Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit merupakan bagian paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang

terluas, yaitu antara 1,5-2,0 m2 dengan berat kurang lebih 20 kg, sedangkan

bagian kulit yang kelihatan dari luar yang disebut epidermis beratnya 0,05-0,5 kg

(Putro, 1997). Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan

cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif,

serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh

(Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1 Struktur kulit

Kulit terdiri dari tiga lapisan, berturut-turut mulai dari yang paling luar adalah

sebagai berikut:

a. lapisan epidermis

b. lapisan dermis

c. lapisan subkutan (Wasitaatmadja, 1997).

Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit (Saurabh, dkk., 2014)

6
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.1 Epidermis

Menurut Anderson (1996), lapisan epidermis tersusun dari 5 lapisan, yaitu:

a. Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan paling

luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit pokok

terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang,

maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.

b. Lapisan lusidum (stratum lusidum), lapisan ini tersusun dari beberapa lapisan

transparan dan di atasnya terdapat lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai

sawar, pada umumnya terdapat pada telapak tangan dan kaki.

c. Lapisan granulosum (stratum granulosum), lapisan ini terdiri dari 2 sampai 3

lapisan sel dan terletak di atas lapisan stratum spinosum dan berfungsi untuk

menghasilkan protein dan ikatan kimia stratum korneum.

d. Lapisan spinosum (stratum spinosum), lapisan spinosum merupakan lapisan

yang paling tebal dari epidermis. Sel diferensiasi utama stratum spinosum

adalah keratinosit yang membentuk keratin.

e. Lapisan basal (stratum basale), lapisan basal merupakan bagian yang paling

dalam dari epidermis dan tempat pembentukan lapisan baru yang menyusun

epidermis. Lapisan ini terus membelah dan sel hasil pembelahan ini bergerak

ke atas membentuk lapisan spinosum. Melanosit yang membentuk melanin

untuk pigmentasi kulit terdapat dalam lapisan ini.

Pada lapisan epidermis terdapat (Mitsui, 1997):

a. Keratinosit, yang berfungsi untuk membentuk lapisan yang tahan terhadap zat

kimia dan biologis.

7
Universitas Sumatera Utara
b. Melanosit, yang berfungsi memproduksi melanin. Sel ini tersebar di antara sel

basal di lapisan basal.

c. Sel Langerhans dengan sistem imun yang berfungsi sebagai mekanisme

pertahanan terhadap zat asing.

2.1.1.2 Dermis

Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih

tebal daripada epidermis. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah

dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang

tumbuh (Anderson, 1996).

Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata

3-5 mm. Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut

kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak.

Pada dermis terdapat adneksa kulit, seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar

keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh

darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan

lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kolagen adalah zat pengisi kulit yang membuat kulit menjadi kencang.

Seiring bertambahnya usia, produksi kolagen semakin berkurang dan

mengakibatkan kulit menjadi kering dan berkerut. Selain denga krim anti-aging,

kolagen dapat dipacu produksinya dengan olahraga dan nutrisi yang baik

(Sulastomo, 2013).

Salah satu zat yang memiliki peranan penting dalam kulit, terutama wajah

adalah sebum. Sebum merupakan kandungan minyak yang melembabkan dan

melindungi kulit dari polusi. Sebum dibentuk oleh kelenjar palit yang terletak di

8
Universitas Sumatera Utara
bagian atas kulit jangat, berdekatan dengan kandung rambut (folikel). Folikel

rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan

rambut (Bogadenta, 2012).

2.1.1.3 Subkutan

Lapisan subkutan adalah lapisan yang terletak di bawah dermis dan

mengandung sel-sel lemak yang dapat melindungi bagian dalam organ dari trauma

mekanik dan juga sebagai pelindung tubuh terhadap udara dingin, serta sebagai

pengaturan suhu tubuh (Prianto, 2014).

