Kata kunci: permainan tradisional, anak usia dini, ancak-ancak alis, nilai, budaya,
karakter.
Pendahuluan
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar
dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia.
Pada masa ini ditandai oleh berbagai periode penting yang menjadi dasar dalam
kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu
periode yang menjadi ciri khas masa usia dini adalah the golden age atau periode
keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan
periode keemasan pada masa usia dini, di mana semua potensi anak berkembang
paling cepat. Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini
adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka dan masa bermain.
Bentuk permainan ini berupa gerak dan lagu. Gerakan dalam permainan
ancak-ancak alis yaitu para pemain ada yang menjadi dua petani yang bertugas
menjadi gapura dengan tangan diangkat ke atas dan kedua telapak tangan saling
bertemu. Peserta yang lain saling berjalan membentuk angka delapan memutari
gapura petani, dengan disertai kedua tangan memegang bahu peserta yang berada
di depannya. Bersamaan dengan lagu selesai, peserta ada yang tertangkap
ditengah gapura dan menjawab pertanyaan lagu terakhir.
Nilai karakter yang ada dalam permainan ancak-ancak alis terdiri dari
afektif, kognitif dan psikomotorik. Tiap-tiap permainan tradisional memiliki
ketiga unsur nilai yang sangat mendukung untuk pengembangan diri anak-anak.
Apalagi melihat realita saat ini, anak-anak sudah mulai meninggalkan permainan-
permaian tradisional. Jadi, dengan memperkenalkan permainan ini pada generasi
golden age diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru, pengalaman yang
berkesan serta nilai moral yang bisa membentuk karakter anak.
Pembahasan
A. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berasal dari dua kata pendidikan dan karakter.
Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya
untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras
dengan alam dan masyarakatnya.1 Dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 1 ayat (1)
disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
1
Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan. (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa), h. 14
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.2
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti
to engrave atau mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti
mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari
sanalah kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai
tanda khusus atau pola perilaku. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok
orang.8 karakter juga bisa diartikan sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang
stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis.3
Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai upaya yang
terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan
menginternalisasikan nilai-nilai sehingga peserta didik menjadi insan
kamil. Pendidikan karakter juga dapat diartikan sebagai suatu system
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesana, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia yang sempurna.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa
yang tangguh, kompetitif, nerakhlak mulai, bermoral, bertoleran, ber
gotongroyong, berjiwa patriotik, berkembag dinamis, beroreantasi pada
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
2
UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Ibid. h. 74
3
Yahya Khan. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak Kualitas
Pendidikan. (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010), h. 1
Lalu, apa itu anak usia dini? Masa anak usia dini merupakan masa
keemasan atau sering disebut Golden Age. Pada masa ini otak anak
mengalami perkembangan paling cepat sepanjang sejarah kehidupannya.
Hal ini berlangsung pada saat anak dalam kandungan hingga usia dini,
yaitu usia nol sampai enam tahun. Namun, masa bayi dalam kandungan
hingga lahir, sampai usia empat tahun adalah masa-masa yang paling
menentukan. Periode ini, otak anak sedang mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat. Oleh karena itu memberikan perhatian lebih terhadap anak di
usia dini merupakan keniscayaan. Wujud perhatian diantaranya dengan
memberikan pendidikan baik langsung dari orang tuanya sendiri maupun
melalui lembaga Pendidikan anak usia dini. Oleh sebab itu perkembangan
pada masa awal ini akan menjadi penentu bagi perkembangan selanjutnya.
Keberhasilan dalam menjalankan tugas perkembangan pada suatu masa
akan menentukan keberhasilan pada masa perkembangan berikutnya.
C. Analisis
Selain perkembangan karakter di atas, berkembang juga sikap
semangat dan antusias dalam melakukan sesuatu, bekerjasama dan
komunikatif dengan teman, dan tanggung jawab yang tinggi dalam
menyelesaikan tugas. Ketika kehidupan manusia terus berkembang,
maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem
ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan
merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi anak
didik, sehingga memiliki sistem berpikir, nilai, moral dan keyakinan
yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut
ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Melalui permainan tradisional ancak-ancak alis, anak secara aktif
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi dan
penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di
masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Boleh jadi dunia mengalami kemajuan di segala bidangnya. Tapi,
tetap saja kita adalah manusia yang hidup berdampingan dengan
berbagai bentuk dan segala perbedaan budaya di tiap penjuru pulau.
Meskipun teknologi modern berusaha menggerus peninggalan yang
sudah ada, jangan jadikan itu sebagai alasan kita untuk mundur dan
berhenti mewariskan permainan-permainan tradisional. Justru disinilah
kita ada untuk terus menjaga budaya yang sudah melekat.
Mengenalkan permainan tradisional pada anak bukanlah hal kuno yang
memalukan. Justru dengan begitu kita sudah mewariskan budaya yang
ada pada generasi baru. Tiap-tiap budaya yang ada pasti memiliki sisi
positif dan nilai-nilai kehidupan yang bisa diajarkan untuk anak-anak
usia dini. Maka jangan pernah merasa bosan untuk terus menjaga
warisan budaya. Jangan pernah merasa malu, justru anak-anak
sekarang akan merasa takjub dengan permainan-permainan tradisional
yang belum mereka ketahui.
D. Penutup
Kesimpulan
Pendidikan karakter juga dapat diartikan sebagai suatu system
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesana, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia yang sempurna.
Permainan tradisional adalah suatu hasil budaya masyarakat yang
telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, permainan peninggalan nenek
moyang yang dilakukan dengan suka rela dimana permainnan tersebut
dimainkan menggunakan bahasa maupun ciri khas dari daerah tertentu
yang harus dilestarikan guna memperkokoh jati diri bangsa. Permainan
tradisional menjadikan orang bersifat terampil, ulet, cekatan, tangkas, dan
lain sebagainya serta memiliki manfaat bagi anak.
Permainan ancak-ancak alis berasal dari Daerah Istimewa
Yogyakarta. Permaianan ini menggambarkan kehidupan petani sehingga
pada masa dulu permainan ini sangat disenangi oleh anak-anak di
pedesaan. Permainan ini biasa dimainkan oleh anak-anak berusia 6-13
tahun dengan tidak mengenal jenis kelamin. Area bermain yang diperlukan
adalah sebidang tanah sesuai dengan jumlah pemain sehingga semakin
banyak pemain maka arena permainan yang dibutuhkan semakin luas.
Permainan ancak-ancak alis tidak memerlukan peraralatan dan
perlengkapan permainan. Permainan hanya menggunakan lagu pengiring
tanpa iringan instrumental.
DAFTAR PUSTAKA