‫ل ه‬ ّ َ ‫َبع َل‬
ََ ‫ قَا‬- ‫ي‬ ََ ‫ن كَذ‬
َْ ‫م‬
َ َ‫َ و‬،‫ج‬ َ ‫َ وَ َل‬،‫حدّثُواَ ع َنّي‬
َ ‫ح َر‬ َ َ‫َ و‬،‫ه‬
ُ ‫ح‬ ْ َ ‫آن فَلْي‬
ُ ‫م‬ َِ ‫ر الْق ُْر‬ ََ َ ‫ن كَت‬
ََ ْ ‫ب ع َنّيَ غَي‬ َ َ‫َ و‬،‫َل تَكْتُبُواَ عَنّي‬
َْ ‫م‬
ْ
َِ‫ن النّار‬ َ ‫م‬ َ ‫فَلْيَتَبَوّأ‬
ِ َُ‫مقْعَدَه‬

Artnya: “...Janganlah menulis ucapanku, dan barangsiapa


menulis ucapanku selain Al-Qur’an, hendaknya ia
menghapusnya. Dan barangsiapa mendusta atas diriku –
kata Hammam, saya kira. Nabi bersabda – dengan sengaja,
maka bersiaplah untuk masuk neraka.”
Terkait larangan Nabi untuk menulis hadits sebagaimana di
atas, Imam Khatb al-Baghdadi menyebutkan bahwa
beberapa sahabat dan tabi’in memiliki motf tersendiri
mengapa mereka enggan untuk mencatat hadits.
Salah satu alasan yang populer adalah khawatr
tercampurnya isi hadits dengan Al Qur’an. Nabi melarang
menulis hadits, bersamaan dengan menulis Al-Qur’an alih-
alih di lembar yang sama agar tdak campur aduk. Demikian
penjelasan hadits di atas, sebagaimana dijelaskan Imam an
Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.

Nabi selama hidup banyak berurusan dengan banyak


penguasa di luar Madinah.Terjadi surat menyurat dari Nabi
kepada mereka. Dengan demikian, tentunya para sahabat
banyak yang memiliki kemampuan menulis yang baik untuk
tugas menulis surat itu. Begitupun Al-Qur’an yang juga
banyak ditulis di lembaran maupun pelepah kurma. Alasan
bahwa kebanyakan sahabat tdak dapat menulis dapat
terbantahkan.
Banyak hadits-hadits shahih yang menyebutkan bahwa
Nabi mengizinkan para sahabat untuk menulis hadits dari
beliau, baik yang berupa surat, maupun pernyataan dan
ibadah beliau. Beberapa sahabat sepert Abdullah bin ‘Amr
bin ‘Ash, Ali bin Abu Thalib, disebutkan pernah menulis
hadits dari Nabi.
Dari berbagai keterangan di atas, pentng diketahui
meskipun para sahabat dan tabi'in masa awal sangat
memerhatkan kemungkinan tercampurnya lafal Al-Qur’an
dan hadits, namun hal ini tdak menghalangi bahwa Nabi
sendiri sudah memperkenankan hadits-hadits dari beliau
untuk dicatat dan disebarkan ke generasi selanjutnya.
Maka menolak hadits karena alasan bahwa ia tdak tercatat
sedari masa Nabi, agaknya kurang tepat. Nabi sendiri
memperkenankan hadits dan ucapan belia ditulis selama
tdak bersamaan dengan Al-Qur’an. Penjelasan ini kiranya
dapat menambah semangat untuk mempelajari pribadi
Nabi secara bijak. Wallahu a’lam. (Muhammad Iqbal
Syauqi)

Anda mungkin juga menyukai