Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ica Putri Utami

Nim : C0218336
Kelas : Akuntansi C
Teori Etika dan Pengambilan Keputusan Beretika
A. Teori Etika

Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normative  tentang apakah perilaku
ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan, dimana etika berkaitan dengan prinsip-prinsip yang
memandu perilaku manusia. Etika mengajarkan tentang norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan
dengan salah dan benar, baik dan buruk, seperti yang harus kita lakukan dan tindakan apa yang harus kita
hindari. Dilema etika muncul ketika norma-norma dan nilai-nilai mengalami konflik dan terdapat
tindakan alternatif yang dapat dilakukan.Dilema etika tidak mempunyai standar objektif, oleh karena itu,
digunakan kode etik yang bersifat subjektif.

Etika Dan Kode Etik


Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan etika dalam tiga cara:
1.      Pola umum atau “cara hidup”
2.      Seperangkat aturan perilaku atau “kode etik”, dan
3.      Penyelidikan tentang cara hidup dan aturan perilaku.
Moralitas dan kode etik didefinisikan dalam Encyclopedia of Philosophy sebagai istilah yang
mengandung empat karakteristik:
1.      Keyakinan tentang sifat manusia;
2.      Keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau diinginkan atau kelayakan untuk mengejar
kepentingan diri sendiri;
3.      Aturan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan, dan
4.      Motif yang cenderung membuat kita memilih jalan yang benar atau salah.
Masing-masing dari keempat aspek tersebut akan dibahas menggunakan empat teori etika utama
yang diterapkan oleh orang-orang dalam pengambilan keputusan etis dalam lingkungan bisnis:
utilitarianisme, deontologi, kesetaraan dan keadilan kewajaran serta etika kebajikan.

1.      Egoisme
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme.Pertama,
egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh
kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya
bersifat altruisme, yaitu suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan
orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang
dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri
mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri
tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan
yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat
tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu
menguntungkan diri sendiri.

2.      Utilitarianisme
Teleologi memiliki sejarah panjang di antara filsafat empiris Inggris. John Locke (1632-1704),
Jeremy Bentham (1748-1832), James Mill (1773-1836), dan anaknya John Stuart Mill (1806-1873) semua
melihat etika dari perspektif teleology. Teleology memiliki artikulasi yang jelas dalam utilitarianisme,
yang paling nyata adakah dalam tulisan-tulisan Bentham dan J.S Mill. Dalam utilitariasm, mill menulis
”kredo yang diterima seperti landasan moral, utilitas, atau prinsip kebahagiaan terbesar , menyatakan
bahwa tindakan merupakan hal yang benar sesuai proporsinya jika cenderung untuk meningkatkan
kebahagiaan, salah jika tindakan tersebut cenderung menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan.
Kebahagiaan diharapkan mendatangkan kesenangan dan ketiadaan rasa sakit; ketidakbahagiaan akan
menimbulkan rasa sakit dan kesengsaraan”.
Utilitarianisme mendefinisikan kebaikan dan kejahatan dalam hal konsekuensi non-etika dari
kesenangan dan rasa sakit. Tindakan yang benar secara etika adalah salah satu yang akan menghasilkan
jumlah kesenangan terbesar atau jumlah rasa sakit terkecil. Jika menggunakan utilitarianisme, pembuat
keputusan harus mengambil perspektif yang luas tentang siapa pun, dalam masyarakat, yang mungkin
akan terpengaruh oleh keputusan itu. Kegagalan dalam pengambilan keputusan akan sangat mahal bagi
perusahaan. Aspek kunci utilitarianisme adalah, pertama, etikalitas dinilai berdasarkan konsekuensi non-
etika.Keputusan etis harus berorientasi pada peningkatan kebahagiaan dan/atau mengurangi rasa sakit, di
mana kebahagiaan dan rasa sakit dapat bersifat fisik atau psikologis.Kebahagiaan dan rasa sakit
berhubungan dengan seluruh masyarakat dan bukan hanya untuk kebahagiaan atau rasa sakit pribadi
pembuat keputusan.Akhirnya, para pengambil keputusan etis harus tidak memihak dan tidak member
beban ekstra terhadap perasaan pribadi ketika menghitung keseluruhan kemungkinan bersih konsekuensi
dari sebuah perusahaan.

B. Pengambilan Keputusan Beretika

Memotivasi  Perkembangan
Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom menimbulkan kemarahan publik,
runtuhnya pasara modal, dan akhirnya Sarbanes – Oxley Act 2002, merupakan salah satu skandal
yang membawa reformasi tata kelola berkembang dan tersebar luas. Hal ini, menimbulkan
pengadilan opini publik yang juga bersikeras terhadap perusahaan dan individu yang berperilaku
tidak etis. Kehilangan reputasi karena tindakan yang tidak etis dan ilegal telah terbukti dapat
mengurangi pendapatan dan keuntungan, merusak harga saham, dan menjadi akhir karir bagi
para eksekutif, bahkan sebelum tindakan tersebut sepenuhnya diselidiki dan tanggung jawab
mereka dibuktikan sepenuhnya.
Kerangka kerja Pengambilan Keputusan Etis
Kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas, serta
persyaratan yang akan ditampilkan filosofis secara penting dan dituntut oleh pemangku
kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan :
  Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu – isu penting yang harus
dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
  Pendekatan yang menggabungkan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke dalam tindakan
praktis.
Sebuah keputusan atau tindakan dianggap etis atau “benar” jika sesuai dengan standar
tertentu.Para filsuf mengemukakan, bahwa untuk memastikan keputusan etis tidak cukup jika
hanya berdasarkan pada satu standar saja.Berikut adalah dasar pertimbangan kerangka kerja
pengambilan keputusan etis (EDM) menilai etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat :
1.      Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya;
2.      Hak dan kewajiban yang terkena dampak;
3.      Kesetaraan yang dilibatkan;
4.      Motivasi atau kebijakan yang diharapkan (harapan untuk karakter, kebajikan)
Teori / pendekatan filosofis yang digunakan:
1.      Kensekuensialisme, utilitarianisme, teologi
2.      Deontologi (hak dan kewajiban)
3.      Imperatif kategoris Kant, keadilan yang tidak memihak
4.      Kebajikan
Pada teori pertama sampai ketiga, ditelaah dengan memfokuskan pada dampak dari
keputusan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan.Pada teori keempat, motivasi
pembuat keputusan, merupakan pendekatan yang dikenal sebagai etika kebajikan. Dalam etika
kebajikan diberikan wawasan yang memungkinkan akan membantu ketika mengkaji masalah –
masalah tata kelola saat ini dan masa depan, sebagai bagian dari latihan manahemen risiko yang
seharusnya.

Pendekatan Filosofis – Sebuah Ikhtisar: Konsekuensialisme (Utilitarianisme, Deontologi,


dan Etika Kebajikan
Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mendorong untuk meningkatkan
pendidikan etika dan EDM, sehingga diperlukan untuk mengenali tiga pendekatan filosofis untuk
pengambilan keputusan etis: konsekuensialisme (utilitarianisme), deontologi, dam etika
kebajikan.

         Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teologi

Pendekatan konsekuensialisme mengharuskan pelajar untuk menganalisis keputusan dalam hal


kerugian dan manfaatnya bagi pemangku kepentingan dan untuk mencapai sebuah keputusan
yang menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar.
Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah keputusan.Dalam
konsekuensialisme, kebenaran dari suatu perbuatan bergantung pada konsekuensinya. Dengan
kata lain, tindakan dan sebuah keputusan akan menjadi etis jika konsekuensi positif lebih besar
daripada konsekuensi negatifnya. Hal ini didukung oleh pernyataan menurut AACSB,

         Deontologi

Suatu pendekatan deontologis mengangkat isu – isu yang berkaitan dengan tugas, hak, serta
pertimbangan keadilan dengan menggunakan standar moral, prinsip, dan aturan – aturan sebagai
panduan untuk membuat keputusan etis yang terbaik.
Deontologi berfokus pada kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan, bukan pada
konsekuensi dari tindakan.Dalam etika deontologi, kebenaran bergantung pada rasa hormat yang
ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan kewajiban yang dicerminkan oleh tugas – tugas tersebut.
Akibatnya:

         Etika Kebajikan

Etika kebajikan berfokus pada karakter atau integritas moral para pelaku dan melihat pada moral
masyarakat, seperti masyarakat profesional, untuk membantu mengidentifikasi isu – isu etis dan
panduan tindakan etis.
Dalam etika kebajikan, berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang
ditunjukkan oleh para pengambil keputusan. Tanggung jawab dalam etika kebajikan  memiliki
dua dimensi: actus reus (tindakan yang salah) dan mens rea (pikiran yang salah).Menurut
AACSB,

Etika kebajikan berfokus pada karakter atau integritas moral para pelaku dan melihat pada moral masyarakat,
seperti masyarakat profesional, untuk membantu mengidentifikasi isu – isu etis dan panduan tindakan etis.
 
Analisis Dampak Pemangku Kepentingan – Perangkat Komprehensif untuk Menilai
Keputusan dan Tindakan
Sejak John Stuart Mill mengembangkan konsep utilitarianisme pada tahun 1861, suatu
pendekatan yang diterima untuk penilaian keputusan dan tindakan yang dihasilkan telah dipakai
untuk mengevaluasi hasil akhir atau konsekuensi dari tindakan.Dampak dari tindakan diukur
dalam bentuk keuntungan atau kerugian yang timbul, karena laba telah menjadi ukuran tingkat
kebaikan yang ingin dimaksimalkan oleh pemegang saham.
Pandangan tradisional mengenai akuntabilitas perusahaan telah dimodifikasi, yaitu:
1.      Asumsi bahwa semua pemegang saham hanya ingin memaksimalkan keuntungan jangka pendek
tampaknya merupakan fokus yang terlalu sempit
2.      Hak – hak dan klaim dari mayoritas kelompok bukan pemegang saham, seperti karyawan,
konsumen / klien, pemasok, kreditor, pemerhati lingkungan, masyarakat lokal, dan pemerintah
yang memiliki kepentingan atau interes dalam hasil keputusan yang pada perusahaan itu sendiri,
telah diselaraskan dengan status dalam pengambilan keputusan perusahaan.
         Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan
Keberagaman dari pemangku kepentingan dan kelompok pemangku kepentingan membuat tugas
dalam pengambilan keputusan menjadi alebih kompleks. Untuk mempermudah proses, maka
diperlukan dengan mengidentifikasi dan mempertimbangkan serangkaian kepentingan para
pemangku kepentingan pada umumnya agar dapat digunakan untuk memfokuskan analisis dan
pengmabilan keputusan pada dimensi etika, sperti berikut:
1.      Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari keputusan yang diambil.
2.      Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat dan beban.
3.      Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku kepentingan,
termasuk hak pengambilan keputusan, dan
4.      Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaik – baiknya.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari deontologi
dan etika kebajikan.

Anda mungkin juga menyukai