Anda di halaman 1dari 16

MEMBENTUK KARAKTER ANAK MELALUI PERMAINAN

TRADISIONAL “ANCAK-ANCAK ALIS”

Cemara Wukir P (1810410085)

Abstrak: Penulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan meningkatkan


eksistensi permainan anak tradisional ancak-ancak alis di era milenial seperti saat
ini, serta untuk menemukan peran dan tujuan dari permainan anak tradisional
ancak-ancak alis dalam perkembangan dan pembentukan karakter anak usia dini.
Hasil yang didapat dari penulisan ini adalah menunjukkan bahwa permainan
tradisional ancak-ancak alis dapat dipergunakan untuk (a) melatih dan
menstimulasi perkembangan anak dalam beragam aspek, baik aspek fisik
motorik, bahasa, kognitif, sosial emosional dan bahkan aspek moral, (b) untuk
menanamkan dan membentuk nilai-nilai budaya yang dapat membangun karakter
anak seperti jujur, disiplin, kreatif, mandiri, tanggungjawab, kepedulan sosial,
kerja keras, semangat, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta
damai dan musyawarah.

Kata kunci: permainan tradisional, anak usia dini, ancak-ancak alis, nilai, budaya,
karakter.

Pendahuluan

Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar
dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia.
Pada masa ini ditandai oleh berbagai periode penting yang menjadi dasar dalam
kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu
periode yang menjadi ciri khas masa usia dini adalah the golden age atau periode
keemasan. Banyak konsep dan fakta yang ditemukan memberikan penjelasan
periode keemasan pada masa usia dini, di mana semua potensi anak berkembang
paling cepat. Beberapa konsep yang disandingkan untuk masa anak usia dini
adalah masa eksplorasi, masa identifikasi/imitasi, masa peka dan masa bermain.

Ada berbagai macam permainan yang dapat meningkatkan kreativitas dan


membentuk karakter anak, salah satunya adalah permainan tradisional. Permainan
tradisional merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan
mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan dibaliknya. Permainan
tradisional merupakan hasil budaya yang besar nilainya bagi anak-anak dalam
rangka berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolah raga yang sekaligus sebagai
sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat, keterampilan, kesopanan serta
ketangkasan.

Permainan tradisional merupakan salah satu aset budaya yang mempunyai


ciri khas kebudayaan suatu bangsa maka, pendidikan karakter bisa dibentuk
melalui permainan tradisonal sejak usia dini. Karena selama ini pendidikan
karakter kurang mendapat penekanan dalam sistem pendidikan di negara kita.
Pendidikan budi pekerti hanyalah sebatas teori tanpa adanya refleksi dari
pendidikan tersebut. Dampaknya, anak-anak tumbuh menjadi manusia yang tidak
memiliki karakter, bahkan lebih kepada bertingkah laku mengikuti perkembangan
zaman namun tanpa filter.

Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam permainan anak tradisional


menjadi tidak mampu berperan dalam pembentukan anak bangsa yang berbudaya
dan berkarakter Indonesia sebagai akibat tidak dilestarikannya permainan
tradisional pada anak. Diperlukan upaya revitalisasi dan rekonstruksi permainan
anak tradisional yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Dunia pendidikan
berkewajiban mentransformasikan nilai-nilai yang terkandung dalam permainan
anak tradisional melalui serangkaian aktivitas pendidikan.

Dolanan anak ancak-ancak alis juga terkadang disebut dengan incak-incak


alis. Ancak berarti bambu yang dibuat untuk tempat sesajii. Sementara incak atau
diincaki berarti dikelilingiii. Dari dua permainan sebelumnya, permainana ancak-
ancak alis ini sangat jarang ditemukan di masyarakat. Permainan ini merupakan
permainan tradisional anak-anak yang bersifat rekreatif, yang dalam proses
permainannya biasanya menggunakan istilah-istilah yang berhubungan dengan
pertanian, ketentuan jumlah pemain dalam permainan ini tidak dibatasi, karena
semakin banyak anak-anak yang terlibat dalam permainan ini akan semakin
meriah. Tempat permainan ini dipilih yang luas dan rata.

Bentuk permainan ini berupa gerak dan lagu. Gerakan dalam permainan
ancak-ancak alis yaitu para pemain ada yang menjadi dua petani yang bertugas
menjadi gapura dengan tangan diangkat ke atas dan kedua telapak tangan saling
bertemu. Peserta yang lain saling berjalan membentuk angka delapan memutari
gapura petani, dengan disertai kedua tangan memegang bahu peserta yang berada
di depannya. Bersamaan dengan lagu selesai, peserta ada yang tertangkap
ditengah gapura dan menjawab pertanyaan lagu terakhir.

Nilai karakter yang ada dalam permainan ancak-ancak alis terdiri dari
afektif, kognitif dan psikomotorik. Tiap-tiap permainan tradisional memiliki
ketiga unsur nilai yang sangat mendukung untuk pengembangan diri anak-anak.
Apalagi melihat realita saat ini, anak-anak sudah mulai meninggalkan permainan-
permaian tradisional. Jadi, dengan memperkenalkan permainan ini pada generasi
golden age diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru, pengalaman yang
berkesan serta nilai moral yang bisa membentuk karakter anak.

Pembahasan

A. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berasal dari dua kata pendidikan dan karakter.
Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya
untuk memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras
dengan alam dan masyarakatnya.1 Dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 1 ayat (1)
disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
1
Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan. (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa), h. 14
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.2
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti
to engrave atau mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti
mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari
sanalah kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai
tanda khusus atau pola perilaku. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok
orang.8 karakter juga bisa diartikan sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang
stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis.3
Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai upaya yang
terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan
menginternalisasikan nilai-nilai sehingga peserta didik menjadi insan
kamil. Pendidikan karakter juga dapat diartikan sebagai suatu system
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesana, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia yang sempurna.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa
yang tangguh, kompetitif, nerakhlak mulai, bermoral, bertoleran, ber
gotongroyong, berjiwa patriotik, berkembag dinamis, beroreantasi pada
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

2
UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Ibid. h. 74
3
Yahya Khan. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak Kualitas
Pendidikan. (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010), h. 1
Lalu, apa itu anak usia dini? Masa anak usia dini merupakan masa
keemasan atau sering disebut Golden Age. Pada masa ini otak anak
mengalami perkembangan paling cepat sepanjang sejarah kehidupannya.
Hal ini berlangsung pada saat anak dalam kandungan hingga usia dini,
yaitu usia nol sampai enam tahun. Namun, masa bayi dalam kandungan
hingga lahir, sampai usia empat tahun adalah masa-masa yang paling
menentukan. Periode ini, otak anak sedang mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat. Oleh karena itu memberikan perhatian lebih terhadap anak di
usia dini merupakan keniscayaan. Wujud perhatian diantaranya dengan
memberikan pendidikan baik langsung dari orang tuanya sendiri maupun
melalui lembaga Pendidikan anak usia dini. Oleh sebab itu perkembangan
pada masa awal ini akan menjadi penentu bagi perkembangan selanjutnya.
Keberhasilan dalam menjalankan tugas perkembangan pada suatu masa
akan menentukan keberhasilan pada masa perkembangan berikutnya.