Lapisan subkutan terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di

dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir

karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang

dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel

lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di

lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah

bening. Tebal jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasi, di abdomen 3

cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan penis sangat tipis. Lapis lemak ini juga

berfungsi sebagai bantalan (Wasitaatmadja, 1997).

Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah dan sel-sel

penyimpanan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur

lainnya. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan,

sebaliknya bila tubuh memerlukan energi yang banyak maka lapisan ini akan

memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Putro, 1997).

9
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Fungsi Kulit

Kulit memiliki berbagai fungsi bagi tubuh, diantaranya adalah:

1. Proteksi (pelindung)

Kulit berfungsi untuk melindungi organ-organ tubuh dari pengaruh lingkungan

luar. Misalnya pelindung dari sinar matahari, zat-zat kimia, perubahan suhu,

dan lain-lain.

2. Thermoregulasi (menjaga keseimbangan temperatur tubuh)

Kulit akan menjaga suhu tubuh agar tetap optimal. Keringat yang keluar pada

saat suhu udara panas berfungsi untuk mendinginkan tubuh. Keluarnya

keringat adalah salah satu mekanisme tubuh untuk menjaga stabilitas

temperatur.

3. Organ absorpsi dan sekresi

Beberapa zat tertentu bisa diserap masuk ke dalam tubuh melalui kulit serta

kulit juga berfungsi sebagai organ sekresi untuk melepaskan kelebihan air dan

zat-zat lainnya, seperti NaCl, amonia, dan lain-lain.

4. Persepsi sensoris

Sebagai alat peraba, kulit akan bereaksi pada perbedaan suhu, sentuhan, rasa

sakit, dan tekanan (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.1.3 Jenis-Jenis Kulit

Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas lima bagian

(Noormindhawati, 2013):

a. Kulit normal

Merupakan kulit ideal yang sehat, memiliki pH normal, kadar air dan kadar

minyak seimbang, tekstur kulit kenyal, halus dan lembut, pori-pori kulit kecil.

10
Universitas Sumatera Utara
b. Kulit berminyak

Merupakan kulit yang memiliki kadar minyak berlebihan di permukaan kulit

sehingga tampak mengkilap, memiliki pori-pori besar, mudah berjerawat.

c. Kulit kering

Adalah kulit yang tampak kasar, kusam, kulit mudah bersisik, terasa kaku,

tidak elastis, dan mudah berkeriput.

d. Kulit kombinasi

Merupakan jenis kulit kombinasi yaitu antara kulit wajah kering dan

berminyak. Pada area T cenderung berminyak, sedangkan pada derah pipi

berkulit kering.

e. Kulit sensitif

Adalah kulit yang memberikan respons secara berlebihan terhadap kondisi

tertentu, misalnya suhu, cuaca, bahan kosmetik atau bahan kimia lainnya yang

menyebabkan timbulnya gangguan kulit seperti kulit mudah menjadi iritasi,

kulitmenjadi lebih tipis dan sangat sensitif.

2.2 Penuaan Dini

Penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang pasti dialami

oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversibel yang meliputi seluruh organ

tubuh termasuk kulit. Kulit merupakan salah satu jaringan yang secara langsung

akan memperlihatkan proses penuaan (Putro, 1997).

Penuaan dini adalah proses penuaan kulit yang lebih cepat dari waktunya.

Bisa terjadi saat umur kita memasuki usia 20-30 tahun. Penuaan dini dapat terjadi

kapan saja. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28-30 hari. Regenerasi

11
Universitas Sumatera Utara
semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia. Memasuki usia 50 tahun,

regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari (Noormindhawati, 2013).

