Anda di halaman 1dari 18

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang

Sejarah perbankan syariah pertama kali muncul di mesir pada tahun 1963.
Sedangkan di Indonesia sendiri perbankan syariah baru lahir pada tahun 1991 dan secara
resmi dioperasikan tahun 1992. Bank syariah kini telah marak di kalangan masyarakat
Indonesia. Berbeda halnya dengan bank konvensional yang berbasiskan ekonomi
sekuler, bank syariah hadir berlandaskan prinsip ekonomi Islam. Namun begitu bukan
berarti semua nasabah pada bank syariah, mempertimbangkan faktor-faktor dalam
memilih suatu bank syariah hanya menilai dari sisi syariahnya saja (Antonio, 2001).
Berbagai prinsip perbankan syariah telah diterapkan dengan aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Perbankan syariah merupakan suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya sesuai
dengan hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam
agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga
pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usahausaha berkategori terlarang
(haram). Perkembangan perbankan syariah di Indonesia saat ini ditandai dengan
peningkatan jumlah kantor cabang dan jenis serta pengembangan asset.

Dalam rangka melayani masyarakat, terutama masyarakat muslim, bank syariah


menyediakan berbagai macam produk perbankan. Produk perbankan tersebut sudah
barang tentu islami termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Produk
perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana,
(II) Produk Penghimpunan Dana, dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan perbankan kepada nasabahnya.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Perbankan Syariah?


2. Apa Saja Produk Penyaluran Dana?
3. Apa Saja Produk Penghimpunan Dana?
4. Apa Saja Produk Umum Bank Syariah?
5. Bagaimana perbedaan Perbankan Konvensional dengan Syariah?
6. Apa pengertian Riba?
7. Apa saja larangan bagi Bank Syariah dan Usaha Syariah ?

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Perbankan Syariah


2. Mengetahui Produk Penyaluran Dana.
3. Mengetahui Produk Penghimpunan Dana.
4. Mengetahui Produk Umum Bank Syariah.
5. Memahami perbedaan Perbankan Konvensional dengan Syariah.
6. Mengetahui pengertian riba
7. Mengetahui larangan bagi Bank Syariah dan Usaha Syariah
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perbankan Syariah

Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah
dan Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya dengan bank
konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah
dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal
penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang
ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada
nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai
berikut:

1. Al-wadi’ah (Simpanan)

2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil

3. Bai’al Murabahah

4. Bai’as-Salam

5. Bai’al Istishna’

6. Al-Ijarah (Leasing)

7. Al-Wakalah (Amanat)

8. Al-Kafalah (Garansi)

9. Al-Hawalah

10. Ar-Rahn
Secara spesifik risiko-risiko yang akan menyebabakan bervariasinya tinngkat
keuntungan bank meliputi risiko likuiditas, risiko kredit dan tingkat bunga, dan risiko modal.
Namun demikian, bank syariah tidak akan menghadapi risiko bunga,walapun di lingkungan
dimana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di pasar konvensional
dapat berdampak pada meningkatnya risiko berpindah ke bank konvensional.

B. Produk Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan


deposito. Dalam penerapannya, produk tersebut dilaksanakan melalui akad wadi’ah
dan mudharabah.
1) Prinsip Wadi’ah
Wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak kepada pihak lain, baik
individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si
penitip kapan saja si penitip menghendaki. Prinsip wadi’ah dalam produk
bank syariah dapat dikembangkan menjadi dua jenis, yaitu:
a) Wadi’ah yad-amanah. Prinsipnya, harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh pihak yang dititipi (Bank). C ontohnya seperti
produk sejenis save deposit box .
b) Wadi’ah yad-damanah. Pihak yang dititipi (bank) boleh
menggunakan dan memanfaatkan harta titipan. Akad tersebut biasa
diaplikasikan dalam produk rekening giro dan tabungan.1

Ketentuan umum dari produk ini adalah :


• Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik
dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tiak boleh
1
Kamsir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003). Hlm: 217
diperjanjikan di muka.
• Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup
izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro,
bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
• Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat menggunakan
penggantibiaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar
terjadi.
• Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan
tabungan tetap berlaku selama tidak bertenatangan dengan prinsip syariah.

2) Prinsip Mudarabah
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana,
prinsip mudharabah terbagi dua yaitu:
1. Mudharabah mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah

a) Mudharabah Mutlaqah
Dalam mudharabah mutlaqah, tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun
kepada bank, ke bisnis apadana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau
menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya
diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk
menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungnkan.
Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito,
sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dana
deposito mudharabah.
Ketentuan umum dalam produk ini adalah:
a) Bank wajib memeberitahukan kepada pemilik mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
b) Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti
penyimpanan, serta kartu ATM dan atau penarikan lainnya kepada penabung. Untuk
deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet)
deposito kepada deposan.
c) Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuia dengan perjanjian
yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negative.
d) Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sma
seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis
maka tidak perlu dibuat akad baru.

b) Mudharabah Muqayyadah (Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet)


Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (Restricted Investment)
dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh
pihak bank. Dan Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah
langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara
(arranger) yang tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau
disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
Mudharabah Muqayyadah mempertemukan antara pemilik dana dengan
pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).

Karakteristiknya sebagai berikut:


a) Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh
bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana
simpanan khusus.
b) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata
cara pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko
yan dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai
kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad.
c) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank
wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
d) Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertitifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) dposito kepada deposan.

C. Produk Penyaluran Dana


Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, produk pembiayaan
syariah terbagi ke dalam empat kategori yaitu:
1) Prinsip Jual Beli (Bay’)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Prinsip ini dapat dibagi
sebagai berikut:
a) Pembiayaan Murabahah
Menurut Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd bahwa
pengertian murabahah yaitu: Bahwa pada dasarnya murabahah tersebut
adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual
dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si
penjual.
b) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjual belikan belum
ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan
secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas
transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Ketentuan umum Pembiayaan Salam adalah sebagai berikut:
Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti
jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100kg mangga
harum manis kualitas "A" dengan harga Rp. 5000/kg, akan diserahkan pada
panen dua bulan mendatang.
Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai akad maka
nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain
mengambilkan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai
dengan pesanan. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau
dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank
untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua), seperti
BULOG, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut
sebagai paralel salam.
P
c) embiayaan Istisna

Produk Istisna menyerupai produk salam, tapi dalam Istisna pembayarannya


dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim
Istisna dalam Bank Syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan
manufaktur dan kontruksi. 2
Ketentuan umum Pembiayaan Istishna adalah spesifikasi barang pesanan harus
jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah
disepakati dicantumkan daam akad Istishna' dan tidak boleh berubah selama
berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi
perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.

2) Prinsip Sewa
T
ransaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya
prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun perbedaanya terletak
pada objek traksaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang,
maka pada Ijarah objek transaksinya adalah jasa.3

2
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hal. 98
3
Ibid., hal 99
3) Prinsip Bagi Hasil (Shirkah)
a) Pembiayaan Musharakah
B
entuk umum dari usaha bagi hasil adalah Musharakah (shirkah atau sharikah
atau serikat atau kongsi). Dalam artian semua modal disatukan untuk dijadikan
modal proyek Musharakah dan dikelola bersama-sama.
b) Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola (mudarib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.4
Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:
a) Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola
modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang
dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan
secara bertahap harus jelas, tahapannya dan disepakati bersama.
b) Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat
diperhitungkan dengan cara, yakni:
1. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
2. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada
setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik
modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian
dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan,
kecurangan dan penyalahgunaan dana.
4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan
namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha
nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya
tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran
kewajiban, maka ia dapat dikenakan sanksi administrasi.Jasa

4
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, cet. II (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Hal.
24.
Perbankan Syariah
c) Al-muzara’ah
Al-muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk
ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen..
d) Al-musaqah
Al-musaqah merupakan bagian dari al-muza’arah yaitu penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan
dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase
hasil panen pertanian..5
4) Akad Pelengkap
a) Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Tujuan fasilitas Hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal
tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
b) Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali
kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
c) Qard (Pinjaman Uang)
Qard adalah pinjaman uang. Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam
empat hal, yaitu: pertama, sebagai pinjaman talangan haji, kedua, sebagai
pinjaman tunai (cash advanced), ketiga, sebagai pinjaman kepada pengusaha
kecil, keempat, sebagai pinjaman kepada pengurus bank.
d) Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa
kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu,
seperti inkasi dan transfer uang.
e) Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran
suatu kewajiban pembayaran.6
f) Ijarah
5
Ibid., Kamsir, Dasar-dasar Perbankan…, hal. 223
6
Ibid., Adiwarman A. Karim, Bank Islam ….., hal. 105-107
Akad ijarah selain menjadi landasan syariah untuk produk pembiayaan,
yaitu sewa cicil, juga menjadi prinsip dasar pada jasa perbankan lainnya,
antara lain layanan penyewaan kotak simpanan atau SDB (safe deposit
box). Bank mendapat imbalan sewa atas jasa tersebut.

g)Al-Wadiah
Akad al-wadiah selain menjadi landasan syariah produk tabungan,
termasuk giro, juga menjadi prinsip dasar layanan jasa administrasi
dokumen (custodian). Bank mendapatkan imbalan atas jasa tersebut.

D. Produk Jasa
Bank Syariah memiliki hak untuk melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan
kepada nasabah dengan imbalan jasa sebagai keuntungannya. Jasa tersebut diantaranya
sebagai berikut:
1) Sarf atau jual belu valuta asing. Ba nk dapat mengambil keuntungan
dari jasa jual beli valuta asing tersebut, namun penyerahannya harus dilakukan
seketika pada waktu yang sama.
2) Wakalah. Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti: trans fer, dan sebagainya.7

E. Perbedaan Perbankan Konvensional dengan Syariah


Terkait dengan fungsi bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana dari masyarakat tersebut ke masyarakat lain yang membutuhkan,
terdapat praktek-praktek yang membedakan antara sistem perbankan syariah dengan sistem
perbankan konvensional diantaranya sebagai berikut :

1. Perbankan Syariah
a) Tidak menggunakan sistem bunga (riba), melainkan bagi hasil. Penentuan
besarnya nisbah (proporsi pembagian) di akhir setelah ada usaha.
b) Besarnya persentase didasarkan pada keuntungan yang diperoleh dari usaha

7
http://riabudiati.blogspot.co.id/2013/11/produk-bank-syariah.html. diakses pada tanggal 17 maret 2016
pukul 19.35 wib
yang dijalankan.
c) Hanya menawarkan produk halal dengan cara yang halal.

2. Perbankan Konvesional
a) Menggunakan sistem bunga. Penentuan besarnya persentase bunga di awal
karena di asumsikan usaha yang dijalankan akan selalu untung.
b) Besarnya persentase bunga didasarkan pada besarnya dana yang akan
dipinjam.
c) Tidak ada pemisahan antara yang halal dengan yang haram, sehingga
menimbulkan ketidakjelasan.

F. Riba

Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu


:1. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah memintatambahan dari sesuatu yang
dihutangkan.
2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan ribaadalah membungakan harta
uang atau yang lainnya yangdipinjamkan kepada orang lain.
3. Berlebihan atau menggelembung.

Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali yang artinya adalah
“akad yang terjadi ataspenukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannyamenurut
ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkantukaran kedua belah pihak atau salah
satu keduanya”.

Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi dengan
penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat
salahsatunya. Syaik Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah
penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang
yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran olehpeminjam dari
waktu yang telah ditentukan.18

Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pulatimbul dalam perdagangan (riba
bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis,yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi
jumlahnya tidakseimbang (riba fadhl), dan riba karena pertukaran barang sejenisdan jumlahnya
dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (ribanasi’ah).9
Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang piutang yang telah
dijelaskan tentang keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba jual beli yang juga telah
dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.
a. Riba akibat hutang-piutang disebut Riba Qard , yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan
tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid), dan Riba Jahiliyah, yaitu
hutang yang dibayar dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya
pada waktu yang ditetapkan.
b. Riba akibat jual-beli disebut Riba Fadl, yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar
atau takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang
ribawi.
c. Dan Riba Nasi'ah, yaitu penangguhan atas penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi
yang diperlukan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi'ah muncul dan terjadi karena
adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang
diserahkan kemudian.

G. Hukum Riba
Riba itu haram. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan riba, demikian pula hadis-
hadis yang menerangkan larangan riba dan yang menerangkan siksa bagi pelaku riba. Hukum
riba haram sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “bahwasanya jual-beli itu seperti riba,
tetapi Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (Q.S Al Baqarah, ayat 275).
Dalam hadis, tentang larangan riba dinyatakan : Nabi Muhammad SAW. bersabda yang
artinya :Dari Jabir R.A ia berkata : Rasulullah SAW telah melaknati orang-orang yang suka

8
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2002) h.572
9
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2011) h.133
makan riba, orang yang jadi wakilnya, juru tulisnya,orang yang menyaksikan riba. Rasulullah
selanjut bersabda : “merekasemuanya sama”. (dalam berlaku maksiat dan dosa).10

Ada 4 proses pelarangan riba :


1. Tahap Pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada zahirnya menambah harta
dan menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub
kepada Allah SWT.
Mengubah persepsi

Firman Allah SWT :


“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia.
Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-
orang yang melipatgandakan (pahalanya)” (QS. Ar Rum : 39).

2. Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada
orang Yahudi yang memakan riba.
Memberi contoh riel

Firman Allah SWT. :


“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang
dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka
itu siksa yang pedih” (QS. An-Nisa: 160-161).

3. Tahap ketiga, riba itu diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda.
Menunjukkan karakter riba

10
Moh Rifai, Mutara Fiqih, (Semarang : CV. Wicaksana, 1998) h.772-773
Allah SWT. Berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran:130).

4. Tahap akhir sekali, ayat riba diturunkan oleh Allah SWT. Yang dengan jelas sekali
mengharamkan sebarang jenis tambahan yang diambil daripada pinjaman.
Memberikan hukum

Firman Allah SWT. :


“Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya”
(QS. Al Baqarah: 278-279)

Sanksi yang diberikan apabila melakukan riba yakni sesuai hadist bahwa Allah Subhanahu
wa ta’ala berfirman dalam surah Al- Baqarah : 275-276, “orang orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang keasukan syetan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka demikian itu di sebabkan mereka berkata (berpendapat)
sesungguhny jual beli itu sama dengan riba . padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
menharamkan riba. Orang orang yang telah sampai kepadanya larangan dari rabbnya lalu terus
berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah ia ambil dahulu (sebelum atang
larangan) dan urusannya (terserah) kepda Allah. Orang yang (mengambil riba) maka orang itu
adalah penghuni neraka. Mereka kekal didalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
orang yang tetap dalam kekafiran dan selau berbuat dosa.”(Al Baqarah: 275-276).
H. Larangan bagi Bank Syariah dan Usaha Syariah

Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS (Usaha Syariah) sesuai dengan Pasal 24 UU
Tentang Perbankan Syariah
a. Bank Umum Syariah dilarang:
1. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah
2. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal;
3. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(1) huruf b dan huruf c; dan melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali
sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.

b. UUS dilarang:
1. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah
2. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal
3. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(2) huruf c; dan melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi syariah.
PENUTUP

Dari penjelasan yang telah diuraikan diatas dapat beberapa kesimpulan yang diambil oleh
penulis bahwa Produk yang ditawarkan oleh Perbankan Syariah lebih mengadopsikepada produk
yang ditawarkan oleh Perbankan Konvensional hanyasaja berbeda dalam pelaksaan serta proses
terkait adanya akad yangdigunakan. Dalam perbankan syariah pembagian akad didasarkan
padapola tujuan dari pendanaan, pembiayaan, maupun jasa bank lainnya terkait daripada
rumusan masalah dan tujuan yaitu:
1. Maksud pembiayaan perbankan syariah merupakan aktifa produktif dimana
perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah untuk memutar uang yang
dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin (tambahan) atas pembiayaan.
2. Beberapa tujuan daripada pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah
berdasarkan penempatan (stakeholder) yaitu ditujukan kepada pemilik, pegawai,
masyarakat, pemerintah, bank
3. Manfaat daripada perbankan syariah diantaranya yaitu Sebagai jembatan untuk
meningkatkan pendapatan nasional atau tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat
4. Produk pembiayaan perbankan meliputi pembiayaan yang bersifat konsumtif
atau pembiayaan yang bersifat produktif. Antara lain pembiayaan-pembiayan perbankan
syariah yaitu:
1. Pembiayaan berprinsip jual beli yaitu Murabahah, Salam, Istisna’
2. Pembiayaan berprinsip sewa yaitu Ijarah dan Ijarah munthia bit-Tamlik
3. Pembiayaan berprinsip bagi hasil yaitu Musyarakah, Mudharabah
4. dan beberapa pembiayaan pelengkap yaitu, Hawalah, Kafalah, Rahn, Qard,
dan wakalah

Perbankan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankanadalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakupkelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalammelaksanakan
kegiatan usahanya.
Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah terkaitsistem yang
digunakan. Pada bank konvensional menganut sistembunga sedangkan pada bank syariah
menggunakan sistem bagi hasilyang mana lebih meringankan beban nasabah.

Anda mungkin juga menyukai