B. Permainan Tradisional Ancak-Ancak Alis


Permainan tradisional adalah suatu hasil budaya masyarakat yang
telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, permainan peninggalan nenek
moyang yang dilakukan dengan suka rela dimana permainnan tersebut
dimainkan menggunakan bahasa maupun ciri khas dari daerah tertentu
yang harus dilestarikan guna memperkokoh jati diri bangsa. Permainan
tradisional menjadikan orang bersifat terampil, ulet, cekatan, tangkas, dan
lain sebagainya serta memiliki manfaat bagi anak.
Permainan tradisional memiliki banyak manfaat, permainan
tradisional dapat memberikan dampak yang sangat baik dalam membantu
mengembangkan keterampilan emosi dan sosial anak. Selain itu manfaat
permainan tradisional diantaranya dapat mempengaruhi aspek-aspek pada
diri anak seperti aspek psikomotor, afektif, dan kognitif. Permainan
tradisional tidak hanya dapat mempengaruhi aspek anak tetapi dalam
permainan tradisional terdapat nilai-nilai positif bagi anak.
Permainan ancak-ancak alis berasal dari Daerah Istimewa
Yogyakarta. Permaianan ini menggambarkan kehidupan petani sehingga
pada masa dulu permainan ini sangat disenangi oleh anak-anak di
pedesaan. Permainan ini biasa dimainkan oleh anak-anak berusia 6-13
tahun dengan tidak mengenal jenis kelamin. Area bermain yang diperlukan
adalah sebidang tanah sesuai dengan jumlah pemain sehingga semakin
banyak pemain maka arena permainan yang dibutuhkan semakin luas.
Permainan ancak-ancak alis tidak memerlukan peraralatan dan
perlengkapan permainan. Permainan hanya menggunakan lagu pengiring
tanpa iringan instrumental. Permainan ancak-ancak alis termasuk pada
jenis permainan bermain dan bernyanyi dan atau berdialog. Permainan
jenis ini dimainakan diawali atau diselingi dengan nyanyian, dialog, atau
keduanya; nyanyian atau dialog menjadi induk dalam permainan tersebut.
Permainan ancak-ancak alis bersifat rekreatif, interaktif, yang
mengekspresikan pengenalan tentang lingkungan, hubungan sosial, tebak-
tebakan, dan sebagainya.4
Dolanan anak ancak-ancak alis juga terkadang disebut dengan incak-
incak alis. Ancak berarti bambu yang dibuat untuk tempat sesajii.
Sementara incak atau diincaki berarti dikelilingiii. Dari dua permainan
sebelumnya, permainana ancak-ancak alis ini sangat jarang ditemukan di
masyarakat. Permainan ini merupakan permainan tradisional anak-anak
yang bersifat rekreatif, yang dalam proses permainannya biasanya
menggunakan istilah-istilah yang berhubungan dengan pertanian,
ketentuan jumlah pemain dalam permainan ini tidak dibatasi, karena
semakin banyak anak-anak yang terlibat dalam permainan ini akan
semakin meriah. Tempat permainan ini dipilih yang luas dan rata.
Bentuk permainan ini berupa gerak dan lagu. Gerakan dalam
permainan ancak-ancak alis yaitu para pemain ada yang menjadi dua
petani yang bertugas menjadi gapura dengan tangan diangkat ke atas dan
4
Handayani, Penggunaan Permainan Tradisional Pasaran untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Jual Beli Siswa Kelas III SDN Bareng 1 Malang, (Malang: FIP UM, 2011),
hl. 64-72
kedua telapak tangan saling bertemu. Peserta yang lain saling berjalan
membentuk angka delapan memutari gapura petani, dengan disertai kedua
tangan memegang bahu peserta yang berada di depannya. Bersamaan
dengan lagu selesai, peserta ada yang tertangkap ditengah gapura dan
menjawab pertanyaan lagu terakhir sawahiro lagi apa wong desa.
Permainan Ancak-ancak Alis pada umumnya telah banyak dikenal oleh
masyarakat luas hanya saja lagu yang digunakan berbeda. Pada permainan
rakyat lebih dikenal sebagai ular naga yang juga dinyanyikan dengan lagu
Ular Naga. Lagu Ancak-ancak Alis terdiri dari tiga bagian lagu untuk lagu
A, merupakan lagu utama yang dinyanyikan untuk mengikuti gerakan
berputar dari para pemain. Lagu A dengan jumlah enam lirik memiliki
purwakanthi di setiap barisnya. Permainan kata dan rima di akhir baris
ditampilkan untuk menambah keindahan lagu. Sementara isi dari lagu A
terdapat di baris terakhir yaitu sawahira lagi apa wong desa? ‘sawah kamu
sedang apa orang desa? Pada saat lirik ini berhenti dinyanyikan maka
gerakan kedua pemain selaku petani menangkap badan dari salah satu
pemain yang berhenti di tepat tengah gapura, begitu seterusnya hingga
seluruh pemain habis.
Aktivitas bermain dan anak-anak merupakan dua buah subjek
yang telah menyatu dalam satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Kegiatan bermain merupakan suatu sarana yang memungkinkan anak
berkembang secara optimal. Bermain dapat mempengaruhi seluruh atau
semua area perkembangan dengan memberikan kesempatan kepada anak
untuk belajar tentang dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungnya. Model
pembelajaran dengan cara permainan tradisional ancak-ancak alis
merupakan model pembelajaran yang menerapan dan mempraktekkan
permainan tradisional ancak-ancak alis dalam model pembelajaran.
Sebelum pembelajaran di mulai, terlebih dahulu kita menysusun
tahapan-tahapan untuk pembelajarannya. Yang pertama yaitu tahap pra
permainan. Yakni persiapan bagi anak didik untuk mengikuti
pembelajaran, dalam kegiatan ini biasanya diisi dengan:
1. Mengkondisikan suasana dan memastikan jika anak-anak sudah siap
untuk mengikuti pembelajaran.
2. Menyampaikan kepada anak aa yang akan dipelajari hari ini dan tujuan
dari pembelajaran.
3. Memberikan penjelasan bagaimana langkah-langkah cara bermainnya
sehingga anak tidak mengalami kebingungan ketika pembelajaran
sudah berlangsung.

Selanjutnya yaitu tahap persiapan. Tujuan dari tahap ini adalah


untuk membimbing dan mengarahkan anak agar mampu memahami nilai
apa yang dapat diambil dari permainan ancak-ancak alis. Adapun urutan
kegiatan:

1. Pengenalan permainan ancak-ancak alis oleh guru kepada anak didik.


2. Pengkondisian anak apakah sudah siap melaksanakan permainan di
luar ruangan atau belum.
3. Memilih dua anak dengan postur badan sama besar, sama tinggi dan
sama kuatnya (anak A dan B). Anak A dan B disebut sebagai pemain
induk.
4. Selanjutnya, kedua pemain induk memisahkan diri dan melakukan
rundingan dengan dibimbing langsung oelg gurunya dan hasil
rundingan tidak boleh diketahui oleh pemain lain. Dalam perundingan,
anak memilih nama untuk dirinya masing-masing. Nama ini
disesuaikan dengan kata-kata yang berhubungan dengan materi
pelajaran.
5. Berkumpul kembali ke lapangan untuk melakukan permainan.

Tahap permainan selanjutnya yaitu mengkontruksi pengetahuan


dan kemampuan anak:

1. Kedua pemain induk (A dan B) berdiri berhadap-hadapan (misalnya


menghadap ke Utara dan Selatan). Keempat tangan mereka diangkat
ke atas dan keempat telapak tangannya saling menempel sehingga
seolah-olah membentuk sebuah pintu gapura. Pemain induk tersebut
selalu menggerakkan tangannya dan saling bertepuk satu dengan
lainnya sambil menyanyikan lagu. Lirik lagu disesuaikan dengan
materi yang dipelajari hari ini. Misalnya tema hari ini adalah
transportasi, maka guru meminta anak untuk bersama sama
menyanyikan lagu naik kereta api.
2. Seluruh pemain menyanyikan lagu naik kereta api, pemain anak
semang berjalan berderet urut ke belakang dengan barisan yang rapi
kemudian berputar-putar mengitari A dan B dengan memegang pundak
pemain yang berada di depannya. Dari sini peran guru sangat penting
untuk memberikan pengarahan pada nak-anak.
3. Setelah lagu selesai dinyanyikan, anak yang tepat berada di depan
pemain induk ditangkap dan diberikan pertanyaan. Pertanyaan
disesuaikan dengan kompetensi yang akan dicapai. Apabila jawaban
yang diberikan benar, maka pemain yang tertangkap tadi berhak
memilih kata yang dirahasiakan oleh pemain induk. Setelah memilih,
pemain tadi menjadi anak semang dari salah satu pemain induk.
4. Permainan ini diulangi berkali-kali hingga anggota barisan telah
memilih kata yang mengartikan dia pada anak semang pemain induk
tertentu. Pada akhirnya pemain induk mempunyai anak semang yang
mungkin memiliki perbedaan jumlah.
5. Permainan dilanjutkan dengan mengadakan game adu kecepatan dan
ketepatan untuk menentukan kelompok yang menang atau kalah.

Model pembalajarn berbasis permainan tradisional ancak-ancak


alis yang kental dengan nuansa bermain dan permainan, telah memenuhi
syarat-syarat permainan untuk pendidikan. Ki Hajar Dewantara
mengungkapkan syarat-syarat yang perlu dimiliki permainan anak untuk
tujuan pendidikan, yaitu (a) harus menyenangkan, (b) harus memberikan
kesempatan kepada anak-anak untuk berfantasi, (c) permainan jangan
terlalu mudah sehingga anak bisa merasakan kemenangan dan kekalahan,
(d) mengandung unsur kesenian misalnya warna-warna dan bentuk yang
indah, (e) mengandung isi yang dapat mendidik anak-anak kearah
ketertiban, misalnya menyulam, menggambar, berbaris dan bernyanyi.
Syarat-syarat tersebut mampu dimunculkan dalam model permainan
ancak-ancak alis yang dirancang sebagai model pembelajaran.5

Penerapan model pembelajaran dengan cara bermain permainan


tradisional ancak-ancak alis memberikan dampak yang positif terhadap
pengembangan karakter anak didik. Melalui permianan ancak-ancak alis,
dimungkinkan anak bisa berpikir lebih banyak, mendapatkan pengalaman
baru dengan susana yang lenih menyenangkan yang mungkin jarang
dirasakan anak-anak di era milenial, dan membuat anak lebih mampu
mengekspresikan pemikiran serta perasaan anak. Dalam bermain anak-
anak tidak hanya mengembangkan kemampuan tubuh, otot, koordinasi
gerakan, namun juga kemampuan berkomunikasi, berkonsentrasi dan
keberanian mencetuskan ide-ide kreatif anak. Dengan demikian, nilai-nilai
kehidupan seperti: cinta, menghargai orang lain, kejujuran sportivitas,
disiplin diri dan kemampuan menghargai orang lain akan diperoleh dari
interaksi dengan orang lain saat bermain bersama.

Dari permainan ini selain anak mengenal tentang permainan


tradisional ancak-ancak alis, anak juga dapat terbentuk karakternya. Ada
tiga tujuan bermain ancak-ancak alis bagi anak. Pertama, untuk mengisi
kegiatan pada waktu luang sehingga waktu yang dimiliki anak tidak
terbuang secara percuma. Di sini anak jadi lebih bisa terbentuk jiwa
sosialisasinya baik dengan teman sebaya ataupun dengan tetangga di
sekitarnya. Karena jika anak mengisi waktu luang dengan permainan
ancak-ancak alis yang sudah diajarkan di sekolah, dia juga akan muncul
jiwa kepemimpinannya ketiak teman-teman di lingkungannya belum tau
permainan ini, dialah nanti yang akan memandu teman-temannya.

Kedua, memperoleh kesenangan. Di era saat ini banyak orang tua


berfikir bahwa dengan game online dan gadget lah anak mereka akan
5
Dharmamulya, . Permainan Tradisional Jawa, (Jogjakarta: Kepel Press, 2005), h. 53
senang. Tentu saja itu salah. Sisi lain seorang anak pastilah menginginkan
sesuatu yang baru dalam hidupnya. Sesuatu yang menarik dan
menyenangkan. Adanya permainan ancak-ancak alis, bisa memberikan
solusi bagi para orang tua agar anak-anaknya tidak terus menerus
bergantung pada dunia online. Rasa senang yang didapat anak tentu saja
akan memberikan dampak yang baik bagi perkembangan karakternya.
Apalagi jika permianan ini di ajarkan langsung oleh orang tua, pastinya
anak akan merasakan kedekatan antara dirinya dengan orang tua. Sehingga
anak memiliki rasa percaya pada kedua orang tuanya. Disinilah letak
pembentukan karakter itu yang bisa dilakukan oleh orang tuanya.

Ketiga, dengan bermain anak belajar berbagai nilai-nilai hidup dan


nilai-nilai budaya serta belajar mengembangkan seluruh aspek dalam
dirinya. Bermain ancak-ancak alis bagi anak memiliki banyak manfaat,
yaitu anak akan terlatih untuk berlaku jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, semangat, mau menghargai prestasi, bersahabat atau
komunikatif, cinta damai, kepedulian sosial, tanggung jawab,
musyawarah. Di samping itu, permainan tradisional ancak-ancak juga
bermanfaat bagi perkembangan anak. Dengan bermain ancak-ancak alis,
anak akan terlatih motorik kasar-halusnya. Dengan bergerak, ia akan
memiliki otot-otot tubuh yang terbentuk secara baik dan lebih sehat. Anak
juga terlatih sosial-emosionalnya melalui aktivitas sosialisasi, anak merasa
senang karena ada teman bermainnya. Pada aspek kognitif anak belajar
mengenal atau punya pengalaman mengenai objek-objek tertentu di
lingkungannya melalui bermain ancak-ancak alis. Anak juga belajar
perbendaharaan kata, bahasa dan berkomunikasi timbal balik. Makin usia
bertambah, anak pun tertarik memperhatikan sesuatu, memusatkan
perhatian dan mengamati. Pada aspek moral, anak terlatih untuk mentaati
aturan dan kesepakatan yang telah dibuat bersama.

Ada beberap nilai karakter yang di dapat anak dalam permainan


tradisional ancak-ancak alis, yaitu:
1. Kerja sama
Bentuk kerja sama dalam permainan ancak-ancak alis adalah
ketika anak-anak menyanyi dan membuat barisan panjang. Ketika
berbaris pun anak akan belajar bagaimana cara berbaris dengan rapi
agar anak terbiasa untuk tenang dan rapi. Permainan akan semakin
meriah jika diikuti oleh banyak pemain. Permainan ancak-ancak alis
dimainkan dengan gerak dan lagu. Sebenarnya lagu dolanan ancak-
ancak alis yang terdiri dari 3 buah lagu secara berurutan, dinyanyikan
bersama-sama diikuti dengan gerakan yang mudah. Dengan gerak dan
lagu yang dinyanyikan dengan bersama-sama dan kompak maka
suasana menjadi menggembirakan. Namun, jika di praktekan di
sekolah, lagu yang dinyanyikan harus disesuaikan dengam tema
pembelajaran.
2. Keadilan
Menyanyi bersama dalam permainan ancak-ancak alis ini akan
memunculkan rasa kebersamaan dan juga rasa bersosialisasi yang
tinggi dengan teman sebaya si anak. Dalam permainan ini, anak-anak
juga belajar untuk memilih kubu mana yang akan dipilih dengan
mempertimbangkan keadilan setiap kubu sehingga jumlah pemainnya
sama. Anak pun diberi kebebasan untuk memilih pemain A atau B,
sehingga tidak hanya nilai keadilan yang dipelajari anak namun juga
nilai untuk kebebasan memilih sesuai dengan pendapat yang anak
inginkan.
3. Kecermatan
Kecermatan dari permainan ancak-ancak alis yaitu dapat dilihat
pada saat anak-anak mulai belajar mengamati dan melakukan gerakan
maupun lagu dari ancak-ancak alis. Anak-anak lama-kelamaan akan
menjadi tahu dan bisa melakukan dolanan ancak-ancak alis secara
berulang-ulang. Permainan ini juga melatih anak untuk mentaati aturan
permainan ancak-ancak alis, apalagi ada aturan-aturan yang telah
disepakati sebelumnya. Disini pun anak-anak jadi lebih bisa
mencermati dan mengamati siapa-siapa temannya yang masuk tim A
ataupun tim B.
4. Ketekunan
Ketekunan dari dolanan ancak-ancak alis yaitu pada saat anak
melakukan putaran dengan membentuk angka delapan sambil
bernyanyi. Ketekuanan anak-anak dapat dilihat dari bagaimana anak-
anak mencermati tiap gerakan yang dilakukan berulang-ulang dan
bagaimana anak mampu mempraktekan apa yang sudah dijelaskan
oleh guru sebelum permaianan dimulai. Selain dapat melatih
ketekunan anak, permainan ancak-ancak alis juga dapat melatih
peregangan otok kaki dengan berjalan agak cepat supaya masing-
masing individu tidak tertahan di gapura A dan B. Pada dolanan ancak-
ancak alis ini juga setiap anak memegang pinggang teman di
depannya, dengan demikian berarti dengan permainan ancak-ancak alis
ini setiap anak harus tekun melatih kefokusan agar tangan tidak
terlepas dari pinggang teman di depannya dan anak-anak tetap dalam
formasi yang rapi.
Berkembang juga budaya dan karakter jujur dengan tidak
melakukan curang dalam bermain, nilai toleransi dengan
berkembangnya kemampuan menghargai pendapat teman, budaya dan
karakter disiplin diwujudkan dengan tertib dan taat terhadap aturan
permainan, kerja keras diwujudkan dengan kesungguhan dan tidak
mudah menyerah dalam bermain, berkembang pula kreativitasnya,
mandiri.

C. Analisis
Selain perkembangan karakter di atas, berkembang juga sikap
semangat dan antusias dalam melakukan sesuatu, bekerjasama dan
komunikatif dengan teman, dan tanggung jawab yang tinggi dalam
menyelesaikan tugas. Ketika kehidupan manusia terus berkembang,
maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem sosial, sistem
ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan
merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi anak
didik, sehingga memiliki sistem berpikir, nilai, moral dan keyakinan
yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut
ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Melalui permainan tradisional ancak-ancak alis, anak secara aktif
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi dan
penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di
masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Boleh jadi dunia mengalami kemajuan di segala bidangnya. Tapi,
tetap saja kita adalah manusia yang hidup berdampingan dengan
berbagai bentuk dan segala perbedaan budaya di tiap penjuru pulau.
Meskipun teknologi modern berusaha menggerus peninggalan yang
sudah ada, jangan jadikan itu sebagai alasan kita untuk mundur dan
berhenti mewariskan permainan-permainan tradisional. Justru disinilah
kita ada untuk terus menjaga budaya yang sudah melekat.
Mengenalkan permainan tradisional pada anak bukanlah hal kuno yang
memalukan. Justru dengan begitu kita sudah mewariskan budaya yang
ada pada generasi baru. Tiap-tiap budaya yang ada pasti memiliki sisi
positif dan nilai-nilai kehidupan yang bisa diajarkan untuk anak-anak
usia dini. Maka jangan pernah merasa bosan untuk terus menjaga
warisan budaya. Jangan pernah merasa malu, justru anak-anak
sekarang akan merasa takjub dengan permainan-permainan tradisional
yang belum mereka ketahui.

D. Penutup
Kesimpulan
Pendidikan karakter juga dapat diartikan sebagai suatu system
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesana, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia yang sempurna.
Permainan tradisional adalah suatu hasil budaya masyarakat yang
telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, permainan peninggalan nenek
moyang yang dilakukan dengan suka rela dimana permainnan tersebut
dimainkan menggunakan bahasa maupun ciri khas dari daerah tertentu
yang harus dilestarikan guna memperkokoh jati diri bangsa. Permainan
tradisional menjadikan orang bersifat terampil, ulet, cekatan, tangkas, dan
lain sebagainya serta memiliki manfaat bagi anak.
Permainan ancak-ancak alis berasal dari Daerah Istimewa
Yogyakarta. Permaianan ini menggambarkan kehidupan petani sehingga
pada masa dulu permainan ini sangat disenangi oleh anak-anak di
pedesaan. Permainan ini biasa dimainkan oleh anak-anak berusia 6-13
tahun dengan tidak mengenal jenis kelamin. Area bermain yang diperlukan
adalah sebidang tanah sesuai dengan jumlah pemain sehingga semakin
banyak pemain maka arena permainan yang dibutuhkan semakin luas.
Permainan ancak-ancak alis tidak memerlukan peraralatan dan
perlengkapan permainan. Permainan hanya menggunakan lagu pengiring
tanpa iringan instrumental.
DAFTAR PUSTAKA

Dharmamulya, Permainan Tradisional Jawa, (Jogjakarta: Kepel Press,


2005).
Handayani, Penggunaan Permainan Tradisional Pasaran untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Jual Beli Siswa Kelas III SDN Bareng 1
Malang, (Malang: FIP UM, 2011).
Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan. (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa).
UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas.
Yahya Khan. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak
Kualitas Pendidikan. (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010).

Anda mungkin juga menyukai