Anda di halaman 1dari 6

JURNAL KEPERAWATAN JIWA

PENGARUH PELATIHAN KADER KESEHATAN JIWA TERHADAP PERSEPSI


KADER DALAM MERAWAT ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA

ABSTRAK
Gangguan jiwa adalah suatu penyimpangan proses pikir, alam perasaan, dan prilaku
seseorang, yang disebabkan oleh gangguan pada fungsi sosial, psikologis, genetik,
fisik/kimiawi, atau biologis. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam merawat orang
dengan gangguan jiwa adalah pemberian psikofarmaka dan penanganan secara psikologis
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, keluarga, dan masyarakat. Saat ini masih terdapat
stigma psikiatri negatif di masyarakat, oleh karena itu hal yang harus dibenahi adalah
persepsi yang salah mengenai gangguan jiwa tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan
dengan membentuk kader kesehatan jiwa yang secara sukarela mau berpartisipasi dalam
manajemen kasus gangguan jiwa yang ada di masyarakat. Kader merupakan bentuk
pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mulai secara swadaya melakukan
pencegahan terkait masalah kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pelatihan kader kesehatan jiwa terhadap persepsi kader dalam merawat orang
dengan gangguan jiwa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif jenis quasy
experiment, dan merupakan studi komparatif, dengan design penelitian pre post-test design.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 27 orang didapat dari teknik sampling purposive
sampling. Hasil penelitian berdasarkan uji statistik didapatkan nilai z = -4,568, dengan p
value = 0,000, (p<α (0,05)), dengan demikian didapat hasil pelatihan kader kesehatan jiwa
berpengaruh terhadap persepsi kader dalam merawat orang dengan gangguan jiwa.

PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa adalah suatu menimbulkan penderitaan pada individu
kondisi dimana seorang individu dapat atau hambatan dalam melaksanakan peran
berkembang secara fisik, mental, spiritual, sosial.
dan sosial, sehingga individu tersebut
Orang Dengan Gangguan Jiwa
menyadari kemampuan sendiri, dapat
(ODGJ) adalah orang yang mengalami
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
gangguan dalam pikiran, prilaku, dan
produktif, dan mampu memberikan
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
kontribusi untuk komunitasnya (Undang-
sekumpulan gejala dan atau perubahan
Undang Republik Indonesia Nomor 18
prilaku yang bermakna, serta dapat
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa,
menimbulkan penderitaan dan hambatan
2014). Tidak berkembangnya koping
dalam menjalankan fungsi orang sebagai
individu dengan baik dapat menyebabkan
manusia (Undang-Undang Republik
terjadinya gangguan jiwa.
Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Menurut Keliat, Akemat, Daulima, Kesehatan Jiwa, 2014). Gangguan jiwa
& Nurhaeni (2013) gangguan jiwa yaitu dibagi menjadi gangguan jiwa berat dan
suatu perubahan yang menyebabkan gangguan mental emosional (Riset
adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang Kesehatan Dasar, 2013). Data statistik
WHO dalam Hawari (2009), menyebutkan primer, sekunder, dan tersier (Keliat,
jumlah dari penderita gangguan jiwa di Daulima, & Farida, 2011). Menurut studi
dunia pada tahun 2001 mencapai 450 juta pendahuluan yang dilakukan oleh
jiwa. Berdasarkan data Riset Kesehatan Marchira (2011) bagi negara berkembang
Dasar (2013) sebanyak 1.728 orang seperti Indonesia dengan sumber daya
Indonesia mengalami gangguan jiwa berat kesehatan jiwa yang terbatas, hal yang
dengan prevalensi gangguan jiwa berat paling realistis adalah mengintegrasikan
adalah 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat pelayanan kesehatan jiwa di pelayanan
terbanyak ke-5 terdapat di Bali. primer, contohnya puskesmas. Salah satu
Berdasarkan data BPS, Bali memiliki luas upaya dalam pencegahan primer tersebut
wilayah 5.636,66 km2 dan jumlah adalah pembentukan kader kesehatan jiwa.
penduduk sebesar 3.890.757 orang.
Dengan adanya kader kesehatan
Gangguan jiwa di Bali berdasarkan
jiwa, maka masyarakat akan lebih terpapar
laporan data kesakitan jiwa Dinas
mengenai kesehatan jiwa yang nantinya
Kesehatan Provinsi Bali tahun 2014 total
akan mempermudah proses penemuan
jumlah gangguan jiwa yaitu 8248 jiwa
kasus baru di masyarakat. Lebih jauh, ke
(Dinkes. Prov. Bali, 2014).
depan kader kesehatan jiwa yang dibentuk
Disamping itu dewasa ini banyak itu akan berperan sebagai support system
persepsi yang salah atau mitos yang terkait di masyarakat.Kader kesehatan jiwa
mengenai gangguan jiwa, adanya stigma mampu melaksanakan hal yang sederhana
psikiatri di Indonesia beranggapan bahwa seperti, deteksi dini kasus gangguan jiwa,
gangguan jiwa disebabkan oleh pengaruh penggerakan keluarga sehat, resiko, dan
jahat, roh halus, lemah iman dan guna- sakit untuk ikut penyuluhan kesehatan
guna sehingga menyebabkan pasien jiwa, penggerakan ODGJ untuk ikut
dibawa berobat ke dukun dan paranormal, rehabilitasi dan, serta kunjungan rumah
hal ini dipengaruhi karena kurangnya untuk pasien yang mandiri . Oleh karena
tingkat pengetahuan masyarakat mengenai itulah kader kesehatan perlu dilatih dalam
gangguan jiwa (Keliat, Panjaitan, & meningkatkan kemampuan kader agar
Daulima, 2006). Berdasarkan hal tersebut dapat mengelola dan menjalankan
maka diperlukan strategi khusus untuk pelayanan kesehatan khususnya dalam
mengatasi serta mencegah terjadinya menyampaikan informasi dan pendidikan
gangguan kesehatan jiwa masyarakat. kesehatan secara langsung kepada
Adapun upaya pencegahan gangguan masyarakat sekitar.
kesehatan jiwa ada tiga, yaitu pencegahan

