Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

GEOLOGI KEBENCANAAN
GUNUNG GUNTUR, GARUT, JAWA BARAT, INDONESIA

Oleh : Kelompok 2
Diandra Abi Rafdi 1706046792
Herman Darmawan Sitompul 1706046956
Heru Maulana 1706046943
Ihda Ibtihaj 1706975495

PROGRAM STUDI GEOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2017
Laporan Kuliah Lapangan Geologi Kebencanaan
Gunung Guntur, Jawa Barat, Indonesia

Rangkuman Materi Stopsite :

1. Stopsite 1

Stopsite 1 terletak pada koordinat 7°10’03.8” S 107° 53’ 02.1” E. pada stopsite
ini terdapat kenampakan batuan yang berasal dari pembekuan lava hasil erupsi
Gunung Guntur. Adapun materi pengantar disampaikan oleh Narasumber dari Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yaitu Dr. Ir. Igan S.
Sutawidjaja, M.Sc. Menyampaikan bahwa kawasan gunung guntur magmanya adalah
magma lava basalt andesitic dengan kandunga silika sebanyak 54%. kandungan
magma tersebut berasal dari adanya percampuran magma basalt dengan kerak benua.
Produk gunung api yang dihasilkan adalah kebanyakan aliran lava, akan tetapi
produk batuan dari aliran lava tersebut berbeda-beda karena setelah dilakukan
pemetaan kawasan Gunung Guntur dan dibagi satuan berdasarkan Vulkanostratigrafi
tahun 1982 meskipun secara regional batuan dari Gunung Guntur adalah breksi tetapi
sebenarnya breksi tersebut memiliki kandungan yang berbeda karena terjadi
beberapa periode letusan dari Gunung Guntur.

Batuan di Gunung Guntur ada dua jenis yaitu breksi terbentuk dari proses
dimana aliran lava yang dipermukaan lebih cepat membeku karena berinteraksi
langsung dengan atmosfer, sehingga tebentuk fragmentasi kemudian bagian
dalamnya tetam mengalir dan lambat membeku sehingga dalamnya membentuk
batuan masif.
Gambar 1. Singkapan Aliran Lava Gunung Guntur

Sumber: Dokumen pribadi

2. Stopsite 2

Stopsite 2 terletak pada koordinat 7°10’03.9” S 107° 53’ 00.5” E pada stopsite
ini terlihat morfologi Komplek Gunung Guntur yang terdiri dari beberapa puncak
yaitu Gunung Masigit, Parukuyan, Kabuyutan, Gunung Putri dan Gunung Guntur
Sendiri. Gunung Guntur merupakan Gunung Api yang masuk Tipe A karena sejak
tahun 1800 merupakan gunung api aktif aktifitasnya tercatat. Keunikan dari Gunung
Guntur adalah memiliki morfologi berupa aliran lava yang telah membeku yang
terlihat menonjol dan memanjang seperti sebuah terowongan atau dikenal dengan
istilah Lava Tunnel, lava tersebut berasal dari letusan tahun 1840, yang mana
merupakan letusan termuda dari Gunung Guntur. Akan tetapi sebenarnya Lava
Tunnel belum sepenuhnya terbentuk karena energi dari aktifitas vulkanik gunung
guntur belum membuat bagian dalam aliran lava terdorong dan menyisakan bagian
permukaannya.

Puncak Gn. Guntur

Gambar 2. Morfologi Gunung Guntur

Sumber: Dokumen pribadi

3. Stopsite 3
Stopsite 3 terletak pada koordinat 7°10’25.2” S 107° 52’ 17.6” E. Pada stopsite
ini dilakukan pengambilan sampel dan deskripsi batuan beku dari lava Gunung
Guntur yang erupsi tahun 1840.

Gambar 3. Singkapan ujung aliran lava letusan Gn. Guntur Tahun 1840

Sumber: Dokumen pribadi

4. Stopsite 4

Pada stopsite 4 yang terletak pada Koordinat 7°10’53.2” S 107°52’01.5” E.


