TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit-penyakit yang dalam kondisi kronis dapat masuk kategori PPOK adalah
saluran pernapasan karena disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang saluran
abnormal pada anatomi paru dengan adanya penyempitan pada saluran napas yang
PPOK merupakan penyakit dengan ciri khas yaitu adanya obstruksi pada
saluran napas. Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan ke
patologik pada pasien yang mengalami obstruksi saluran napas, diagnosis patologi
11
yang ditemukan dapat berupa emfisema 68%, brokitis kronis 66% (Djojodibroto,
2016).
beradasarkan (Guyton & Hall, 2014; Wahid & Suprapto, 2013 dan Djojodibroto,
2016) adalah :
rokok atau bahan-bahan lain yang mengiritasi bronkus dan bronkiolus. Infeksi
termasuk kelumpuhan sebagian silia epitel pernapasan oleh efek nikotin. Efek
yang diakibatkan oleh zat nikotin ini membuat keadaan paru menjadi
abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada asinus yang bersifat
sekunder bakteri. Penyebab yang paling sering adalah virus seperti virus
12
3. Faktor Risiko Terjangkit Penyakit PPOK
a. Usia, PPOK jarang mulai menyebabkan gejala yang dikenali secara klinis
oleh pasien yang berumur lebih dari 40 tahun dan menjadi risiko semakin
b. Merokok, ini merupakan penyebab PPOK yang paling umum, dan mencakup
80% dari semua kasus PPOK yang ditemukan. rokok mengandung banyak zat
PPOK. Diduga bahwa sekitar 20% orang yang merokok akan mengalami
akibat zat-zat beracun dan polusi yang terinhalasi ke dalam tubuh. Zat-zat
berbahaya yang dimaksud dapat berupa asap rokok, asap pabrik dan debu-debu
polusi. Dari semua factor-faktor risiko zat berbahaya penyebab penyakit PPOK
tersebut, factor zat berbahaya berasal dari rokok yaitu nikotin adalah factor yang
utama penyebab orang terkena penyakit PPOK. Zat nikotin yang terdapat dalam
13
rokok merupakan zat yang pencetus terbesar orang terkena penyakit obtruksi
saluran napas seperti bronkitis maupun emfisema. Brokitis kronis dan emfisema
seperti nikotin atau rokok secara terus-menerus sehingga bronkus dan brokiolus
menjadi teriritasi (Guyton & Hall, 2014). Iritasi kronis oleh bahan-bahan
pada bronkial tersebut. Kelainan dan peradangan pada bronkial ini menyebabkan
kerusakan lumen bronkus, silia menjadi abnormal, hyperplasia otot polos saluran
obstruksi pada saluran napas, dimana memiliki sifat kronis dan progresif sehingga
14
d. Mengi saat inspirasi pada pasien emfisema dan bunyi mengi saat ekspirasi,
ronki kasar dan kering tergantung sumbatan saluran nafas pada pasien
bronkitis kronis.
saat tidur.
kaku.
Pola napas tidak efektif adalah gangguan yang terjadi pada system
pernapasan yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada proses inspirasi atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2016). Pada penyakit
pernapasan. Pada orang dewasa normal, frekuensi pernapasan normal adalah 12-
18 kali permenit, dengan pola pernapasan kedalaman dan irama yang teratur. pada
pasien dengan obstruksi jalan napas pasien akan mengalami kesulitan dalam
bernapas dan biasanya pasien akan bernapas cepat atau disebut juga dengan
takipnea. Pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 20 kali permenit disebut
normal, maka proses gerakan udara ke dan keluar melalui jalan napas atau
15
2. Etiologi Pola Napas Tidak Efektif Pada PPOK
a. Obstruksi Saluran Napas atau Hipoventilasi
paru yang bersifat kronik yang ditandai oleh sumbatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progressif diakibatkan inflamasi kronik (Guyton & Hall,
tahanan dalam saluran pernapasan, atau hypoventilasi (Smeltzer & Bare, 2002)
belakang sumbatan diserap oleh darah yang mengalir di kapiler paru sehingga
menyebabkan perubahan pada pola napas dan frekuensi napas sehingga menjadi
Proses ventilasi adalah proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses
aktif dan pasif yang melibatkan otot-otot interkosta interna-eksterna dan otot
adalah compliance (daya mengembang paru). Sumbatan yang terjadi pada saluran
napas membuat nilai elastisitas paru menjadi menurun. Nilai elastisitas paru
menurun maka paru akan sulit untuk melakukan respirasi. Cairan mukus yang
16
ekspirasi. Kerja otot pernapasan pernapasan meningkat maka energi dan upaya
napas otot menjadi tidak memiliki energi yang cukup untuk melakukan respirasi,
membutuhkan upaya yang lebih besar untuk melakukan respirasi maka terjadi
penyakit obstruksi pada saluran napas yang bersifat progresif dan kronis. Penyakit
obstruksi yang dimaksud adalah bronchitis kronis dan emfisema atau gabungan
dari keduanya. Obstruksi pada saluran napas diawali dengan adanya iritasi kronis
pada saluran napas. Iritasi kronis oleh bahan-bahan berbahaya ini menyebabkan
asinus merupakan contoh kelainan akibat dari peradangan pada bronkial tersebut.
bronkus, silia menjadi abnormal, hyperplasia otot polos saluran napas dan
saluran napas, dimana memiliki sifat kronis dan progresif sehingga masuk ke
obstruksi pada saluran napas yang menyebabkan alur ventilasi terganggu dan
bernapas menjadi sulit dan tidak adekuat (Guyton & Hall, 2014). Salah satu factor
mengembang paru). Nilai compliance yang tinggi atau meningkat terjadi ketika
17
paru kehilangan daya elastisitasnya atau terdapat tekanan pada thoraks seperti
pada pasien PPOK. Kehilangan daya mengembang paru atau komplien paru
membuat proses respirasi menjadi lebih sulit untuk dilakukan karena kerja otot
pernapasan yang tidak normal atau lebih berat. Karena otot pernapasan
membutuhkan energy atau upaya yang lebih besar untuk melakukan respirasi
maka terjadi penggunaan otot bantu pernapasan (Smeltzer & Bare, 2002). Otot
respirasi saat terjadi obstruksi pada saluran napas. Otot bantu pernapasan yang
dimaksud adalah otot pernapasan di leher dan otot-otot intercostal (Amin, 2006).
system pernapasan normal secara kronis. Pasien dengan penyakit PPOK akan
pernapasannya. Pada pasien dengan obstruksi jalan napas dan kelemahan otot
pernapasan seperti pada PPOK, pasien akan mengalami kesulitan dalam bernapas
atau pasien tidak bisa bernapas secara adekuat, biasanya pasien bernapas cepat
a. Subjektif
1) Dyspnea
18
menyebabkan terjadi hyperekresi mukus, hypereskresi mukus ini menyebabkan
terjadinya obstruksi pada saluran napas kecil pada paru-paru. Terjadinya obstruksi
ini menyebabkan bernapas menjadi sulit dan tidak adekuat (Guyton & Hall,
2014).
akan terjadi dibarengi dengan peningkatan terjadinya sesak. . Sesak adalah gejala
2017).
pada saluran napas dan mengakibatkan terjadinya sesak napas atau dyspnea. Sifat
dari sesak napas yang dirasakan seseorang bersifat subjektif atau dapat berbeda-
intensitas dan tinkatannya dapat berupa rasa tidak nyaman di dada yang terkadang
bisa membaik sendiri: yang membutuhkan bantuan napas yang serius (severe air
hunger) sampai yang fatal (amin, 2006). Pengkajian dyspnea yang dirasakan
normal adalah 12-18 kali permenit, dengan pola pernapasan kedalaman dan irama
yang teratur. walaupun keadaan sesak dari seseorang bersifat subjektif, namun
tingkat atau keparahan dari sesak napas seseorang dapat dikaji menggunakan
19
sebuah skala atau grade yang dinamakan mMRC (Medical Research Council
b. Objektif
penting dalam respirasi. Paru-paru dapat dikembangkan dengan 2 cara yaitu (1)
rongga dada, dan (2) dengan mengangkat dan menekan tulang iga untuk
menekan isi abdomen kearah atas kearah diafragma saat proses inspirasi
obstruksi atau sumbatan pada saluran pernapasan pasien. Otot bantu pernapasan
digunakan pada keadaan jika misalkan adanya obstruksi atau sumbatan pada
saluran napas baik moderat sampai parah. Adapun otot-otot yang dimaksud
anterior, mengangkat sebagian besar iga, (3) skalenus, mengangkat dua iga
pertama. Asimetri gerakan dinding dada atau deviasi trakeal juga merupakan
tanda adanya penggunaan otot bantu napas yang meningkat (Amin, 2006).
20
b) Fase Ekspirasi Memanjang
Ekpiration Volume (FEV) atau jumlah volume ekspirasi paksa yang menurun,
terutama pada ekspirasi saat detik pertama. Menurunannya FEV pada detik
pertama maka nilai kapasitas vital ekspirasi juga akan menurun. Jika dilakukan
Cappasity (FVC) pasien menurun hingga 47% bahkan pada obstruksi yang parah
bisa hingga 20%. Waktu yang digunakan pasien untuk melakukan ekspirasi juga
memanjang, dimana pada pasien normal dibutuhkan waktu empat detik untuk
dibutuhkan waktu tujuh detik, ini menunjukan pada pada pasien dengan obstruksi
jalan napas seperti PPOK akan mengalami fase ekpirasi yang memanjang (Guyton
obstruksi. Adanya obstruksi ini berpengaruh terhadap kondisi pola pernapasan dan
adalah 12-18 kali permenit, dengan pola pernapasan kedalaman dan irama yang
teratur. Pada pasien dengan obstruksi jalan napas pasien akan mengalami
kesulitan dalam bernapas dan biasanya pasien akan bernapas cepat atau disebut
juga dengan takipnea. Pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 20 kali
dari keadaan normal, maka proses gerakan udara ke dan keluar melalui jalan
21
5. Pemeriksaan Pola Napas Tidak Efektif Pada PPOK
a. Pemeriksaan subjektif
pemeriksaan dengan mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien dan yang
masalah-masalah fungsional dan fisik yang dialami oleh pasien dan pengaruh dari
masalah-masalah ini pada kehidupan dan gaya hidup pasien. Alasan pasien untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan sering berhubungan dengan salah satu dari
yang berikut ini : dyspnea, batuk serta keletihan dan kelemahan umum.
masalah kesehatan atau gejala tersebut mulai timbul, sudah berlangsung berapa
lama, apakah pernah reda pada suatu ketika, dan bagaimana peredaan didapatkan.
kondisi paru pasien yang dikaji merokok (satu-satunya factor yang paling penting
penyebab terjadinya penyakit pada paru), riwayat pribadi atau keluarga tentang
22
marah, isolasi ?, system pendukung apa yang digunakan pasien untuk mengatasi
b. Pemeriksaan objektif
pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan pasien (Amin,
2006) :
1) Tanda Vital, tekanan darah, temperature, frekuensi nadi dan frekuensi napas
tanda vital normal biasanya hanya menderita penyakit kronik atau ringan,
pengobatan segera.
a) Temperatur dibawah 35oC atau diatas 410C atau tekanan darah sistolik
(Djojodibroto, 2016).
23
2) Inspeksi, dengan mengamati area pernapasan dan pergerakan dada saat
hingga parah. Asimetri gerakan dinding dada atau deviasi trakeal dapat juga
sternum ke atas, (2) serratus anterior, mengangkat sebagian besar iga, (3)
palpasi bagian lateral bawah rib cage paru bersangkutan menunjukan adanya
5) Auskultasi.
a) Ronki kasar dan nyaring (Coarse rales and whezzing) sesuai dengan
Teknik latihan pernapasan pursed lips breathing (PLB) adalah teknik latihan
pernapasan yang dapat membantu mengontrol pola napas pasien. Teknik latihan
24
transport oksigen, membantu untuk menginduksi pola napas lambat dan dalam.
saluran napas. Tipe latihan pernapasan ini bagus untuk pasien yang kehilangan
elastisitas parunya seperti pada pasien PPOK (Smeltzer & Bare, 2002).
Tekhnik latihan pernapasan PLB adalah salah satu teknik yang mudah dan
membuat pernapasan menjadi lebih efektif. Teknik ini dapat memperlancar proses
napas dan menurunkan energi yang dibutuhkan di dalam respirasi (Green, Robert
J., 2007). Latihan pernapasan ini juga berguna untuk melatih ekspektorasi dan
pernapasan PLB dapat mengurangi jumlah tahanan dan jebakan dalam saluran
25
napas karena penumpukan mukus yang berlebih. Latihan pernapasan ini sekaligus
tekanan jalan napas selama ekspirasi. Tipe latihan pernapasan ini bagus untuk
pasien yang kehilangan elastisitas parunya seperti pada pasien PPOK (Smeltzer &
Bare, 2002). Latihan pernapasan ini juga melatih dan mengefisienkan kerja otot
pasien dengan gangguan ritme atau pola napas. Latihan pernapasan Pursed Lip
pernapasan yang diidikasikan pada pasien yang memiliki gangguan pada ventilasi
saluran napas. Menurut buku (Smeltzer & Bare, 2002), latihan pernapasan PLB
ini diidikasikan pada pasien yang memiliki gangguan penurunan daya elastisitas
paru seperti pada emfisema untuk melatih otot-otot pernapasannya agar dapat
a) Mencuci tangan.
26
c) Menganjurkan pasien untuk menarik napas melalui hidung secara pelan.
ingin bersiul.
f) Cobalah untuk meniup dua kali lebih pelan untuk satu kali penarikan
napas.
15 menit.
h) Mencuci tangan.
1. Pengkajian
Menurut(Somantri, 2012) fokus pengkajian yang dikaji pada pasien PPOK adalah:
a. Biodata
Data Biografi : nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
b. Riwayat kesehatan
sputum meningkat, sesak napas, mengi dan ronki pada saat ekspirasi
27
c. Data fisiologis, respirasi, nutrisi atau cairan, eliminasi, aktivitas atau
subkategori respirasi, perawat harus mengkaji data mayor dan minor yang
yaitu :
a) Subyektif : dyspnea
a) Subyektif : Ortopnea
2. Diagnosa Keperawatan
klien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
klien individu, keluarga atau komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
keperawatan dalam masalah ini gangguan pola napas tidak efektif. Dalam standar
28
diagnosis keperawatan Indonesia gangguan pola napas tidak efektif termasuk
pola napas tidak efektif adalah adanya hambatan upaya napas, hipoventilasi dan
kelelahan otot pernapasan. Adapun gejala dan tanda mayor dari gangguan pola
napas tidak efektif adalah subyektif yaitu dyspnea, obyektif yaitu penggunaan otot
bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal. Gejala dan
tanda minor dari gangguan pola napas tidak efektif secara subyektif adalah
(PPNI, 2016). Salah satu gejala klinis dari gangguan pola napas tidak efektif
3. Intervensi Keperawatan
29
a) Respiratory status: ventilation
masuk dan keluar dari hidung atau mulut pada proses bernapas
(Djojodibroto, 2016).
frekuensi nadi dan frekuensi napas dimana nilai ini akan menentukan
b) Menunjukan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas
abnormal).
c. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi gangguan pola napas tidak efektif
Rencana tindakan yang diberikan pada gangguan pola nafas tidak efektif
antara lain :
30
1) Airway Management
2) Oxygen Therapy
4) Bantuan Ventilasi
31
4. Implementasi Keperawatan
a. Jelaskan kepada klien tentang apa yang anda akan lakukan, mengapa tindakan
bagaiman hasil akan digunakan dalam perawatan atau penanganan yang lebih
lanjut.
a) Mencuci tangan.
ingin bersiul.
32
e) Menganjurkan pasien untuk menghembuskan napas pelan melalui mulut
f) Cobalah untuk meniup dua kali lebih pelan untuk satu kali penarikan
napas.
15 menit.
h) Mencuci tangan.
telah diajarkan.
5. Evaluasi Keperawatan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008).
Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan menurut (Dinarti et al.,
a. Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien. Pada pasien PPOK
dengan gangguan pola napas diharapkan pasien tidak mengeluh sesak, pasien
b. Objektive, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga. Pada
33
Dengan pemberian intervensi keperawatan diharapkan gangguan pola napas
b) Menunjukan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
pernapasan)
c. Assesment, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis dala
a) Tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama dengan hasil yang diharapkan
34