Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas nilai normal. Ini
termasuk golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi
kardiovaskular untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi
normal. Mekanisme tersebut terjadi melalui sistem neurohormonal dan
kardiovaskular. Apabila hipertensi tidak terkontrok akan menyebabkan
kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem
tersebut, misalnya otak, jantung, ginjal, mata, aorta, dan pembuluh darah tepi.
Semakin tinggi tekanan darah, lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-
penyakit kardiovaskular secara prematur. Penyulit pada jantung dan segala
manifestasi klinisnya, dinamakan penyakit jantung hipertensif atau disebut
juga sebagai Hipertensive Heart Desease (HHD). Penyakit jantung hipertensif
adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan penyakit jantung secara
keseluruhan yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara
langsung maupun tidak langsung, mulai dari left ventricular hyperthrophy
(LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung
kronis.
Penyakit jantung hipertensif adalah suatu penyakit yang berkaitan
dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama
dan berkepanjangan. Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali
dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah, dan sistem konduksi
jantung. Perubahn-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri,
penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi disfungsi sistolik dan
diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri
dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal
jantung kongestif. Sepuluh persen dari individu-individu dengan hipertensi
kronis mengalami pembesaran ventrikel kiri (LVH) dengan tujuh kali lipat
kemungkinan lebih dapat terkena dan memiliki risiko kematian akibat
kegagalan jantung kongestif, gangguan ritme jantung (ventrikel arhythmias)
dan serangan jantung (myocardial infarction).
Penyakit jantung hipertensif diketahui bila dapat dideteksi hipertrofi
ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan
pembuluh darah perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang
menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan
diastolik. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel
kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan
terjadinya aterosklerosis koroner.

B. Etiologi
Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring
waktu, hal ini dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi jantung
sebagai pompa terhadap peninggian tekanan darah di atrium kiri diperbesar ke
bilik jantung dan jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menit
(output jantung) menjadi turun, dimana tanpa pengobatan, gejala-gejala
kegagalan jantung kongestif dapat berkembang.
Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah faktor risiko untuk
penyakit jantung dan stroke. Iskemia dapat menyebabkan penyakit jantung
(penurunan suplai darah ke otot jantung pada kejadian angina pektoris dan
serangan jantung) dari peningkatan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh
otot jantung yang lemah.
Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk perubahan
dari dinding pembuluh darah yang pada gilirannya dapat memperburuk
aterosklerosis. Hal ini juga meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.
Peningkatan tekanan darah selain disebabkan faktor keturunan, gaya
hidup dan hipertensi primer dapat juga disebabkan karena hipertensi sekunder
akibat dari penyakit, kelainan atau kondisi seperti :
1. Penyakit ginjal
Hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal
(renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan
tekanan darah tinggi adalah penyempitan arteri ginjal, yang merupakan
pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila
pasokan darah menurun, ginjal akan memproduksi berbagai zat yang
meningkatkan tekanan darah.
2. Stress
stress bisa memicu sistem saraf simpatis sehingga meningkatkan aktivitas
jantung dan tekanan pembuluh darah.
3. Apnea
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan tidur dimana penderita
berkali-kali berhenti bernafas (antara 10-30 detik) selama tidur. Apnea
biasanya diderita oleh orang yang kegemukan dan diikuti dengan gejala
lain seperti rasa kantuk luar biasa di siang hari, mendengkur, sakit kepala
pagi hari dan edema (pembengkakan) di kaki bagian bawah. Separuh
penderita apnea menderita hipertensi, yang mungkin dipicu oleh
perubahan hormon karena reaksi terhadap penyakit dan stress yang
ditimbulkannya.
4. Gangguan tiroid (hiper/hipotiroid)
Hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid ditandai dengan mudah
kepanasan (merasa gerah), penurunan berat badan, jantung berdebar dan
tremor. Hormon tiroid yang belebih merangsang aktivitas jantung,
meningkatkan produksi darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh
darah sehingga menimbulkan hipertensi.
Hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid ditandai dengan kelelahan,
penurunan berat badan, kerontokan rambut dan lemah otot. Hubungan
antara kekurangan tiroid dan hipertensi belum banyak diketahui, namun
diduga bahwa melambatnya metabolisme tubuh karena kekurangan tiroid
mengakibatkan pembuluh darah terhambat dan tekanan darah menignkat.
5. Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi karena kehamilan (gestational
hypertension) yang biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan.
Preeklampsia disebabkan oleh volume darah yang meningkat selama
kehamilan dan berbagai perubahan hormonal. Sekitar 5-10% kehamilan
pertama ditandai dengan preeklampsia.
6. Koarktasi aorta (aortic coarctation)
Koarktasi atau penyempitan aorta adalah kelainan bawaan yang
menimbulkan tekanan darah tinggi.
7. Gangguan kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal berfungsi mengatur kerja ginjal dan tekana darah. Bila
salah satu atau kedua kelenjar adrenal mengalami gangguan, maka dapat
mengakibatkan produksi hormon berlebihan yang meningkatkan tekanan
darah.
C. Pathofisiologi  
Pada stadium permulaan hipertensi, hypertrophy yang terjadi
konsentrik (difus). Belum ada perubahan yang berarti pada fungsi pompa
efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, akibat hipertensi yang terus
menerus, maka hipertropi menjadi tak teratur (eksentrik). Pada kondisi ini
terjadi penurunan fungsi pompa ventrikel secara menyeluruh yang
berakibat pada penurunan fraksi injeksi, peningkatan tegangan dinding
ventrikel pada saat sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot jantung,
serta penurunan efek mekanik pompa jantung. Kondisi ini akan lebih
diperburuk bila terjadi penyakit jantung koroner.
Pada kondisi hypertrophy maka tekanan perfusi pada koroner akan
meningkat dan diikuti dengan peningkatan tahanan pembuluh koroner.
Sebagai akibatnya cadangan aliran darah koroner akan berkurang. 
Ada dua factor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah
koroner yaitu: 
1. Penebalan arteri koroner, yaitu bagian dari hiprtrophy umum otot polos
pembuluh darah seluruh tubuh. Kemudian terjadi retensi garam dan air
yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh darah dan
meningkatnya tahanan perifer.
2. Peningkatan hypertrophy mengakibatkan berkurangnya kepadatan
kapiler unit otot jantung terutama pada hypertrophy eksentrik. 

        Jadi factor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat


penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari
gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung
bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding
yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan
payah jantung.
D. Klasifikasi
Fronlich membagi kelainan jantung akibat hipertensi menjadi empat
tingkatan yaitu;
Tingkat I    : Besarnya jantung masih normal, belum terlihat kelainan
jantung pada pemeriksaan EKG maupun radiology.
Tingkat II    : Tampak kelainan atrium kiri pada pemeriksaan EKG dan
adanya suara jantung ke-4 (atrial gallop) sebagai tanda adanya
hypertrophy ventrikel kiri.
Tingkat III: Tampak adanya hypertrophy ventrikel kiri pada pemeriksaan
EKG dan radiology.
Tingkat IV   : Adanya kegagalan jantung kiri.

E. Gejala Klinis
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat rangsangan
simpatis yang kronik. Pada tahap awal, seperti hipertensi pada
umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik,
maka biasanya disebabkan oleh :
Peninggian tekanan darah itu sendiri dapat bermanifestasi seperti
berdebar-debar, rasa melayang (dizzy), bahkan impotensi. Cepat lelah,
sesak nafas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan
vaskular lainnya adalah epistaksis, hemeturia, pandangan kabur karena
perdarahan retina, transient cerebral ischemic dapat terjadi.
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab hipertensi pada
hipertensi sekunder seperti : polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada
aldosteronisme primer, peningkatan berat badan cepat dengan emosi
yang labil pada sindrom cushing. Feokromositoma dapat muncul
dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan
rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).
Jantung berdenyut cepat dan kuat, terjadi hipersirkulasi yang mungkin
diakibatkan peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai
hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme
kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang
difus dan penigkatan tahan pembuluh darah perifer.
Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpitasi. Pada hipertrofi
konsentrik lama, iktus bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel
kiri, iktus kordis bergeser ke kiri bawah. Pada auskultasi pasien dengan
hipertrofi konsentrik dapat ditemukan S4 dan bila sudah terjadi dilatasi
jantung didapatkan tanda-tanda insufisiensi mitral relatif.
Timbulnya iskemia miokard menunjukkan tidak seimbangnya supply
O2 miokard dengan demand O2. Hipertensi bersama-sama faktor
risiko lain mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner. Penderita
hipertensi lebih sering menunjukkan silent ischemia dan painless
myocardial infarct. Dibanding tensi normal akibat sensitivitas terhadap
rasa sakit berkurang. Kenaikkan tekanan darah yang akut dapat
menjadi pemacu angina. Tekanan darah yang turun mendadak jika
terjadi miokard infark yang luas disertai fungsi pompa yang menurun.
Gambaran klinis seperti sesak napas adalah salah satu gejala gangguan
fungsi diastolik dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun
fungsi sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi
eksentrik dan akhirnya menjadi dilatasi ventrikel kemudian timbul
gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan
gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah koroner dan akan
memperburuk kelainan fungsi mekanik/pompa jantung yang selektif.

 Gambaran radiologis
Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat karena
hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apeks
jantung membesar ke kiri dan bawah. Aortic knob membesar
dan menonjol disertai klasifikasi. Aorta ascenden dan
descenden melebar dan berkelok (pemanjangan aorta/elongasio
aorta).

F. Pemeriksaan penunjang
Pada foto thorak posisi posterioanterior pasien hiperthrophy konsentrik,
besar jantung dalam batas normal. Pembesaran jantung kiri terjadi bila sudah
ada dilatasi ventrikel kiri. Terdapat stenosis aorta pada hipertensi yang kronik
dan tanda-tanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung
hipertensi.
Pemeriksaan laboratorium  darah rutin yang diperlukan adalah pemeriksaan
ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal, dan pemeriksaan elektrolit. 
Pada pemeriksaan EKG akan ditemukan tanda-tanda hypertrophy ventrikel
kiri. Pemeriksaan Ekokardiografi dapat mendeteksi hypertrophy ventrikel kiri
secara dini yang mencakup kelainan anatomic dan fungsional jantung.
Perubahan yang dapat dilihat adalah:
1. Tanda-tanda hiper sirkulasi pada stadium dini
2. Hipertrophy yang konsentrik maupun yang eksentrik
3. Dilatasi venterikelyang dapat merupakan tanda-tanda payah jantung,
serta tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkat.
4. Tanda-tanda iskemik pada stadium lanjut.

G. Diagnosis Banding
 Coronary Artery Atherosclerosis
 Hypertrophic cardiomyopathy
 Jantung atlet (dengan LVH)
 CHF karena etiologi lain
 Fibrilasi atrium karena etiologi lain
 Disfungsi diastolic karena etiologi lain
 Sleep apnea

H. Terapi farmakologis
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah
140/90 mmHg. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen
antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar
35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula
penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat
variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen
antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen tunggal
apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi yang
melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen
antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual,
dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko
penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis
yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat.
1. Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini
pertama,sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain.
Thiazide menghambat pompa Na+/Cl- di tubulus konvultus distal sehingga
meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang, mereka juga dapat
berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi,
dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek
penurunan-tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan beta
blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya,
penambahan diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang efektif.
Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari.
Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi
insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan.
Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan
menghambat kanal natrium epitel di nefron distal. Agen-agen ini adalah agen
antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan dalam kombinasi dengan
thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis utama
untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle
ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif
dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220
mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-
alasan lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti
monoxidil.
2. Penyekat sistem renin-angiotensin
ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan
kadar bradikinin, dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat
reseptor angiotensin II menyediakan blokade reseptor AT1 secara selektif, dan
efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak tersekat dapat menambah
efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang
efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi
dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek
samping ACE inhibitor dan penyekat reseptorangiotensin antara lain adalah
insufisiensi ginjal fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal
dengan lesi stenotik pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan
terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi oleh agen-agen ini antara lain
adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi non steroid.
Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1%
pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi
pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika
Amerika dibanding orang Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan
hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang kadang terjadi baik pada
penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.
3. Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat
digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah
agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi esensial rendah-
renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada pasien dengan
CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di
rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap
terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena
spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek
samping dapat berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi.
Efek-efek samping ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang
merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone baru-baru ini disetujui di
US untuk penatalaksanaan hipertensi.
4. Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan
kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta
blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat, dan
inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif
dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian
bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara
selektif menghambat reseptor 1 jantung dan kurang memiliki pengaruh pada
reseptor 2 pada sel-sel otot polos bronkus dan vaskular; namun tampak tidak
terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif
dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas
simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan
keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas
simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak
(sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada
pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko
perawatan di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol menyekat
kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial
dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan hipertensi
masih perlu ditentukan.
5. Penyekat adrenergik
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan
darah melalui penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen
antihipertensif yang efektif, yang digunakan sebagai monoterapi maupun
dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun dalam uji klinis pada pasien
hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF
sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam
menangani gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat.
Antagonis adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik
dan presinaptik dan terutama digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan
pheokromositoma.
6. Agen-agen simpatolitik
Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi
perifer dengan menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada
pasien dengan neuropati otonom yang memiliki variasi tekanan darah yang
luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini antara lain somnolens,
mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian. Simpatolitik perifer
mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan
cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif
yang potensial efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik,
disfungsi seksual, dan berbagai interaksi obat.
7. Penyekat kanal kalsium
Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan
L-channel, yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi.
Kelompok ini terdiri dari bermacam agen yang termasuk dalam tiga kelas
berikut: phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine (diltiazem), dan 1,4-
dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam kombinasi
dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker),
antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah; namun, apakah
penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan
lebih lanjut pada tekanan darah adalah tidak jelas. Efek samping seperti
flushing, sakit kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine
berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol; edema
disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena
retensi garam dan cairan.
8. Vasodilator Langsung
Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak
dianggap sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika
ditambahkan dalam kombinasi yang menyertakan diuterik dan beta blocker.
Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang memiliki efek
antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat
poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang
refrakter terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom
mirip-lupus, dan efek samping minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan
efusi perikardial.

I. Prognosis
Risiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertrofi ventrikel
kiri. Semakin besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan komplikasi
terjadi. Pengobatan hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti
ACE-Inhibitor, Beta-Blocker, dan diuretik spironolactone dapat mengatasi
hipertrofi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien
dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanpun juga,
penyakit jantung hipertensif adalah penyakit serius yang harus diperhatikan
karena memiliki risiko kematian mendadak.

DAFTAR PUSTAKA

Adnil Basha; Penyakit Jantung Hipertensif; Buku Ajar Kardiologi; Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 209-211

Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of Internal


Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint National
Commite on Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7
report. JAMA. March 180321; 289 (19): 2560-72
Marulam M. Panggabean ; Penyakit Jantung Hipertensi; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III edisi Keempat; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006; 1639-1640

Nwabuo C.C, & Vasan, R.S. 2020. Pathophysiology of Hypertensive Heart Disease:
Beyond Left Ventricular Hypertrophy. Current Hypertension Reports, 22 (2).
Doi:10.1007/s11906-020-1017-9

Price SA, Wilson LM. Fisiologi sistem kardiovaskular, Dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC; 2006.P.530-543

Riaz, Kamran, Hypertensive Heart Desease: Differential Diagnoses Workup.


http://emedicine. Medscape.com/article/162449-diganosis. Diakses pada 18 Maret
2021

Anda mungkin juga menyukai