Dilakukan deskripsi terhadap singkapan batuan berupa breksi. Singkapan tersebut
fragmen masih dapat terlihat akan tetapi sudah mengalami pelapukan.
Gambar 4. Singkapan stopsite 4 batuan breksi

Sumber: Dokumen pribadi

5. Stopsite 5

Stopsite 5 merupakan stopsite terakhir yang dikunjungi dilapangan, dengan


koordinat 7°10’57.4” S 107° 52’ 03.8” E. Pada stopsite ini didapati singkapan batuan
yang membentuk sebuah perlapisan. Secara umum litologinya berupa Breksi akan
tetapi memiliki ukuran fragmen yang berbeda. Lapisan dari singkapan ini dibagi
menjadi 3 perlapisan.

a) Lapisan 1

Merupakan Bottom (bawah/dasar) singkapan dengan litologi Breksi. Ukuran


butir berangkal dominan.

b) Lapisan 2

Lapisan 2 secara umum litologinya masih sama yaitu batuan breksi, akan
tetapi terlihat adanya penurunan ukuran butir. Dimana butiran kerikil menjadi
lebih dominan.

c) Lapisan 3

Lapisan 3 merupakan lapisan top dari singkapan ini karena diatas singkapan
3 adalah tanah yang tertutup oleh vegetasi. Ada perubahan ukuran butir yang
dominan, pada lapisan ini terlihat ukuran butir berangkal kembali dominan
sebagaimana lapisan 1.

Lapisan 3

Lapisan 2
Lapisan 1

Gambar 5. Singkapan stopsite 5

Sumber: Dokumen pribadi

6. Materi Pos Pengamatan Gunung Guntur

Metode pengamatan yang dilakukan untuk memantau aktifitas Gunung Guntur ada 2
metode. Yang pertama adalah metode seismik. Metode ini didasari pada perekaman
gelombang seismik yang terekam oleh seismometer yang terpasang di 5 lokasi, yaitu di
Gunung Papandayan, Lereng Utara Gn. Guntur, lereng selatan Gn. Guntur, Darajat, dan
Kamojang. Kemudian data yang terekam oleh seismometer di lapangan dikirim ke pos
pemantauan dengan mekanisme sebagai gelombang radio dan akan tercatat di seimograf.
Pemantauan ini dilakukan selama 24 jam nonstop untuk dapat mengetahui aktifitas
Gunung Guntur dan segera memberikan peringatan apabila ada aktifitas berbahaya.

Metode kedua adalah metode Deformasi. Metode ini mekanismenya dalah memantau
adanya inflasi atau deflasi terhadap tubuh Gn. Guntur. Alat yang digunakan adalah tilt
meter dan theodolit. Penempatan alat tersebut permanen disuatu titik yang telah
ditentukan. Pengukuran yang dilakukan adalah perubahan jarak antara posisi awal jarak
alat ditempatkan dengan titik yang menjadi acuan di Gn. Guntur, jika ada perubahan jarak
artinya ada deformasi.
Gambar 6. Penjelasan di Pos Pengamatan Gn Guntur

Sumber: dokumen pribadi

Jawaban Pertanyaan :

1. Pemeriksaan atau pengamatan apa saja yang dilakukan dalam memantau aktivitas
Gunung Guntur?
Jawab
Pengamatan yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk melakukan pengamanan dan
mengurangi jatuhnya korban. Aktivitas gunung guntur merupakan aktivitas gunung
api yang mana potensi bahaya berasal dari magma yang ada didalam bumi pada
kedalaman 150km, karena keberadaan magma di dalam bumi maka pemantauan
dilakukan dengan metode-metode. Metode pengamata yang dilakukan diantaranya
adalah
A. Visual
Pengamatan visual dipantau secara menerus dari pos Pengamatan G. Guntur yang
meliputi tinggi, warna, tekanan asap serta arah penyebarannya. Disamping itu juga
dilakukan pengukuran suhu mata air panas yang berada di Cipanas, Kecamatan
Tarogong.
B. Seismik
Pemantauan gempa dilakukan dengan memasang 5 (lima) unit seismometer
secara permanen, 5 seismometer tersebut diletakan pada Gunung Papandayan,
Darajat, lereng Utara Gunung Guntur, Lereng Selatan Gunung Guntur dan
Kamojang. Semua sinyal gempa dikirim ke pos pengamatan dengan
menggunakan radio telemetri. Semua data kegempaan direkam secara digital
dengan menggunakan Datamark LS-3000, untuk sinyal gempa yang datang
stasiun Kabuyutan juga direkam secara analalog dengan perekam tipe PS-2.
Pos Pengamatan G. Guntur juga berfungsi sebagai “Pos Regional Center”.
Yang menerima juga kegempaan dari G. Papandayan dan G. Galunggung.
Data kegempaan G. Guntur – Papandayan dan G. Galunggung diteruskan ke
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung dengan
teknologi VSAT.
C. Metode Deformasi
Pengamatan deformasi tubuh Gunung Guntur dilakukan dengan metoda sipat
datar teliti (leveling), GPS (Global Positioning System), EDM (Electronic
Distance Measuremen) dan Tiltmeter. Pemantauan Tiltmeter dan GPS
dilakukan secara menerus. Sedangkan metoda lainnya dilakukan secara
periodik.
1. EDM
Pengukuran EDM dilakukan dari Pos Pengamatan Gunung Api Guntur
ke masing-masing benchmark di Cikatel, Lereng dan Puncak.
2. GPS
Pengukuran GPS di G. Guntur dilakukan secara menerus pos
pengamatan gunung Guntur memantau 24 jam perubahan deformasi yang
terjadi terhadap Gunung Guntur. Ada 3 lokasi penempatan GPS yaitu pada
puncak, Lereng dan Desa Cikantel
3. Sipat datar teliti (Leveling)
Pengukuran sipat datar teliti dimulai pada tahun 1996. Jalur
pengukuran dumulai dari Tarogong hingga ke daerah Sodong pada
ketinggian 1300 m dpl.

2. Apakah perbedaan dari daerah bahaya dan daerah waspada

Daerah bahaya adalah daerah yang rawan bahaya letusan gunungapi, sehingga mungkin orang
yang bermukim di daerah tersebut dapat terancam oleh aliran awan panas, jatuhan hancuran
batuan, aliran lava pijar, dan aliran lahar. Istilah lain untuk daerah Bahaya adalah daerah
terlarang karena demi keselamatan manusia daerah ini sebaiknya terlarang untuk dihuni.
Sementara itu yang dimaksud dengan daerah waspada adalah daerah yang dapat berkembang
menjadi daerah bahaya apabila terjadi suatu kelainan pada letusan gunungapi yang
bersangkutan. Dasar penentuan batas-batas wilayah daerah bahaya dan daerah waspada adalah
seolah-olah titik erupsi yang akan datang terletak diantara Gunung Masigit dan Gunung
Agung (disentral), letusan tipe volkano dahsyat atau tipe plinian tetapi tidak sampai pada
pembentukan kaldera.
3. Apakah tujuan dari membagi daerah bahaya dan daerah waspada menjadi beberapa sector-
sektor dan hal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam membagi sektor-sektor dan hal apa
sajakah yang perlu diperhatikan dalam membagi sektor-sektor tersebut

Pembagian daerah bahaya dan daerah waspada bertujuan untuk mencari titik fokus untuk
melakukan evakuasi korban terdampak bencana gunung api. Dasar penentuan batas-batas
wilayah daerah bahaya dan daerah waspada adalah seolah-olah titik erupsi yang akan datang
terletak diantara gunung (disentral), letusan tipe volkano dahsyat atau tipe plinian tetapi tidak
sampai pada pembentukan kaldera. Pembagian sektor dilakukan menggunakan arah mata
angina dengan radius tertentu. Sektor yang ada meliputi sektor sentral, utara, barat, selatan
dan timur.

1) Sektor Sentral

Daerah Bahaya sektor sentral dikhusukan untuk menanggulangi bahaya “letusan normal”
yang terjadi di daerah sentral mulai dari kawah-kawah sekitar Gunung Masigit sampai dengan
kawah Gunung Guntur. Yang dimaksud dengan “letusan normal” adalah letusan tipe volkano
lemah sampai volkano kuat dengan asap letusan stinggi 5000meter dari muka laut, letusan
tipe strombolian, dan letusan freatik. Daerah waspada bagi sektor ini yakni daerah bahaya
lahar hujan melalui daerah-daerah aliran sungai yang berasal dari Kelompok Gunung Guntur
karena hal tersebut tergantung pada jatuhan abu tebal yang terbawa angin pada waktu letusan
terjadi.

2) Sektor Selatan

Daerah Bahaya dan Daerah Waspadasektor selatan dibatasi oleh lembah aliran Sungai
Ciroyom di sebelah barat daya, Cibeureum di sebelah tenggara, Cimanuk di sebelah Selatan
dan batas sektor sentral di sebelah utara. Daerah Bahayanya dikhususkan kepada letusan-
letusan tipe volkano kuat/dahsyat dan tipe plinian pada pembentukan kawah baru, dengan
letak titik erupsi antara Gunung Parukuyan - Gunung Guntur atau di sebelah Tenggara kawah
Guntur. Daerah Waspada terhadap bahaya aliran lahar hujan meliputi daerah aliran Sungai
Ciroyom, Cikamiri, Cibeureum, dan Cimanuk.

3) Sektor Utara

Daerah bahaya dan Daerah Waspada pada sektor utara dibatasi oleh lembah antara
Gunung Gandapura dan Gunung Kancing di sebelah barat laut, sebelah utara dengan deretan
Gunung Malang – Gunung Windu, sebelah timur laut dengan lereng Gunung Agung –
Gunung Pasirayakan - Gunung Pasirdayang dan sebelah selatan dengan batas sektor sentral.
Daerah Bahaya dikhususkan kepada letusan-letusan yang berasal dari Gunung Masigit
(Kawah Geulis dan Kawah Japati) yang masih mempunyai kaitan kelurusan rekahan dari
Gunung Guntur. Untuk letusan tipe volkano kuat/dahsyat dan tipe plinian pada pembentukan
kawah baru.

Bahaya aliran lava letusan tipe strombolian dan letusan freatik sudah tercakup dalam
Daerah Bahaya sektor sentral. Daerah Waspada terhadap aliran lahar hujan mencakup daerah
aliran Sungai Cilebak Gede, Citambakboya, Ciharus, dan Cipancar. Data lapangan
menunjukkan bahwa di Daerah Bahaya dan sebagian Daerah Waspada terdapat kemungkinan
bahaya longsoran tebing yang kejadiannya dapat dipengaruhi oleh endapan abu tebal dan atau
hujan lebat di kemudian hari sehingga orang yang bermukim di bawah tebing-tebing yang
curam perlu waspada di waktu hujan

4) Sektor Timur

Batas wilayah Daerah Bahaya dan Daerah Waspada sektor timur adalah sebelah timur
jalan raya dari Tarogong sampai keperhentian kereta api di Leles, sebelah selatan, barat, dan
utara dengan batas-batas sektor selatan, sektor sentral, dan batas sektor utara. Daerah Bahaya
dan Daerah Waspada sektor ini dikhususkan pada letusan Gunung Agung atau Gunung
Picung dengan intensitas letusan sedang (tipe volkano atau plinian) dan juga tipe strombolian
mengingat daerah ini cukup terjal.

5) Sektor Barat

Batas wilayah Daerah Bahaya dan Daerah Waspada sektor barat adalah di sebelah barat
Gunung Cakra, Kawah Kamojang, dan Kawah Pojok, sebelah utara, timur, dan selatan dengan
batas-batas sektor utara, sektor sentral, dan sektor selatan. Daerah Bahaya dikhususkan pada
letusan Gunung Gajah atau Gunung Gandapura muda (sebelah timur). Daerah Waspada lahar
hujan terutama pada daerah aliran Sungai Citepus.

4. Setelah terjadi erupsi, Gn.Guntur mengalami waktu istirahat (waktu dimana tidak
terjadi erupsi). Apakah yang menyebabkan hal tersebut?
Gunung Guntur tercatat telah mengalami beberapa kali erupsi dimana
mengalamai periode eksplosif antara tahun 1840-1847 (PVBMG,2011). Pada
periode ini teracatat terjadi 21 kali letusan dengan jangka waktu erupsi yang
relatif pendek yang berkisar antra 5-12 hari. Selang waktu antar letusan
bervariasi antara 1,2 dan 3 Tahun. Jeda paling lama antar letusan pada periode
ini tercatat selama 6 hingga 7 tahun.

Tabel Data Erupsi Gunung Guntur

Tabel 1. Sumber PVMBG dan Smithsonian Institute

Hingga saat ini, Gunung Guntur mengalami fase istirahat dimana tidak terjadi erupsi yang
ukup lama yaitu sekitar 170 tahun. Namun dalam rentang tersebut gunung guntur masih
tercatat melakukan aktivitas berupa kegempaan dimana tercatat aktivitas gempa vulkanik
setiap sekita 3 tahun sekali.
Gunung Guntur dapat mengalami waktu istirahat dikarenakan oleh aktivitas
magmatiseme yang tidak mempunyai cukup energi untuk menghasilkan erupsi. Hal ini
disebabkan oleh erupsi terakhir yang menghancurkan sumbat lava dan mengurangi tekanan
yang terbentuk pada magma chamber, akibatnya tidak ada tekanan yang memaksa magma
dan material vulkanik lainnya untuk keluar ke permukaan. Oleh karenanya, saat ini gunung
guntur sedang dalam fase membangun tekanan. Apabila tekanan pada magma chamber telah
cukup atau terdapat sumbat akibat lava yang mendingin yang mengakibatkan peningkatan
tekanan untuk melepaskan sumbat tersebut, maka sewaktu waktu Gunung Guntur dapat erupsi
kembali.

