Anda di halaman 1dari 9

majalah ar-risalah, sejarah kemunculan hadits maudhu'

TSAQAFAH ISLAMKAJIAN
Sejarah Kemunculan Hadits Maudhu’
Selama umat Islam di bawah kepemimpinan Khulafaur
arba’ah (4 khalifah pertama), hadits Nabi ‫ ﷺ‬senantiasa
bersih, tidak ternoda kedustaan* Akan tetapi kondisi
tersebut berubah tatkala umat Islam terpecah menjadi
beberapa golongan* Setelah Khalifah Ali wafat, kelompok
Syi’ah yang menuntut hak mereka untuk menduduki kursi
khilafah* Selanjutnya muncullah kelompok-kelompok lain
yang berbasis agama*
Setiap kelompok menopang argumentasinya dengan al-
Quran dan as-Sunnah* Oleh karena itu, sebagian dari
mereka berupaya menakwilkan al-Quran dan menafsirkan
sebagian nash hadits dengan arti yang menyimpang*
Namun, usaha mereka ini tidak membuahkan hasil karena
keberadaan jumlah penghafal al-Quran dan para ulama dari
kalangan sahabat dan murid-muridnya masih sangat
banyak* Oleh karena itu, mereka berupaya mengubah dan
memasukkan tambahan ke dalam as-Sunnah dan
melakukan pemalsuan atas nama Rasulullah ‫* ﷺ‬
Hadits-hadits palsu muncul bersamaan dengan munculnya
berbagai macam kelompok itu* Para pemalsu membuat
hadits itu untuk menyerang kelompok lainnya, dan
sebaliknya kelompok tersebut juga membuat hadits palsu
untuk membela diri* Demikian seterusnya, sehingga muncul
sekumpulan hadits palsu yang berhasil diungkap oleh para
ulama*
Munculnya hadits palsu diperkirakan mulai tahun 41 H*
Pada masa tabi’in (murid para shahabat) pemalsuan hadits
lebih sedikit dibandingkan dengan pada masa tabi’ut tabi’in
(murid tabi’in) karena masih banyak sahabat dan tabi’in
yang mengamalkan as-Sunnah* Mereka dapat membedakan
mana hadits yang shahih dan mana yang palsu*
Banyak Muncul di Irak
Dahulu, hadits-hadits maudhu’ banyak muncul di Irak,
tempat munculnya sebagian besar pemberontakan* Irak
dikenal dengan daerah pemalsu hadits sehingga dijuluki
“Darul Dharb” (Rumah Percetakan)* Penduduk Madinah
sangat berhati-hati terhadap hadits yang bersumber dari
Irak* Sehingga Imam Malik berkata:
“Perlakukanlah hadits-hadits yang bersumber dari
penduduk Irak seperti berita-berita yang bersumber dari
Ahlu Kitab, jangan engkau membenarkan dan jangan pula
engkau mendustakannya*”