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian penelitian ini adalah kader kesehatan
kuantitatif jenis quasy experiment, dan (posyandu, jumantik) yang dipilih menjadi
merupakan studi komparatif. Metode yang kader kesehatan jiwa di wilayah kerja
digunakan pada penelitian ini adalah pre Puskesmas II Dentim Kota Denpasar
post test design untuk mengetahui Provinsi Bali, dengan jumlah sampel
pengaruh pelatihan kader kesehatan jiwa sebanyak 27 kader. Pengambilan sampel
terhadap persepsi kader dalam merawat dengan menggunakan teknik non
orang dengan gangguan jiwa. Populasi dari probability sampling jenis purposive
sampling. Adapun kriteria sampel adalah alat ukur berupa kuisioner dan
merupakan kader kesehatan yang bersedia menjelaskan cara pengisiannya serta
menjadi kader kesehatan jiwa, mengikuti dilakukan fasilitasi terhadap kemungkinan
pelatihan dari awal sampai akhir, peran kebingungan atau kesalahan dalam
aktif selama menjadi kader kesehatan. mengisi kuesioner. Semakin tinggi jumlah
Kegiatan penelitian mulai dari perijinan skor maka persepsi semakin tinggi,
sampai dengan pengambilan data rentang skor tertinggi adalah 23 dan
dilakukan dari bulan September sampai terendah adalah 0.
Desember 2015.
Kemudian kader diberikan
Pengumpulan data dilakukan pelatihan dalam waktu 2 hari dengan total
dengan menggunakan kuisioner data waktu 10 jam oleh pembicara dan
demografi dan kuisioner persepsi tentang didampingi oleh peneliti. Untuk
merawat orang dengan gangguan jiwa. menunjang keberhasilan pelatihan kader,
Kuisioner telah diuji ketepatannya oleh sebelum dilaksanakan pelatihan peneliti
Maunyana Astusti (2012) yang telah telah mempersiapkan materi yang
dimodifikasi dan diuji ketepatannya dibutuhkan, sarana prasarana yang
kembali oleh Yuliastini (2015) yang terdiri dibutuhkan, metode pelatihan yang
dari 23 pertanyaan mengenai penyebab digunakan yaitu ceramah interaktif, diskusi
gangguan jiwa, gejala gangguan jiwa, kelompok, demonstrasi, simulasi bermain
beratnya gangguan jiwa, resiko gangguan peran, studi kasus, dan praktik kunjungan
jiwa, pencegahan gangguan jiwa, dan rumah. Setelah pelatihan kader selesai,
merawat orang dengan gangguan jiwa peneliti kembali memberikan post test.
dirumah. Saat pengumpulan data, peneliti Sebelum dilakukan pengujian statistik
dibantu oleh perawat spesialis jiwa dan dilakukan uji normalitas data terhadap data
perawat CMHN dipuskesmas II Denpasar sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
Timur dalam memberikan pelatihan. kader Keswa dengan tingkat kepercayaan
Setelah menentukan responden maka 95% dan α=0,05. Dilihat menggunakan uji
peneliti menjelaskan tujuan kegiatan dan Shapiro Wilk karena jumlah sampel
meminta persetujuan keikutsertaan dalam kurang dari 50 orang. Didapatkan hasil
kegiatan. Responden yang berjumlah 27 data tidak berdistribusi normal (p value <
orang kemudian dikumpulkan untuk 0,05) maka dilakukan uji non parametrik
dilakukan pelatihan. Sebelum memulai dengan uji wilcoxon.
pelatihan, peneliti memberi pretest dengan

HASIL
Pada tabel 1 diperlihatkan data pada kategori sangat baik yaitu 21,30.
bahwa rata-rata persepsi kader kesehatan Skor minimum persepsi kader setelah
jiwa sebelum diberikan pelatihan kader pelatihan adalah 20 dan skor tertinggi
berada pada kategori baik yaitu 16,96. adalah 22 (rentang skor 0-23).
Skor minimum persepsi kader sebelum
Hasil penelitian berdasarkan uji
pelatihan adalah 15 dan skor tertinggi
statistik dengan Wilcoxon test didapatkan
adalah 21 (rentang skor 0-23). Sedangkan
pada tabel 2 nilai z = 4,568, dengan p
ratarata persepsi kader setelah diberikan
value<0.05 (0.000). Dengan demikian
pelatihan kader kesehatan jiwa berada
didapat hasil pelatihan kader kesehatan
jiwa berpengaruh terhadap persepsi kader dalam merawat orang dengan gangguan
jiwa

Nilai rata-rata persepsi kader sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan kader
kesehatan jiwa (n= 27)
Variabel Mean Median Standar Deviasi Min-Max
Persepsi kader 16,96 17,00 1,720 15-21
sebelum pelatihan

Persepsi kader 21,30 21,00 0,669 20-22


sesudah pelatihan

Analisis pengaruh pelatihan kader kesehatan jiwa terhadap persepsi kader dalam
merawat orang dengan gangguan jiwa (n= 27)
Variabel Negative-positive Ranks Z P value
Persepsi kader sebelum 0 - 27 4,568 0,000
dan setelah pelatihan
kader kesehatan jiwa

PEMBAHASAN
Rata rata persepsi kader sebelum guna-guna, tempat keramat, roh jahat,
diberikan pelatihan kader kesehatan jiwa setan, sesaji yang salah, kutukan, banyak
adalah 16,96 (kategori baik dalam rentang dosa, pusaka yang keramat, dan kekuatan
skor 0-23). Persepsi dengan skor 16 gaib atau supranatural. Kedua, keyakinan
berjumlah 6 orang dengan persentase atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa
22,2%, skor 17 berjumlah 8 orang dengan merupakan penyakit yang tidak dapat
persentase 29,6%, skor 18 berjumlah 1 disembuhkan. Ketiga, keyakinan atau
orang dengan persentase 3,7%, skor 19 kepercayaan bahwa gangguan jiwa
berumlah orang dengan persentase 11,1%, merupakan penyakit yang bukan urusan
skor 20 berjumlah 2 orang dengan medis. Keempat, keyakinan atau
persentase 7,4%, dan skor 21 berjumlah 1 kepercayaan bahwa gangguan jiwa
orang dengan persentase 3,7%. merupakan penyakit yang selalu
diturunkan. Rata-rata persepsi kader
Sesuai dengan teori yang
setelah diberikan pelatihan kader
disebutkan oleh Keliat et al., (2006) dalam
kesehatan jiwa adalah 21,30 (kategori
masyarakat Indonesia, ada beberapa
sangat baik). Persepsi kader setelah
keadaan yang merupakan bentuk persepsi
pelatihan dengan skor 20 berjumlah 3
untuk individu dengan gangguan jiwa
orang dengan persentase 11,1%, persepsi
pertama, keyakinan atau kepercayaan
dengan skor 21 berjumlah 13 orang
bahwa gangguan jiwa itu disebabkan oleh
dengan persentase 48,1%, serta persepsi
dengan skor 21 berjumlah 11 orang gangguan jiwa. Dari hasil tersebut, dapat
dengan persentase 40,7%. disimpulkan bahwa responden memiliki
persepsi yang baik mengenai gangguan
Berdasarkan hasil analisis dari
jiwa. Demikian juga seluruh responden
masing-masing item pertanyaan, terdapat
(100%) menjawab benar pada soal nomor
skor lebih tinggi dari aspek yang lain,
20-23, dapat disimpulkan bahwa persepsi
sebanyak 27 responden (100%) menjawab
responden sudah baik mengenai cara
benar pada soal nomor 110, yaitu pada
merawat orang dengan gangguan jiwa
aspek penyebab gangguan jiwa, gejala
dirumah.
gangguan jiwa, dan beratnya penyakit

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat persepsi sangat baik. Berdasarkan hasil uji
disimpulkan sebagai berikut, persepsi analisis statistik dapat disimpulkan
kader sebelum pelatihan kader kesehatan hipotesis diterima yaitu pelatihan kader
jiwa menunjukkan kategori persepsi baik, kesehatan jiwa berpengaruh terhadap
persepsi kader setelah pelatihan kader persepsi kader dalam merawat orang
kesehatan jiwa menunjukkan kategori dengan gangguan jiwa.
Saran
Diharapkan kader dapat lebih yang ada di Propinsi Bali dapat
memahami serta mengaplikasikan tugas membentuk kader kesehatan jiwa di setiap
dan fungsinya menjadi, memahami cara daerah wilayah puskesmas dan
merawat orang dengan gangguan jiwa melaksanakan pelatihan kader kesehatan
dirumah yang telah mandiri, dan mampu jiwa. Mengingat tugas dari kader
mempengaruhi masyarakat sekitar tentang kesehatan jiwa ini salah satunya juga
pentingnya kesehatan jiwa dan dapat untuk melakukan deteksi dini untuk kasus
berdayanya orang dengan gangguan jiwa gangguan jiwa sehingga hal yang dapat
jika mendapatkan perawatan yang baik memperburuk kondisi gangguan jiwa
sehingga stigma buruk yang berkembang dapat dicegah, serta memberikan
dimasyarakat dapat dihilangkan. pelayanan yang menyeluruh kepada
seluruh masyarakat.
Diharapkan agar Dinas Kesehatan
Kota Denpasar dan kabupaten lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Akemat, Daulima, N. H., & Nurhaeni, H. (2013). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.
Keliat, B. A., Panjaitan, R. U., & Riasmini, M. (2010). Manajemen Keperawatan Jiwa
Komunitas Desa Siaga CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC.
Pramujiwati, D., Anna Keliat, B., & Ice Yulia Wardani, D. (2013). Pemberdayaan Keluarga
Dan Kader Kesehatan Jiwa Dalam Penanganan Pasien Harga Diri Rendah Kronik Dengan
Pendekatan Model Precede L. Green Di Rw 06, 07 Dan 10 Tanah Baru Bogor Utara. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 1(2), 170–177. https://doi.org/10.1175/JCLI-D-1400295.1
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta.
Sulistiowati, N. M. D. (2015). Pengaruh Terapi Family Psychoeducation (FPE) Terhadap
Kemampuan Keluarga Merawat Anggota Keluarga Dengan Gangguan Jiwa. COPING NERS
(Community of Publishing in Nursing), 3(1), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai