Anda di halaman 1dari 19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Air Tanah

Air tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah

permukaan tanah. Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi

yang disebut daur hidrologi, yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air di

alam yang mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus

(Kodoatie, 2012).

2.1.1. Karakteristik Akuifer Air Tanah

Air tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi yang berlangsung

di alam, serta terdapat dalam batuan yang berada di bawah permukaan

tanah meliputi keterdapatan, penyebaran dan pergerakan air tanah dengan

penekanan pada hubungannya terhadap kondisi geologi suatu daerah

(Danaryanto, dkk. 2005) Berdasarkan atas sikap batuan terhadap air, dikenal

adanya beberapa

karakteristik batuan sebagai berikut :

a. Akuifer (lapisan pembawa air) adalah lapisan batuan jenuh air di

bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam

jumlah yang cukup dan ekonomis misalnya pasir.

b. Akuiklud (lapisan batuan kedap air) adalah suatu lapisan batuan jenuh

air yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam

jumlah berarti misalnya lempung.


c. Akuitard (lapisan batuan lambat air) adalah suatu lapisan batuan yang sedikit

lulus air dan tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi

mampu melepaskan air cukup berarti kea rah vertikal, misalnya lempung

pasiran.

d. Akuiflug (lapisan kedap air) adalah suatu lapisan batuan kedap air yang tidak

mampu mengandung dan meneruskan air, misalnya granit.

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,

cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis,

tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran,

dan pelepasan air tanah berlangsung. Kedudukan tentang tipe akuifer disajikan

pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kedudukan


Tipe Akuifer (Sumber :
Kodoatie, 2012)

Tipe akuifer digolongkan menjadi tiga (Kodoatie, 2012), yaitu :

(1) Akuifer bebas (unconfined aquifer), merupakan akuifer jenuh air dimana

lapisan pembatasnya hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas

di lapisan atasnya (batas di lapisan atas berupa muka air tanah).


(2) Akuifer tertekan (confined aquifer), adalah akuifer yang batas lapisan atas

dan lapisan bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air akan muncul

diatas formasi tertekan bawah. Akuifer ini terisi penuh oleh air tanah

sehingga pengeboran yang menembus akuifer ini akan menyebabkan

naiknya muka air tanah di dalam sumur bor yang melebihi kedudukan

semula.

(3) Akuifer semi tertekan (leaky aquifer), merupakan akuifer jenuh air yang

dibatasi oleh lapisan atas berupa akuitard dan lapisan bawahnya merupakan

akuiklud. Akuifer semi-tertekan atau aquifer bocor adalah akuifer

jenuh yang sempurna, pada bagian atas dibatasi oleh lapisan semi-lulus air

dan bagian bawah merupakan lapisan lulus air ataupun semi-lulus air.

2.1.2. Gerakan Air Tanah

Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua lokasi

dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air

bergerak dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan

potensi kelembaban yang lebih rendah. Keseimbangan hidrologi dapat terjadi

apabila tenaga penggerak air sebanding dengan jumlah tenaga gravitasi

potensial dan tenaga hisap potensial, sehingga semakin tinggi kedudukan

permukaan air tanah maka tenaga hisap potensial menjadi semakin kecil (Asdak,

2010). Hal ini berarti bahwa semakin besar tenaga hisap/ pemompaan, air

tanah menjadi semakin kering. Ketika permukaan air tanah menurun sebagai

akibat kegiatan pengambilan air tanah maka akan terbentuk cekungan permukaan

air tanah.

Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), berkurangnya volume air tanah

akan kelihatan melalui perubahan struktur fisik air tanah dalam bentuk

penurunan
permukaan air tanah atau penurunan tekanan air tanah secara terus menerus.

Selanjutnya menurunkan fasilitas pemompaan dan jika penurunan itu melampaui

suatu limit tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang sehingga sumber

air tanah itu akan menjadi kering.

2.2. Pemanfaatan Air tanah

Pemanfaatan air tanah melalui sumur-sumur akan mengakibatkan

lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Makin besar laju

pengambilan air tanah, makin curam lengkung permukaan air tanah yang

terjadi di sekitar sumur sampai tercapai keseimbangan baru jika terjadi pengisian

dari daerah resapan. Keseimbangan air tanah yang baru ini dapat terjadi hanya

jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian oleh air hujan

pada daerah resapan. Laju pengambilan air tanah dari sejumlah sumur apabila

jauh lebih besar dari pengisiannya maka lengkung-lengkung penurunan muka

air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan menyebabkan terjadinya

penurunan muka air tanah secara permanen (Ashriyati, 2011). Pada daerah

pantai terjadinya penurunan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air

asin.

Arsyad (1989), menyebutkan bahwa pengambilan air tanah harus

melaksanakan prinsip efisiensi dalam pemanfaatan/ penggunaannya. Agar

ketersediaan air tanah dapat berkelanjutan, upaya yang perlu dilakukan adalah

memanfaatkan dan melestarikan air permukaan dan air tanah secara terpadu.

Menurut Sujatmiko (2009), penggunaan air permukaan dan air tanah sebagai satu

sistem penyediaan air diharapkan memberi manfaat optimal baik teknis

maupun
ekonomis dengan mengacu pada prinsip pemanfaatan air permukaan dan air

tanah sebagai bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan sumber daya air.

Selanjutnya menurut Kepmen ESDM Nomor : 1451.K/ 10/ MEM/ 2000,

disebutkan bahwa prinsip efisiensi air dilaksanakan dengan memanfaatan air

permukaan dan air tanah secara terpadu. Pemenuhan kebutuhan air untuk

berbagai keperluan diutamakan dari sumber air permukaan sedangkan air tanah

digunakan sebagai tambahan pasokan air serta prioritas peruntukan air tanah

adalah untuk memenuhi kebutuhan air minum dan rumah tangga.

2.2.1. Kualitas Air tanah

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pemanfaatan air tanah

maupun air permukaan menjadi sesuatu yang sangat penting. Berkaitan

dengan hal tersebut maka agar air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan

dengan tingkat mutu yang diinginkan, salah satu langkah yang dilakukan adalah

dengan pemantauan dan intepretasi data kualitas air. Pemantauan kualitas air

mencakup kualitas fisika, kimia dan biologi. Kualitas air yaitu sifat air dan

kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air.

Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, seperti parameter fisika

yaitu suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya, parameter kimia yaitu

pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya dan parameter biologi

yaitu keberadaan plankton dan bakteri (Effendi, 2003).

Apabila hasil pemantauan kualitas air tidak sesuai dengan hakekat

seperti di atas maka air dapat dikatakan tercemar. Pencemaran air adalah

masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain

ke dalam air
oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu

yang menyebabkan air tidak berfungsi sesuai dengan peruntukaannya.

Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar berupa gas, bahan

terlarut, maupun partikulat yang menyebabkan air menjadi tidak lagi sesuai

dengan kondisi alamiahnya. Bahan pencemar yang memasuki badan perairan

bisa masuk dengan berbagai cara antara lain melalui tanah, atmosfer, limbah

domestik, limbah industri dan lain sebagainya (Effendi, 2003).

Pencemaran bisa terjadi pada air permukaan (surface water) dan air tanah

(groundwater). Kebanyakan pencemaran air tanah disebabkan oleh bahan

pencemar yang bersifat cairan misalnya limbah industri. Ketepatan pengecekan

kualitas air untuk menentukan tercemar atau tidaknya bisa dilakukan dengan

pemeriksaan secara laboratorium. Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi

atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat

diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Sifat-

sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi

air misalnya : nilai pH, keasaman dan alkalinitas, suhu, warna, bau dan rasa,

jumlah padatan, nilai BOD/COD, pencemaran mikroorganisme patogen,

kandungan minyak, dan kandungan logam berat (Purwanto, 2003)

2.2.2. Baku Mutu Air

Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat energi atau

komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang

ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan

peruntukannya.
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun

2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air, air dikelompokan menjadi 4 kelas

yaitu : (1) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

minum

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

(2) Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air

untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(3) Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan

atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

(4) Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut.

Berkenaan dengan baku mutu air tersebut dapat dikeelompokkan faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas air tanah menjadi dua yaitu (1) faktor alami,

meliputi geologi, tanah, vegetasi, dan iklim dan (2) faktor buatan, meliputi

limbah domestik, pupuk, limbah pertanian, insektisida dan pestisida, dan limbah

industri (Setyawan, 2007)

Sifat-sifat fisika, kimia dan bakteri sangat menentukan penggunaan air

untuk penyediaan air minum, irigasi, industri dan lain-lainnya. Kualitas air

di suatu wilayah tidak selalu tetap, melainkan dapat berubah oleh

adanya pencemaran. Kualitas yang tadinya memenuhi syarat–syarat utuk

dipakai suatu
kebutuhan, seperti air minum pada suatu saat kualitasnya tidak memenuhi syarat

lagi. Oleh sebab itu kualitas–kualitasnya perlu dilindungi dari pencemaran

(Hendrayana, 2002 ).

Pergub Propinsi Bali No 8 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Lingkungan

Hidup Hidup menyebutkan kualitas air Kelas I, yaitu air yang dapat digunakan

sebagai air baku air minum ( Lampiran 1).

Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas air tanah sebagai berikut


:

(1) Iklim yaitu meliputi curah hujan dan temperatur, hujan yang jatuh ke bumi

sudah melarutkan beberapa unsur kimia diantaranya O2. CO2, Cl, Nitrogen,

SO4 baik dalam bentuk larutan,gas maupun sebagai inti kondensasi pada

tetes air hujan. Perubahan temperatur mempunyai pengaruh cukup besar

terhadap pelarutan gas. Semakin rendah temperatur semakin banyak gas

gas yang tinggal sebagai larutan.

(2) Litologi, tanah dan batuan merupakan sumber mineral yang dilarutkan

oleh air saat melaluinya, sehingga kualitas air tanah disuatu tempat

dipengaruhi oleh tanah dan batuan misalnya di daerah kapur maka air

tanahnya akan mengandung CaCO3.

(3) Vegetasi, yaitu berbagai jenis maupun banyaknya vegetasi yang


juga

mempengaruhi kualitas air tanah.

(4) Waktu, lamanya air tanah tinggal disuatu tempat akan mempengaruhi

kualitasnya. Semakin lama air itu tinggal disuatu tempat maka makin tinggi

pula unsur dari mineral dari tempat tersebut terlarut.

(5) Aktifitas manusia, adanya limbah rumah tangga, limbah industri,

sampah yang akan membuat air semakin tercemar. Aktifitas manusia yang

lain adalah
melakukan pengambilan air tanah secara berlebihan untuk keperluan

domestik, industri dan jasa lainnya menyebabkan penurunan muka air tanah

sehingga aliran air menjadi berbalik dari arah lautan ke daratan yang

mengakibatkan terjadinya intrusi air laut.

2.2.3. Parameter Kualitas Air Tanah

a. Suhu

Suhu dipengaruhi oleh musim, letak lintang (latitude), ketinggian tempat

dari permukaan laut (altitude). Suhu memberi efek pada konsentrasi oksigen

terlarut dan berpengaruh pada aktifitas bakteri dan kimia toksik di dalam air

(Effendi, 2003). Suhu air juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme

dalam penguraian bahan bahan organik, dimana semakin tinggi suhu maka

aktivitas mikroorganisme semakin meningkat yang menyebabkan pengambilan

atau pemanfaatan oksigen terlarut dalam air semakin meningkat.

b. Zat Padat Terlarut (Total Disolve Solid /TDS)

Zat padat terlarut adalah jumlah zat padat yang terlarut dalam air/

o
semua zat yang tertinggal setelah diuapkan pada suhu 103 – 105 C (Saeni,

1989). Padatan terlarut meliputi garam garam anorganik dan sejumlah kecil zat

organik serta gas. Berdasarkan kriteria baku mutu air kelas I, yaitu air yang dapat

digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah

tangga, batas maksimum yang diperbolehkan adalah 1000 mg/l.

Menurut Badan Geologi, Pusat Sumber Air Tanah dan Geologi Lingkungan

(2014), disebutkan batasan nilai TDS air tanah digolongkan seperti Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Klasifikasi Air Tanah Berdasarkan Total Disolve Solid /TDS.

No TDS (Miligram/ liter) Tingkat kerusakan air


tanah

1 < 1000 Aman


2 1000 – 10.000 Rawan (payau)
3 > 10. 000 Kritis (asin)

Sumber: Badan Geologi, Pusat Sumber Air Tanah dan Geologi Lingkungan,
2014

c. Cl (Klorida)

Ion khlorida tidak secara langsung menyebabkan toksik, tetapi kelebihan

garam ini paling banyak terdapat sebagai garam garam klorida yang dapat

menyebabkan penurunan kualitas air yang disebabkan oleh besarnya

salinitas. Batas maksimum ion khlorida yang dianjurkan 200 mg/l, sedangkan

batas maksimum yang diperbolehkan adalah 500 mg/l, (Kodoatie, 1996 ).


-
Menurut Kodoatie, (1996) konsentrasi khlorida (Cl ) dapat mempengaruhi

kualitas air tanah dan juga menentukan system klasifikasi air tanah. Berdasarkan

tipe penentuan sistem klasifikasi kimia air tanah dibedakan menjadi enam divisi

seperti ditunjukkan pada Tabel. 2.2

Tabel 2.2
-
Pembagian Kualitas Air Tanah Berdasarkan Konsentrasi Cl
-
No Tipe Air Tanah Kode Banyaknya Cl
(mg/l)

1 Air bersih/minum (fresh) F ≤ 200


2 Air bersih-payau (fresh-brackish) Fb 200 - 500
3 Air Payau (brackish) B 500 – 1000
4 Air payau-garam (Brackish-salt) Bs 1000 – 10000
4
5 Air garam (salt) S 10000 – 2 x 10
4
6 Air kadar garam tinggi H ≥ 2 x 10
(hipersaline)

Sumber : Kodoatie, 1996


d. DO (Oksigen terlarut)

Tingkat kelarutan oksigen yang ada di dalam lingkungan perairan

merupakan faktor yang sangat penting dalam kualitas air. Oksigen terlarut dalam

air bersumber dari difusi oksigen atmosfir dan hasil foto sintesis tumbuhan

dalam air. Sedangkan pengurangan oksigen terlarut disebabkan karena

digunakan respirasi hewan dan tumbuhan.

Menurut Saeni (1989), daya larut oksigen dalam air dipengaruhi suhu

perairan, ketinggian tempat dan tingkat turbulasi. Semakin tinggi suhu perairan

maka daya larut oksigen semakin rendah. Begitu juga semakin tinggi ketinggian

tempat maka daya larut oksigen juga semakin rendah. Perairan yang

turbulansinya tinggi akibat adanya arus angin dan gelombang maka daya larut

oksigen semakin tinggi. Batas maksimum dari pada DO yang diperbolehkan

adalah ≥ 6

e. Tingkat Keasaman (pH)

Keasaman air pada umumnya disebabkan karena adanya gas karbon

dioksida (CO2 ) yang larut dalam air dan menjadi asam karbonat H2CO3.

Untuk menyatakan keasaman dan kebasaan air yaitu dengan mengukur pH air.

Syarat pH untuk keperluan air minum 6,0 - 9,0

Nilai pH suatu perairan menicirikan keseimbangan antara asam dan basa

dalam air dan merupakan pengukuran konsentasi ion hydrogen dalam larutan.

Adanya karbonan hidroksida dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Sementara

adanya asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman. pH air

dapat mempengaruhi jumlah dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan

mempengaruhi tersedianya hara-hara serta toksitas dari unsur-unsur

renik.
Mengingat nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air, termasuk

zat- zat yang secara kimia maupun biokimia tidak stabil, maka penentuan pH

harus seketika setelah contoh diambil dan tidak dapat diawetkan (Saeni, 1989)

Ukuran pH suatu perairan dapat digunakan sebagai indikasi suatu

pencemaran khususnya pencemaran bahan organik. Pemecahan bahan organik

oleh mikroorganisme akan menghasilkan karbon dioksida. Peningkatan karbon

dioksida akan mengakibatkan penurunan nilai pH jika system buffer karbonat di

perairan rendah. Perairan yang mempunyai pH rendah akan dapat meningkatkan

toksisitas beberapa persenyawaan gas-gas tertentu dalam air seperti amoniak.

f. Daya Hantar Listrik (DHL)

Daya Hantar Listrik (DHL) menunjukkan kemampuan air untuk

menghantarkan listrik. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion klorida,

suhu air dan zat padat terlarut. Oleh karena itu kenaikan padatan terlarut akan

mempengaruhi kenaikan DHL. Semakin tinggi temperatur dan ion klorida maka

nilai DHLnya juga semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah nilai DHL

maka suhu maupun ion klorida akan rendah pula. Manurut Saeni, 1989 batasan

nilai DHL air tanah adalah digolongkan seperti Tabel 2.3

Tabel 2.3
Klasifikasi Air Tanah Berdasarkan Daya Hantar Listrik.

No DHL (mikro Mhos/cm) Jenis air

1 0 - 1000 Air tawar


2 1000 - 2000 Air payau
3 2000 - 10000 Air asin
4 > 10000 Sangat asin

Sumber: Saeni, 1989


2.3. Dampak Pemanfaatan Air Tanah

Pemanfaatan air tanah untuk berbagai sektor terutama sektor industri

dan jasa maupun kebutuhan domestik secara berlebihan telah menimbulkan

dampak negatif air tanah maupun lingkungan sekitarnya. Menurut Hendrayana

(2002), dampak negatif dari pemanfaatan air tanah secara berlebihan adalah :

a. Penurunan muka air tanah

Berdasarkan faktor penurunan kedudukan muka air tanah, tingkat

kerusakan dibedakan menjadi 4 (empat) tigkatan, yaitu : aman, rawan, kritis dan

rusak. Penurunan kedudukan muka air tanah dihitung dari kedudukan muka air

tanah pada saat kondisi awal sebagai titik refrensi, yaitu kondisi alamiah air

tanah sebelum ada pengambilan air tanah dalam jumlah yang besar.

b. Penurunan Kualitas Air Tanah

Berdasarkan perubahan kualitas air tanah dapat diketahui dari perubahan

sifat fisika, kandungan kimia serta kandungan bakteri air tanah. Kualitas air

tanah dinilai berdasarkan standar air bersih sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku.

c. Intrusi Air laut

Adanya intrusi air laut merupakan permasalahan dalam pemanfaatan air

tanah di daerah pantai karena berakibat langsung pada mutu air tanah. Air tanah

yang tadinya layak digunakan untuk air minum karena adanya intrusi air laut

mutunya mengalami degradasi sehingga tidak layak lagi digunakan untuk

air minum.
d. Amblesan tanah (land subsidence)

Permasalahan amblesan tanah timbul akibat pengambilan air tanah yang

berlebihan dari lapisan akuifer yang tertekan. Menurt Santoso, dkk (2013), akibat

pengambilan yang berlebihan maka air tanah yang tersimpan dalam pori pori

lapisan penutup akuifer akan terperas keluar yang mengakibatkan penyusutan

lapisan penutup tersebut sehingga menmbulkan penurunan tanah dipermukaan.

2.4. Intrusi Air laut

Pantai adalah wilayah yang secara topografi merupakan dataran rendah

dan dilihat secara morfologi berupa dataran pantai. Secara geologi, batuan

penyusun dataran umumnya berupa endapan alluvial yang terdiri dari lempung,

pasir dan krikil hasil dari pengangkutan dan erosi batuan di bagian hulu sungai.

Akifer di dataran pantai yang baik umumnya berupa akifer tertekan, tetapi akifer

bebas pun dapat menjadi sumber air tanah yang baik. Permasalahan pokok pada

daerah pantai adalah keragaman system akifer, posisi dan penyebaran

penyusupan intrusi air laut baik secara alami maupun secara buatan yang

diakibatkan adanya pengambilan air tanah untuk kebutuhan domestik, nelayan

dan pariwisata. Sebab utama terjadinya intrusi air laut adalah akifer yang

berhubungan dengan air laut dan besarnya penurunan permukaan air tanah

sehingga dapat mengakibatkan penerobosan air laut. Berdasarkan hal tersebut,

air tanah yang memiliki resiko terintrusi air laut adalah air tanah bebas pantai

dan air tanah tertekan di pantai (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Intrusi atau

penyusupan air asin ke dalam akuifer di daratan pada dasarnya adalah

proses masuknya air laut di bawah permukaan tanah melalui akuifer di daratan

daerah pantai (Hendrayana, 2002).


Dalam kondisi alami, air tanah tawar baik pada akuifer bebas maupun

akuifer tertekan dilepas dan mengalir ke arah laut. Meningkatnya jumlah

pengambilan air tanah mengakibatkan terjadinya aliran balik air laut masuk ke

dalam sistem akuifer air tawar yang disebut intrusi air laut (Santoso

dkk,2013) Hal initerjadi karena mengecilnya landasan hidrolika air tanah atau

karena perubahan landasan hidrolika pada arah laut ke darat. Interface atau

batas air tawar dan air asin yang terjadi akibat perbedaan berat jenis dari kedua

air tersebut yakni melalui proses difusi. Bentuk dan pergerakan batas tersebut

diatur oleh keseimbangan hidrodinamika air tawar dan air asin (Ashriyati, 2011).

Jika terdapat keadaan dimana air asin telah berada di bawah akuifer maka

air asin akan segera menerobos ke dalam sumur. Demikian pula jika akuifer ini

tidak tebal, maka penerobosan air asin akan berlangsung perlahan- lahan melalui

pantai. Keadaan tersebut dikenal dengan Hukum Herzberg (Ashriyati, 2011).

Menurut konsep Ghyben-Herzberg dalam Ashiyati (2011) air asin

dijumpai pada kedalaman 40 kali tinggi muka air tanah di atas muka air laut.

Fenomena ini disebabkan akibat perbedaan berat jenis antara air laut (1.025

3
g/cm
3
dan berat jenis air tawar (1.000 g/cm )

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.1)

sehingga didapat nilai z = 40 hf

Keterangan :
Z = kedalaman interface di bawah muka air laut (m)
hf = elevasi muka air tanah di atas muka air laut (m)
3
ps = berat jenis air laut (g/cm )
3
pf = berat jenis air tawar (g/cm )
Air laut memiliki berat jenis yang lebih besar dari air tawar, akibatnya air

laut akan mudah mendesak air tanah semakin masuk. Secara alamiah air laut

tidak dapat masuk jauh ke daratan sebab air tanah memiliki piezometric yang

menekan lebih kuat dari pada air laut, sehingga terbentuk interface sebagai batas

antara air tanah dengan air laut. Keadaan tersebut merupakan keadaan

keseimbangan hidrostatik antara air laut dan air tanah (Herlambang, A. 2005).

Hubungan antara air tanah tawar dengan air asin pada akuifer pantai dapat

dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kondisi interface yang alami (gambar kiri) dan sudah
mengalami intrusi (gambar kanan)
(Sumber : Lenntech.http:/lenntech.com/groundwater/seawater-intrusions)

Pada Gambar 2.2 di atas (kiri) dapat dijelaskan bahwa pada kondisi

interface yang alami, air tanah akan mengalir secara terus menerus ke laut.

Hal ini terjadi karena tekanan piezometric air tanah yang lebih tinggi dari pada

muka air laut sehingga desakan air laut dapat dinetralisir dan aliran air yang

terjadi adalah dari daratan ke lautan serta terjadi keseimbangan antara air laut

dan air tanah. Normalnya kedalaman interface dibawah muka air laut (z) adalah

40 kali elevasi muka air tanah di atas muka air laut (hf).

Pada Gambar 2.2. (kanan) di atas, dapat dijelaskan bahwa adanya

eksploitasi akuifer pantai/ pengambilan air tanah dalam jumlah yang cukup

besar
makin lama mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan aliran air tawar yang

masuk ke laut. Aliran air laut mendesak air tawar dan mendorong

interface menuju ke arah sumber eksploitasi air tanah membentuk kerucut dan

berdampak intrusi air laut ke dalam akuifer.

Sosrodarsono dan Takeda (2003), menyatakan empat metode untuk

mengendalikan intrusi air laut, yaitu: mengurangi pemompaan air tanah di

daerah pantai, membuat pengimbuhan air tanah buatan (artificial recharge) pada

akuifer pantai, memompa air laut yang terletak di akuifer pantai dan

membuat penghalang di bawah tanah di daerah pantai.

2.5. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi geografis (Geographic Information System/GIS) adalah

sebuah sistem informasi khusus untuk mengelola data yang memiliki informasi

spasial atau koordinat – koordinat geografis (Anisah, 2007). Sistem informasi

geografis adalah sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis. Secara umum

pengertian GIS adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras,

perangkat lunak, data geografis dan sumber daya manusia yang bekerja secara

efektif untuk memasukkan, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,

mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi

berbasis geografis (Prahasta, 2005).

Dengan GIS kita bisa melihat, memahami, bertanya, menterjemahkan dan

menampilkan data dengan banyak cara seperti relationship, simbul simbul dan

trend dalam bentuk peta, laporan atau grafik. GIS membantu

menyelesaikan
permasalahan dengan mengacu pada data yang ada sehingga menjadi

mudah dipahami dan dibagi satu sama lain.

Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk infestigasi

ilmiah, pengelolaan sumberdaya, perencanaan pembangunan, kartografi dan

perencanaan rute. Sistem Informasi Geografis terdiri dari lima komponen yang

bekerja secara terintegrasi yaitu perangkat keras (hardware), perangkat

lunak (software), data (data spasial, nonspasial), manusia dan metoda yng

digunakan tergantung pada aspek desain dan aspek realnya (Niswatul, dkk. 2013).

Menurut Prahasta (2005) disebutkan bahwa ruang lingkup Sistem

Informasi Geografis secara garis besar dibagi dalam 5 (lima) proses yaitu :

a. Input Data, digunakan untuk menginputkan data spasial dan non spasial. Data

spasial berupa peta analog dengan menggunakan peta digital.

b. Manipulasi data, type data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin

perlu dimanipulasi agar sesuai dengan system yang dipergunakan..

c. Managemen data, setelah data spasial dimasukkan maka proses selanjutnya

adalah pengolahan data non spasial.

d. Query dan analisis, query merupakan proses analisis yang dilakukan secara

tabular. Secara fundamental SIG dapat melakukan dua jenis analisis yaitu

analisis proximity dan analisis overlay. Analisis proximity merupakan

analisis geografi yang berbasis pada jarak antar layer sedang overlay

merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda.

Nurrohim, dkk. (2012), menyatakan distribusi sepasial daerah yang

terkena dampak intrusi air laut dibedakan menjadi 3 yaitu zone tidak terpengaruh

intrusi air laut, zone terpengaruh intrusi air laut sedang dan zone

terpengaruh
intrusi air laut tinggi. Faktor yang mempengaruhi intrusi air laut

berdasarkan analisis overlay peta adalah kondisi geologi pada material

alluvium, kondisi hidrogeologi pada material dangkal dengan produktivitas

sedang, kondisi penggunaan lahan dan kepadatan penduduk yang tinggi.

Kajian daerah terintrusi air laut di wilayah pesisisr Kecamatan Kuta Utara

merupakan kajian geografis yang perlu dilakukan dengan penuh pertimbangan

dari berbagai aspek pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk menentukan zonasi

wilayah yang kemungkinan terindikasi mengalami rawan intrusi air laut. Sistem

Informasi Geografis ini dapat membantu pembuatan perencanaan masing masing

zonasi tersebut sehingga dapat diantisipasi melalui langkah langkah konservasi

terhadap air tanah yang ada di wilayah tersebut. Kemampuan Sistem Informasi

Geografis bisa memetakan apa yang ada di luar maupun di dalam suatu area,

sehingga kreteria kriteria ini nantinya digabungkan untuk memunculkan irisan

daerah berdasarkan data spasial yang tersedia. Secara sederhana manfaat Sistem

Informasi Geografis untuk pengawasan daerah yang mengalami perkembangan

penduduk dan pertumbuhan perekonomian yang pesat terutama dalam

pemanfaatan air tanah adalah memantau luas wilayah terintrusi air

laut, pencegahan terjadinya intrusi, penentuan tingkat kerawanan daerah

terintrusi dan prediksi luasan daerah yang mengalami intrusi air laut.

Anda mungkin juga menyukai