Tipe kulit yang cenderung mengalami penuaan dini yaitu kulit kering yang

secara alami lebih sedikit memproduksi sebum dan kulit sensitif karena kulit

sangat tipis sehingga mudah terbentuk keriput. Walaupun kulit berminyak

tampaknya tidak diinginkan ketika seseorang masih muda, kulit berminyak dapat

menjadi berkat seiring dengan bertambahnya usia karena tipe kulit berminyak

lebih lambat mengalami penuaan dibanding jenis kulit lainnya. Penyebab utama

yang menyebabkan penuaan dini adalah aktivitas, makanan, dan gaya hidup

(Beale dan Jensen, 2004).

2.3 Penyebab Penuaan Dini

Banyak faktor yang ikut berpengaruh dalam proses penuaan dini, baik faktor

intrinsik (dari dalam tubuh sendiri) maupun faktor ekstrinsik (lingkungan).

Beberapa faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor intrinsik (intrinsic aging)

Penuaan yang terjadi secara alami.Penuaan intrinsik terjadi secara lambat,

terus menerus dan degradasi jaringan yang ireversibel.Tidak banyak yang dapat

dilakukan untuk mencegah penuaan secara intrinsik.Ada berbagai faktor internal

yang berpengaruh pada proses penuaan kulit, yaitu:

1. Umur

Umur adalah faktor fisiologik yang menyebabkan kulit menjadi tua. Umur

bertambah setiap hari dan secara perlahan tetapi pasti proses menua akan

terjadi.

12
Universitas Sumatera Utara
2. Ras

Berbagai ras manusia mempunyai perbedaan struktural dan faal tubuh dalam

perannya terhadap lingkungan hidup sehingga mempunyai kemampuan

berbeda dalam mempertahankan diri, misalnya dalam jumlah pigmen

melanin pada kulit.Orang kulit putih lebih mudah terbakar sinar matahari

daripada kulit berwarna sehingga pada kulit putih lebih mudah terjadi

gejala-gejala kulit menua secara dini.

3. Genetik

Para ahli yakin bahwa faktor genetik juga berpengaruh terhadap proses

penuaan dini. Faktor genetik menentukan kapan menurunnya proses

metabolik dalam tubuh dan seberapa cepat proses menua itu berjalan.

4. Hormonal

Hormon tertentu dalam tubuh manusia mempunyai peran penting dalam

proses pembentukan sel baru dan proses metabolik untuk mempertahankan

kehidupan sel secara baik. Pada wanita yang menopause, penurunan

produksi esterogen akan menurunkan elastisitas kulit. Hormon androgen dan

progesteron meningkatkan proses pembelahan sel epidermis, waktu

pergantian atau regenerasi sel, produksi kelenjar sebum, dan pembentukan

melanin. Berkurangnya hormon-hormon tersebut akan menunjukkan gejala

penuaan dini yang lebih jelas.

5. Faktor-faktor lain

Faktor-faktor lain yang dianggap dapat mempercepat proses penuaan kulit

yaitu stres psikis dan penyakit-penyakit sistemik misalnya diabetes dan

malnutrisi.

13
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor ekstrinsik (extrinsic aging)

Lingkungan hidup manusia yang tidak nyaman bagi kulit dapat berupa

suhu, kelembapan, polusi, dan terutama sinar UV. Sinar matahari adalah faktor

lingkungan terbesar yang dapat mempercepat proses penuaan dini karena dapat

merusak serabut kolagen kulit dan matriks dermis sehingga kulit menjadi tidak

elastis, kering, dan keriput atau sering disebut dengan photoaging.

Kontak dengan bahan kimia tertentu dalam waktu yang cukup lama dapat

mempercepat penuaan kulit, seperti pemakaian detergen dan pembersih yang

mengandung alkohol berlebihan akan menghilangkan lemak permukaan kulit

sehingga menyebabkan kekeringan kulit. Beberapa gaya hidup juga memicu

terbentuknya kerutan pada kulit wajah, di antaranya adalah mengkonsumsi

alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kulit terdehidrasi sehingga

mempermudah munculnya kerutan pada kulit. Posisi tidur yang salah juga dapat

berperan dalam terbentuknya kerutan. Kerutan di area pipi dan dagu pada

umumnya muncul akibat posisi tidur yang menyamping sedangkan posisi tidur

telungkup dapat menyebabkan terbentuknya kerutan di area dahi. Banyaknya

frekuensi kedipan mata serta kebiasaan menyipitkan mata menyebabkan otot-otot

di sekitar alis dan dahi bekerja lebih keras sehingga memperparah kerutan di area

dahi (Putro, 1997; Wasitaatmadja, 1997; Setiabudi, 2014).