Hadits palsu atau hadits maudhu’ adalah hadits dengan


tingkat kelemahan paling rendah* Di dalam ilmu hadits, bisa
diterima atau tidaknya sebuah hadits, dilihat dari dua hal;
matan atau lafadz haditsnya dan sanad atau jalur
periwayatan* Hadits maudhu’ dikategorikan sebagai hadits
mardud (tertolak) karena hadits tersebut cacat dari sisi jalur
periwayatan* Sebab salah seorang perawinya diketahui
berdusta* Ia mengklaim ucapan seseorang sebagai hadits
lalu menyebarluaskannya*
Sebab Munculnya Hadits Maudhu’
Ada beberapa faktor yang mendorong pemalsuan hadits:
Pertama, Fanatisme golongan
Dalam kitab Syarh Nahj al-Balaghah, Ibnu Abi al-Hadid
berkata, “Pertama kali kedustaan dalam hadits tentang
keutamaan (fadhilah), dilakukan oleh Syi’ah* Sejak pertama,
mereka memalsukan hadits yang berbeda mengenai diri Ali*
Pemalsuan hadits tersebut didorong rasa permusuhan
terhadap para lawan* Ketika al-Bakriyah (pendukung Abu
Bakar) melihat apa yang dilakukan syi’ah, mereka pun
memalsukan hadits mengenai diri Abu Bakar sebagai
tandingan hadits yang dibuat Syi’ah*
Syi’ah membuat banyak hadits dan mengubah sebagian
hadits sesuai dengan keinginan mereka* Mereka
memalsukan hadits-hadits tentang sisi positif Ali dan hadits
yang menonjolkan sisi negatif Mu’awiyah dan para
pendukung Bani Umayah* Mereka juga menjelek-jelekkan
sahabat Abu Bakar, Umar dan sahabat lain*
Kedua, Usaha untuk Mendeskreditan Islam
Setelah kehadiran Islam, kekuasaan Kisra dan Kaisar roboh*
Namun mereka tidak mampu untuk membalas dendam
dengan pedang karena kekuasaan Islam telah sedemikian
kokoh* Maka mereka berusaha menjauhkan kaum muslimin
dari akidahnya dengan cara menciptakan kebatilan dan
berdusta atas nama Rasulullah SAW* Hal itu mereka
lakukan untuk menodai citra Islam* Sebagai contoh:
Diriwayatkan bahwa ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah,
terbuat dari apakah Tuhan kita? Rasulullah menjawab, ‘Dari
air yang berlalu (tidak diam), tidak dari bumi dan tidak pula
dari langit* Dia menciptakan seekor kuda kemudian
menjalankan kuda itu maka berkeringatlah kuda itu*
Kemudian dia menciptakan diri-Nya dari keringat kuda itu*”
Mereka lebih membahayakan Islam daripada yang lain*
Diantara mereka ada yang keterlaluan dalam mendustakan
hadits, seperti al-Karim bin al-Auja’* Ia berkata, “Demi Allah
sungguh aku membuat hadits-hadits untukmu sebanyak
4000 hadits* Dan hadits itu mengharamkan apa yang halal
dan sebaliknya*”
Ketiga, Diskriminasi Etnis dan Fanatisme Kabilah, Negara
dan Imam
Pada masa pemerintahannya, Dinasti Umayyah secara
khusus mengandalkan etnis Arab, sebagian mereka
bersikap fanatik terhadap kebangsaan Arab dan Bahasa
Arab* Maka muncullah kelompok Mawalli (kaum muslimin
non Arab), yang berupaya mewujudkan persamaan hak
antara kaum muslimin non Arab dengan etnis Arab* Mereka
memanfaatkan sebagian besar gerakan pemberontakan
dengan cara bergabung ke dalamnya untuk mewujudkan
keinginannya* Selain itu, mereka berupaya menandingi
kebanggan etnis Arab* Inilah yang mendorong mereka
memalsukan hadits-hadits yang isinya menjelaskan
kelebihan-kelebihan mereka* Misalnya hadits:
“Sesungguhnya pembicaraan orang-orang yang berada di
sekitar ‘Arsy adalah dengan bahasa Persia, dan
sesungguhnya jika Allah mewahyukan sesuatu yang lunak
(menggembirakan) maka Allah mewahyukan dengan
bahasa Persia, dan jika Dia mewahyukan sesuatu yang
berupa ancaman maka Dia mewahyukan dengan bahasa
Arab*”
Selain hadits palsu yang berbicara tentang bahasa, etnis
dan kabilah, hadits palsu juga dibuat tentang kelebihan
negara atau imam tertentu*
Keempat, tendensi duniawi berupa popularitas dan usaha
menjilat penguasa
Pada masa-masa akhir pemerintahan Khulafaur Rasyidin,
muncul kelompok-kelompok pendongeng dan penasihat
yang jumlahnya terus bertambah* Selanjutnya mereka
berkembang ke masjid-masjid yang berada di dalam
kekuasaan Islam* Para pendongeng ini membuat hadits
palsu dengan tujuan untuk mendapatkan uang*
Ada pula yang menjilat para penguasa dengan membuat
hadits yang dapat memuaskan mereka* Hal ini benar-benar
terjadi pada masa Abbasiyah* Contohnya adalah, Ghiyats
bin Ibrahim berdusta untuk Khalifah al-Mahdi dalam hadits,
“Tidak ada perlombaan kecuali dengan permainan
memanah, sepatu atau kuda*” Kemudian Ghiyats
menambahkan, “ atau sayap”, ketika ia melihat al-Mahdi
bermain-main dengan burung dara* Al-Mahdi kemudian
menyuruh orang untuk menyembelih burung merpati
tersebut dan memberikan kepada Ghiyats uang sebanyak
10*000 dirham* Dr* As-Siba’I berkata, “Khalifah dan
gubernur pada masa itu bersikap lemah dan meremehkan
efek dari pemalsuan hadits*”
Kelima, pemahaman yang keliru dari madzhab al
Karramiyah
Madzhab sesat ini mengklaim bolehnya memalsukan hadits
dalam rangka targhib dan tarhib, menghasung manusia
berbuat baik dan menakut-nakuti mereka dari maksiat*
Mereka berdalil dengan sebuah hadits shahih yang sudah
dimodifikasi yang berbunyi, ” Barangsiapa yang berdusta
atas namaku secara sengaja, maka hendaknya ia
mengambil tempat duduknya di neraka*” Dengan ditambahi
lafadz ” secara sengaja untuk menyesatkan manusia*”
Mereka berargumen, “kami berdusta untuk kebaikan
beliau, bukan untuk menodai beliau*
Haram Meriwayatkannya
Hadits palsu adalah hadits yang sama sekali tak bisa
dijadikan dalil* Bahkan menurut kesepakatan ulama,
meriwayatkan hadits palsu adalah haram jika tidak disertai
keterangan bahwa hadits tersebut maudhu’* Rasulullah
SAW bersabda,
ْ
ِ‫ن النّار‬
َ ‫م‬ َ ‫مدا ً فَلْيِتَبَوّأ‬
ِ ُ ‫مقْعَدَه‬ ّ َ‫متَع‬ ّ َ ‫َب ع َل‬
ُ ‫ي‬ َ ‫ن كَذ‬
ْ ‫م‬
َ

“Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja,


maka hendaknya ia mengambil tempat duduknya di
neraka*” (HR* Bukhari Muslim)
Kita bisa mengetahui hadits-hadits palsu tersebut dengan
membaca keterangan para ulama atau buku-buku yang
mereka akrang seperti: Kitab al Maudhu’at, karya Ibnul
Jauzi atau al Laali’ al Mashnu’ah fiel Ahadits al Maudhu’ah
karya Ibnu Iraq al Kinani*
Meski beberapa hadits sering kita dengar, kita harus
memastikan terlebih dahulu keshahihannya sebelum
menjadikannya dalil atau mengajarkannya* Sebab, ada
beberapa hadits yang menurut ulama maudhu’ tapi sangat
terkenal di tengah kita misalnya “ hubbul wathan minal
iman” (cinta tanah air sebagian dari iman), “al haya’
yamna’ur rizq” (malu menghalangi rezeki) seperti dijelaskan
dalam kitab Maudhu’at ash Shaghani, karya ar Ridha ash
Shaghani* Juga hadits ” raja’na minal jihadil ashghar ilal
jihadil akbar qala jihadil qalbi” (kita pulang dari jihad kecil
menuju jihad yang lebih esar, beliau berkata, ‘ Yaitu jihad
hati*) yang menurut Ibnu Hajar adalah perkataan dari
Ibrahim bin Ailah (dalam kitab Kasyful Khafa’, karya al
Ajluni)*
Wallahua’lam*
Oleh: Redaksi/Tsaqafah
Referensi: Taisir Mushthalahul Hadits, DR* Mahmud
Thahhan* Maudhu’at ash Shaghani, karya ar Ridha ash
Shaghani Kasyful Khafa’, karya al Ajluni, Tanzih asy-Syari’ah
al-Marfu’ah, Muqaddimah al-Minhaj Syarh Shahih Muslim
bin Hajjaj,

Anda mungkin juga menyukai