OLEH:
Risiko pasar muncul karena harga pasar bergerak dalam arah yang merugikan organisasi. Risiko
pasar merupakan kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh perubahan kondisi
dan situasi pasar di luar dari kendali perusahaan. Risiko pasar sering disebut juga sebagai risiko yang
menyeluruh, karena sifat umumnya adalah bersifat menyeluruh dan di alami oleh seluruh perusahaan.
Misalnya, suatu perusahaan mempunyai portofolio sekuritas saham yang dibeli dengan harga Rp
1 miliar. Misalkan harga saham jatuh, sehingga nilai pasar saham tersebut turun menjadi Rp 800 juta.
Perusahaan tersebut mengalami kerugian karena nilai portofolio sahamnya turun sebesar Rp 200
juta. Kerugian tersebut disebabkan karena harga saham bergerak kearah yang kurang menguntungkan
(dalam hal ini turun).
1.2. JENIS-JENIS RESIKO PASAR
Specific market risk adalah suatu bentuk risiko yang hanya dialami secara khusus pada
satu sektor atau sebagian bisnis saja tanpa bersifat menyeluruh. Contohnya :
Produk yang dijual oleh perusahaan tersebut dianggap mengandung bahan yang
berbahaya atau bersifat haram. Contoh suatu produk makanan yang mengandung lemak babi.
Secara islam makanan yang mengandung lemak babi haram hukumnya. Ketika hal itu diekspose
oleh media massa baik cetak maupun elektronik akan menyebabkan terjadinya penurunan drastis
pada penjualan produk perusahaan yang berpengaruh pada perusahaan laba perusahaan.
General market risk ini di alami oleh seluruh perusahaan yang disebabkan oleh suatu
kebijakan yang dilakukan oleh lembaga terkait yang mana kebijakan tersebut mampu memberi
pengaruh bagi seluruh sektor bisnis.
a) Foreign exchange risk yang merupakan bagian dari money market (pasar keuangan). Jual
beli valas ini memberikan keuntungan dengan konsep pada perolehan angka selisih pada
saat harga beli dan harga jual. Pada pasar valas ini kita dapat menggabungkan mata uang
dalam dua bentuk kategori yaitu :
Hard currencies (mata uang keras) mencakup mata uang yang berasal dari Negara-
negara yang memiliki tingkat kestabilan moneter tinggi atau biasanya berasal dari
Negara maju dan sering berbagai pihak menjadikan mata uang Negara tersebut sebagai
ukuran dalam mengkonversikan dengan mata uang negaranya
Soft curriencies ( mata uang yang lembut) adalah jenis mata uang yang diterbitkan
oleh suatu Negara namun jarang dipakai sebagai standar acuan dalam transaksi pasar
bisnis internasional, dengan alasan dianggap belum memiliki nilai kelayakan.
b) Interest rate risk /Risiko suku bunga adalah risiko yang di alami akibat dari perubahan suku
bunga yang terjadi di pasaran yang mampu memberi pengaruh bagi pendapatan perusahaan.
Untuk pembahasan yang lebih dalam tentang interest rate risk ini dapat dilihat pada bab
khusus membahas tentang risiko suku bunga.
c) Commodity position risk / Risiko perubahan nilai komoditi adalah suatu siuasi dan kondisi
dimana terjadinya kerugian akibat perubahan harga barang komoditi di pasar yang
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, dimana kondisi ini akan semakin parah pada saat
barang komoditi tersebut telah terikat kontrak dalam suatu kontrak perjanjian (commodity
contrack) serta informasi tersebut telah sampai ke pasar.
d) Equity position risk / Risiko perubahan kekayaan adalah suatu kondisi dimana kekayaan
perusahaan (stock and share) mengalami perubahan dari biasanyan sehingga perubahan
tersebut memberi dampak pada keuntungan dan kerugian karyawan.
e) Politic risk / Stabilitas politik adalah sesuatu sangat penting bagi suatu Negara. Stabilitas
politik menjanjikan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan, namun jika pemimpin
dan pihak terkait di suatu Negara tidak mampu menciptakan iklim kondusif dalam bidang
politik maka artinya seluruh pemimpin dan aparatur di Negara tersebut tidak memiliki
semangat kemimpinan.
