Anda di halaman 1dari 76

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. E-learning
a. Definisi dan konsep e-learning

Pembelajaran jarak jauh menggunakan perangkat elektronik mulai

berkembang pada tahun1960-an. Sejak saat itu berbagai istilah digunakan untuk

mengemukakan pendapat/gagasan tentang pembelajaran elektronik,

diantaranya yaitu online learning, internet-enabled learning, virtual learning,

web-based learning dan sebagainya (Bezhovski & Poorani, 2016:51).

E-learning terdiri dari dua bagian, yaitu e- yang merupakan singkatan dari

elektronika dan learning yang berarti pembelajaran, sehingga e-learning

merupakan pembelajaran baik secara formal maupun informal dengan

menggunakan jasa/bantuan perangkat elektronika, seperti internet, intranet,

CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain sebagainya, akan

tetapi yang lebih dominan adalah e-learning yang menggunakan internet

(berbasis web) (Sutomo: 2012:152-153).

E-learning mengacu pada penggunaan teknologi informasi dan

komunikasi untuk memungkinkan akses ke sumber belajar secara online

(Horton, 2006: 1). Dalam arti yang paling luas, Abbad et al. (2009: 2),

mendefinisikan e-learning sebagai setiap pembelajaran yang diaktifkan secara

elektronik. Namun definisi ini dipersempit menjadi pembelajaran yang

diberdayakan dengan memanfaatkan penggunaan teknologi digital. Definisi ini

lebih lanjut dipersempit oleh beberapa peneliti menjadi pembelajaran yang

11
berbasis internet atau berbasis web (LaRose et al., 1998:2; Keller dan Cernerud,

2002:56).

Menurut OECD (2005: 2), e-learning didefinisikan sebagai penggunaan

teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai proses pendidikan untuk

mendukung dan meningkatkan pembelajaran di suatu lembaga pendidikan,

termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelengkap

pembelajaran konvensional di ruang kelas, pembelajaran online, atau

pencampuran antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran online

(blended learning).

Lebih lanjut Liaw dan Huang (2003:28-29) mendefinisikan e-learning

berdasarkan ringkasan karakteristiknya. Pertama pembelajaran e-learning

memerlukan lingkungan multimedia; kedua e-learning menggabungkan

beberapa jenis informasi; ketiga sistem e-learning mendukung komunikasi

kolaboratif, di mana pengguna memiliki kontrol penuh atas situasi

pembelajaran mereka sendiri; keempat e-learning membutuhkan jaringan

pendukung untuk mengakses informasi; dan kelima, e-learning dapat

diimplementasikan secara bebas di berbagai jenis sistem operasi komputer.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa e-

learning merupakan pembelajaran berbasis teknologi yang memanfaatkan

penggunaan internet dan teknologi penting lainnya untuk mengatur suatu

pembelajaran dalam suatu organisasi, menghasilkan bahan untuk belajar,

kemudian mengajarkannya/mendistribusikannya kepada peserta didik.

Pendekatan pembelajaran dengan memanfaatkan e-learning akan menjadikan

12
peserta didik sebagai pusat pembelajaran (student center) karena melibatkan

sistem yang interaktif, berulang-ulang, serba cepat, dan dapat disesuaikan

dengan kebutuhan belajar peserta didik.

Menurut Wahono dalam Darmawan (2014:63), terdapat tiga komponen

utama penyusun e-learning yaitu:

1) E-learning system

Sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar

mengajar konvensional. Hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar

mengajar yaitu manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum

diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang

berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat

lunak ini disebut dengan LMS (Learning Management System).

2) E-learning content

Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system (learning

management system). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk

multimedia-based content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau

text-based content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran

biasa).

3) E-learning infrastruktur

Infrastruktur e-learning dapat berupa personal computer (PC),

jaringan komputer dan perlengkapan multimedia, termasuk di dalamnya

peralatan telekonferensi.

13
Horton (2006:5) juga menjelaskan bahwa dalam merancang sistem e-

learning yang baik perlu mempertimbangkan empat hal, yaitu desain

instruksional, perangkat lunak yang digunakan, desain media dan ekonomi.

Perancangan e-learning harus dimulai dengan rancangan instruksional yang

baik, misalnya perumusan tujuan, strategi, aktivitas. Selain itu yang perlu

diperhatikan adalah kecepatan dalam mengakses internet, keterbatasan

bandwith, latar belakang pengetahuan yang menyangkut kesiapan dalam

mengikuti pembelajaran, pemilihan media yang cocok untuk materi yang akan

dipelajari serta pemilihan perangkat lunak apa yang cocok untuk membuat e-

learning dan kontennya.

Menurut Surjono (2013:8-9) sistem e-learning dapat diterapkan dalam

bentuk asynchronous, synchronous, atau campuran antara kedua. Contoh e-

learning asynchronous banyak dijumpai di internet baik yang sederhana

maupun yang terpadu melalui portal e-learning, sedangkan dalam e-learning

synchronous, pengajar dan peserta didik harus berada di depan komputer secara

bersama-sama karena proses pembelajaran dilaksanakan secara langsung, baik

melalui video maupun audio konferensi.

b. E-learning berbasis LMS Chamilo

Chamilo merupakan salah satu perangkat lunak gratis yang menyediakan

platform untuk e-learning yang tergolong ke dalam Learning Management

System (biasa disingkat “LMS”) yaitu istilah populer yang digunakan untuk

mendeskripsikan platform perangkat lunak apa pun yang dirancang untuk

14
memanajemen suatu pembelajaran, mulai dari penyampaian konten/bahan ajar,

memfasilitasi interaksi antara peserta didik dan guru atau antar sesama peserta

didik, serta pemantauan kemajuan peserta didik dalam suatu pembelajaran

(Torreblanca, 2015:1).

LMS diciptakan pada tahun 1999 sebagai aplikasi e-learning berbasis

web. Melalui LMS, memungkinkan instruktur/guru untuk mengelola

pendistribusian materi, pengaturan, komunikasi, dan aspek lain dalam

memanajemen suatu pembelajaran (Shawar, 2009:738). LMS tidak

dimaksudkan untuk menggantikan pengaturan ruang kelas konvensional,

melainkan peran utamanya adalah untuk melengkapi proses pembelajaran

dengan berbagai konten/objek ajar yang dapat diakses dari internet (Landry et

al., 2006:88).

Sebagai salah satu software yang tergolong dalam LMS, Chamilo dapat

digunakan untuk menciptakan banyak jenis bahan ajar. Lebih penting lagi,

dengan Chamilo dapat memotivasi peserta didik untuk belajar mandiri yang

lebih efektif sesuai langkah mereka sendiri, serta menyediakan sarana untuk

berinteraksi lebih lengkap dengan guru dan sesama peserta didik (Torreblanca,

2015:1).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan

menggunakan LMS Chamilo, guru dapat mengembangkan pembelajaran secara

online melalui website. Selain itu kelebihan dari e-learning berbasis Chamilo

yang paling utama yaitu tampilan dari Chamilo yang sederhana serta dapat

15
membangun pembelajaran yang kolaboratif melalui fitur-fitur yang terdapat di

dalamnnya.

Berdasarkan penelitian Dipti Arora dalam International Journal of

Information Dissemination and Technology, beberapa kelebihan e-learning

Chamilo dibandingkan software LMS lainnya adalah: 1) Chamilo sudah

memenui standarisasi kompatibilitas SCORM; 2) Chamilo sudah memenuhi

syarat standar aksesbilitas tingkat WAI WCAG AAA; 3) Chamilo memiliki

antarmuka yang adaptif dan kompatibilitas dengan perangkat mobile; 4)

Chamilo memiliki beberapa fitur standar seperti pengunggahan materi ajar,

penciptaan lapangan, sistem pelacakan dan manajemen peserta didik; 5)

Chamilo memiliki fitur jaringan sosial; 6) Chamilo dapat diinstal pada beberapa

plugin; 7) Chamilo tersedia dalam banyak bahasa dan terjemahan bahkan

Jepang Cina dan Vietnam; 8) Chamilo memiliki API antarmuka untuk aplikasi

ponsel sehingga menjaga agar data pesan tetap aman; 9) Instalasi Chamilo

dengan menggunakan panel web sangat mudah.

Berdasarkan kelebihan-kelebihan Chamilo di atas, beberapa fitur yang

dapat menunjang pembelajaran antara lain tugas online, kuis online, komunikasi

dan kolaborasi melalui forum chat, serta dilengkapi fitur utama yang dapat

mengunggah berbagai format materi pembelajaran baik video, animasi, link dan

lain lain. Dengan tersedianya fitur-fitur tersebut diharapkan dapat menciptakan

suatu inovasi pembelajaran yang lebih menarik bagi peserta didik, dan dapat

dijadikan solusi terhadap keterbatasan-keterbatasan dalam pembelajaran,

seperti masalah waktu tatap muka, sumber belajar yang terbatas, objek ajar yang

16
terlalu jauh, terlalu kecil, terlalu kompleks, dinamis, maupun objek ajar yang

bersifat fenomenologis.

c. Penggunaan e-learning dalam pembelajaran

Pembelajaran menggunakan e-learning merupakan salah satu model

pembelajaran yang kegiatan pembelajarannya memanfaatkan elektronik dengan

mengakses internet untuk mengatasi perbedaan ruang, waktu, dan keadaan.

Menurut Surjono (2013:1) potensi pemanfaatan teknologi informasi dan

komunikasi seperti e-learning dalam pendidikan sangat banyak, diantaranya

adalah untuk meningkatkan akses pendidikan, meningkatkan efisisensi waktu

dan ruang, serta meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran.

Lebih lanjut Surjono (2013:4) menjelaskan bahwa e-learning dapat

diterapkan secara inovatif pada semua tahapan aktivitas belajar-mengajar mulai

dari pembuatan rencana pembelajaran, penyiapan materi, penyajian materi,

pelaksanaan pembelajaran, hingga evaluasi. Dalam pembelajaran sains (fisika,

kimia, biologi, dll) e-learning dapat membantu guru dalam mengajarkan

berbagai materi pelajaran yang kompleks, luas, dinamis, dan sulit, ke peserta

didik melalui pemanfaatan animasi dan simulasi serta penyediaan sumber-

sumber informasi yang dapat diakses dengan mudah.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa tujuan pembelajaran sains menurut

Murphy & Whitelegg (2006: 13) adalah untuk mengembangkan kemampuan

proses ilmiah (skill), mendorong pemahaman konsep dan mengembangkan

sikap positif terhadap ilmu pengetahuan. Dalam hal ini e-learning turut

17
berperan dalam membantu peserta didik mengembangkan skill, konsep dan

sikap sains tersebut. Berikut ini McFarlane (2000:99) memberikan ilustrasi

hubungan antara penggunaan ICT/internet/e-learning dengan pengembangan

skill sains peserta didik (Gambar 1).

Gambar 1. Skema hubungan antara e-learning dan pengembangan skill sains


peserta didik
(Sumber: McFarlane, 2000)

Implikasi pemanafaatan e-learning dalam pembelajaran inovatif adalah

diperolehnya pembelajaran yang aktif, kolaboratif, kreatif, integratif, dan

evaluatif. Pembelajaran yang diperkaya pemanfaatan ICT dalam e-learning

(misal: hypermedia, simulasi, video animasi) memudahkan peserta didik dalam

melakukan inkuiri, dan analisis informasi baru. Peserta didik tidak sekadar

menghafal fakta melainkan difasilitasi untuk mengkonstruksi pengetahuan baru

berdasarkan contoh kehidupan sehari-hari, sehingga menjadi pembelajaran

yang aktif dan sangat menarik. Pembelajaran yang difasilitasi fitur-fitur e-

learning (misal: forum diskusi, chat, email) mendorong peserta didik untuk

18
saling berinteraksi dan bekerja sama antar sesama peserta didik, guru maupun

ahli bidang yang relevan dimanapun mereka berada.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran dengan e-learning merupakan proses interaksi antara peserta

didik dengan guru, materi, dan pendukung pembelajaran layaknya kegiatan saat

belajar di ruang kelas. Pembelajaran dapat dilakukan dengan synchronously

(waktu yang sama) maupun asynchronously (waktu tidak sama) yang di dukung

dengan menu diskusi atau chatting sehingga ada komunikasi antara peserta

didik dan guru dan antar sesama peserta didik.

Penggunaan e-learning dalam pembelajaran menuntut peserta didik untuk

belajar mandiri dalam menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Peserta didik dapat mengakses berbagai

sumber artikel, menganalisis informasi yang relevan dan melakukan pencarian

berdasarkan kebutuhan secara online. Dengan kata lain, e-learning mampu

mengelola sistem pembalajran yang meliputi tujuan, subjek belajar, materi

pelajaran, strategi, media, evaluasi dan penunjang. E-learning dapat

difungsikan untuk menambah wawasan, pelengkap dalam memberikan

penguatan atau remedial, dan mengganti pembelajaran yang awalnya

konvensional menjadi blended learning.

d. Manfaat dan kerugian penggunaan e-learning dalam pembelajaran

Penerapan e-learning dalam pembelajaran memiliki beberapa manfaat,

dan mengingat beberapa kelebihan dan manfaatnya, e-learning dianggap

19
sebagai metode pembelajaran terbaik. Beberapa penelitian telah

mengemukakan manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari penerapan

teknologi e-learning di sekolah-sekolah yaitu (1) memberikan pengalaman

yang lebih menarik bagi peserta didik, (2) mudah diakses, pengiriman materi

melalui media elektroknik membuat pembelajaran menjadi lebih fleksibel, (3)

penilaian peserta didik yang lebih transparan, dan (4) biaya yang lebih murah,

komponen e-learning yang interaktif dan gabungan dari berbagai media secara

efektif dapat menggantikan instruksi tatap muka sehingga menurunkan biaya

untuk pelajar dan penyedia pendidikan (Klein dan Ware, 2003:36; Algahtani,

2011:92).

Marc (2002:186) dalam ulasan bukunya yang berjudul strategi e-learning

untuk menyampaikan pengetahuan di era digital, menyatakan bahwa salah satu

keuntungan penggunaan e-learning dalam pendidikan adalah e-learning fokus

pada kebutuhan individu peserta didik sebagai faktor penting dalam proses

pendidikan dan bukan pada kebutuhan instruktur, atau institusi pendidikan.

Selain itu, sejumlah hasil studi telah menunjukkan bahwa e-learning dapat

meningkatkan motivasi belajar peserta didik (El-Seoud, 2014:20; Harandi,

2015:423) memberikan dampak positif terhadap kinerja akademik (Suresh,

2018:5); meningkatkan prestasi akademik dan kreativitas peserta didik (Zare,

2016:25); meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik (Istambul,

2016:428); meningkatkan kualitas pelatihan praktis dan memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang materi pembelajaran (Yanuschik,

2015:147).

20
The National Teacher Association (NSTA, 2008:65) juga mendukung dan

mendorong pemanfaatan e-learning untuk pembelajaran sains. Beberapa

alasannya antara lain karena e-learning menjanjikan (1) akses yang lebih efektif

terhadap konsep dan pengajaran sains terutama bila berkaitan dengan observasi,

pengukuran dan penelitian ilmiah, (2) informasi terbaru berkaitan dengan

materi sains dan resource dari internet, (3) berbagai animasi dan simulasi yang

berkaitan dengan sains. Akan tetapi e-learning ini akan lebih optimal apabila

diterapkan secara bersama-sama dengan metode lain seperti aktivitas tatap

muka antara guru dan peserta didik serta aktivitas penugasan di luar kelas.

Menurut Arkorful & Abaidoo (2014:401), berikut adalah beberapa

kelebihan penggunaan e-learning dalam pendidikan:

1) Penggunaan e-learning memberikan waktu belajar yang lebih fleksibel

dan tidak harus terikat pada suatu tempat untuk menerima pembelajaran

yang diperbaharui oleh tutor/guru. Peserta didik dapat mengakses

informasi, mengerjakan dan mengirimkan tugas, serta melakukan evaluasi

pembelajaran tanpa harus hadir di kelas.

2) E-learning mampu meningkatkan pengetahuan dan kualifikasi peserta

didik melalui kemudahan akses ke sejumlah besar informasi.

3) E-learning memberikan peluang untuk menghubungkan antara peserta

didik dengan menggunakan forum diskusi, menghilangkan hal-hal yang

berpotensi menghambat partisipasi termasuk ketakutan berbicara dengan

peserta lain, memotivasi peserta didik untuk saling bertukar informasi dan

menghormati sudut pandang yang berbeda, serta menyediakan prospek

21
tambahan untuk interaktivitas antara peserta didik dan guru selama

pengiriman konten.

4) Pembelajaran melalui e-learning mempertimbangkan perbedaan

kemampuan peserta didik. Beberapa peserta didik, misalnya lebih suka

berkonsentrasi pada bagian-bagian tertentu dari konten/materi ajar,

sementara yang lain siap untuk meninjau seluruh konten/materi ajar.

5) Penggunaan e-learning memungkinkan self-pacing. Misalnya, cara

asynchronous memungkinkan setiap peserta didik untuk belajar sesuai

dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing baik lambat atau

cepat, sehingga meningkatkan kepuasan dan mengurangi stress belajar

pada peserta didik.

Selain kelebihan, e-learning juga memiliki beberapa kekurangan yaitu e-

learning hanya dapat diterapkan pada peserta didik dengan motivasi dan

kemandirian belajar yang kuat, serta terdapat keterbatasan teknis untuk

pengiriman materi, terutama persyaratan untuk akses broadband ke internet dan

komputer pribadi dengan spesifikasi yang relatif tinggi (Klein dan Ware, 2003:

37).

Meskipun ada klaim bahwa e-learning dapat meningkatkan kualitas

pendidikan, Dowling dkk. (2003:387) berpendapat bahwa materi pembelajaran

online menghasilkan pembelajaran yang lebih baik hanyalah bentuk penilaian

kolektif tertentu. Selain itu, kecaman yang paling terlihat dari e-learning adalah

22
tidak adanya interaksi pribadi yang sangat penting, tidak hanya antara pelajar

dan instruktur, tetapi juga di antara rekan-rekan pelajar.

Menurut Arkorful & Abaidoo (2014:403), berikut adalah beberapa hasil

penelitian yang mengungkapkan kerugian dari penerapan e-learning dalam

pembelajaran:

1) Sehubungan dengan klarifikasi, penjelasan, serta interpretasi dalam proses

pembelajaran anatar guru ke peserta didik, metode e-learning mungkin

tidak lebih efektif dari metode pembelajaran konvensional. Proses

pembelajaran jauh lebih mudah dengan menggunakan pertemuan tatap

muka dengan instruktur atau guru.

2) E-learning memiliki efek negatif terhadap keterampilan komunikasi

pelajar. Meskipun peserta didik mungkin memiliki pengetahuan yang

sangat baik di bidang akademik, mereka mungkin tidak memiliki

keterampilan baik untuk menyampaikan pengetahuan mereka kepada

orang lain.

3) Karena tes untuk penilaian dalam e-learning mungkin dilakukan secara

online, maka akan sulit untuk mengontrol atau mengatur aktivitas buruk

seperti kecurangan yang dilakukan oleh peserta didik dalam evaluasi

pembelajaran.

4) E-learning dapat disalahgunakan ke pembajakan dan plagiarisme, karena

mendukung kemudahan menyalin (copy) dan menempel (paste).

5) Tidak semua bidang atau disiplin ilmu dapat memanfaatkan e-learning

dalam proses pembelajaran. Misalnya bidang ilmiah atau kesehatan yang

23
mengharuskan praktik dan tidak cukup dipelajari hanya melalui e-

learning/virtual learning.

6) E-learning juga dapat memperburuk peran sosialisasi lembaga dan

instruktur sebagai pengelola dan pelaksana proses pendidikan.

2. Materi Perubahan Lingkungan dan Daur Ulang Limbah

Perubahan lingkungan dan daur ulang limbah merupakan salah satu materi

pembelajaran biologi yang diajarkan di kelas X SMA pada semester genap.

Berdasarkan Permendikbud No 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti (KI)

dan Kompetensi Dasar (KD) pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan

Pendidikan Menengah tertuliskan bahwa materi tersebut dijelaskan pada KD

3.11 yaitu menganalisis data perubahan lingkungan, penyebab, dan dampak dari

perubahan-perubahan tersebut bagi kehidupan. Secara garis besar materi yang

diajarkan pada materi perubahan lingkungan dan daur ulang limbah adalah

sebagai berikut.

a. Keseimbangan Lingkungan

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, lingkungan hidup adalah

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan

perikehidupan dan kesejahteraan manusia beserta mahluk hidup lainnya.

Lingkungan yang seimbang memiliki daya lenting dan daya dukung yang

tinggi. Daya lenting merupakan kemampuan lingkungan untuk pulih kembali

pada keadaan seimbang ketika mengalami gangguan atau perubahan. Daya

24
dukung merupakan kemampuan lingkungan untuk dapat memenuhi kebutuhan

berbagai mahluk hidup agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar di

dalamnya (Wijana, 2014: 143).

Keseimbangan lingkungan ditentukan oleh seimbangnya energi yang

masuk dan energi yang digunakan, seimbangnya bahan makanan yang

terbentuk dan yang digunakan, serta seimbangnya faktor-faktor abiotik dan

faktor-faktor biotik. Gangguan pada salah satu faktor dapat menyebabkan

terganggunya keseimbangan lingkungan (Wijana, 2014:144-145).

Daya dukung lingkungan dapat ditingkatkan, terutama pada lingkungan

buatan. Misalnya, agar padang rumput dapat menampung lebih dari 1.000 ekor

kelinci tanpa terjadi kompetisi, maka tanah diberi pupuk agar lebih subur

sehingga dapat memenuhi kebutuhan kelinci di dalamnya. Manusia selalu

berusaha meningkatkan daya dukung lingkungannya, Untuk meningkatkan

daya dukung lingkungan (misal meningkatkan hasil pertanian), manusia

melakukan beberapa usaha seperti pemberian pupuk kimia pada ekosistem

pertanian (Gambar 2) dan pemberantasan hama penyakit menggunakan

pestisida. Akan tetapi, daya dukung lingkungan tidak mungkin terus menerus

ditingkatkan, karena kemampuan lingkungan memiliki kapasistas tertentu

(Syamsuri, 2017:320).

25
Gambar 2. Penggunaan pupuk kimia untuk meningkatkan hasil tanaman
berdampak buruk bagi lingkungan
(Sumber: Abdurrosyid, 2018)

Sejak abad ke-1 hingga abad ke-17 Masehi, penduduk bumi diperkirakan

berjumlah 0.5 miliar jiwa. Artinya selama kurun waktu 16 abad, jumlah

penduduk bumi tetap sama. Hal ini memberikan bukti adanya keseimbangan

antara populasi manusia dengan lingkungannya selama kurun waktu tersebut

(Syamsuri, 2017:320).

Gambar 3. Peningkatatan jumlah penduduk menyebabkan ketidakseimbangan


lingkungan
(Sumber: Irawan, 2018)

26
Akan tetapi, setelah perkembangan IPTEK dan revolusi industri, populasi

manusia terus-menerus meningkat (Gambar 3). Pada tahun 2013, jumlah

penduduk dunia mencapai 7.2 miliar, dan untuk memenuhi kebutuhan populasi

manusia yang terus meningkat, maka diproduksi bahan-bahan kebutuhan

manusia dalam jumlah besar melalui industrialisasi. Hal tersebut

mengakibatkan (Syamsuri, 2017: 321):

1. Sumber daya alam yang diambil dari lingkungan semakin besar, baik

macam maupun jumlahnya.

2. Industri menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan.

3. Populasi manusia yang meningkat mengakibatkan meningkatnya

produksi limbah rumah tangga.

4. Muncul bahan-bahan sintetik untuk meningkatkan daya dukung

lingkungan manusia, misalnya pestisida untuk meningkatkan hasil

pertanian yang dapat meracuni lingkungan.

Semua itu dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan lingkungan.

Pertama, daya lenting lingkungan akan semakin kecil, sehingga waktu yang

diperlukan lingkungan untuk pulih kembali semakin lama. Kedua, daya dukung

lingkungan menjadi rendah, lingkungan tidak mampu lagi menyediakan

kebutuhan hidup organisme di dalamnya, yang kemudian berdampak buruk

pada kehidupan organisme tersebut. Berikut adalah bagan mengenai pengaruh

kegiatan manusia terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan (Gambar 4).

27
Gambar 4. Bagan pengaruh kegiatan manusia terhadap kerusakan dan
pencemaran lingkungan
(Sumber: Syamsuri, 2017)

b. Perubahan Lingkungan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan

hidupnya, manusia melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam secara

berlebihan. Eksploitasi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan ekologi, seperti kerusakan tanah, pencemaran lingkungan,

hilangnya suatu populasi, dan bahkan menyebabkan putusnya rantai dalam daur

biologi dan daur materi. Hal tersebut berdampak pada terjadinya perubahan

lingkungan (Wijana, 2014:145).

Pada dasarnya, perubahan lingkungan dapat disebabkan oleh banyak hal,

yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu karena faktor

28
kesengajaan manusia dan karena faktor alam (Gambar 5). Baik perubahan

karena faktor manusia maupun karena faktor alam, sama-sama menimbulkan

dampak yang harus ditanggung oleh manusia (Zulkifli, 2014:53).

Gambar 5. Bagan perubahan lingkungan oleh faktor alam dan manusia


(Sumber: Syamsuri, 2017)

1) Perubahan Lingkungan karena Faktor Manusia

Aktivitas manusia untuk selalu memenuhi kebutuhan hidup dan

meningkatkan kesejahteraannya telah memberikan kontribusi terhadap

berbagai perubahan lingkungan. Misalnya penebangan hutan, penambangan,

pembangunan perumahan dan intensifikasi pertanian (Wijana, 2014:145).

29
a) Penebangan hutan

Penebangan dan penggundulan hutan, apalagi yang dilakukan secara

liar, akan merusak ekosistem hutan dan mengurangi fungsi hutan sebagai

penahan dan penyimpan air serta pemelihara tanah. Akibatnya daya dukung

hutan menjadi berkurang (Campbell, 2010:431).

Penggundulan hutan (Gambar 6) dapat menyebabkan terjadinya erosi

tanah dan banjir di musim hujan, sedangkan di musim kemarau akan

menyebabkan kekurangan air. Selain itu, penebangan hutan menyebabkan

semakin sempitnya habitat bagi berbagai satwa hutan, hal ini dapat

menyebabkan punahnya satwa tersebut (Wijana, 2014:145).

Gambar 6. Penebangan hutan mengakibatkan hilangnya fungsi hutan


(Sumber: berpendidikan.com, 2016)

b) Penambangan

Kegiatan penambangan, apalagi yang dilakukan secara liar, dapat

menyebabkan rusaknya ekosistem asal, khususnya yang terletak di atas lokasi

30
tambang. Penambangan biasanya menyisakan lubang-lubang bekas galian dan

limbah (Gambar 7). Perubahan topografi tersebut menyebabkan banjir dan

tanah longsor. Pertambangan juga menghasilkan limbah berbahaya yang

dapat mencemari lingkungan sekitarnya (Campbell, 2010:431).

Gambar 7. Perubahan topografi akibat aktivitas pertambangan emas


“NewMont” di Sumbawa
(Sumber: Tempo, 2015)

c) Pembangunan perumahan

Meningkatnya jumlah populasi manusia menuntut tersedianya tempat

tinggal yang semakin banyak. Artinya, akan semakin banyak lahan yang

digunakan untuk membangun perumahan (Gambar 8). Tidak jarang manusia

melakukan pembukaan lahan untuk areal perumahan yang menyebabkan

semakin berkurangnya jumlah pohon. Rawa-rawa ditimbun kemudian

dibangun perumahan, tanah terbuka juga semakin jarang karena ditutup oleh

aspal dan semen beton yang menghalangi air hujan meresap ke dalam tanah.

31
Akibatnya, ketika musim hujan sering terjadi banjir dan pada siang hari udara

menjadi sangat panas (Wijana, 2014:145).

Gambar 8. Pembukaan lahan hijau untuk perumahan


(Sumber: Kompasiana, 2016)

d) Intensifikasi pertanian

Sering kali, manusia tidak menyadari bahwa kegiatan-kegiatannya yang

bermaksud baik dan tidak mengganggu lingkungan pada akhirnya dapat

merusak lingkungan seperi intensifikasi pertanian. Penerapan intensifikasi

pertanian memang diakui dapat meningkatkan produksi pangan, tetapi juga

memiliki dampak yang merugikan (Syamsuri, 2017:334).

Dalam intensifikasi pertanian, petani biasanya hanya menanam satu

jenis tanaman pangan (pertanian monokultur), melakukan pengolahan tanah,

pemupukan tanaman dengan pupuk kimia dan melakukan pemberantasan

hama dan penyakit menggunakan pestisida. Jika dilakukan tanpa kendali,

32
kegiatan intensifikasi pertanian tersebut dapat menimbulkan dampak yang

disajikan pada gambar 6 (Campbell, 2010: 431-432).

Gambar 9. Dampak intensifikasi pertanian terhadap lingkungan


(Sumber: Syamsuri, 2017)

2) Perubahan Lingkungan karena Faktor Alam

Lingkungan di bumi yang kita tempati sebenarnya selalu berubah. Pada

awal pembentukannya, lingkungan di bumi sangat panas sehingga tidak ada

satu pun bentuk kehidupan yang mampu hidup. Namun, dalam jangka waktu

yang sangat lama dan secara berangsur-angsur lingkungan bumi berubah

menjadi lingkungan yang memungkinkan adanya bentuk-bentuk kehidupan.

Perubahan lingkungan itu terjadi karena adanya faktor-faktor alam

(Campbell, 2012:65).

Beberapa faktor alam yang dapat mengubah lingkungan antara lain

gunung meletus, gempa bumi, gelombang tsunami, tanah longsor, banjir,

badai angin, kebakaran hutan, dan kemarau panjang. Manusia tidak mampu

mencegah faktor-faktor alam tersebut (Syamsuri, 2017:318). Bencana alam

33
seperti kebakaran hutan, selain menyebabkan kerusakan hutan dan

mengganggu fungsi hutan, juga menyebabkan matinya berbagai organisme di

hutan tersebut (Wijana, 2014:145).

Letusan gunung berapi dapat menyebabkan perubahan iklim seperti

yang terjadi pada waktu gunung Tambora meletus (Gambar 10). Letusan

gunung Tambora yang terjadi pada tahun 1815 menyebabkan musim dingin

yang panjang atau disebut sebagai tahun tanpa musim panas dengan adanya

perubahan cuaca drastis di Amerika Utara dan Eropa akibat debu yang

dihasilkan dari letusan tersebut (Wijana, 2014:145).

Gambar 10. Letusan gunung api Tambora menyebabkan terjadinya


perubahan iklim
(Sumber: meteoweb.eu, 2012)

c. Pencemaran Lingkungan

Berbagai aktivitas manusia hampir selalu menghasilkan limbah, begitu

juga dalam proses produksi pasti dihasilkan limbah. Dalam konsentrasi dan

34
jumlah tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap

lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (Zulkifli,

2014:53).

Menurut Undang-Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32

Tahun 2009, Pencemaran Lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya

mahluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan (air,

tanah, udara) atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau

oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun hingga tingkat tertentu

yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Turunnya kualitas lingkungan tampak dari melemahnya fungsi alam dan

adanya gangguan pada mahluk hidup di dalamnya, misalnya menurunnya

kemampuan reproduksi, berkurangnya pertumbuhan, hingga kemungkinan

terjadinya kematian pada organisme hidup dalam lingkungan tersebut (Wijana,

2014:226).

Pada manusia, gangguan akibat pencemaran ada yang segera tampak

akibatnya, misalnya menyebabkan kelumpuhan, muntah-muntah, gatal-gatal,

bahkan kemanitan. Akan tetapi, ada pula dampak pencemaran lingkungan yang

baru dirasakan oleh keturunannya, misalnya cacat badan, kelainan genetik,

kanker dan kerusakan organ tubuh (Syamsuri, 2017: 321).

1) Penyebaran bahan pencemar

Segala sesuatu yang dapat menimbulkan pencemaran disebut bahan

pencemar atau polutan. Syarat suatu zat atau bahan dapat disebut sebagai

polutan adalah jika keberadaannya dapat merugikan mahluk hidup karena

35
jumlahnya yang melebihi batas normal, berada pada waktu yang tidak tepat,

atau berada pada tempat yang tidak tepat (Zulkifli, 2014:53). Bahan pencemar

(polutan) tidak diam di suatu tempat, tetapi dapat menyebar melampaui batas

wilayah dan juga dapat menyebar melalui jaring-jaring makanan serta daur

biogeokimia (Syamsuri, 2017:322).

Baterai bekas yang dibuang di sembarang tempat, kandungan bahan

pencemar di dalamnya seperti asam sulfat, kadmium dan merkuri (logam berat)

dapat meresap ke dalam tanah. Jika logam berat ini mencapai sumur penduduk,

akan membahayakan kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sumur

tersebut (Syamsuri, 2017:322).

Contoh lainnya adalah polutan udara yang dapat tersebar oleh angin, pada

kasus kebakaran hutan di Sumatera misalnya, kebakaran hutan menghasilkan

asap yang mencemari kota-kota di dekatnya dan menyebakan berbagai

gangguan ISPA, bahkan polutan asap tersebut bergerak sampai ke Singapura

karena terbawa oleh angin yang juga menimbulkan dampak pada masyarakat

di sana.

2) Macam-macam pencemaran lingkungan

Berbagai bahan pencemar telah memasuki lingkungan hidup manusia

sehingga menyebabkan perubahan kualitas lingkungan. Umumnya

pencemaran lingkungan dibedakan berdasarkan tempat terjadinya, yaitu

pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara, dan pencemaran suara

(kebisingan) (Syamsuri, 2017: 323).

36
a. Pencemaran air

Pencemaran air merupakan peristiwa masukknya suatu zat, mahluk hidup

atau bahan-bahan berbahaya ke dalam air yang menyebabkan kualitas air turun

ke tingkat tertentu sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Pencemaran air dapat terjadi pada air di darat (sungai, danau, rawa) maupun

air laut (Zulkifli, 2014:67).

Penyebab pencemaran air dapat berasal dari sumber langsung dan sumber

tidak langsung. Sumber pencemaran langsung berupa buangan yang langsung

dibuang ke badan air, misalnya sungai, saluran air, selokan, danau dan laut.

Sumber pencemaran tidak langsung berupa kontaminan dari timbunan limbah

industri dan limbah domestik yang merembes ke perairan terbuka seperti

sungai, laut, danau, atau rawa. Pencemaran air disebabkan oleh limbah dari

berbagai kegiatan manusia, antara lain limbah domestik (Gambar 11), limbah

pertanian, limbah industri dan limbah pertambangan (Zulkifli, 2014: 68).

Gambar 11. Pencemaran air akibat limbah domestik


(Sumber: informazone.com)

37
Kualitas air dan tingkat pencemaran air dapat ditentukan dengan

parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika meliputi kandungan zat

padat terlarut, kekeruhan, warna, bau, dan suhu. Air normal yang dapat

dikonsumsi memiliki sifat tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa

(Zulkifli, 2014: 69).

Parameter kimia meliputi BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD

(Chemical Oxygen Demand), DO (Dissolved Oxygen). BOD merupakan

ukuran kandungan oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme

untuk menguraikan bahan organik di dalam air. COD adalah ukuran

kandungan oksigen yang diperlukan agar bahan buangan di dalam air dapat

teroksidasi melalui reaksi kimia (biasanya digunakan dalam indikator limbah

cair industri). DO adalah ukuran kandungan oksigen terlarut dalam air. pH

juga merupakan indikator kimia. Air yang belum tercemar memiliki rentangan

ph 6.5-8.5. Akibat pencemaran, ph air dapat menjadi lebih rendah (asam) atau

lebih tinggi (basa). Bahan-bahan organik biasanya mengakibatkan kondisi air

menjadi lebih asam. Sedangkan kapur biasanya membuat kondisi air menjadi

lebih basa (Syamsuri, 2017:325).

Parameter biologi hanya digunakan untuk menentukan tingkat

pencemaran secara kualitatif. Hal ini disebabkan karena parameter biologi

hanya dapat menentukan seberapa besar tingkat pencemaran air, tetapi tidak

dapat menentukan berapa kadar bahan pencemarnya (Syamsuri, 2017:327).

Parameter biologi berupa hewan air, karena hewan air memiliki kepekaan

yang berbeda terhadap bahan pencemar (Gambar 12). Ada tidaknya hewan-

38
hewan air tersebut dapat dijadikan indikator tingkat pencemaran air. Misalnya,

Planaria merupakan cacing pipih yang peka terhadap pencemaran. Cacing

tersebut hidup di air yang jernih dan banyak oksigen. Planaria dapat dijadikan

parameter biologi, jika air sungai banyak mengandung Planaria, artinya air

sungai belum tercemar. Sebaliknya, cacing Tubifex yang hidup di dasar sungai

merupakan bioindikator terjadinya pencemaran yang parah oleh bahan

organik. Artinya, jika populasi Tubifex besar, air sungai mengalami

pencemaran bahan organik yang berat (Syamsuri, 2017:327).

Gambar 12. Hewan yang dapat dijadikan bioindikator


(Sumber: Syamsuri, 2017)

39
b. Pencemaran tanah

Pencemaran tanah banyak diakibatkan oleh sampah organik dan

anorganik yang berasal dari limbah domestik, limbah industri, kegiatan

pertambangan (Gambar 13), pertanian, peternakan dan lain sebagainya

(Zulkifli, 2014:76; Wijana, 2014:166). Sampah organik dapat didegradasi oleh

mikroorganisme menjadi mineral, gas dan air, sehingga membentuk humus.

Contoh sampah organik adalah dedaunan, sisa sayuran, jaringan hewan, kertas,

kulit buah, dan lain-lain. Sebaliknya, sampah anorganik seperti besi,

alumunium, kaca dan bahan sintetik seperti plastik dan styrofoam tidak dapat

didegradasi. Sampah plastik yang dibuang ke lingkungan akan tetap ada

selama ratusan tahun kemudian (Syamsuri, 2017:328).

Gambar 13. Pencemaran tanah akibat limbah pertambangan


(Sumber: Brown, 2019)

40
Istilah untuk memulihkan atau membersihkan tanah dari bahan pencemar

dikenal dengan remediasi. Proses remediasi dapat menggunakan bantuan

organisme hidup, yang disebut dengan bioremediasi. Organisme yang sering

digunakan untuk bioremediasi umumnya dari kelompok mikroorganisme,

seperti fungi dan bakteri. Tanaman juga dapat digunakan untuk remediasi

karena kemampuannya untuk menghilangkan zat pencemar. Penggunaan

tanaman untuk remediasi disebut fitoremediasi (Zulkifli, 2014:88-89).

c. Pencemaran udara

Atmosfer bumi tersusun atas 78% gas nitrogen, 21% gas oksigen, 0.93%

gas argon, 0.032% gas karbon dioksida, dan sejumlah kecil gas-gas lain.

Komposisi gas ini merupakan komposisi atmosfer yang paling sesuai untuk

mendukung kehidupan di bumi. Jika jumlah salah satu penyusun berubah

(meningkat atau berkurang) karena hasil aktivitas manusia atau akibat

peristiwa alam, akan terjadi ketidakseimbangan komposisi atmosfer bumi yang

menyebabkan berbagai masalah lingkungan (Wijana, 2014:155).

Pencemaran udara disebabkan oleh asap buangan, misalnya gas karbon

monoksida hasil pembakaran, debu, belerang, senyawa hidrokarbon, dan

sebagainya (Zulkifli, 2014:60-61).

1) Karbon monoksida (CO)

Karbon monoksida memiliki sifat tidak berwarna dan tidak berbau.

Sebagian besar gas CO berasal dari pembakaran yang tidak sempurna pada

bahan yang mengandung karbon atau bahan bakar fosil (minyak), gas CO juga

dihasilkan dari gas buangan kendaraan bermotor (Gambar 14). Selain itu, gas

41
CO terkadang dapat muncul dari dalam tanah melalui kawah gunung dan

sumur.

Pada konsentrasi tinggi, gas CO sangat mematikan bagi manusia. Jika

terhirup, karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin dalam dara

membentuk senyawa yang stabil, yaitu karboksihemoglobin (HbCO).

Pembentukan karboksiheoglobin mengurangi kemampuan darah

mengikat/membawa oksigen, hal ini sangat berbahaya terutama untuk

penderita penyakit jantung dan anemia.

Gambar 14. Kendaraan bermotor merupakan salah satu penghasil karbon


monoksida
(Sumber: Detik.com, 2013)

2) Karbon dioksida (CO2)

Pencemaran udara yang paling menonjol adalah semakin meningkatnya

kadar CO2 di udara. CO2 berasal dari pabrik, mesin berbahan bakar fosil (batu

42
bara, minyak bumi), mobil, kapal, pesawat terbang, dan pembakaran kayu.

Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menyebabkan efek rumah kaca.

3) Klofluorokarbon (CFC)

Klorofluorokarbon (CFC) terbentuk dari tiga jenis unsur, yaitu klor (Cr),

fluor (F), dan karbon (C). CFC bersifat tidak berbau, tidak mudah terbakar,

dan sangat stabil (tidak mudah bereaksi). CFC banyak digunakan untuk gas

pendorong dalam botol/kaleng semprot seperti parfum (gambar 15),

pengembang busa polimer, pendingin dalam lemari es dan AC, serta pelarut

pembersih microchip. CFC memiliki nama dagang “freon”. CFC

menyebabkan terbentuknya lubang ozon di atmosfer. Terbentuknya lubang

ozon akan menyebabkan semakin tingginya intensitas paparan sinar

ultraviolet (UV) ke bumi. Hal ini memicu terjadinya kanker kulit dan

kerusakan mata pada manusia, serta mematikan spesies tumbuhan tertentu.

Gambar 15. Salah satu sumber CFC adalah gas pendorong pada botol
(Sumber: McGrath, 2008)

43
4) Belerang oksida (SO2 dan SO3)

Belerang oksida dapat berupa SO2 dan SO3. Gas SO2 menyengat dan

tidak mudah terbakar. Sementara gas SO3 bersifat reaktif, di udara mudah

bereaksi dengan gas nitrogen oksida dan uap air membentuk asam sulfat

(H2SO4) yang dapat menyebabkan hujan asam dan korosi logam. Belerang

oksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil terutama batu bara.

Pencemaran SO2 di udara berasal dari asap pabrik dan kendaraan bermotor.

SO2 membahayakan bagi penderita penyakit pernapasan kronis dan dapat

menyebabkan kejang saluran pernapasan.

5) Nitrogen oksida (NO dan NO2)

Nitrogen oksida ada dua macam, yaitu nitrogen monoksida (NO) dan

nitrogen dioksida (NO2). Sumber pencemaran nitrogen dioksida berasal dari

kendaraan bermotor dan generator pembangkit listrik, pembuangan sampah

dan lain-lain. Gas NO bersifat tidak berwarna, tidak berbau, dan dapat

teroksidasi oleh oksigen menjadi NO2 yang bersifat toksik. Dalam konsentrasi

tinggi, gas NO dapat menyebabkan iritasi mata dan gangguan sistem saraf.

Sementara gas NO2 merupakan penyebab terjadinya hujan asam yang

membahayakan kehidupan tumbuhan dan hewan, menyebabkan korosi

logam, serta merapuhkan struktur candi dan bangunan.

d. Pencemaran suara

Pencemaran suara merupakan suara yang tidak diinginkan,

mengganggu, dan merusak pendengaran manusia. Pencemaran suara

44
disebabkan oleh bunyi di atas 50 desibel (disingkat dB, ukuran tingkat

kebisingan). Suara bising dapat ditimbulkan oleh suara mesin industri, mobil,

sepeda motor, kereta api, pesawat terbang, serta bunyi-bunyian keras lainnya

(Syamsuri, 2017:328).

Kebisingan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Tingkat gangguan

kesehatan tergantung pada tingkat kebisingan dan lamanya telinga mendengar

kebisingan. Gangguan kesehatan yang timbul akibat kebisingan antara lain

gangguan tidur, gangguan pendengaran, kejiwaan, gangguan janin dalam

kandungan, sakit kepala dan kesulitan berkonsentrasi (Wijana, 2014:151-

152).

Saat ini, telah diusahakan agar mesin-mesin tidak terlalu bising dengan

menambahkan isolator. Selain itu, penanaman pohon berdaun rimbun di

halaman rumah juga dapat meredam kebisingan (Syamsuri, 2017:328).

3) Dampak pencemaran lingkungan

Kerusakan dan pencemaran lingkungan membawa banyak dampak

terhadap lingkungan, diantaranya yaitu (Zulkifli, 2014:54-55; Campbell, 2010:

422-428):

a) Punahnya spesies

Polutan berbahaya bagi biota darat dan air karena dapat meracuni hewan

dan bahkan mematikannya (Gambar 16). Berbagai spesies hewan memiliki

tingkat kekebalan yang berbeda terhadap polutan, ada yang sensitif dan ada

juga yang tahan terhadap bahan pencemar. Hewan muda seperti larva,

45
merupakan hewan yang sensitif terhadap bahan pencemar. Sedangkan kerang

hijau, merupakan salah satu spesies hewan yang kebal karena dapat

beradaptasi dengan baik terhadap bahan pencemar. Meskipun hewan

beradaptasi, harus diketahui bahwa tingkat adaptasi hewan ada batasnya. Jika

batas tersebut terlampaui, hewan akan mati, dan jika hal ini terus-menerus

terjadi, maka hewan tersebut akan punah.

Gambar 16. Kerusakan cangkang telur burung pelikan karena induk pelikan
mengkonsumsi ikan yang tercemar pestisida DDT
(Sumber: Campbell, 2010)

b) Peledakan hama

Penggunaan insektisida tidak hanya mematikan hama, tetapi juga

mematikan predator. Apabila predator alami punah, maka serangga hama

akan berkembang tanpa kendali (Gambar 17). Penyemprotan dengan

46
insektisida juga dapat mengakibatkan beberapa spesies serangga hama

menjadi kebal (resisten), dan untuk memberantasnya, diperlukan dosis yang

lebih tinggi dari biasanya. Akibatnya, pencemaran akan semakin meningkat.

Gambar 17. Pada tahun 2016 terjadi ledakan belalang kembara yang
menyerang ribuan hektar sawah
(Sumber: inakoran.com, 2019)

c) Gangguan keseimbangan

Punahnya spesies tertentu dapat mengubah pola interaksi di dalam suatu

ekosistem, seperti berubahnya pola pada rantai makanan, jaring-jaring

makanan, dan aliran energi. Perubahan tersebut mengakibatkan

keseimbangan lingkungan terganggu. Contoh: hilangnya belalang sawah

karena penggunaan insektisida akan menyebabkan populasi katak sawah

berkurang, berkurangnya populasi katak sawah akan menyebabkan populasi

ular sawah juga semakin berkurang (Gambar 18).

47
Gambar 18. Contah rantai makanan pada ekosistem; jika salah satu spesies
hilang maka akan berdampak pada spesies lainnya
(Sumber: Syamsuri, 2017)

d) Kesuburan tanah berkurang

Penggunaan insektisida secara berlebihan dapat mematikan fauna tanah.

Hal ini menyebabkan kesuburan tanah menurun. Penggunaan pupuk secara

terus-menerus dapat mengakibatkan tanah menjadi asam. Hal ini juga dapat

menurunkan kesuburan tanah. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan

pemupukan dengan pupuk kandang atau pupuk kompos, sistem penanaman

berselang-seling (tumpang sari), dan rotasi tanaman.

Rotasi tanaman artinya menanam tanaman yang berbeda secara

bergantian di lahan yang sama. Rotasi tanaman mencegah terjadinya

pengambilan zat hara yang sama secara terus-menerus dari dalam tanah.

e) Keracunan dan penyakit

Orang yang mengkonsumsi sayur, ikan, buah-buahan, dan bahan

makanan tercemar lainnya dapat mengalami keracunan. Selain itu, jika kita

terus-menerus mengkonsumsi bahan makanan yang tercemar, maka bahan

48
pencemar akan terakumulasi dalam tubuh yang dapat memicu kerusakan

fungsi organ, menyebabkan penyakit kanker, menyebabkan kecacatan pada

keturunan, dan bahkan menyebabkan kematian. Selain itu, pencemaran

biologi juga dapat mengakibatkan tersebarnya bibit penyakit ke lingkungan,

dan pencemaran suara (kebisingan) dapat menimbulkan gangguan sulit tidur,

stress dan lain-lain.

f) Pemekatan hayati

Bahan pencemar memasuki lingkungan melalui rantai makanan dan

jaring-jaring makanan. Contoh: bahan beracun yang dibuang ke perairan

dapat meresap ke dalam tubuh alga. Selanjutnya, alga tersebut dimakan oleh

udang kecil. Udang kecil dimakan oleh ikan. Jika ikan ini ditangkap oleh

manusia kemudian dimakan, maka bahan pencemar akan masuk ke dalam

tubuh manusia (Gambar 19).

Apabila proses tersebut dilakukan secara berulang-ulang, maka ada

peningkatan bahan pencemar pada manusia. Proses peningkatan kadar bahan

pencemar melewati tubuh mahluk hidup disebut pemekatan hayati

(biomagnification).

49
Gambar 19. Pencemaran menyebabkan pemekatan hayati
(Sumber: Syamsuri, 2017)

g) Terbentuknya lubang ozon

Terbentuknya lubang ozon merupakan satu permasalahan global. Bahan

pencemar seperti gas CFC (misalnya dari freon, spray, kulkas, AC) dapat

membumbung tinggi hingga mencapai lapisan stratosfer. Di stratosfer

terdapat lapisan gas ozon (O3). Lapisan ozon ini merupakan pelindung

(tameng) bumi dari cahaya ultraviolet. Jika gas CFC yang terdiri atas klorin,

fluorin dan karbon ini mencapai lapisan ozon, maka akan terjadi reaksi antara

gas CFC dan ozon. Rantai karbon pada gas CFC akan mengikat oksigen

penyusun ozon sehingga semakin lama lapisan ozon akan menipis dan

kemudian berlubang (Gambar 20).

50
Gambar 20. Lubang ozon di atas Antartika semakin membesar
(Sumber: Campbell, 2010)

h) Efek rumah kaca

Permasalahan global lainnya adalah efek rumah kaca. Gas CO2 yang

dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor, pembangkit listrik tenaga

fosil, kebakaran hutan dan beberapa proses alam akan meningkatkan kadar

CO2 di atmosfer. Kadar CO2 yang tinggi menyebabkan gas CO2 menyelimuti

bumi, sehingga menghalangi proses keluarnya panas dari bumi. Akibatnya,

panas terkurung di dalam bumi dan bumi akan semakin panas (Gambar 21).

Gambar 21. Proses terjadinya efek rumah kaca.


(Sumber: Syamsuri, 2017)

51
d. Upaya untuk Mengatasi Permasalahan Lingkungan

Selama ini, aktivitas manusia (dengan bermacam-macam cara) telah

menimbulkan banyak kerusakan dan pencemaran lingkungan. Ketika

lingkungan telah rusak dan tercemar, manusia baru menyadari bahwa dampak

negatif yang ditimbulkan akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan akan

kembali ke manusia itu sendiri (Syamsuri, 2017:337). Jika bumi terus-menerus

dibiarkan rusak dan tercemar, maka bumi tidak akan mampu menyokong

kehidupan di bumi termasuk kehidupan manusia (Gambar 22).

Gambar 22. Berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan yang timbul


akibat kegiatan manusia
(Sumber: Syamsuri, 2017)

Oleh sebab itu, manusia kini menyadari bahwa pelestarian lingkungan

sangat penting. Kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan mulai

52
berkembang. Berbagai upaya pencegahan pencemaran dan pelestarian

lingkungan terus dilakukan secara terpadu baik oleh pemerintah, pihak-pihak

terkait, maupun oleh setiap individu.

Pada dasarnya, ada tiga prinsip dasar yang dapat dilakukan untuk

melakukan pelestarian lingkungan dan penanggulangan pencemaran, yang

dijelaskan pada Gambar 23 berikut (Wijana, 2014: 169-170).

Gambar 23. Tiga langkah dasar untuk penanggulangan pencemaran dan


pelestarian lingkungan

53
e. Pengolahan Limbah

Setiap hari manusia hampir selalu menghasilkan limbah yang merupakan

sisa-sisa aktivitas yang tidak digunakan lagi. Umumnya terdapat dua jenis

limbah yang dihasilkan, yaitu limbah biodegadrable dan nonbiodegradable

yang diilustrasikan pada Gambar 24 (Syamsuri, 2017:338).

Gambar 24. Dua jenis limbah yang paling umum yaitu limbah biodegradable
dan nonbiodegradable.
(Sumber: Syamsuri, 2017)

54
1) Permasalahan limbah

Jumlah penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan jumlah

limbah yang dihasilkan juga semakin meningkat. Terutama pada penduduk

perkotaan, peningkatan jumlah penduduk di perkotaan tidak disertai dengan

penyediaan fasilitas umum pengelolaan sampah yang memadai. Masih banyak

sampah yang hanya dibakar atau dibuang di badan air atau di lahan kosong

(Gambar 25). Hal ini menyebabkan daya lenting lingkungan perkotaan untuk

menyerap bahan pencemar semakin menurun (Zulkifli, 2014:99).

Gambar 25. Salah satu contoh permasalahan limbah yang paling sering
dihadapi masyarakat perkotaan
(Sumber: Beritasatu.com, 2015)

55
2) Daur ulang limbah

Limbah dapat dikurangi dengan cara mendaur ulang limbah (recycle),

yaitu penggunaan kembali material atau barang yang sudah tidak digunakan

menjadi produk lain yang bermanfaat, memiliki nilai seni atau memiliki nilai

ekonomis yang tinggi. Baik limbah organik maupun limbah anorganik dapat

didaur ulang. Tujuan dari daur ulang limbah adalah untuk mengurangi

pencemaran, mengurangi penggunaan bahan atau sumber daya alam, dan

mendapatkan penghasilan karena produk daur ulang dapat dijual ke

masyarakat (Wijana, 2014:170). Langkah-langkah daur ulang limbah disajikan

pada Gambar 26 berikut.

Gambar 26. Langkah daur ulang limbah


(Sumber: Syamsuri, 2017)

56
3) Membuat produk daur ulang limbah

Akhir-akhir ini, kegiatan membuat produk daur ulang marak dilakukan.

Selain tidak memerlukan biaya yang tinggi, proses daur ulang mudah untuk

dipelajari. Mendaur ulang limbah bertujuan untuk mengurangi jumlah limbah,

sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Syamsuri, 2017:340).

Gambar 27. Contoh limbah yang dapat didaur ulang


(Sumber: Syamsuri, 2017)

Daur ulang limbah dapat dilakukan baik pada limbah organik maupun

pada limbah anorganik (Gambar 27). Limbah organik seperti sisa sayuran,

sampah daun dan ranting, serta sisa makanan dapat didaur ulang menjadi

pupuk kompos. Kertas bekas juga merupakan limbah organik yang dapat

didaur ulang menjadi kertas pembungkus, kertas tisu, kertas koran dan kertas

tulis (Gambar 28).

57
Gambar 28. Contoh membuat produk daur ulang limbah (membuat kertas
daur ulang)
(Sumber: Syamsuri, 2017)

Beberapa limbah anorganik seperti kaleng alumunium, baja, pecahan

botol dan toples kaca, serta gelas, botol dan ember plastik, dapat dilebur dan

diolah ulang kembali. Mendaur ulang limbah anorganik seperti kaleng

aumunium dan baja dapat menghemat penggunaan sumber daya alam dan

energi jika dibandingkan dengan membuat alumunium atau baja baru

(Syamsuri, 2017:340-341).

4) Mengurangi produk limbah dalam kehidupan sehari-hari

Sebagai manusia yang selalu bergantung dengan alam, sudah seharusnya

kita juga ikut serta menjaga lingkungan kita dari kerusakan dan pencemaran,

minimal dengan cara mengurangi produksi limbah. Gambar 29 menyajikan

58
usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi produksi limbah dalam

kehidupan sehari-hari (Wijana, 2014: 170-171; Syamsuri, 2017:343).

Gambar 29. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi produksi


limbah
(Sumber: Syamsuri, 2017)

59
3. Minat Belajar

a. Definisi minat belajar

Dalam bahasa sehari-hari, minat terhadap sesuatu dapat berarti bahwa kita

peduli tentang sesuatu hal, bahwa hal tersebut penting bagi kita, dan bahwa kita

memiliki perasaan positif terhadapnya. Menurut The Oxford Dictionary (2017)

minat diartikan sebagai perasaan ingin tahu atau keinginan belajar tentang

sesuatu atau seseorang. Dewey (1913: 17) mendeskripsikan minat sebagai

keterlibatan, ketertarikan, atau sepenuhnya fokus terhadap suatu aktivitas,

objek, atau topik tertentu. Sedangkan Typhoon International Corp (2004: 662)

mendefinisikan minat sebagai rasa simpati atau keingintahuan yang tinggi

terhadap sesuatu atau kekuatan yang membangkitkan perhatian dengan penuh

rasa fokus terhadap sesuatu.

Renninger & Hidi (2015:1-2) menjelaskan lima aspek dari minat yang

telah disetujui oleh semua ahli yang meneliti tetang minat. Pertama, minat

merupakan perasaan ketertarikan terhadap konten atau objek tertentu

(Schiefele, 2009:197), yang berarti fokus pada perhatian seseorang terhadap

objek tertentu atau keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan. Kedua, minat

mencakup interaksi antara seseorang dan lingkungan (Hidi, 2006:70), yang

berarti bahwa faktor lingkungan dapat berdampak pada minat. Ketiga, minat

terdiri dari komponen motivasi kognitif dan afektif (Renninger, 1990:128).

Keempat, minat tidak perlu disadari pada semua tahap perkembangan atau

situasi. Kelima, terdapat dasar fisiologis dan neurologis dari minat.

60
b. Minat Individual dan Minat Situasional

Para peneliti kontemporer membagi minat menjadi dua bentuk utama,

yaitu minat individual (individual interest) dan minat situasional (situasional

interest). Minat individual berasal dari dalam diri individu dan relatif stabil, ini

melibatkan hubungan pribadi yang mendalam terhadap domain, aktivitas, atau

konten, serta hasrat untuk terlibat kembali pada objek yang diminati dari waktu

ke waktu (Hidi & Renninger, 2006:112). Sebagai contoh, jika seorang individu

memiliki minat terhadap bidang biologi, maka dia akan mengikuti dan

mempelajari secara rutin pembelajaran biologi tersebut dari waktu ke waktu.

Sedangkan minat situasional (situational interest) merupakan minat yang

muncul dari dan didukung oleh kualitas lingkungan (Hidi & Baird, 1988:469;

Schiefele, 2009:183). Misalnya minat peserta didik dalam belajar biologi yang

muncul/meningkat ketiga guru menerapkan strategi pembelajaran atau

menggunakan media pembelajaran yang menarik di dalam kelas.

Minat situasional dicirikan oleh hubungannya dengan faktor eksternal

(situasi, tugas, konteks, dll.) di mana seseorang terpapar dan terlibat dalam suatu

interaksi (Ainley et al., 2002:424; Hidi & Renninger, 2006:113). Situasi

tersebut dapat menghasilkan perasaan positif (misalnya, kegembiraan ketika

terlibat dalam eksperimen ilmiah) atau negatif (misalnya, rasa jijik dalam

mengamati dan menjelaskan bagian-bagian cacing) (Swarat, et al., 2012:518).

Menurut Harackiewicz (2016:221) minat situasional merupakan keadaan

psikologis yang melibatkan fokus perhatian, peningkatan fungsi kognitif,

ketekunan, dan keterlibatan afektif.

61
Karakteristik lain dari minat situasional adalah bahwa meskipun pada

dasarnya bersifat sementara, dalam beberapa kondisi itu dapat memberikan

dasar untuk memunculkan ketertarikan atau minat situasional selanjutnya.

Swarat et al., (2012:519) menyatakan bahwa ketika minat situasional dipicu dan

dipertahankan dari waktu ke waktu, atau ketika itu terjadi berulang kali dalam

menanggapi rangsangan yang sama, akan memunculkan minat jangka panjang,

peningkatan pengetahuan, perubahan nilai, dan perasaan positif yang konsisten.

Dalam tinjauan ekstensif, Hidi & Harackiewicz (2000:155)

menyimpulkan bahwa minat situasional dapat berkontribusi pada

pengembangan minat individual yang lebih stabil. Dengan kata lain, kondisi

tertentu dalam lingkungan pembelajaran bukan hanya sekadar menarik minat

peserta diidk tetapi juga dapat mempertahankan minat peserta didik tersebut

(Hidi & Harackiewicz, 2000:156). Artinya, ketika minat situasional

dipertahankan oleh kondisi lingkungan belajar, maka akan memunculkan

motivasi intrinsik dan minat individual peserta didik (Hidi & Harackiewicz,

2000:157).

Berbeda dengan minat situasional, minat individual bersifat lebih stabil

dari pada minat situasional, yaitu dicirikan oleh keinginan intrinsik seseorang

untuk memahami topik tertentu yang bertahan dari waktu ke waktu (relatif

stabil) (Harackiewicz, 2016:221). Minat individual merupakan aspek kognitif

dan afektif yang dibawa oleh individu dari satu tempat ke tempat lain. Dasar

dari minat individual tampaknya adalah pengetahuan yang sudah ada

sebelumnya, pengalaman pribadi, emosi dan nilai tinggi. Minat individual ini

62
berkembang perlahan dari waktu ke waktu dan cenderung tahan lama (Krapp,

et al, 1992:6-7).

Minat individual didasarkan pada pengetahuan seseorang mengenai nilai-

nilai suatu ide, objek atau aktivitas sehingga memunculkan keinginan untuk

terlibat dalam kegiatan yang terkait dengan konsep-konsep tersebut (Swarat et

al., 2012:518). Hidi & Harackiewicz (2000:152) mendeskripsikan minat

individual secara lebih rinci yaitu orientasi motivasi yang relatif stabil atau

disposisi pribadi yang berkembang seiring waktu dalam kaitannya dengan topik

atau domain tertentu dan dikaitkan dengan peningkatan pengetahuan, nilai dan

perasaan positif.

Karakteristik penting lain dari minat individual adalah keinginan untuk

bertindak, hal ini lebih mengarah pada preferensi yang relatif permanen untuk

topik tertentu, bidang subjek, atau kegiatan (Schiefele et al., 1991:303) atau

kecenderungan permanen untuk mengikuti dan terlibat dalam acara/kegiatan,

isi, atau objek tertentu (Hidi & Renninger, 2006:113). Perilaku ini dikaitkan

dengan kondisi psikologis dari pengaruh positif yang cenderung menghasilkan

peningkatan pembelajaran" (Ainley et al., 2002:545). Keinginan untuk

bertindak di sini dipahami sebagai respon positif dari minat individual terhadap

suatu objek atau aktivitas yang dilakukan secara konsisten.

Berdasarkan penelitian mengenai minat yang dilakukan oleh Swarat

(2012:516), dapat diprediksikan bahwa memiliki pengetahuan dan pemahaman

yang koheren tentang sains, menyukai sains, dan penilaian mengenai sains akan

meningkatkan minat peserta didik untuk belajar sains, yang kemudian akan

63
memicu peserta didik untuk lebih terlibat dalam kegiatan-kegiatan sains, seperti

praktikum, penyelidikan ilmiah, dan lain sebagainya, dan pada akhirnya peserta

didik akan meniatkan diri untuk terlibat lebih jauh dalam kegiatan sains di masa

depan (berkaitan dengan pekerjaan atau cita-cita).

Dari penjelasan di atas, artinya minat dapat dideskripsikan menjadi dua

hal yang berbeda yaitu pengalaman sementara seseorang yang tertarik terhadap

objek, konten atau aktivitas tertentu; serta perasaan yang lebih permanen bahwa

objek itu menyenangkan dan bernilai untuk dieksplorasi lebih lanjut. Sehingga

minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan

perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami dalam momen tertentu (minat

situasional), serta kecenderungan yang bertahan lama untuk terlibat kembali

dengan objek atau topik tertentu dari waktu ke waktu (minat individual).

Dua bentuk utama minat yang telah dijelaskan di atas menggambarkan

minat sebagai keadaan psikologis seseorang untuk terlibat dalam aktivitas

konten-spesifik yang dihasilkan dari interaksi dengan lingkungan (Hidi,

2006:70; Schiefele, 2009:197). Selanjutnya, Krapp (2005:382-383)

menyebutkan bahwa minat selalu berkaitan dengan pengembangan diri dan

merupakan persyaratan penting untuk belajar. Melalui integrasi pengalaman

yang diperoleh dari lingkungan, diri seorang individu, dan faktor-faktor

eksternal lainnya, minat seseorang dapat berkembang.

64
c. Tahapan Pengembangan Minat

Terdapat empat tahapan dalam mengembangkan minat yang dikenal

dengan “The four-phase model of interest”, model pengembangan minat

tersebut menjelaskan kondisi-kondisi di mana minat situasional dapat diubah

dari waktu ke waktu menjadi minat individual (Hidi & Renninger, 2006:113-

115; Harackiewicz, et al., 2016: 221-222; Hidi, 2006:74). Empat tahapan dalam

pengembangan minat yang dimaksud yaitu (1) memunculkan minat situasional,

(2) memelihara dan menjaga minat situasional, (3) menggerakkan minat

individual, dan (4) tercapainya minat individual yang dikembangkan.

Menurut Harackiewicz, et al (2016:222), situasi atau suasana tertentu

dapat memicu timbulnya minat yang disebut dengan minat situasional, situasi

tersebut kemudian dapat berkembang ke seluruh situasi dan dari waktu ke waktu

menjadi lebih permanen. Pertama, kondisi lingkungan yang dapat menarik

perhatian peseta didik. Minat situasional ini dapat bertahan lebih lama, di luar

satu situasi, jika tugas/pembelajaran terlihat bermakna dan melibatkan (yaitu,

jika peserta didik menganggap pembelajaran itu berharga atau menyenangkan).

Seiring waktu, pengalaman berulang dari minat situasional yang dipicu dan

dipertahankan dapat berkembang menjadi minat individual, yang dicirikan

dengan individu tersebut akan mencari peluang untuk terlibat kembali dengan

objek/kegiatan tersebut.

Sebagai contoh, jika peserta didik yang awalnya tertarik oleh gambar

sistem penanaman vertikultur yang ditampilkan oleh guru, selanjutnya peserta

didik mendengarkan penjelasan mengenai tata cara melakukan budidaya

65
tanaman melalui vertikultur, melihat berbagai model penanaman vertikultur

pada beberapa jenis tanaman, selanjutnya peserta didik memutuskan untuk

mencari informasi lebih lanjut melalui internet mengenai bahan-bahan dan

peralatan yang diperlukan untuk membuat vertikultur. Akhirnya, minat

individual yang dimunculkan ini akan berkembang dengan baik dalam diri

peserta didik (misalnya, peserta didik mulai menerapkan budidaya vertikultur

di rumahnya). Hal ini sesuai dengan pendapat Renninger & Hidi (2015:7)

bahwa berkembangnya minat seseorang memang distimulasi oleh situasi

tertentu, tetapi seiring waktu minat tersebut akan berkembang dengan baik,

individu akan membuat pilihan dengan sadar dan mengejar minat mereka secara

mandiri.

Berdasarkan empat model pengembangan minat yang dikemukakan oleh

Renninger & Hidi (2015:14), terdapat tiga faktor yang berkontribusi pada

pengembangan minat yaitu pengetahuan, emosi positif, dan nilai pribadi. Ketika

seseorang belajar lebih banyak tentang suatu topik, mereka menjadi lebih

terampil dan berpengetahuan. Peningkatan pengetahuan dapat membawa

pengaruh positif ketika individu merasa lebih kompeten dan terampil melalui

keterlibatan tugas. Selain itu, karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu

dengan kegiatan tersebut, mereka mungkin menemukan makna pribadi dan

relevansi dalam kegiatan tersebut, seperti ketika seorang peserta didik sekolah

menengah menemukan bahwa pemahaman tentang biologi dapat membantunya

mengejar impiannya menjadi dokter.

66
Model empat fase pengembangan minat yang telah dideskripsikan diatas

memiliki implikasi dalam praktik mengajar. Pertama, model pengembangan

minat tersebut berpendapat bahwa minat berkembang secara bertahap dan

didukung oleh faktor eksternal (misalnya, pembelajaran yang menarik,

kunjungan lapangan sekolah). Ini juga menyiratkan bahwa, tanpa dukungan

eksternal, minat dapat menjadi dorman atau bahkan ditinggalkan. Kedua, model

tersebut menunjukkan bahwa peserta didik pada berbagai tahap pengembangan

minat dapat mengambil manfaat dari berbagai jenis dukungan eksternal yang

digunakan guru untuk menstimulasi minat peserta didik. Misalnya, ketika

peserta didik tidak terbiasa dengan suatu topik, guru dapat menciptakan

pembelajaran yang dapat menarik perhatian mereka (misalnya, memulai kelas

biologi dengan menampilkan objek yang menarik melalui berbagai media

seperti gambar, animasi, atau video). Ketika peserta didik masuk ke dalam

situasi dengan beberapa minat yang sudah ada sebelumnya, guru dapat

mempertahankan minat mereka dengan cara memperluas pengetahuan mereka

mengenai topik dan memantapkan nilai yang dirasakan.

Dengan demikian, guru dapat menstimulasi dan mengembangkan minat

peserta didik dalam dua fase, pertama (memicu dan memelihara minat

situasional), kemudian mempertahankan atau memperkuat minat peserta didik

pada fase kedua (memunculkan minat minat individual). Dengan

menumbuhkan minat individual peserta didik maka akan berefek positif pada

pencapaian pembelajaran dan prestasi akademik. Hal ini sejalan dengan

penelitian Harackiewicz, et al (2016:223) bahwa terdapat dua pendekatan yang

67
dapat dilakukan untuk mengembangkan minat seseorang: (1) memicu and

memelihara minat situasional: dengan memberikan aktivitas yang

menggunakan fitur struktural misalnya menyediakan permasalahan, tantangan,

penggunaan bantuan media pembelajaran tertentu untuk merangsang perhatian;

penerapan strategi/pendekatan pembelajaran tertentu yang memungkinkan

peserta didik menjadi aktif dan terlibat pada tiap-tiap tahap pembelajaran; dan

(2) membangun minat individual kemudian mengembangkannya dengan

menyediakan konten dan tugas akademik yang memfasilitasi peserta didik

untuk menghubungkan topik akademik dengan minat mereka.

d. Indikator Minat Belajar

Slameto (2003:58) menjelaskan bahwa peserta didik yang berminat dalam

belajar mempunyai ciri-ciri: 1) mempunyai kecenderungan yang tetap untuk

memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus,

2) ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati, 3) lebih menyukai suatu

hal yang menjadi minatnya daripada yang lainnya, 4) memperoleh suatu

kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati, 5) memiliki rasa

keterikatan pada aktivitas-aktivitas yang diminati, dan 6) dimanifestasikan

melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut,

Slameto merumuskan indikator minat belajar terdiri atas perasaan senang,

ketertarikan, penerimaan dan keterlibatan peserta didik.

Safari (2003: 60) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa minat belajar

diukur berdasarkan aspek-aspek yang meliputi perasaan senang, ketertarikan,

perhatian dan keterlibatan. Peserta didik yang memiliki perasaan senang atau

68
suka terhadap suatu pelajaran tertentu, maka akan terus mempelajarinya, tidak

ada perasaan terpaksa yang timbul. Peserta didik yang tertarik terhadap sesuatu

akan terdorong untuk melakukan aktivitas lebih lanjut, melibatkan individu lain,

benda, kegiatan, maupun pengalaman yang dirangsang oleh pengalaman itu

sendiri. Peserta didik yang memiliki minat terhadap suatu hal akan dengan

sendirinya memperhatikan hal tersebut, fokus terhadapnya dengan cara

mengesampingkan hal yang lain dari pada itu. Peserta didik apabila sudah

tertarik terhadap suatu hal, maka dia akan turut serta untuk melibatkan diri

terhadap hal yang disukainya, tanpa adanya perintah dari orang lain.

Mitchelle (1993: 429) menyebutkan bahwa minat belajar diukur dari

ketertarikan dan rasa ingin tahu peserta didik terhadap suatu pembelajaran yang

juga meliputi kebermaknaan terhadap pembelajaran tersebut (meaningfulness).

Dari rasa ingin tahu tersebut membuat peserta didik secara sukarela mengikuti

(terlibat dalam) kegiatan yang berkaitan dengan objek yang diminatinya yang

salah satunya diwujudkan dalam bentuk kerja sama grup (group work).

Kpolovie (2018:78) menambahkan bahwa minat belajar ditunjukkan dari

perhatian peserta didik yang diwujudkan dalam konsentrasi atau fokus yang

ditimbulkan oleh peserta didik dengan cara mengesampingkan hal lain.

Menurut Mitchelle (1993: 429), pengukuran minat belajar ditekankan

pada persepsi peserta didik melalui laporan diri (self report). Schiefele, (1991:

314) menambahkan bahwa minat diukur dengan menggunakan rating scale,

yaitu peserta didik diminta untuk menunjukkan sejauh mana mereka mau

menjelaskan masing-masing bidang subjek sebagai hal yang sukai.

69
Berdasarkan uraian di atas, indikator minat belajar yang digunakan dalam

Penelitian ini adalah: 1) perasaan senang yang ditujukan untuk mempelajari

sesuatu lebih dalam tanpa paksaan, 2) ketertarikan yang ditunjukkan dengan

adanya dorongan untuk melakukan kegiatan lebih lanjut terhadap hal yang

diminati, ini juga meliputi kebermaknaan dalam pembelajaran, 3) perhatian

yang diwujudkan dengan konsentrasi atau fokus pada hal yang diminati dengan

cara mengesampingkan hal yang lain, juga meliputi kepedulian peserta didik,

dan 4) keterlibatan sebagai bentuk ketertarikan untuk melakukan sesuatu yang

meliputi keaktifan, partisipasi, dan kerja sama kelompok.

e. Pentingnya minat belajar

Menurut Silvia (2006: 57) minat memainkan peran besar dalam bidang

psikologi karena beberapa penelitian baru-baru ini telah menemukan bahwa

minat berkaitan erat dengan kepribadian, motivasi, kognisi, pengembangan,

emosi, panggilan, estetika, perilaku, hobi, penalaran, dan pengolahan informasi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, minat dianggap sebagai salah satu yang

berkontribusi terhadap pencapaian pembelajaran. Artinya, tertarik pada suatu

topik adalah sumber daya mental yang dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran, yang kemudian mengarah pada kinerja dan pencapaian akademik

peserta didik yang lebih baik (Hidi, 1990:553). Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa baik minat situasional ataupun minat individual dapat

meningkatkan perhatian, daya ingat, persistensi tugas, dan upaya peserta didik

dalam belajar (Ainley, et al 2002:424-425; Hidi & Renninger, 2006:113).

Berdasarkan hasil meta-analisis terhadap 150 studi yang meneliti hubungan

70
antara minat dan kinerja, Schiefele, Krapp, & Winteler (1992:79) menemukan

bahwa minat individual berkorelasi positif terhadap pencapaian akademik dan

kinerja laboratorium. Dari hasil studi tersebut, maka disimpulkan bahwa minat

memainkan peran yang sangat penting dalam pembelajaran dan pencapaian

prestasi akademik.

Dua bentuk utama minat yang telah dijelaskan sebelumnya tidak hanya

menyoroti konsep minat yang sangat beragam tetapi juga berkontribusi dalam

mendefinisikan minat secara tepat. Minat situasional menggabungkan kualitas

afektif seperti perasaan senang dan kegembiraan dengan kualitas kognitif

seperti perhatian yang terfokus dan nilai yang dirasakan, yang semuanya

didukung atau distimulasi oleh keadaan dan situasi yang menarik (Hidi &

Renninger, 2006: 113).

Misalnya, seorang peserta didik mendengarkan penjelasan guru tentang

tsunami, peserta didik menjadi tertarik dengan penjelasan tersebut karena

kemampuan penyampaian guru dengan strategi tertentu, sehingga membuat

peserta didik terlibat lebih dalam di kelas dengan memperhatikan dengan fokus

pada tiap-tiap penjelasan yang disampaikan oleh guru. Artinya, berada dalam

keadaan yang menarik berarti terdapat reaksi afektif, nilai yang dirasakan, dan

fungsi kognitif terjalin yaitu adanya perhatian dan pembelajaran menjadi terasa

mudah (Ainley, 2006:397; Hidi, 2006:77).

Menurut Ainley (2006:402) dan Brophy (2008:133) membangkitkan

minat belajar tidak harus dilakukan ketika terdapat permasalahan tertentu dalam

pembelajaran, karena minat sangat berperan penting untuk keberhasilan

71
akademis peserta didik. Artinya usaha untuk mengembangkan minat peserta

didik adalah penting dalam konteks pendidikan apa pun, tetapi mungkin paling

dibutuhkan dalam bidang akademis yang pada awalnya tidak menarik bagi

peserta didik atau bidang-bidang dimana minat peserta didik biasanya menurun

seiring waktu, misalnya pada mata pelajaran sains, teknologi, teknik, dan

matematika (STEM).

4. Literasi Sains

a. Definisi Literasi Sains

Istilah 'literasi sains' diciptakan oleh Paul DeHart Hurd pada akhir 1950-

an dan digunakan untuk menggambarkan pemahaman sains dan aplikasinya

bagi masyarakat (Laugksch, 2000:72). National Science Education Standards

mendefinisikan literasi sains sebagai pengetahuan dan pemahaman individu

mengenai konsep dan proses sains yang diperlukan untuk pengambilan

keputusan dan ikut berpartisipasi dalam urusan masyarakat, budaya, dan

produktivitas ekonomi (McDonald & Dominguez, 2005:9). Literasi sains

dianggap sebagai aspek penting dalam mengembangkan kemampuan peserta

didik untuk mengetahui dan memahami konsep sains dan teknologi kemudian

diterapkan menjadi perilaku harian yang rutin dalam hidup (Harlen, 2006:4).

Menurut National Academy of Science (1996:22), literasi sains merupakan

kemampuan untuk mengetahui dan memahami konsep dan proses ilmiah yang

diperlukan tiap-tiap warga negara untuk membuat keputusan dalam rangka

berpartisipasi dalam urusan masyarakat, budaya dan tingkat produksi ekonomi.

72
Warga negara yang berliterasi sains dicirikan sebagai berikut (NAS, 1996:22-

23): (1) memahami fakta-fakta ilmiah dasar dan maknanya; (2) menanyakan,

mencari, dan menjawab pertanyaan yang timbul dari rasa ingin tahu mengenai

pengalaman sehari-hari; (3) menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi

fenomena alam; (4) sadar membaca artikel di koran tentang ilmu pengetahuan

dan terlibat dalam diskusi sosial tentang kevalidan suatu kesimpulan; (5)

mengidentifikasi isu-isu ilmiah di luar keputusan nasional dan lokal dan

melakukan tindakan eksplisit mengnai isu tersebut; (6) mengevaluasi kualitas

informasi ilmiah berdasarkan sumbernya dan cara pembuatannya; (7)

menetapkan dan menilai argumen yang didasarkan pada bukti dan menerapkan

kesimpulan dengan tepat.

Kemampuan literasi sains dievaluasi secara internasional melalui

Programme for International Student Assessment (PISA) oleh Organisation for

Economic Cooperation and Development (OECD) yang berkedudukan di Paris,

Perancis. PISA pertama kali diterapkan pada tahun 2000 dan berulang setiap

tiga tahun untuk mengukur kompetensi literasi membaca, literasi matematika

dan literasi sains pada anak usia15 tahun dan kemudian menilai satu kompetensi

literasi secara mendalam (OECD, 2009:20).

Kompetensi utama yang dinilai oleh PISA pada tahun 2006 dan 2015

adalah literasi sains, sehingga penilaian kemampuan literasi sains dalam

penilitian ini didasarkan pada PISA 2015. Dimana PISA 2015 mendefinisikan

literasi sains sebagai kemampuan untuk terlibat dengan isu-isu sains dan

gagasan sains sebagai warga negara yang reflektif dengan didasarkan pada tiga

73
kompetensi yaitu: (1) menjelaskan fenomena ilmiah: mengenali, memberikan

dan mengevaluasi penjelasan untuk berbagai fenomena alam dan teknologi; (2)

merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah: mendeskripsikan dan

menilai penyelidikan ilmiah dan mengusulkan cara-cara menjawab pertanyaan

secara ilmiah; dan (3) menginterpretasi data dan bukti ilmiah: menganalisis dan

mengevaluasi data, klaim dan argumen dalam berbagai representasi dan

menarik kesimpulan ilmiah yang tepat (OECD, 2016:20).

Di Indonesia, PISA dijadikan salah satu acuan dalam Panduan

Penyusunan Soal Berstandar Internasional bagi guru oleh Direktorat Pembinaan

SMA. Penyusunan soal tersebut diharapkan dapat mendorong kemampuan

berpikir tingkat tinggi, meningkatkan kreativitas, dan membangun kemandirian

peserta didik untuk menjawab tantangan eksternal seperti globalisasi,

permasalahan lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi,

kebangkitan industri kreatif, budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat

internasional (Direktorat Pembinaan SMA, 2010:2).

b. Aspek Penilaian dalam Literasi Sains

Sesuai dengan definisi literasi sains, maka karakteristik penilaian PISA

terdiri atas 4 (empat) komponen yang saling terkait antara satu dan lainnya.

Masing-masing komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (OECD,

2016:23-37; Direktorat Pembinaan SMA: 2015:29).

1) Aspek Konteks (Contexts)

Penilaian literasi sains 2015 menggunakan konteks berupa isu-isu

saintifik yang relevan dengan kurikulum nasional Negara partisipan.

74
Konteks penilaian PISA 2015 mencakup berbagai bidang terapan IPA dan

teknologi yang diatur dalam situasi personal, lokal/nasional, dan global,

seperti: kesehatan, sumber daya alam, lingkungan hidup, bencana alam, dan

perkembangan dan pemanfaatan mutakhir sains dan teknologi.

2) Aspek Pengetahuan (Knowledge)

Penilaian litersi sains 2015 mendefinisikan aspek pengetahuan sebagai

memahami alam atas dasar pengetahuan ilmiah yang mencakup

pengetahuan tentang alam, dan pengetahuan tentang ilmu pengetahuan itu

sendiri. Aspek-aspek pengetahuan terdiri atas: physical systems (sistem

materi, perubahan kimia, reaksi kimia, gerak dan daya, energi), living

systems (manusia, hewan, dan tanaman, ekosistem, biosfeer), earth and

space systems (kebumian dan ruang angkasa), technology systems (ilmu

pengetahuan dan teknologi).

3) Aspek Kompetensi (Competencies)

PISA 2015 menetapkan tiga kompetensi ilmiah dalam penilaian

literasi sains. Julukan “scientifically literate person” atau orang yang

berlierasi sains ditujukan kepada orang memiliki pengetahuan sains dan

menggunakan pengetahuan itu untuk menjelaskan fenomena ilmiah,

mendesain dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, dan menginterpretasikan

data ilmiah kemudian menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti ilmiah.

4) Aspek Sikap (Atitudes)

Aspek penilaian literasi sains yang terakhir ini menilai ketertarikan

dan minat peserta didik terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, dukungan

75
terhadap penyelidikan ilmiah, dan motivasi untuk bertindak secara

bertanggung jawab terhadap misalnya sumber daya alam dan lingkungan.

Keterkaitan keempat aspek literasi sains yang telah dijelaskan di atas

disajikan dalam bagan berikut (Gambar 30).

Gambar 30. Hubungan keempat aspek literasi sains pada PISA 2015
(Sumber: OECD, 2016)

Dalam penelitian ini, penilaian kemampuan literasi sains tidak dilakukan

pada semua aspek literasi sains, yakni dibatasi hanya pada aspek kompetensi.

Pemilihan aspek kompetensi didasarkan pada PISA 2015 bahwa untuk

memahami dan terlibat dalam diskusi kritis mengenai isu-isu sains dan

teknologi, diperlukan tiga domain kompetensi spesifik, yaitu (OECD, 2016:24-

27):

1) Kemampuan untuk memberikan penjelasan secara ilmiah tentang

fenomena alam dan teknologi serta implikasinya bagi masyarakat.

76
Kompetensi ini meliputi kemampuan untuk: a) mengingat dan

menerapkan pengetahuan ilmiah secara tepat; b) mengidentifikasi,

menggunakan, dan menghasilkan model atau gambaran yang bersifat

menjelaskan; c) membuat prediksi dan memberikan alasannya dengan

tepat; d) menawarkan hipotesis yang bersifat menjelaskan; dan e)

menjelaskan implikasi pengetahuan sains untuk masyarakat.

2) Mengetahui dan memahami prosedur penyelidikan ilmiah:

mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab melalui penyelidikan

ilmiah; mengidentifikasi apakah telah menggunakan prosedur yang

tepat/benar; dan mengusulkan cara-cara sehingga pertanyaan-pertanyaan

terkait penyelidikan dapat dijawab (melakukan eksperimen). Kompetensi

ini meliputi kemampuan untuk: a) mengidentifikasi pertanyaan dalam

studi ilmiah; b) membedakan pertanyaan-pertanyaan antara yang bisa

dan tidak bisa diselidiki secara ilmiah; c) mengajukan cara menyelidiki

suatu pertanyaan secara ilmiah; d) mengevaluasi cara menyelidiki suatu

pertanyaan ilmiah; dan e) menjelaskan dan mengevaluasi bagaimana

ilmuawan memastikan reliabilitas data, memberikan penjelasan yang

objektif dan menyimpulkan penjelasan tersebut.

3) Kemampuan untuk menginterpretasi dan mengevaluasi data dan bukti

secara ilmiah, sehingga dapat menyimpulkan apakah hipotesis atau

dugaan sementara yang telah dibuat sebelumnya dapat dibenarkan.

Kompetensi ini meliputi kemampuan untuk: a) mengubah data dari satu

bentuk ke bentuk lainnya; b) menganalisis dan menafsirkan data

77
kemudian menyimpulkannya secara tepat; c) mengidentifikasi asumsi,

bukti, dan alasan dalam wacana yang berhubungan dengan sains; d)

membedakan antara argumen yang didasarkan pada bukti ilmiah/teori

dan yang tidak didasarkan pada bukti ilmiah/teori; dan e) mengevaluasi

pernyataan dan bukti ilmiah dari berbagai sumber.

Berdasarkan penjelasan di atas, indikator penilaian kemampuan literasi

sains pada aspek kompetensi yang digunakan dalam Penelitian ini adalah: 1)

menjelaskan fenomena ilmiah: menjelaskan fenomena ilmiah secara tepat

berdasarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan membuat prediksi yang tepat

dari suatu fenomena ilmiah; 2) merancang dan mengevaluasi penyelidikan

ilmiah: memahami elemen-elemen desain penyelidikan ilmiah dan

menganalisis dan mengevaluasi data hasil penyelidikan ilmiah dan dampaknya

terhadap temuan/kesimpulan; dan 3) menginterpretasi data dan bukti secara

ilmiah: menafsirkan data dan menarik kesimpulan secara tepat dan mengambil

keputusan berdasarkan data dan bukti ilmiah.

c. Pentingya Literasi Sains

Literasi sains merupakan kunci utama dalam menghadapi berbagai

tantangan pada abad 21 untuk mencukupi kebutuhan air dan makanan,

pengendalian penyakit, menghasilkan energi yang cukup, dan menghadapi

perubahan iklim (UNEP, 2012:).

Literasi sains sangat penting diajarkan kepada semua individu/warga

negara, tidak hanya bagi mereka yang terlibat aktif atau berkarir dalam sains;

78
dan kita perlu peduli apakah orang memahami sains atau tidak (McPhearson,

2008:149; Lewenstein 2003:5-6). Banyak isu yang timbul di tingkat lokal ketika

individu berhadapan dengan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan,

persediaan makanan, penggunaan teknologi baru yang tepat, dan keputusan

tentang penggunaan energi. Sains dan teknologi memiliki kontribusi utama

terkait dengan semua tantangan di atas dan semua tantangan tidak akan

terselesaikan jika individu tidak memiliki kesadaran sains (Kemendikbud,

2017:4).

Menyoroti pentingnya literasi sains, Ogunkola (2013:270) memberikan

alasan berikut mengapa semua orang wajib memiliki kemampuan literasi sains:

1) Daya saing dan kemampuan kerja yang terkait erat dengan kapasitas

individu untuk berpartisipasi aktif dan meningkatkan inovasi di tempat

kerja.

2) Pada abad ke-21, ilmu pengetahuan dan teknologi memainkan peranan

penting di banyak bidang masyarakat, seperti bidang kesehatan,

lingkungan, kependudukan, ekonomi, termasuk pengembangan kegiatan

rekreasi, seni, dan olahraga.

3) Banyak masalah sosial besar saat ini yang melibatkan sains dan

teknologi. Untuk mengatasi masalah tersebut, warga negara harus dapat

berpartisipasi dalam diskusi dan proses pengambilan keputusan dengan

pemahaman yang baik tentang aspek sains dan teknologi.

4) Dunia sangat membutuhkan warga negara dengan keterampilan berpikir

kritis, orang-orang yang mampu mempertanyakan dasar-dasar pendirian

79
pernyataan tertentu, dan siapa yang secara mandiri dapat mencari

informasi untuk membangun opini yang rasional.

Thomas & Durant (1987:1) berpendapat bahwa peningkatan pemahaman

sains dan teknologi bermanfaat bagi siapa pun untuk hidup dalam masyarakat

yang saat ini banyak didominasi oleh kemajuan sains dan teknologi. Royal

Society (1985:10) dengan singkat menyatakan bahwa keputusan pribadi, seperti

diet, merokok, vaksinasi, skrining pemrogram atau keamanan di rumah dan di

tempat kerja, semuanya harus dibantu dengan pemahaman sains yang

mendasarinya. Artinya, pengetahuan sains dan teknologi berbasis sains

berkontribusi signifikan terhadap kehidupan pribadi, sosial, dan professional.

Literasi sains membantu kita untuk membentuk pola pikir, perilaku, dan

membangun karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap

dirinya, masyarakat, dan alam semesta, serta permasalahan yang dihadapi

masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi (Kemendikbud,

2017:4).

Individu yang melek sains harus dapat membuat keputusan yang lebih

berdasar. Mereka harus dapat mengenali bahwa sains dan teknologi adalah

sumber solusi. Sebaliknya, mereka juga harus dapat melihatnya sebagai sumber

risiko, menghasilkan masalah baru yang hanya dapat diselesaikan melalui

penggunaan sains dan teknologi. Oleh karena itu, individu harus mampu

mempertimbangkan manfaat potensial dan risiko dari penggunaan sains dan

teknologi untuk diri sendiri dan masyarakat. Literasi sains tidak hanya

membutuhkan pengetahuan tentang konsep dan teori sains, tetapi juga

80
pengetahuan tentang prosedur umum dan praktek terkait dengan inkuiri saintifik

dan bagaimana memajukan sains itu sendiri. Untuk semua alasan tersebut,

literasi sains dianggap menjadi kompetensi kunci yang sangat penting untuk

membangun kesejahteraan manusia di masa sekarang dan masa depan

(Kemendikbud, 2017:4).

Mengingat bahwa pemahaman dan implementasi sains sangat penting

bagi masyarakat, maka kemampuan litersai sains menjadi salah satu kompetensi

yang harus dicapai dari pendidikan generasi muda saat ini (National Research

Council, 2012:7-8). Oleh sebab itu pembelajaran sains menjadi elemen wajib di

kurikulum sekolah dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas di

berbagai Negara termasuk Indonesia.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Kajian penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Yulita, dkk. (2018) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan

Perangkat E-learning menggunakan Chamilo pada Pembelajaran Fisika

Kelas X Semester II”, menyatakan bahwa perangkat e-learning yang

dikembangkan layak digunakan dalam pembelajaran fisika dan menjadi

media yang menarik untuk menyampaiakan materi dan tugas terstruktur

peserta didik.

2. El-Seoud, et al. (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “E-learning and

Students’ Motivation: A Research Study on The Effect of E-learning on

Higher Education” menyatakan bahwa penggunaan fitur-fitur interaktif

81
pada e-learning dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam proses

pembelajaran.

3. Istambul (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “E-learning Design

Activity to Improve Students’ Knowledge and Skills: A Case Study of

Database Design Courses” menyatakan bahwa penggunaan e-learning

membuat peserta didik lebih mudah memahami permasalahan topik secara

lengkap yang berimplikasi pada peningkatan pengetahuan peserta didik

terhadap subjek materi yang disampaikan.

4. Luu & Freeman (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “An analysis of

the relationship between information and communication technology (ICT)

and scientific literacy in Canada and Australia” menyatakan bahwa

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengajaran

memiliki efek yang kuat terhadap tingkat kemampuan literasi sains peserta

didik. Peserta didik yang terbiasa menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi, sering menjelajah internet, dan percaya diri terhadap

kemampuan TIK dasar memperoleh skor literasi sains yang lebih tinggi.

5. Khairani & Suyanto (2018) dalam penelitiannya yang berjudul

“Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Quipper School pada Materi

Perubahan Lingkungan untuk Meningkatkan Manajemen Pembelajaran dan

Literasi Sains Siawa di Kelas X” menyatakan bahwa bahan ajar berbasis

Quipper School layak digunakan sebagai bahan ajar dan mendapat respon

positif dari guru, serta meningkatkan manajemen pembelajaran dan

kemampuan literasi sains peserta didik.

82
C. Kerangka Pikir

Penguasaan literasi sains menjadi tujuan utama pembelajaran sains saat ini

melalui pemahaman matematika, fisika, kimia, biologi, dan teknologi. Akan tetapi,

hasil studi PISA menunjukkan hasil bahwa kemampuan literasi sains Indonesia

masih di bawah skor rata-rata OECD selama tiga periode evaluasi yaitu pada tahun

2009, 2012 dan 2015, yang menyebabkan Indonesia dikategorikan sebagai Negara

dengan kemampuan literasi sains yang rendah.

Rendahnya kemampuan literasi sains Indonesia disebabkan karena

pembelajaran sains sebagian besar hanya terbatas pada buku ajar/teks untuk

mencapai Kompetensi Dasar atau Kompetensi Inti (Kemendikbud, 2017:2),

sehingga kegiatan pembelajaran hanya sekadar mentransfer materi pada buku teks

yang bersifat hafalan tanpa adanya pengembangan ke arah pemahaman dan

aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini membuat pembelajaran sains

menjadi membosankan sehingga menurunkan minat belajar peserta didik dalam

belajar sains. Menurunnya minat belajar peserta didik terhadap pembelajaran sains

menyebabkan rendahnya capaian belajar peserta didik dalam pembelajaran sains

termasuk kemampuan literasi sains mereka.

Salah satu upaya untuk meningkatkan minat belajar dan kemampuan litersai

sains peserta didik adalah dengan mengembangkan inovasi pembelajaran melalui

pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan teknologi web

yang kemudian melahirkan konsep pembelajaran e-learning. Lahirnya sistem

pembelajaran e-learning ini menyebabkan terjadinya transformasi pendidikan

konvensional ke bentuk digital, baik secara isi (content) dan sistemnya.

83
E-learning menyediakan fitur-fitur yang membantu guru untuk menghadirkan

objek biologi yang dinamis dan sulit untuk dihadirkan di kelas seperti pencemaran

dan kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai daerah; atau fenomena biologi

yang sulit diobservasi secara langsung seperti pemanasan global, pencairan es di

kutub, penipisan lapisan ozon, dan proses hujan asam, dalam bentuk gambar,

animasi, atau video. Kelebihan ini akan memudahkan peserta didik untuk

memahami konsep biologi dan menghubungkannya dengan berbagai fenomena dan

isu-isu sains saat ini, menarik kesimpulan berdasarkan bukti, membuat keputusan,

dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Selain itu, melalui e-learning, guru juga dapat mengelola dan

mendistribusikan materi pembelajaran, membangun komunikasi, memberikan

tugas, melakukan tes, memantau kemajuan belajar peserta didik dan aspek-aspek

lain dalam mengelola pembelajaran. Ini akan memberikan pengalaman belajar yang

menyenangkan, peserta didik akan lebih berminat untuk belajar biologi sehingga

akan memberikan efek positif terhadap kemampuan literasi sains mereka. Kerangka

pikir dari penelitian dan pengembangan ini disajikan pada bagan berikut (Gambar

31).

84
Minat belajar sains Dikarenakan
Literasi sains Tujuan utama
rendah Indonesia rendah pembelajaran sains

Solusi

Mengembangkan inovasi
pembelajaran melalui kemajuan ICT

Menghasilkan

Konten E-learning berbasis Fitur


Chamilo

Blended
learning 1. Chat
Teks 1. Materi Pembelajaran 2. Comment
Gambar 2. Artikel 3. Assignment
Audio 3. Lembar Praktikum 4. Test
Video 4. Test 5. Progress learning
Animasi
6. Social network

Peserta didik dapat:


1. Menjelaskan fenomena
Peserta didik menunjukkan:
ilmiah
1. Perasaan senang
2. Merancang dan mengevaluasi
2. Ketertarikan
penyelidikan ilmiah
3. Perhatian
3. Menginterpretasi data dan
4. Keterlibatan bukti ilmiah

Meningkatkan Meningkatkan

Meningkatkan
Minat belajar Literasi sains

Gambar 31. Kerangka pikir Penelitian

85
D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini merupakan penjabaran rumusan masalah yang telah

disebutkan pada bab sebelumnya yang secara garis besar meliputi dua hal pokok,

yaitu bagaimana kelayakan produk yang dikembangkan dan pengaruhnya terhadap

peserta didik. Pertanyaan dari penelitian ini adalah:

1. Apakah e-learning berbasis Chamilo pada materi perubahan lingkungan dan

daur ulang limbah layak digunakan dalam pembelajaran biologi berdasarkan

penilaian oleh ahli materi, ahli media, guru biologi, dan peserta didik SMA?

2. Apakah e-learning berbasis Chamilo pada pembelajaran biologi efektif

dalam meningkatkan minat belajar peserta didik kelas X SMA ditinjau dari

indikator perasaan senang, ketertarikan, perhatian dan keterlibatan?

3. Apakah e-learning berbasis Chamilo pada pembelajaran biologi efektif

dalam meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik kelas X SMA

ditinjau dari indikator menjelaskan fenomena ilmiah, merancang dan

mendesain penyelidikan ilmiah, serta menginterpretasi data dan bukti

ilmiah?

86

Anda mungkin juga menyukai