5. Sebutkan langkah-langkah penyelamatan diri dari beberapa bahaya material

yang dihasilkan dari letusan Gunungapi.

a. Bahaya awan panas

Awan panas adalah aliran material vulkanik panas yang terdiri atas batuan berat,
ringan (berongga) larva massif dan butiran klastik yang pergerakannya dipengaruhi
gravitasi dan cenderung mengalir melalui lembah (BNPB, 2014).

Langkah – langkah unpaya penyelamatan diri dari bahaya ini adalah dengan (1)
menjauhi daerah lereng lereng dan kaki gunung yang berpotensi menjadi jalur aliran
awan panas ini. Apabila terjadi peningkatan aktivitas gunung api, lebih baik
mengungsi ke daerah batas aman yang telah dianjurkan oleh BNPB ataupun BPBD
setempat. (2) Menjauhi daerah sungai yang berhulu ke puncak gunung api. Ketika
terjadi peningkatan aktivitas gunung api, dianjurkan untuk menjauhi sungai-sungai
yang berhulu ke puncak gunung, dikarenakan sungai tersebut berpotensi sebagai jalur
aliran awan panas yang berasal dari kawah di puncak gunung.

b. Bahaya gas racun

Gas beracun adalah gas vulkanik yang dapat mematikan seketika apabila terhirup
dalam tubuh. Gas tersebut antara lain: CO2, SO2, Rn, H2S, HCl, HF, H2SO4. Gas
tersebut biasanya tidak berwarna dan tidak berbau (BNPB, 2014).

Langkah – langkah unpaya penyelamatan diri dari bahaya ini adalah dengan;

 Menjauhkan diri dari sumber keluarnya gas beracun. Ketika terjadi peningkatan
aktivitas gunung api, umumnya pada daerah sekitar kawah gunung api mengalami
peningkatan emisi gas beracun, oleh karena itu, disarankan untuk menjauhi daerah
derah yang menjadi titik keluarnya gas gas tersebut.
 Menjauhkan diri dari lembah, celah dan cekungan pada saat cuaca mendung, hujan
dan berkabut. Ketika cuaca hujan dan mendung, gas gas yang berasal dari emisi
gunung berapi tersebut akat cenderung tertahan dan terakumulasi daerah lembahan
dan cekungan, oleh karenanya diharapkan untuk menjauhi daerah daerah tersebut
untuk menghindari terhirupnya gas beracun tersebut.
 Gunakan masker gas atau kain penutup hidung yang dibasahi air.
Ketika terjadi peningkatan aktivitas emisi gas vulkanik, senantiasa gunakan masker
gas agar menjaga gas tersebut tidak terhirup.
 Membawa obor atau api untuk mendeteksi keberadaan gas beracun.
Untuk mendeteksi gas bercaun dapat menggunakan obor, obor akan mati meskipun
tidak tertiup angin ketika kontak dengak gas beracun.

c. Bahaya lemparan hancuran batuan, bom vulkanik, lapilli

Lontaran material (pijar). Lontaran material terjadi ketika letusan magmatic


berlangsung. Suhu mencapai 200°C, diameter bisa lebih dari 10 cm dengan daya
lontar ratusan kilometer (BNPB, 2014)

Langkah – langkah unpaya penyelamatan diri dari bahaya ini adalah dengan;
  Menjauhkan diri dari kawasan rawan bencana lontaran batu terutama di sekitar
puncak gunungapi atau kawah.
Untuk menghindari bahaya jatuhan material vulkanik, usahakan untuk menjauh dari
daerah berpotensi bahaya yang telah dikeluarkan oleh BNPB pada peta kawasan rawab
bencana daerah setempat.
 Berlindung dalam bangunan permanen yang beratap kokoh.
 Saat berlari menghindari lontara batu, selalu melihat ke atas untuk mengetahui arah
lontaran batu.

Daftar Pustaka :

 BNPB. 2017. Buku Saku Tanggap Bencana. BNPB; Jakarta


 PVMBG, 2014. Data Dasar Gunungapi Guntur. Kementerian Energi dan Sumberdaya
Mineral. http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/525-
g-guntur diakses pada 3 Mei 2019, Pukul 20.00

Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Guntur, Jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai