Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Abses paru adalah lesi paru berupa supurasi dan nekrosis jaringan.
Pada daerah abses, terdapat suatu daerah lokal nekrosis supurativa di
dalam parenkim paru, yang menyebabkan terbentuknya satu atau
lebih kavitas yang besar. Kemajuan ilmu kedokteran saat ini
menyebabkan kejadian abses paru menurun karena adanya perbaikan
risiko terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan anastesi yang
lebih baik dan penggunaan antibiotik lebih dini, kecuali pada kondisi-
kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi
dengan daya tahan tubuh yang menurun (immunocompromised).
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong
terjadinya abses paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor
terkait pendorong terjadinya abses paru, diantaranya para pecandu
alkohol, penderita karies gigi, aspirasi saluran pernafasan sampai
kelainan saluran pernafasan. Kuman atau bakteri penyebab terjadinya
abses paru bervariasi. 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri
anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob. Kemudian
pada anak-anak ditemukan faktor predisposisi dari abses paru dapat
disebabkan oleh infeksi berat hingga imunodefisiensi.
Untuk melihat lokasi dan bentuk lesi maka dilakukan
pemeriksaan radiologik sebagai pemeriksaan penunjang abses paru.
Pemeriksaan radiologik yang akan digunakan antara lain Foto polos,
Computed Tomography (CT),dan Ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan
foto polos sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses
paru. Sedangkan pada CT dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat
pada pemeriksaan foto polos dan dapat membantu menentukan lokasi
dinding dalam dan luar kavitas abses. Pemeriksaan radiologik lain seperti
ultrasonografi (USG) juga dapat menentukan diagnosis meskipun jarang
digunakan.
Dalam penatalaksanaan abses paru, antibiotik tunggal tidak
menghasilkan hasil yang memuaskan kecuali pus bisa di drainase dari
kavitas abses. Pada kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui
cabang bronkus, dengan produksi sputum purulen. Hal ini mungkin terbantu
melalui drainase postural.
Abses paru masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas
yang signifikan. Angka kematian abses paru berkisar antara 15-20%
merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang
berkisar antara 30- 40%.
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru
yang terlokalisir dengan proses supurasi sehingga membentuk kavitas yang berisi
pus dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. 1 Kavitas ini berisi material
purulen sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila
diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses)
dinamakan necrotizing pneumonia.(3)

Gambar 1. Abses Paru.

EPIDEMIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses
paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait, diantaranya:
a. Alkoholik (50%)
b. Ca Bronkogenik (25%)
c. Karies gigi (20%)
d. Miscellaneous (tidak teridentifikasi) 23,3%
e. Penyalahgunaan obat (cth : steroid) 3,3%
f. Epilepsi (6,6%)
Penelitian terdahulu menemukan adanya infeksi pada pasien abses paru. Dari
hasil kultur sputum didapatkan adanya infeksi staphylococcus (46,%),
klebsiella (26,6%), D. pneumonia (16,6%) dan E.coli (10%).
Penelitian lain melaporkan beberapa faktor predisposisi abses paru yang
terjadi pada anak-anak, paling banyak disebabkan oleh aspirasi pada daerah
orofaring.

ETIOLOGI
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses
paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri
anaerob dan aerob. Disebut abses primer apabila infeksi diakibatkan aspirasi atau
pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila
infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.
1. Bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi
- Bacteriodes melaninogenus
- Bacteriodes fragilis
- Peptostreptococcus species
- Bacillus intermedius
- Fusobacterium nucleatum
- Microaerophilc streptococcus
2. Bakteri aerob :
 Gram positif
o Staphylococcus aureus
o Streptococcus microaerophilic
o Streptococcus pyogenes
o Streptococcus pneumonia
 Gram negative
o Klebsiella pneumonia
o Pseudomonas aeroginosa
o Escherichia coli
o Haemophilus influenza
o Actinomyces Species
o Nocardia Species
3. Jamur : Aspergillus, Cryptococcus, Blastomyces, Coccidioides
4. Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat
aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus
maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan
dengan infeksi.

PATOGENESIS
1. Patologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang
pertama dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang
menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi
mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik.

Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah ke


saluran nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya
mungkin keluar sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-fluid level) pada
pemeriksaan radiografik Abses yang pecah akan keluar bersama batuk
sehingga terjadi aspirasi pada bagian lain dan akhirnya membentuk abses
paru yang baru.. Kadang-kadang abses pecah ke dalam rongga pleura dan
menghasilkan fistula bronkopleura, yang menyebabkan pneumotoraks atau
empiema.

2. Patofisiologi
Proses terjadinya abses paru dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita
dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan
merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan
dengan bronkus, maka terbentuklah air-fluid level bakteria masuk
kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran
hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari
proses abses ditempat lain (nesisitatum) misalnya abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkulosis
dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan
supurasi. Pada penderita empisema paru atau polikistik paru yang
mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai
proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker
bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing
yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi
karena pembesaran kelenjar limfe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker
bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh
darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi
dapat terbentuk abses.
GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia
pada umumnya yaitu:
 Demam 
Dijumpai pada 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan
temperatur > 400C.
 Batuk
Pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan
bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor
ex oroe)
 Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oroe
Dijumpai pada 40 – 75% penderita abses paru.
 Nyeri Dada
 Batuk darah
 Gejala lain : Lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal,
tanda-tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan ronki
basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah dengan tanda-tanda efusi
pleura.
Apabila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dadakadang-kadang
terdengar suara amforik, usara nafas bronchial atau amforik terjadi bila kavitasnya
besar dank arena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya
konsolidasi sekitar abses dan drainase abses yang baik.
Apabila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding
dada tertinggal di tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi
nafas menghilang, dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama
pendorongan jantung kearah kontralateral tempat lesi.

TERAPI
 Antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat
ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang
baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan
terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:

 Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.


Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah
dengan:
o Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,
o Metronidazol 4x500 mg, atau
o Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.

 Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh
diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada
kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan
produksi sputum purulen.

 Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi
lancar. Pada beberapa kasus, harus dikerjakan pula bronkoskopi untuk
menilai daerah abses pada cabang-cabang bronkial.

 Bedah
Sekarang ini intervensi bedah sangat jarang dilakukan pada pasien abses
paru. Tindakan bedah pada abses paru biasanya dilakukan pada kasus
dengan komplikasi seperti haemoptisis masif, fistulla bronchopleural dan
empiema.

Untuk abses akut, sebelum dilakukan upaya pembedahan harus dilakukan


upaya medik lainnya terlebih dahulu. Tanda-tanda kemajuan pada
pengobatan adalah pengurangan batuk, sputum, demam, toksisitas, infiltrasi,
dan kavitasi pulmoner secara radiologik. Bila tidak ada tanda-tanda kemajuan
setelah 3-6 minggu, dapat dilakukan tindakan pembedahan. Namun apabila
tindakan bedah tidak memungkinkan akibat kondisi pasien yang buruk,
tindakan bedah yang dapat dilakukan hanyalah pengaliran melalui reseksi
iga.
Abses kronik yang tak menunjukkan respon terhadap terapi medik,
memerlukan reseksi ligamen atau lobus yang terkena.

PROGNOSIS
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari abses
paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh
obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan oleh
abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika dan sampai 15
– 20 % pada era sekarang.
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.
Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai
berikut :
1. Anemia dan Hipoalbuminemia
2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm)
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat
Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari immunocompromised
atau obstruksi bronkial yang dapat memperburuk abses paru-paru mungkin
mencapai 75%.
GAMBARAN RADIOLOGI

1. X-RAY RADIOGRAFI
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi
dan bentuk abses paru. Abses paru ditandai dengan peradangan di jaringan
paru yang menimbulkan nekrosis dengan pengumpulan nanah. Pada hari-hari
pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran opak dari satu
atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogeny
yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radioluse dalam
bayangan infiltrate yang padat.

Abses yang terbentuk dari bahan nekrotik akan tampak sebagai


jaringan lunak sampai terhubung dengan bronkus. Hubungan ini
memungkinkan pengaliran keluar debris nekrotik. Bahan nekrotik ini akan
dibatukkan keluar dan akan menimbulkan gambaran radiologik berupa defek
lusen atau kavitas.

Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan


pecah ke saluran napas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di
dalamnya mungkin keluar sebagian, dan menghasilkan batas udara air (air-
fluid level) di dalam cavitas pada pemeriksaan radiografik

Nekrosis akan mengakibatkan hilangnya corakan bronkovaskular


normal yang diakibatkan oleh dekstruksi hampir seluruh dinding alveoli, septa
interlobularis, dan bronkovaskular pada daerah kavitas. Parenkim paru
normal di sekitarnya bereaksi terhadap jaringan nekrosis ini dengan
membentuk suatu reaksi inflamasi di sekitar bahan nekrotik dengan edema
lokal dan pendarahan. Dinding kavitas dibentuk oleh infiltrat inflamasi di
sekitar lesi, edema, perdarahan, dan jaringan paru normal yang tertekan.

Posisi Posterior-Anterior (PA) :


Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih).
Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).
Posisi Lateral
Terdapat kavitas disertai air fluid level pada lobus kanan paru (panah putih)
2. COMPUTED TOMOGRAPHY
CT dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat pada pemeriksaan foto
polos dan dapat membantu menentukan lokasi dinding dalam dan luar kavitas
abses. Pemeriksaan ini membantu membedakan abses paru dengan kelainan
paru lain yang mempunyai lesi berupa kavitas.
Gambaran CT pada abses paru adalah kavitas yang terlihat bulat
dengan dinding tebal, tidak teratur, terletak di daerah jaringan paru yang
rusak dan tampak gambaran air-fluid level. Tampak bronkus dan pembuluh
darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan
atau berpindah letak. Abses paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan
dinding dada. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada
dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru
dapat ditemukan di dalam rongga abses
CT-Scan pada abses paru
Tampak kavitas di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal
(black arrow). Kavitas memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level
(white arrow). Terdapat reaksi inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow
arrow).
3. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru.
Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic bulat
dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda
hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue interface.
Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira
sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan
dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran
hipoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu)

DIAGNOSA BANDING SECARA RADIOLOGIS


Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosa banding pada kasus abses
paru. Hal ini dikarenakan ada beberapa kelainan paru lain yang menyebabkan
terbentuknya kavitas sama seperti abses paru.

1. Carcinoma
Karsinoma bronkogenik merupakan penyebab yang paling sering ,
kelainan yang dijumpai adalah kavitas soliter yang merupakan deposit
sekunder. Kavitas yang jinak berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang
regular. Sedangkan kavitas soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik
dengan dinding irreguler. Banyak teori yang mengemukakan mengenai
terbentuknya kavitas pada karsinoma. Teori yang paling umum adalah
obstruksi dari arteri yang memperdarahi nodul tersebut, sehingga terjadi
infark sentral
Sifat dinding kavitas berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini.
Kavitas yang disebabkan oleh penyakit maligna cenderung mempunyai
dinding dalam yang tidak teratur dan noduler, walaupun dinding luarnya bisa
berbatas tegas atau tidak. Kavitas pada inflamasi biasanya mempunyai
dinding dalam yang halus. Sebagai tambahan, semakin tebal dinding suatu
kavitas, semakin besar kemungkinan maligna, kecuali pada kasus dimana
kavitas terbentuk amat cepat(dalam beberapa hari), pada kasus dimana
kavitas berasal dari trauma atau infeksi. Diagnosis pasti dilakukan dengan
pemeriksaan sitologi/patologi.
Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas

2. Tuberkulosis
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada
tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur. Pada
penyakit aktif, dapat dijumpai gambaran bercak-bercak berawan dan kavitas,
sedangkan pada keadaan tidak aktif dapat dijumpai kalsifikasi yang berbentuk
garis.
Terjadi pada segmen apical atau posterior pada lobus atas atau segmen
superior dari lobus bawah, biasanya pada lobus atas bilateral. Kavitas
berdinding tipis, halus pada batas dalam tanpa air-fluid level

3. Empiema
Pada gambaran CT empiema, tampak pemisahan pleura parietal dan visceral
(pleura split) dan kompresi paru.

Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada lobus
atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak beraturan
(panah warna hijau) dan lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan internal
fluid, dinding tipis (panah warna kuning) kompresi pada lapangan paru (panah
kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas paru kanan adalah abses paru dan
pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.
KESIMPULAN

Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru
yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Kuman atau bakteri penyebab terjadinya
abses paru bervariasi. 46% abses paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob,
sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob.

Untuk memastikan diagnosa dari abses paru maka dilakukan serangkaian


pemeriksaan dari anamnesa, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan antara
lain Foto Polos, Computed Tomography, Ultrasonografi (USG)

Dari pemeriksaan Foto dada PA dan lateral pada pasien akan dijumpai
kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya, lebih
sering dijumpai pada paru kanan dibandingkan paru kiri. Bila terdapat hubungan
dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air Fluid Level. Tetapi bila tidak ada
hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).

Pada pemeriksaan Tomografi Komputer akan dijumpai kavitas terlihat bulat


dengan dinding tebal, tidak teratur dengan air-fluid level dan terletak di daerah
jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir
secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Abses
paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan dinding dada.

Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru.


Namun, USG juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic bulat
dengan batas luar. Apabila terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda
hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue interface.

Pasien dengan beberapa faktor predisposisi abses paru memiliki prognosis


yang jelek dibandingkan yang memiliki satu faktor predisposisi. Sedangkan pasien
yang mendapatkan pengobatan antibiotik secara adekuat memilik prognosis yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.


Surabaya: Airlangga University Press. 2005. Hal 136-140
2. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006. hal.1052-5.
3. Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. [online] 2009 Aug 19
[cited 2011] .from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/299425-
overview
4. Sutton, David; Michael B Rubens. A Text Book of Radiology and Imaging.
Volume 1. Seventh edition. Edinburgh. Churchill Livingstone. 2003.
5. Meschan, Isadore. Pulmonary Emphysema. Roentgen Signs in Diagnostic
Imaging. Volume 4. Second edition. Philadelphia. W.B. saunders
company. 1987.
6. Weerakkody, Yuranga; Datir, Abhijit et al. Lung Abscess. In
http://radiopaedia.org/articles/lung_abscess.

Anda mungkin juga menyukai