Jika kita membicarakan distribusi normal, kita hanya memerlukan dua parameter yaitu
nilai rata-rata (atau disebut juga sebagai nilai yang diharapkan) dan deviasi standarnya. Dengan
dua parameter tersebut, kita bisa melakukan banyak hal seperti menghitung probabilitas nilai
tertentu.
= nilai rata-rata
Bagan di atas menggambarkan kurva normal yang berbentuk seperti bel. Kurva tersebut
berbentuk simetris, dimana sisi kanan merupakan cerminan sisi kiri. Deviasi standar dipakai
untuk menghitung penyimpangan dari nilai rata-rata. Semakin besar deviasi standar, semakin
besar penyimpangan. Penyimpangan dipakai sebagai indikator risiko. Semakin besar
penyimpangan, semakin besar risiko.
= (3+2+4,5+3+4+5,2+3,5+4,25+4+5) / 10 = 3,845%
Perhitungan deviasi standar dimulai dari perhitungan varian. Varian bisa dihitung sebagai
berikut ini :
σR2 = ∑ (R A – E(R A))2 / (N – 1)
= ( 8,76225 ) / (10-1)
= 0,973583
σA = (0,973583)½
= 0,9867%
Dengan cara yang sama tingkat keuntungan rata-rata dan deviasi standar untuk aset B
bisa dihitung, dan hasilnya adalah :
E(RB) = 4,15%
σB = 1,8265%
Karena deviasi standar untuk aset B lebih besar dibandingkan aset A, maka dapat
dikatakan bahwa risiko B lebih besar dibandingkan dengan risiko A.
Jika kita menggunakan probabilitas, maka deviasi standar bisa dihitung dengan formula
sebagai berikut :
E(R) = ∑ pi Ri
σR2 = ∑ pi (Ri – E(R))2
σR = (σ R 2 ) ½
1.3.2. VAR (VALUE AT RISK)
Value At Risk (VAR) mengembangkan lebih lanjut konsep kurva normal seperti yang
telah dibicarakan di muka, untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut ini ’Jika besok adalah
hari yang jelek, berapa besar (nilai rupiah) dan berapa besar kemungkinannya (probabilitas)
kerugian yang bisa dialami perusahaan besok (atau beberapa hari mendatang)?’ bahwa kerugian
perusahaan (karena pergerakan harga pasar yang tidak menguntungkan) sebesar Rp 10 juta atau
lebih. Dalam hal ini VAR menjawab pertanyaan tersebut dengan memberikan nilai uang dari
kerugian tersebut (Rp 10 juta), dan besar kemungkinannya (5%).
Misalkan kita membentuk portofolio yang terdiri dari saham X dan Y, dengan
proporsi masing-masing sebesar 50%, konstan selama 20 hari.
Return untuk portofolio tersebut bisa dilihat pada kolom (4).
Sebagai contoh :
= Rp 122,2 juta
Metode historis mempunyai kelebihan yaitu tidak mengamsumsikan distribusi
tertentu dan sederhana. Namun ada juga kelemahannya seperti asumsi bahwa data masa
lalu bisa digunakan untuk memperediksi masa datang. Tetapi metode tersebut
mempunyai kelemahan seperti asumsi bahwa data masa lalu bisa dipakai untuk
memprediksi masa datang. Dengan kata lain, metode tersebut mempunyain asumsi
bahwa pola data di masa lalu sama dengan pola data di masa mendatang. Jika pola yang
terjadi cukup stabil, maka data masa lalu bisa dipakai untuk memprediksi data masa
mendatang. Jika tidak (misal ada krisis yang tidak terduga), maka data masa lalu tidak
bisa dipakai untuk memprediksi masa mendatang.
1.3.2.2. VAR Metode Modeling (Analytical)
Dengan demikian VAR 95% return harian bisa dihitung melalui batas bawah
dimana wilayah sebesar 5% dari ujung paling kiri akan diperoleh, sebagai berikut ini.
VAR = 12% – 1,65 (15) = 12 % – 24,75 = – 12,75% VAR = –
12,75% x Rp1 milyar = – Rp127,5 juta
Jika kita mempunyai dua aset yang membentuk portofolio kita, maka efek
diversifikasi penting diperhatikan. Diversifikasi bisa mengurangi risiko jika kolerasi
return lebih kecil dari 1. sebagai contoh, misalkan menggabungkan dua aset dengan
karakteristik berikut ini :
Tingkat keuntungan bisa dilihat pada kolom 2, sementara probabilitas bisa dilihat pada
kolom 3. Probabilitas komulatif merupakan kumulasi
Run pertama memunculkan angka random 31. Angka 31 tersebut berkaitan dengan
tingkat keuntungan 0,5 (probabilitas komulatifnya 30-54). Proses tersebut bisa diulang-
ulang sampe 100 kali, 500 kali , atau 1.000 kali. Setelah proses tersebut diulang – ulang,
kita akan memperoleh distribusinya. Sebagai contoh, tabel dan bagan berikut ini
menyajikan distribusi yang dihasilkan melalui 100 kali run.
Distribusi diatas belum sepenuhnya normal. Jika kita melakukan run lebih banyak
lagi (misal 1.000 kali), maka sesuai dengan Central Limit Theorem. Distribusinya akan
mendekati atau menjadi distribusi normal. Setelah kita mengetahui distribusinya, kita
bisa menghitung VAR dengan menggunakan deviasi standar dan nilai rata – ratanya.
Untuk distribusi di atas, nilai rata – rata dan deviasi standarnya adalah :
Rata – rata tingkat keuntungan = 0,904%
Deviasi standar = 0,927%
Dalam beberapa situasi, kita ingin memodelkan VAR. Sebagai contoh, misalkan
kita mempunyai portofolio obligasi. Harga pasar obligasi sangat dipengaruhi oleh
tingkat bunga. Jika tingkat bunga naik, harga obligasi akan turun, dan sebaliknya. Kita
bisa memfokuskan perhatian kita pada tingkat bunga, dan menghubungkan perubahan
tingkat bunga dengan nilai pasar obligasi, kemudian menghitung VAR untuk portofolio
obligasi kita.
Lebih spesifik hubungan antara perubahan tingkat bunga dengan nilai obligasi bisa
dilihat sebagai berikut ini (lihat bab mengenai risiko perubahan tingkat bunga).
dP/P = – D [ dR / (1 + R) ]
dimana: dP = perubahan harga
P = harga obligasi
D = Durasi obligasi
dR = perubahan tingkat bunga
R = tingkat bunga
Misalkan portofolio obligasi kita mempunyai durasi sebesar 5. Tingkat bunga saat
ini adalah 10%. Kemudian kita mengasumsikan pergerakan tingkat bunga mengikuti
distribusi normal. Analisis lebih lanjut, berdasarkan data historis dan pertimbangan-
pertimbagan, menunjukkan bahwa perubahan tingkat bunga harian yang diharapkan
adalah 0%, dengan deviasi standar perubahan tingkat bunga adalah 1%. Distribusi
perubahan tingkat bunga tersebut bisa digambarkan pada bagan berikut ini :
Bagan 4. Distribisi Perubahan Tingkat Bunga
-1,65% 0% +1,65%
Pertama, kita bisa menghitung perubahan harga akibat kenaikan tingkat bunga, sebagai
berikut ini,
dP/P = – D [ dR / (1 + R) ] = – 5 [ 0,0165 / (1 + 0,1) ] = – 0,075
Jika tingkat bunga meningkat sebesar 1,65%, maka portofolio kita akan turun nilainya
sebesar 7,5%. Jika portofolio kita mempunyai nilai sebesar Rp1 milyar, maka 95% VAR
portofolio kita adalah:
Dengan hasil tersebut, kita bisa mengatakan bahwa ada kemungkinan sebesar 5%
kerugian portofolio obligasi kita sebesar Rp75 juta atau lebih.
Dalam beberapa situasi, kita ingin menghitung VAR untuk periode yang lebih
panjang. Misal, untuk melikuidasi posisi portofolio, waktu satu hari tidak cukup. Kita
memerlukan waktu, misal 5 hari. Padahal kita menghitung VAR dengan menggunakan
periode harian. Dalam situasi tersebut, VAR harian harus dikonversi menjadi VAR 5-
hari. Konversi tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut
ini.
VAR(n) = VAR(harian) x n
Kembali ke contoh di atas dimana 95%-VAR harian untuk portofolio obligasi kita
adalah Rp75 juta, 95%-VAR 5 hari bisa dihitung sebagai berikut ini.
Misalnya portofolio dengan N asset yang independen satu sama lain. Risiko asset
diukur dengan standar deviasi, sehingga tingkat keuntungan asset yang diharapkan dan risiko
asset tersebut adalah
Misalkan asset tersebut mempunyai ukuran satu sama yang lainnya, tingkat
keuntungan yang diharapkan untuk portofolio tersebut dan risikonya adalah
Keterangan :
N = jumlah aset
Karena asset tersebut independen satu sama lain, maka kovarians antar asset sama
dengan nol. Dengan demikian formula diatas busa disederhanakan lagi menjadi :
Misalkan asset tersebut sama satu sama lainnya (identically distributed), maka risiko
tersebut sama dan bisa dituliskan sebagai berikut
𝜎1 2 = 𝜎2 2 = 𝜎𝑁 2 = 𝜎 2 `
𝜎𝑟 2 = (1/𝑁)2 (N𝜎1 2 )
𝜎2
𝜎𝑟 2 = ( )
𝑁
Risiko portofolio (diukur melalui variansnya) adalah varians asset individual
dibagi dengan jumlah asset. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jika N menjadi
semakin besar, maka risiko portofolio akan semakin turun. Jika N tidak terhingga
(N → ∞ ), maka risiko portofolio akan menjadi nol. Dengan kata lain, portofolio
ini mempunyai tingkat keuntungan yang pasti (tidak ada kemungkinan
penyimpangan).Misalkan kita melakukan investasi di suatu asset. Maka distribusi
perolehan aset tersebut terlihat seberti tabel berikut
Tabel Perhitungan Standar Deviasi
Profitabilitas Keuntungan (Rp)
(1) (2) (3) = (1) x (4) = (10 x ((3) -
(2) 475)2
A 0,25 200 50 18.906,25
B 0,5 500 250 312,5
C 0,25 700 175 12.656,25
1,00 475 31,875
Standar deviasi = 1.785.357
Jika tahun depan kondisi ekonomi baik (kondisi A) dengan probabilitas 0,25
maka tingkat keuntungan investasi tersebut adalah Rp700. Ada tiga kondisi yaitu
sedang (B), dan jelek (C). Tingkat keuntungan yang diharapkan bisa dilihat pada
kolom (3), yaitu sebesar 475. Perhitungan varian diperoleh pada kolom (4) baris kedua
dari bawah yaitu 31.875. Standar deviasi adalah akar dari 31.875 yaitu = 178,5
Tabel berikut ini menunjukkan efek diversifikasi ( asset independen ), risiko dengan
satu asset, kemudian portofolio dimulai dengan 10 aset sampai dengan jumlah asset
yang tidak terhingga
Tabel Efek Diversifikasi (Aset Independen)
Jumlah Risiko Risiko
Aset (Standar (Varian)
Deviasi)
1 178,5357 31.875
10 17,85357 3.187,5
100 1,785357 318,75
1000 0,1785357 31,875
1000 0,01785357 3,1875
100000 0,001785357 0,31875
Tidak 0 0
terhingga
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jika asset independen satu sama lain, risiko akan
cenderung nol kita memperluas asset menjadi tidak terhingga jumlahnya. Bagan berikut ini
menggambarkan hasil pada tabel diatas
1.4.3 Ilustrasi Risiko yang Bisa dan Yang Tidak bisa Diversifikasikan
Contoh risiko bisa didiversifikasi (risiko tidak sistematis): Misalkan kita
memegang saham Astra kemudian pabrik Astra mengalami kebakaran yang
mengakibatkan penurunan keuntungan. Dengan demikian kitamegalami
kerugian karena saham perusahaan mengalami penurunan. Namun disisi lain
kita juga mempunyai saham Indomobil sehingga kitamempunyai portofolio
dari saham Astra dan Indomobil. Berita buruk Astra menjadi berita baik
Indomobil. Pasokan Astra berkurang dan Indomobil meningkat, dengan
begitu kerugian saham di Astra bisa dikompensasi oleh keuntungan dari
Indomobil.
Contoh risiko yang tidak bisa didiversifikasi (risiko sistematis):
Misalkan terjadi resesi perekonomian di Indonesia sehingga
permintaan terhadap produk produk Indonesia melemah. Menyebabkan
penjualan mobil mengalami penurunan baik Astra maupun Indomobil
sehingga harga saham keduanya juga mengalami penurunan, salah satu cara
menurunkan risiko sistematis dalam situasi tersebut adalah dengan
memperluas aset dalam portofolio kita, misal dengan memasukan asset dari
luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Mamduh, M. Hanafi, 2016, Manajemen Risiko (Edisi Ketiga), Yogyakarta:UPP STIM YKPN