Perubahan karakteristik dalam photoaging (Penuaan akibat sinar

matahari)dan intrinsic aging yang timbul pada epidermis dan dermis kulit dapat

dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.

14
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbedaan anatomi pada epidermis (Mitsui, 1997).

Bagian kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging

Lapisan epidermis Tebal Tipis

Sel-sel epidermis • Sel-sel tidak seragam • Sel-sel seragam


(keratinosit) •Sel-sel terdistribusi •Sel-selterdistribusi secara
tidak merata merata
• Pembesaran berkala • Pembesaran mendadak

Stratum korneum • Peningkatan lapisan sel • Lapisan sel normal


•Ukuran serta bentuk •Ukuran dan bentuk korneosit
korneosit bervariasi seragam

Melanosit • Peningkatan jumlah sel • Pengurangan jumlah sel


• Sel-sel bervariasi • Sel-sel seragam
•Peningkatan produksi •Penurunan produksi
melanosom melanosom

Sel-sel •Pengurangan sel dalam • Pengurangan sel dalam


Langerhans jumlah yang besar jumlah yang kecil
• Sel-sel bervariasi • Sel-sel seragam

Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada dermis (Mitsui, 1997).

Akibat photoaging Akibat intrinsic aging


Bagian kulit
Jaringan elastis • Meningkat secara • Meningkat tetapi
drastis masih dalam keadaan
• Berubah menjadi massa normal
yang tidak berbentuk

Kolagen • Serat kolagen dan •Serat kolagen tidak


jaringan ikat menurun beraturan, jaringan ikat
jumlahnya menebal

Retikular dermis: • Semakin tebal • Semakin tipis


Fibroblas • Meningkat dan aktif • Menurun dan tidak
Sel mast • Meningkat aktif
Sel inflamasi • Berperan • Menurun
• Tidak berperan

Pembuluh kapiler • Abnormal • Normal

15
Universitas Sumatera Utara
2.4 Anti Penuaan atau Anti-Aging

Anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan untuk mencegah proses

degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit

seperti timbulnya keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya elastisitas

kulit, tekstur kulit menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit berwarna gelap.

Keriput yang timbul dapat diartikan secara sederhana sebagai penyebab

menurunnya jumlah kolagen dermis (Jaelani, 2009).

Menurut Muliyawan dan Suriana (2013), produk anti-aging memiliki

tujuan untuk membantu tubuh agar tetap sehat dan awet muda bahkan bisa terlihat

jauh lebih muda dari usia sesungguhnya. Produk ini digunakan untuk

menghambat proses penuaan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu

menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit.

Kosmetika anti-aging pada umumnya berupa bahan aktif yang mengandung

antioksidan untuk melindungi kulit dari efek radikal bebas. Antioksidan adalah

bahan kimia yang dapat memberikan sebutir elektron yang sangat diperlukan oleh

radikal bebas agar tidak menjadi berbahaya (Putro, 1997). Radikal bebas yang

berlebihan dapat menyebabkan kerusakan sel, dan pada akhirnya dapat

menyebabkan kematian sel (Ramadhan, 2015).

Flavonoida memiliki sifat antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai

penangkal radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Senyawa ini

berperan sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Silalahi, 2006).

Beberapa tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan

diantaranya adalah kedelai, tomat, bawang putih, brokoli, buah jeruk, teh, anggur

16
Universitas Sumatera Utara
(Silalahi, 2006), jambu biji, kiwi, kelengkeng, paprika merah, papaya, kembang

kol dan kubis (Ramadhan, 2015) serta buah andaliman (Yanti, 2015).

2.5 Uraian Tumbuhan Andaliman

Andaliman ditemukan tumbuh liar di Tapanuli, Sumatera utara pada 1500

meter di atas permukaan laut pada temperatur 15-18 oC, tumbuhan ini tersebar

antara lain di bagian Utara India, Nepal, Pakistan Timur, Myanmar, Thailand dan

cina (Kristanty dan Junie, 2015).

2.5.1 Sistematika tumbuhan andaliman

Sistematika tumbuhan buah andaliman (MEDA, 2016):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Sapindales

Famil : Rutaceae

Genus : Zanthoxylum

Spesies : Zanthoxylum acanthopodium DC.

Nama Lokal : Andaliman

2.5.2 Nama daerah tumbuhan andaliman

Andaliman merupakan spesies dari Zanthoxylum (suku jeruk-jerukan,

Rutaceae) biasanya digunakan sebagai bumbu dalam masakan serta tumbuh secara

liar yang dikenal dengan nama lokal andaliman di daerah Toba, tuba di

Simalungun dan Dairi, dan Sinyarnyar di daerah Tapanuli Selatan (Kristanty dan

Junie 2015).

17
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Morfologi tumbuhan andaliman

Andaliman merupakan tumbuhan semak atau pohon kecil bercabang rendah, tegak

dengan tinggi mencapai 5 m dengan batang, cabang dan ranting berduri. Daun

tersebar, bertangkai dengan panjang 5-20 cm dan lebar 3-15 cm. Anak daun

berduri terdiri dari 3-11 dengan ujung meruncing tepi bergeri halus, paling ujung

memiliki ukuran paling besar, panjang anak daun 1-7 cm dengan lebar 0,5-2,0

cm. Permukaan atas daun hijau berkilat dan permukaan bawah daun hijau muda,

sedangkan daun muda pada permukaan atas berwarna hijau dan permukaan bawah

daun berwarna hijau kemerahan. Bunganya memiliki 5-7 kelopak berbentuk

kerucut dengan panjang bunga 1-2 cm berwarna kuning pucat. Buah andaliman

berbentuk bulat kecil dengan diameter 2-3 mm, perikarpnya berwarna hijau tua

pada buah muda dan berwarna kemerahan pada buah tua, tiap buah terdiri dari

satu biji berwarna hitam (Siregar, 2003).

2.5.4 Kandungan kimia buah andaliman

Buah andaliman mengandung senyawa polifenol, flavonoid yang bepotensi

sebagai antioksidan (Tensiska, 2003) dan senyawa aromatik dan minyak atsiri

seperti limonen, citronelal dan linalol (Kristanty dan Junie 2015; Siregar, 2003).

2.5.5 Kegunaan buah andaliman

Secara tradisional, buah andaliman banyak digunakan sebagai bahan

aromatik, mengobati asma, penyakit jantung, mengurangi rasa sakit, serta

mengobati diare (Kristanty dan Junie 2015). Buah andaliman juga digunakan

sebagai bumbu masak di Sumatera Utara, khususnya Tapanuli Utara, serta

sebagai antioksidan (Suryanto, dkk., 2004) dan buah andaliman juga digunakan

18
Universitas Sumatera Utara
sebagai antimikroba (Parhusip, 2005; Kristanty dan Junie 2015), antiinflamasi dan

memiliki aktivitas sitotoksik (Kristanty dan Junie 2015).

2.6 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan zat aktif yang terdapat dalam tumbuhan

dengan pelarut yang sesuai, sedangkan ekstrak adalah sediaan pekat yang

diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Ditjen POM

RI, 1995).

Sedangkan menurut (Ditjen POM RI, 1979) Ekstrak adalah sediaan kering,

kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara

yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering adalah

ekstrak yang apabila digerus harus mudah menjadi serbuk. Menurut (Ditjen POM

RI, 1995) Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung

etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet

(Ditjen POM RI, 1995).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), ada beberapa cara metode

ekstraksi, yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur kamar.

19
Universitas Sumatera Utara
2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses

perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) sebanyak 1-5 kali bahan.

b. Cara Panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan

denganadanya pendingin balik. Umumnya digunakan pengulangan proses

pada residu pertama samapai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi yang umumnya dilakukan dengan alat soxhlet

sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan

dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50oC.

4. Infudansi

Infudansi adalah proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infuse tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

20
Universitas Sumatera Utara
5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 30 menit.

2.7 Metode Pengukuran Efektivitas Anti-Aging Menggunakan Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan

kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat

subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini

memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya

rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan

pada kulit.Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung

diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga

mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian

sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer menampilkan hasil dengan

cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.7.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan

dengan menggunakan Skin analyzer, yaitu:

1. Kadar air (Moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Moisture cheker

yang terdapat dalam Skin analyzer aramo. Caranya dengan menekan tombol

power dan diletakkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat

merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

21
Universitas Sumatera Utara
2. Kehalusan (Evenness)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukandengan perangkat Skin analyzer pada

lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera

diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol

capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi

kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

3. Pori (Pore)

Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar pada saat

melakukan pengukuran kehalusan pada kulit. Gambar yang telah terfoto pada

pengukuran kehalusan kulit juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori kulit.

Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan keluar

pada layar komputer.

4. Noda (Spot)

Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan seperangkat Skin

analyzerpada lensa perbesaran 60x menggunakan lampu sensor jingga

(terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur

kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil

berupa angka dan penentu banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada

layar komputer.

5. Keriput (Wrinkle)

Pengukuran keriput dilakukan dengan seperangkat Skin analyzerpada lensa

perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera

diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol

22
Universitas Sumatera Utara
capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi

kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

2.7.2 Parameter pengukuran

Parameter hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3Parameter hasil pengukuran dengan Skin analyzer (Aramo,2012)

Pengukuran Parameter
Moisture Dehidrasi Normal Hidrasi
(Kadar air) 0-29 % 30-50 % 51-100 %
Evenness Halus Normal Kasar
(Kehalusan) 0-31 32-51 52-100
Pore Kecil Beberapa besar Sangat besar
(Pori) 0-19 20-39 40-100
Spot Sedikit Beberapa noda Banyak noda
(Noda) 0-19 20-39 40-100
Wrinkle Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriut parah
(Keriput) 0-19 20-52 53-100

2.8 Gel

Gel (gellones) merupakan sistem semi padat, gel terdiri atas suspensi

yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar

dan terpenetrasi oleh suatu cairan (Syamsuni, 2006). Gel merupakan suatu sediaan

berbentuk transparan atau semi transparan yang memberikan kesan lembab

(Mitsui, 1997). Gel mengandung zat aktif dan merupakan dispersi koloid,

makromolekul pada sediaan gel disebabkan keseluruhan cairan sampai tidak

terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika massa gel terdiri

23
Universitas Sumatera Utara
dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda maka gel ini dikelompokan

dalam sistem dua fase (Ansel, 1989).

Polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik

meliputi gom alam tragakan, pektin, karagenan, agar, asam alginat, serta bahan-

bahan sintetis dan semi sintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa dan

karbopol (Lachman, dkk., 1994). Dasar gel yang umum digunakan adalah gel

hidrofobik dan gel hidrofilik. Gel hidrofobik umumnya terdiri partikel-partikel

anorganik. Apabila ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali

terjadi interaksi antara dua fase. Berbeda dengan gel hidrofilik, umumnya adalah

molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul

dari fase pendispersi (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya mengandung

komponen bahan pengembang, air, humektan, dan juga bahan pengawet (Voight,

1994).

Carbomer merupakan salah satu gelling agent yang baik memiliki

viskositas yang tinggi serta menghasilkan gel yang bening. Carbomer digunakan

sebagai pembentuk gel pada konsentrasi 0,5 – 2,0%. Struktur kimia carbomer

dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur Kimia Carbomer (Rowe, dkk., 2009).


Keterangan: n = 1450 monomer

24
Universitas Sumatera Utara
2.9 Masker

Masker adalah produk kosmetik yang menerapkan prinsip Occlusive

Dressing Treatment (ODT) pada ilmu dermatologi yaitu teknologi absorpsi

perkutan dengan menempelkan suatu selaput atau membran pada kulit sehingga

membentuk ruang semi-tertutup antara masker dan kulit untuk membantu

penyerapan obat (Lu, 2010; Lee, 2013).

Masker yang diaplikasikan pada wajah akan menyebabkan suhu kulit

wajah meningkat (±1oC) sehingga peredaran darah kulit meningkat, mempercepat

pembuangan sisa metabolisme kulit, meningkatkan kadar oksigen pada kulit maka

pori-pori secara perlahan membuka dan membantu penetrasi zat aktif ke dalam

kulit 5 hingga 50 kali dibanding sediaan lain (Lu, 2010; Lee, 2013).

2.9.1 Jenis-jenis masker

Mitsui (1997), Lu (2010), dan Lee (2013), dan, jenis-jenis masker adalah

sebagai berikut:

1. Tipe peel off

Prinsip masker peel-off yaitu dengan memanfaatkan filming agent yang

melekat pada kulit sehingga saat masker kering akan terbentuk lapisan film tipis.

Ketika dilepaskan, sel-sel kulit mati dan kotoran pada pori akan ikut terlepas

bersama dengan lapisan film tersebut.

Keuntungan: dapat dengan cepat membersihkan pori, memutihkan, dan

membersihkan komedo.

2. Tipe wash off

Tipe masker ini tidak akan membentuk film pada kulit, terbagi menjadi 4

jenis yaitu:

25
Universitas Sumatera Utara
a. Tipe mud pack

Kegunaan utama tipe ini adalah membersihkan dan melembapkan.Bahan

yang digunakan adalah kaolin, bentonit, lumpur alami, serbuk kacang-

kacangan, dan sebagainya.

Keuntungan: mengandung surfaktan dan air sehingga mampu melunakkan

dan membersihkan sebum kulit yang telah mengeras.

Kerugian: mampu terkontaminasi bakteri sehingga perlu penambahan

pengawet yang banyak dan sulit untuk dibersihkan.

b. Tipe krim

Merupakan tipe krim emulsi minyak dalam air.Kegunaan utamanya adalah

untuk melembapkan kulit karena kandungan minyak tumbuhan serta mampu

melunakkan sel kulit mati dan komedo.

Keuntungan: dapat digunakan pada semua bagian kulit dan cocok digunakan

untuk kulit yang berkeriput.

Kerugian: penggunaan kurang praktis, perlu dicuci, dan penggunaan yang

kurang tepat dapat menimbulkan masalah jerawat.

3. Tipe gel

Merupakan gel transparan atau semi transparan yang dibuat menggunakan

polimer larut air, sering ditambahkan humektan seperti gliserin.

Keuntungan: cocok untuk kulit sensitif.

Kerugian: penggunaan kurang praktis, perlu dicuci dengan air.

4. Tipe sheet

Umumnya menggunakan bahan non woven yang diresapi dengan losion

atau essence yang kemudian didiamkan pada kulit wajah hingga meresap pada

26
Universitas Sumatera Utara
kulit. Keuntungannya yaitu memberikan efek dingin, nyaman digunakan serta

pemakaiannya praktis.

2.10 Masker Gel PeelOff

Masker gel peel off merupakan sediaan kosmetik perawatan kulit yang

berbentuk gel dan setelah diaplikasikan ke kulit dalam waktu tertentu hingga

mengering, sediaan ini akan membentuk lapisan film transparan yang elastis,

sehingga dapat dikelupaskan (Rahim, 2014). Sediaan farmasi dalam bentuk gel

banyak digunakan dalam sediaan kosmetik. Gel disukai karena kandungan airnya

cukup besar, sehingga terasa dingin pada kulit, mudah dioleskan, tidak berminyak,

mudah dicuci, elastis, serta pelepasan obatnya baik (Kuncari, 2014).

Masker wajah peeloff dengan polyvinil alkohol setelah diaplikasikan pada

kulit hingga mengering akan terbentuk lapisan film transparan pada kulit wajah.

Ketika dilepaskan, sel-sel kulit mati dan kotoran pada pori akan ikut terlepas

bersama dengan lapisan film tersebut. Masker peel off memiliki beberapa manfaat

diantaranya mampu merilekskan otot-otot wajah, membersihkan, menyegarkan,

melembabkan, melembutkan kulit wajah serta mampu membersihkan kotoran dan

dapat mengangkat sel-sel kulit mati pada wajah (Vieira, 2009).

2.11 Bahan Pembuatan Masker Gel PeelOff

2.11.1 Carbomer

Karbomer memiliki sinonim karbomera, karbopol, acypol, polimer asam

akrilat dan asam poliakrilat. Carbomer merupakan serbuk berwarna putih,

memiliki bau lemah serta besifat higroskopis dan asam. Carbomer digunakan

27
Universitas Sumatera Utara
sebagai bahan pengental yang baik dan menghasilkan gel yang bening. Carbomer

digunakan sebagai pembentuk gel pada konsentrasi 0,5 – 2,0% (Rowe, dkk.,

2009).

2.11.2 Polyvinil alkohol

Polyvinil Alkohol memiliki sinonim alkoteks, lemol, gelvatol, polyvinol

vynil alkohol polimer dan airvol. Polyvinil alkohol merupakan polimer sintetis

yang larut air terutama digunakan untuk sediaan topikal berfungsi sebagai zat

peningkat viskositas. Polyvinil alkohol serbuk granul berwarna putih dan tidak

berbau (Rowe, dkk., 2009).

2.11.3 Metil paraben

Berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk ktristal putih, tidak berbau

atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Metil paraben umumnya

digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi

farmasetik. Dalam penggunaanya sering dikombinasikan dengan paraben lain

ataupun pengawet lain. Metil paraben (0,18%) dikombinasi dengan propil paraben

(0,02%) telah banyak digunakan dalam berbagai formulasi farmasetika parenteral

Penggunaan metil paraben dalam sediaan krim ataupun sediaan topikal lainnya

adalah sebagai pengawet (anti mikroba). Dalam sediaan topikal biasa digunakan

dengan konsentrasi 0,02-0,3% (Rowe, dkk., 2009).

2.11.4 Sodium lauryl sulfat

Sodium Lauryl Sulfat adalah surfaktan anionik yang digunakan dalam

sediaan farmasetik dan kosmetik yang berfungsi sebagai pembersih dan zat

pembasah. Sodium Lauryl Sulfat berbentuk kristal berwarna putih hingga kuning

pucat (Rowe, dkk., 2009).

28
Universitas Sumatera Utara
2.11.5 Gliserin

Pada sediaan topikal dan kosmetik gliserin digunakan sebagai humektan.

Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental bersifat higroskopis yang

berasa manis (Rowe, dkk., 2009).

2.11.6 Etanol 96%

Etanol 96% memiliki sinonim etyl alkohol, etyl hidroksida, metal karbinol
yang digunakan sebagai disinfektan, antimikroba, dan pelarut (Rowe, dkk., 2009).

29
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai