PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resistensi kuman TB terhadap obat anti TB (OAT) mulai dikenal tidak lama
setelah OAT ditemukan dan dipakai secara rutin. Sebagai contoh Streptomisin
yang ditemukan dan digunakan untuk pengobatan tuberkulosis (TB) mulai tahun
1948, pada tahun 1950 sudah dilaporkan munculnya resistensi terhadap obat
tersebut. TB MDR mulai dikenal dan menjadi masalah seiring dengan
digunakannya rifampisin secara luas semenjak pada tahun 1970-an sebagai
OAT baru untuk melengkapi pemakaian INH.
TB resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan
manusia, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat dan
1
penularan dari pasien kebal OAT. Pengobatan yang tidak adekuat biasanya
akibat dari satu atau lebih kondisi berikut ini:
Pemberi jasa/petugas kesehatan, yaitu karena :
o Diagnosis tidak tepat.
o Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat.
o Dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat.
o Penyuluhan kepada pasien yang tidak adequat.
Pasien, yaitu karena :
o Tidak mematuhi anjuran dokter/ petugas kesehatan.
o Tidak teratur menelan paduan OAT.
o Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya.
o Gangguan penyerapan obat
Program Penanggulangan TB , yaitu karena :
o Persediaan OAT yang kurang serta distribusi yang tidak baik.
o Kualitas OAT yang disediakan rendah.
2
Mengetahui persyaratan fasyankes yang boleh menangani TB MDR.
Mengetahui kompetensi petugas kesehatan dalam menangani TB MDR.
Buku petunjuk teknis ini adalah panduan bagi petugas pelaksana program TB di
fasyankes yang akan melakukan kegiatan PMDT. Buku ini merupakan bagian
kedua dari 2 buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan PMDT. Buku-1 membahas
3
aspek manajerial dan Buku-2 menjelaskan aspek klinis. Buku ini merupakan
salah satu penjabaran teknis dari Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan dan kematian TB MDR, memutuskan rantai
penularan, serta mencegah terjadinya TB XDR.
Tujuan Khusus
1. Memberikan pelayanan yang standar kepada semua pasien TB MDR sesuai
asas akses universal dengan strategi penanganan secara menyeluruh dan
terpadu.
2. Tujuan pengobatan pasien TB MDR adalah untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan
dan mencegah terjadinya TB XDR.
5
BAB II
PENEMUAN PASIEN TB MDR
6
Kekebalan terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah
dipakai saat ini.
B. Suspek TB MDR
Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah
satu atau lebih kriteria suspek dibawah ini:
1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (Kasus kronik)
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
3. Pasien TB yang pernah diobati pengobatan TB Non DOTS
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian
sisipan.
6. Pasien TB kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default
8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR
9. Pasien koinfeksi TB dan HIV.
7
Kasus Kambuh (relaps):
Yaitu pasien TB yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan TB dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis dan biakan positif.
Pasien kembali setelah lalai berobat:
Pasien yang kembali berobat setelah lalai paling sedikit 2 bulan dengan
pengobatan kategori-1 atau kategori-2 serta hasil pemeriksaan dahak
menunjukkan BTA positif.
Pasien yang memenuhi salah satu kriteria suspek TB MDR harus dirujuk
secara sistematik ke pusat rujukan PMDT untuk kemudian dikirim ke
laboratorium rujukan PMDT untuk pemeriksaan apusan BTA, biakan dan uji
kepekaan M.tuberculosis, baik secara metode konvensional maupun metode
cepat (rapid test). Laboratorium rujukan dapat berada di dalam atau diluar
lingkungan fasyankes rujukan PMDT. Laboratorium rujukan uji kepekaan
M.tuberculosis dapat berada di luar wilayah kerja fasyankes pusat rujukan
PMDT, selama aksesibilitas pelayanan laboratorium dapat dipenuhi.
8
Suspek TB MDR tiba di Unit Buku rujukan Petugas TB/
PMDT Fasyankes Rujukan suspek TB MDR fasyankes PMDT
PMDT. yang
bersangkutan.
9
BAB III
PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua
bersamaan dengan OAT lini pertama:
a. Kasus kronis, terutama untuk pasien dengan riwayat pengobatan gagal
kategori 2 berulang kali
b. Setiap pasien yang pernah menjalani pengobatan TB menggunakan OAT
lini kedua baik di fasyankes pemerintah maupun swasta
c. Pasien dengan gejala TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan
kasus TB XDR konfirmasi.
10
2. Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua setelah
terbukti menderita TB MDR :
a. Pasien non konversi dengan pengobatan kategori 2
b. Pasien gagal pengobatan dengan pengobatan kategori 1
c. Pasien non konversi dengan pengobatan kategori 1 setelah mendapatkan
sisipan
d. Pasien kambuh, kategori 1 dan kategori 2
e. Pasien yang berobat kembali setelah default, kategori 1 dan kategori 2
f. Suspek TB yang memiliki kontak erat dengan pasien TB MDR konfirmasi
g. Pasien koinfeksi TB dan HIV.
3. Pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini kedua atas indikasi
khusus :
a. Setiap pasien yang hasil biakan tetap positif pada atau setelah bulan ke
empat pengobatan menggunakan paduan obat standar yang digunakan
pada pengobatan TB MDR.
b. Pasien yang mengalami rekonversi biakan menjadi positif kembali setelah
pengobatan TB MDR bulan ke empat.
11
Gambar 2A : Alur Diagnosis Standar TB MDR
Penemuan kasus TB MDR seperti terlihat pada alur dibawah ini:
Suspek TB MDR
Biakan M.tuberculosis
Bukan TB
Kriteria
Suspek TB MDR 1,2,3,4,5,6,7,8,9
DST FLD Semua FLD sensitif
Poli resisten
TB MDR
Kriteria
suspek TB MDR 1,3,6 DST SLD TB MDR dan Semua SLD sensitif TB MDR
12
Gambar 2B : Alur Diagnosis TB MDR Memanfaatkan Tes Cepat
Penemuan kasus TB MDR seperti terlihat pada alur dibawah ini:
Suspek TB MDR
Dahak sewaktu
Biakan M.tuberculosis
Diulang
Kriteria
Suspek TB MDR 1,2,3,4,5,6,7,8,9
DST FLD Semua FLD sensitif
Poli resisten
TB MDR
Kriteria
suspek TB MDR 1,3,6 DST SLD TB MDR dan Semua SLD sensitif TB MDR
13
Gambar-3: Alur Penemuan TB MDR
Formulir yang Penanggung
digunakan Jawab
Dokter fasyankes
TB 05 MDR Pusat Rujukan
PMDT
Mengirim spesimen dahak / suspek ke
laboratorium rujukan TB MDR
Lembar Hasil
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium Rujukan PMDT
Umpan balik hasil pemeriksaan TB 05 MDR
laboratorium diterima
14
C. Diagnosis TB MDR
D. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskopis:
Pemeriksaan mikroskopis kuman tahan asam (BTA) dengan pewarnaan
Ziehl Neelsen.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis dilaksanakan untuk:
a. Pemeriksaan pendahuluan pada suspek TB MDR, yang dilanjutkan
dengan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis.
b. Pemeriksaan dahak lanjutan (follow-up) dalam waktu-waktiu tertentu
selama masa pengobatan, diikuti dengan pemeriksaan biakan, untuk
memastikan bahwa M.tuberculosis sudah tidak ada lagi.
2. Biakan M. tuberculosis
Biakan M. tuberculosis dapat dilakukan pada media padat maupun media
cair. Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Biakan menggunakan media padat relatif lebih murah
dibanding media cair, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu 3-8
15
minggu. Sebaliknya bila menggunakan media cair hasil biakan sudah dapat
diketahui dalam waktu 1-2 minggu tetapi memerlukan biaya yang lebih mahal.
16
Sampai saat ini terdapat 5 laboratorium di Indonesia yang sudah tersertifikasi
untuk uji kepekaan terhadap OAT lini pertama untuk streptomycin, isoniazid,
rifampisin dan etambutol, serta lini kedua untuk ofloksasin dan kanamisin/
amikasin.
17
Saat ini pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis secara cepat (rapid test)
sudah direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai penapisan.
Metode yang tersedia adalah :
a. Line probe assay (LPA):
Pemeriksaan molekuler yang didasarkan pada PCR
Dikenal sebagai Hain test/ Genotype MDRTB plus
Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu kurang lebih 24 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.
tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin (R) ternyata juga resisten
terhadap isoniazid (H) sehingga tergolong TB-MDR.
b. Gene Xpert.
Merupakan tes molekuler berbasis PCR.
Merupakan tes amplifikasi asam nukleat secara automatis sebagai sarana
deteksi TB dan uji kepekaan untuk rifampisin.
Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam.
Pemanfaatan hasil tes cepat untuk penetapan diagnosis dan pengobatan pasien
TB MDR disesuaikan dengan fasilitas yang ada, sesuai dengan apa yang
tercantum dalam buku Petunjuk Tehnis Aspek Klinis PMDT dan keputusan dari
TAK.
Catatan : Bila dijumpai kelainan di Paru maupun di luar paru maka pasien di registrasi
sebagai pasien TB MDR dengan klasifikasi TB MDR Paru.
18
2. Pasien TB MDR diregistrasi sesuai dengan klasifikasi pasien berdasar
riwayat pengobatan sebelumnya, sebagai berikut :
19
BAB IV
PENGOBATAN TB MDR
20
2. Pemeriksaan kejiwaan.
Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR dimulai, hal
ini berguna untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan
sebelum, selama dan setelah pengobatan pasien selesai.
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis.
b. Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin (Hb), jumlah
lekosit.
c. Pemeriksaan kimia darah:
Faal ginjal: ureum, kreatinin
Faal hati: SGOT, SGPT.
Serum kalium
Asam Urat
Gula Darah
d. Pemeriksaan hormon bila diperlukan: Tiroid stimulating hormon (TSH)
e. Tes kehamilan.
f. Foto dada/ toraks.
g. Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri)
h. Pemeriksaan EKG
i. Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)
Penetapan pasien TB MDR yang akan diobati dilaksanakan oleh Tim Ahli Klinis
di Fasyankes Rujukan PMDT.
21
Tabel 2 : Kriteria untuk penetapan pasien TB MDR yang akan diobati.
Kriteria Keterangan
1. Kasus TB MDR 1. Hasil Uji kepekaan oleh laboratorium yang
tersertifikasi menunjukkan TB MDR
2. Suspek TB MDR no. 1, 3, 6 dengan hasil
Rapid Test yang direkomendasikan program
terbukti TB MDR
3. Suspek TB MDR dengan kondisi klinis buruk
(di luar kriteria suspek TB MDR 1,3,6)
terbukti TB MDR berdasarkan hasil Rapid
Test yang direkomendasikan program
2. Penduduk dengan alamat Dinyatakan dengan KTP atau dokumen
yang jelas dan mempunyai pendukung lain dari otoritas setempat
akses serta bersedia untuk
datang setiap hari ke
fasyankes PMDT
3. Bersedia menjalani Pasien dan keluarga menandatangani informed
program pengobatan consent setelah mendapat penjelasan yang
TB-MDR dengan cukup dari TAK
menandatangani informed
consent
4. Berumur lebih dari 15 tahun Diketahui dari Kartu keluarga atau KTP
22
Penetapan untuk mulai pengobatan pada pasien TB MDR dengan kondisi
khusus diputuskan oleh TAK. TAK dapat berkonsultasi dengan Tim PMDT
Nasional.
C. Pengobatan TB MDR
23
Pilihan paduan OAT TB MDR saat ini adalah paduan terstandar, yang pada
permulaan pengobatan akan diberikan sama kepada semua pasien TB MDR
(standardized treatment). Adapun paduan yang akan diberikan adalah :
24
Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi
biakan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk,
produksi dahak, demam, penurunan berat badan.
e. Penentuan perpindahan ke tahap lanjutan ditentukan oleh tim ahli klinis.
f. Jika terbukti resisten terhadap kanamisin, maka paduan standar
disesuaikan sebagai berikut:
4. Pemberian obat
a. Pada fase awal : Obat per oral ditelan setiap hari (7 hari dalam 1 minggu),
Suntikan diberikan 5 (lima) hari dalam seminggu (senin – jumat)
b. Pada fase lanjutan : Obat per oral ditelan selama 6 (enam) hari dalam
seminggu (hari minggu pasien tidak minum obat)
c. Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.
d. Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap
lanjutan menganut prinsip DOT = Directly Observed Treatment, dengan
PMO diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan terlatih.
25
e. Piridoxin (vit. B6) ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin,
dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin.
f. Berdasar sifat farmakokinetiknya pirazinamid, etambutol dan
fluoroquinolon diberikan sebagai dosis tunggal. Sedang etionamid,
sikloserin dan PAS dapat diberikan sebagai dosis terbagi untuk
mengurangi efek samping.
Catatan : Untuk mengurangi kejadian efek samping obat maka pada awal
pemberian OAT bisa dilakukan ramping/ incremental dose selama maksimal 2
minggu. Contoh skema ramping bisa dilihat dalam lampiran.
5. Dosis OAT
a. Dosis OAT ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan berat badan
pasien. Penentuan dosis dapat dilihat tabel 5.
b. Obat TB MDR akan disediakan dalam bentuk paket (disiapkan oleh
petugas farmasi fasyankes Pusat Rujukan PMDT untuk 1 bulan mulai dari
awal sampai akhir pengobatan sesuai dosis yang telah dihitung oleh Tim
Ahli Klinis. Jika pasien diobati di fasyankes Pusat Rujukan PMDT maka
paket obat yang sudah disiapkan untuk 1 bulan tersebut akan di simpan di
Poli DOTS Plus fasyankes Pusat Rujukan PMDT.
c. Jika pasien meneruskan pengobatan di fasyankes sub rujukan/ satelit
PMDT maka paket obat akan diambil oleh petugas farmasi fasyankes sub
rujukan/ satelit PMDT dari unit farmasi fasyankes Pusat Rujukan PMDT
setiap 3 bulan sesuai ketentuan yang berlaku. Pasien tidak diijinkan untuk
menyimpan obat.
d. Perhitungan dosis OAT dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.
26
Tabel 5: Perhitungan dosis OAT MDR
OAT Berat Badan (BB)
< 33 kg 33-50 kg 51-70 kg >70 kg
Pirazinamid 20-30 mg/kg/hari 750-1500 mg 1500-1750 mg 1750-2000 mg
Kanamisin 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg
Etambutol 20-30 mg/kg/hari 800-1200 mg 1200-1600 mg 1600-2000 mg
Kapreomisin 15-20mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg
Levoflosasin 7,5-10 mg/kg/hari 750 mg 750 mg 750-1000 mg
Moksifloksasin 7,5-10 mg/kg/hari 400 mg 400 mg 400 mg
Sikloserin 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg
Etionamid 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg
PAS 150 mg/kg/hari 8g 8g 8g
b. Kortikosteroid.
Kortikosteroid diberikan pada pasien TB MDR dengan gangguan
respirasi berat, gangguan susunan saraf pusat atau perikarditis.
Kortikosteroid yang digunakan adalah Prednison 1 mg/kg, apabila
digunakan dalam jangka waktu lama (5-6 minggu) maka dosis
diturunkan secara bertahap (tappering off). Kortikosteroid juga
digunakan pada pasien dengan penyakit obstruksi kronik eksaserbasi.
27
D. Tahapan Pengobatan TB MDR
a.Tahap awal
Tahap awal adalah tahap pengobatan dengan menggunakan obat suntikan
(kanamisin atau kapreomisin) yang diberikan sekurang-kurangnya selama 6
bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Catatan:
Harus diusahakan desentralisasi pengobatan pasien TB MDR ke fasyankes
satelit, karena bila PMDT telah berjalan sebagai kegiatan rutin, fasyankes Pusat
28
Rujukan PMDT tidak akan dapat melayani pasien dengan optimal setiap hari
dalam jumlah banyak, karena keterbatasan tempat, waktu dan sumber daya.
a) Pasien mendapat obat oral setiap hari, 7 hari seminggu (Senin s/d
Minggu). Suntikan diberikan 5 hari dalam seminggu (Senin sd Jum’at).
Pasien menelan obat di hadapan petugas kesehatan/PMO.
b) Seminggu sekali pasien diupayakan bertemu dokter di fasyankes
untuk berkonsultasi dan pemeriksaan fisik.
c) Pasien yang diobati di Fasyankes satelit akan berkonsultasi dengan
dokter di fasilitas rujukan minimal sekali dalam sebulan (jadwal
kedatangan disesuaikan dengan jadwal pemeriksaan dahak atau
pemeriksaan laboratorium lain).
d) Dokter fasyankes satelit memastikan:
Pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan TB MDR untuk pemeriksaan
dahak follow up sekali setiap bulan. Tim PMDT fasyankes rujukan
akan mengirim sampel dahak ke laboratorium rujukan. Pasien
mungkin juga dirujuk ke laboratorium penunjang untuk
pemeriksaan rutin lain yang diperlukan.
Upayakan agar spesimen dahak atau pemeriksaan lain diambil
diambil di poli TB MDR untuk lebih mempermudah pasien dan
mengurangi risiko penularan.
Mencatat perjalanan penyakit pasien dan melaporkan kepada TAK
di pusat rujukan bila ada keadaan/kejadian khusus.
b.Tahap lanjutan
29
1. Tahap lanjutan adalah tahap pengobatan setelah selesai pengobatan
tahap awal dan pemberian suntikan dihentikan.
2. Konsultasi dengan dokter dilakukan minimal sekali setiap bulan.
3. Pasien yang berobat di fasyankes satelit akan mengunjungi fasyankes
Pusat Rujukan PMDT setiap 2 bulan untuk berkonsultasi dengan dokter
(sesuai dengan jadwal pemeriksaan dahak dan biakan).
4. Obat tetap disimpan fasyankes, pasien minum obat setiap hari dibawah
pengawasan petugas kesehatan yang bertindak sebagai PMO.
5. Indikasi perpanjangan pengobatan sampai dengan 24 bulan berdasar
adanya kasus kronik dengan kerusakan paru yang luas.
30
a. Pemantauan efek samping selama
pengobatan.
1. Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat penting, karena
semakin cepat ditemukan dan ditangani maka prognosis akan lebih baik,
untuk itu pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan setiap
hari.
2. Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yang diberikan.
3. Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan
yang menangani pasien, dan juga oleh pasien dan keluarga.
4. Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat
dalam formulir efek samping pengobatan.
31
c. Beberapa efek samping OAT MDR dan penatalaksanaannya
- Minta pasien untuk kembali bila gejala tidak hilang atau menjadi bertambah berat
- Jika pasien dengan demam berikan parasetamol (0.5 – 1 g, tiap 4-6 jam).
- Berikan kortikosteroid suntikan yang tersedia misalnya hidrokortison 100 mg i/m atau deksametason 10 mg iv, dan dilanjutkan
dengan preparat oral prednison atau deksametason sesuai indikasi.
2
32
Neuropati perifer
Cs, Km, Eto, Lfx
- Pengobatan TB MDR tetap dilanjutkan.
- Rujuklah ke ahli neurologi bila terjadi gejala neuropati berat (nyeri, sulit berjalan), hentikan semua pengobatan selama 1-2 minggu.
- Dapat diobati dulu dengan amitriptilin dosis rendah pada malam hari dan OAINS. Bila gejala neuropati mereda atau hilang OAT
dapat dimulai kembali dengan dosis uji.
No
Efek samping
Kemungkinan OAT Penyebab
Tindakan
Neuropati perifer
(lanjutan)
Cs, Km, Eto, Lfx
(lanjutan)
- Bila gejalanya berat dan tidak membaik bisa dipertimbangkan penghentian sikloserin dan mengganti dengan PAS.
- Hindari pemakaian alkohol dan rokok karena akan memperberat gejala neuropati.
3
Mual muntah ringan
33
Eto, PAS, Z, E, Lfx.
- Pengobatan tetap dilanjutkan.
- Singkirkan sebab lain seperti gangguan hati, diare karena infeksi, pemakaian alkohol atau merokok atau obat-obatan lainnya.
- Jika mual dan muntah tidak dapat diatasi hentikan ethionamide sampai gejala berkurang atau menghilang kemudian dapat ditelan
kembali.
- Jika gejala timbul kembali setelah ethionamide kembali ditelan, hentikan semua pengobatan selama 1 minggu dan mulai kembali
pengobatan seperti dijadwalkan untuk memulai OAT TB MDR dengan dosis uji yaitu dosis terbagi
- Jika muntah terus menerus beberapa hari, lakukan pemeriksaan fungsi hati,
No
Efek samping
Kemungkinan OAT Penyebab
Tindakan
34
Mual muntah berat
(lanjutan)
Eto, PAS, Z, E, Lfx.
(lanjutan)
kadar Kalium dan kadar kreatinin.
- Berikan suplemen Kalium jika kadar kalium rendah atau muntah berlanjut beberapa hari.
- Bila muntah terjadi bukan diawal terapi, muntah dapat merupakan tanda kekurangan kalium pada pasien yang mendapat suntikan
kanamisin.
4
Anoreksia
Z, Eto, Lfx
- Perbaikan gizi melalui pemberian nutrisi tambahan
5
Diare
PAS
- Rehidrasi oral sampai dengan rehidrasi intravena bila muncul tanda dehidrasi berat.
35
- Pemberian Loperamide, Norit
6
Nyeri kepala
Eto, Cs
- Pemberian analgesik bila perlu (aspirin, parasetamol, ibuprofen).
- Hindari OAINS pada pasien dengan gastritis berat dan hemoptysis.
- Tingkatkan pemberian Piridoksin menjadi 300 mg bila pasien mendapat Cs.
- Bila tidak berkurang maka pertimbangkan konsultasi ke ahli jiwa untuk mengurangi faktor emosi yang mungkin berpengaruh.
- Pemberian paduan Parasetamol dengan Kodein atau Amitriptilin bila nyeri kepala menetap.
7
Vertigo
Km, Cm, Eto
- Pemberian antihistamin-anti vertigo : Betahistin metsilat
- Pemberian OAT suntik 1 jam setelah OAT oral dan memberikan Etionamid dalam dosis terbagi bila memungkinkan.
8
Artralgia
Z, Lfx
- Pengobatan TB MDR dapat dilanjutkan.
36
- Pengobatan dengan OAINS akan membantu demikian juga latihan/ fisioterapi dan pemijatan.
- Lakukan pemeriksaan asam urat, bila kadar asam urat tinggi berikan Alupurinol.
- Gejala dapat berkurang dengan perjalanan waktu meskipun tanpa penanganan khusus.
- Bila gejala tidak hilang dan mengganggu rujuk ke Pusat Rujukan PMDT untuk mendapatkan rekomendasi penanganan oleh TAK
bersama ahli rematologi atau ahli penyakit dalam. Salah satu kemungkinan adalah pirazinamid perlu diganti.
9
Gangguan Tidur
Lfx, Moxi
- Berikan OAT golongan kuinolon pada pagi hari atau jauh dari waktu tidur pasien
- Pemberian Diazepam
10
Gangguan elektrolit ringan : Hipokalemi
Km, Cm
- Gejala hipokalemi dapat berupa kelelahan, nyeri otot, kejang, baal/numbness, kelemahan tungkai bawah, perubahan perilaku atau
bingung
- Hipokalemia (kadar < 3.5 meq/L) dapat disebabkan oleh:
Efek langsung aminoglikosida pada tubulus ginjal (Kanamisin).
Muntah dan diare.
- Obati bila ada muntah dan diare.
37
- Berikan tambahan Kalium peroral sesuai keterangan tabel.
- Jika kadar kalium kurang dari 2.3 meq/l pasien mungkin memerlukan infus IV penggantian dan harus di rujuk untuk dirawat inap
di Pusat Rujukan PMDT.
- Hentikan pemberian kanamisin selama beberapa hari jika kadar Kalium kurang dari 2.3 meq/L, laporkan kepada TAK ad hoc.
- Berikan infus cairan KCL: paling banyak 10 mmols/jam Hati-hati pemberian bersamaan dengan levofloxacin karena dapat saling
mempengaruhi.
11
Depresi
Cs, Lfx, Eto
- Lakukan konseling kelompok atau perorangan. Penyakit kronik dapat merupakan fakor risiko depresi.
- Rujuk ke Pusat Rujukan PMDT jika gejala menjadi berat dan tidak dapat diatasi di fasyankes satelit/Sub Rujukan PMDT.
- TAK bersama dokter ahli jiwa akan menganalisa lebih lanjut dan bila diperlukan akan mulai pengobatan anti depresi.
- Pilihan Anti depresan yang dianjurkan adalah Amitriptilin atau golongan SSRI (Sentraline/ Fluoxetine)
- Selain penanganan depresi, TAK akan merevisi susunan paduan OAT yang digunakan atau menyesuaikan dosis paduan OAT.
- Gejala depresi dapat berfluktuasi selama pengobatan dan dapat membaik dengan berhasilnya pengobatan.
- Riwayat depresi sebelumnya bukan merupakan kontra indikasi bagi penggunaan obat tetapi berisiko terjadinya depresi selama
pengobatan.
12
Perubahan perilaku
38
Cs
- Sama dengan penanganan Depresi.
13
Gastritis
PAS, Eto
- Pemberian PPI (Omeprazol)
- H2 antagonis (Ranitidin)
14
Nyeri di tempat suntikan
Km, Cm
- Suntikan diberikan di tempat yang bergantian
39
Eto
Pemberian KIE bahwa efek samping tidak berbahaya
- Pasien dirawat inapkan untuk penilaian lanjutan jika gejala menjadi lebih berat.
- Singkirkan kemungkinan penyebab lain, selain hepatitis. Lakukan anamnesis ulang tentang riwayat hepatitis sebelumnya.
40
TAK akan mempertimbangkan untuk menghentikan obat yang paling mungkin menjadi penyebab. Mulai kembali dengan obat
lainnya, apabila dimulai dengan OAT yang bersifat hepatotoksik, pantau fungsi hati.
2
Kelainan fungsi ginjal
Km, Cm
- Pasien berisiko tinggi yaitu pasien dengan diabetes melitus atau riwayat gangguan ginjal harus dipantau gejala dan tanda
gangguan ginjal : edema, penurunan produksi urin, malaise, sesak nafas dan renjatan.
- Rujuk ke Pusat Rujukan PMDT bila ditemukan gejala yang mengarah ke gangguan ginjal.
- TAK bersama ahli nefrologi atau ahli penyakit dalam akan menetapkan penatalaksanaannya..
- Jika terdapat gangguan ringan (kadar kreatinin 1.5-2.2 mg/dl), hentikan kanamisin sampai kadar kreatinin menurun. TAK dengan
rekomendasi ahli
No
Efek samping
Kemungkinan OAT Penyebab
Tindakan
41
nefrologi akan menetapkan kapan suntikan akan kembali diberikan.
- Untuk kasus sedang dan berat (kadar kreatinin > 2.2 mg/dl), hentikan semua obat dan lakukan perhitungan GFR.
- Jika GFR atau klirens kreatinin (creatinin clearance) < 30 ml/menit atau pasien mendapat hemodialisa maka lakukan penyesuaian
dosis OAT sesuai tabel penyesuaian dosis.
- Bila setelah penyesuaian dosis kadar kreatinin tetap tinggi maka hentikan pemberian Kanamisin, pemberian Kapreomisin mungkin
membantu
3
Perdarahan lambung
PAS, Eto, Z
- Hentikan perdarahan lambung
- Dapat dipertimbangkan untuk mengganti OAT penyebab dengan OAT lain selama standar pengobatan TB MDR dapat terpenuhi
5
Gangguan Elektrolit berat (Bartter like syndrome)
Cm, Km
- Merupakan gangguan elektrolit berat yang ditandai dengan hipokalemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia secara bersamaan
dan mendadak.
42
- Disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal akibat pengaruh nefrotoksik OAT suntikan.
- Evaluasi kehilangan pendengaran dan singkirkan sebab lain seperti infeksi telinga, sumbatan dalam telinga, trauma, dll.
- Periksa kembali pasien setiap minggu atau jika pendengaran semakin buruk selama beberapa minggu berikutnya hentikan
kanamisin.
7
Gangguan penglihatan
E
- Gangguan penglihatan berupa kesulitan membedakan warna merah dan hijau.Meskipun gejala ringan etambutol harus dihentikan
segera. Obat lain diteruskan sambil dirujuk ke fasyankes rujukan.
- TAK akan meminta rekomendasi kepada ahli mata jika gejala tetap terjadi
meskipun etambutol sudah dihentikan.
43
- Aminoglikosida juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang reversibel: silau pada cahaya yang terang dan kesulitan
melihat.
8
Gangguan psikotik (Suicidal tendency)
Cs
Fasyankes satelit/sub rujukan PMDT :
- Jangan membiarkan pasien sendirian, apabila akan dirujuk ke fasyankes rujukan harus didampingi.
No
Efek samping
Kemungkinan OAT Penyebab
Tindakan
44
- Berikan pengobatan anti-psikotik dan konseling.
- Bila gejala psikotik telah mereda, mulai kembali sikloserin dalam dosis uji.
Cs, Lfx
- Berikan obat anti kejang, misalnya fenitoin 3-5 mg/ hari/kg BB, atau berikan diazepam intravena 10 mg (bolus perlahan) serta bila
perlu naikkan dosis vitamin B 6 s/d 200 mg/ hari. Setelah stabil segera rujuk ke fasyankes Pusat Rujukan PMDT
- Penanganan pasien dengan kejang harus dibawah pengamatan dan
No
Efek samping
Kemungkinan OAT Penyebab
Tindakan
Kejang
45
(lanjutan)
Cs, Lfx
- Berikan profilaksis kejang yaitu fenitoin 3-5 mg/kg/hari. Jika menggunakan fenitoin dan pirazinamid bersama-sama, pantau fungsi
hati Hentikan pirazinamid jika hasil faal hati abnormal.
- Pengobatan profilaksis kejang dapat dilanjutkan sampai pengobatan TB MDR selesai atau lengkap.
10
Tendinitis
Lfx dosis tinggi
- Singkirkan penyebab lain seperti Gout, arthritis rematoid, scleroderma sistemik dan trauma.
- Untuk meringankan gejala maka istirahatkan daerah yang terkena, berikan termoterapi panas/ dingin dan berikan OAINS (aspirin,
Ibuprofen)
46
- Suntikan kortikosteroid pada daerah yang meradang akan membantu.
No
Efek samping
Kemungkinan OAT Penyebab
Tindakan
11
Syok Anafilaktik
Km, Cm
- Berikan pengobatan segera seperti tersebut dibawah ini, sambil dirujuk ke fasyankes Pusat Rujukan PMDT:
1. Adrenalin 0.2-0.5 ml, 1:1000 S/C, ulangi jika perlu.
2. Pasang Infus cairan IV untuk jika perlu.
3. Beri kortikosteroid yang tersedia misalnya hidrokortison 100 mg i/m atau deksametason 10 mg iv, ulangi jika perlu.
12
Reaksi alergi toksik menyeluruh dan SJS
Semua OAT yang digunakan
- Berikan segera pengobatan seperti dibawah ini, sambil dirujuk ke fasyankes Pusat Rujukan PMDT, segera:
1. Berikan CTM untuk gatal-gatal
2. Berikan parasetamol bila demam.
47
3. Berikan prednisolon 60 mg per hari, atau suntikan deksametason 4 mg 3 kali sehari jika tidak ada prednisolon
Ranitidin 150 mg 2x sehari atau 300 mg pada malam hari
13
Hipotiroid
PAS, Eto
- Gejala dan tandanya adalah kulit kering, kelelahan, kelemahan dan tidak tahan terhadap dingin.
- Penatalaksanaan dilakukan di fasyankes rujukan oleh TAK bersama seorang ahli endokrinologi atau ahli penyakit
dalam.
- Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasar peningkatan kadar TSH (kadar normal < 10 mU/l).
- Ahli endokrin memberikan rekomendasi pengobatan dengan levotiroksin/ Natiroksin serta evaluasinya.
48
49
Tabel 8 : Dosis uji dosis untuk memulai kembali pengobatan OAT MDR
Hari pertama (beri obat
Hari ke Hari ke
Hari Nama obat dlm dosis terpisah pagi
dua tiga
& sore)
Hari ke 1-3 Sikloserin 250 mg 500mg Dosis
(125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke 4-6 Levofloxacin 200 mg 400 mg Dosis
e (100 mg + 100 mg) penuh
Hari ke 7-9 Kanamisin 250 mg 500 mg Dosis
(125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke 10- Ethionamide 250 mg 500 mg Dosis
12 (125 mg + 125 mg) penuh
Hari ke 13- Pirazinamid 400 mg 800 mg Dosis
15 (200 mg + 200 mg) penuh
50
Kanamisin)
3.7 – 4.0 Tidak Tidak 1 bulan (ketika
masih mendapat
kanamisin)
3.4 – 3.6 20- 40 40 mmol 1 bulan (ketika
masih mendapat
kanamisin)
3.0 – 3.3 60 60 mmol 2 mingguan
2.7 – 2.9 80 60 mmol + 400 mg/hari 1 mingguan
selama 3 minggu
2.4 – 2.6 80 – 120 80 mmol + 400 mg/hari Teliti selang 1 – 6
selama 3 minggu hari
2.0 – 2.3 60 meq IV + 80 mmol + 400 mg/hari Pertimbangkan
80 meq PO selama 3 minggu rawat inap setelah
< 2.0 60 meq IV + 100 mmol + 400
pemantauan 24 jam
80 meq PO mg/hari selama 3
dengan infus
minggu
Catatan : Untuk menambah dan memperjelas penatalaksanaan efek samping OAT MDR
silahkan dilihat pada lampiran juknis ini
51
obat yang diberikan sekarang potensinya berkurang dan meningkatkan
rasa tidak nyaman pasien.
c. Bila pada pasien adalah perempuan hamil hamil terjadi morning
sickness maka diupayakan pemberian obat pada siang hari.
52
c. Kadar Kalium darah dan serum kreatinin harus dipantau setiap minggu
selama bulan pertama dan selanjutnya minimal sekali dalam 1 (satu)
bulan selama tahap awal.
53
c. Jika kejang tidak terkendali, konsul dengan ahli syaraf sebelum mulai
pengobatan dan selama pengobatan.
d. Pasien dengan gangguan kejang yang aktif dan tidak terkontrol
dengan pengobatan kejang, penggunaan sikloserin harus dihindari.
54
BAB V
55
Pemeriksaan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan selama tahap awal
dan setiap 2 bulan selama tahap lanjutan.
Uji kepekaan obat dapat dilakukan kembali bila diperlukan, misalkan bila
setelah lebih dari 4 bulan tidak terjadi konversi biakan.
Foto toraks dilakukan setiap 6 bulan atau bila terjadi komplikasi (batuk darah
masif, kecurigaan pneumotoraks, dll).
Kreatinin serum dan kalium serum dilakukan setiap bulan selama mendapat
obat suntikan.
Tiroid stimulating hormon (TSH) dilakukan pada bulan ke 6 pengobatan dan
diulangi setiap 6 bulan atau bila muncul gejala hipotiroidisme.
Enzim hati (SGOT, SGPT) dilakukan setiap 3 bulan atau bila timbul gejala
drug induced hepatitis (DIH).
Tes kehamilan dilakukan bila ada indikasi.
A. Konversi Biakan
1. Definisi konversi biakan: pemeriksaan biakan 2 kali berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif.
2. Tanggal konversi adalah tanggal pengambilan dahak pertama untuk biakan
yang hasilnya negatif. Tanggal ini digunakan untuk menentukan lamanya
pengobatan tahap awal dan lama pengobatan selanjutnya.
56
1. Lama pengobatan seluruhnya paling sedikit 18 bulan setelah konversi
biakan
2. Lama pengobatan berkisar 19 – 24 bulan yang terdiri dari pengobatan tahap
awal dan tahap lanjutan.
57
Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih
dengan alasan apapun.
6. Pindah.
Pasien yang pindah ke fasyankes Pusat Rujukan PMDT di daerah lain,
dibuktikan dengan balasan TB 09 MDR.
58
BAB VI
Pada dasarnya harus diupayakan agar pasien TB MDR tidak putus berobat. Jika
pasien TB MDR putus berobat, tindak lanjut yang dilakukan harus
mempertimbangkan:
1. Lama pengobatan yang telah dijalani.
2. Lama putus berobat.
3. Hasil pemeriksaan apusan dahak untuk BTA.
4. Hasil pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
59
Lama Lama Hasil
Pasien Pengobatan Apusan Tindak Lanjut
Mangkir Sebelumnya BTA
4-8 minggu > 4 minggu Positif 3. Melanjutkan pengobatan TB MDR sambil
(lanjutan) (lanjutan) atau menunggu hasil biakan dan uji kepekaan OAT
Negatif lini kedua.
(lanjutan)
Jika Hasil Biakan Negatif:
1. Melanjutkan sisa pengobatan paduan OAT TB
MDR sampai selesai.
2. Ada keterangan bahwa pasien pernah mangkir
di TB 01 MDR.
60
Lama Lama Hasil
Pasien Pengobatan Apusan Tindak Lanjut
Mangkir Sebelumnya BTA
> 8 minggu > 4 minggu Positif 1. Pasien dianggap putus berobat/ lalai/ default.
atau 2. Pasien diperlakukan kembali sebagai suspek
(lanjutan)
Negatif TB MDR.
3. Uji kepekaan dilakukan untuk lini kedua.
4. Tidak dilakukan pengobatan sebelum hasil
biakan dan kepekaan keluar.
5. Lakukan KIE intensif agar pasien bersedia
berobat kembali.
Catatan:
1. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis untuk BTA, biakan dan uji kepekaan
dilakukan di laboratorium yang telah disertifikasi.
2. Keputusan pengobatan kembali pasien TB MDR yang berobat tidak teratur diambil
oleh TAK sesuai SPO yang telah ditetapkan. Keputusan tidak boleh berdasar
keputusan perorangan oleh dokter yang menangani pasien.
61
B. Tatalaksana Pasien yang Hasil Biakan Tetap Positif Setelah Pengobatan
Bulan Keempat atau Lebih
Meskipun hasil biakan yang masih tetap positif setelah pengobatan bulan ke
empat belum merupakan indikasi pasti kearah kegagalan pengobatan namun
peningkatan pemantauan kepada pasien ini sangatlah penting. Hal pertama
yang bisa dilakukan adalah menyingkirkan kemungkinan kontaminasi dengan
cara mengambil kembali minimal dua sampel dahak untuk diperiksa BTA dan
biakan.
Tabel : Tatalaksana pasien dengan hasil biakan tetap positif
EVALUASI :
- Ulangi pemeriksaan BTA dan biakan sekurangnya dari 2 sampel sebagai
konfirmasi
- Ulangi pemeriksaan radiology untuk melihat progress penyakit
- Evaluasi DOT untuk memastikan OAT diminum secara benar
TINDAKAN :
- Ulangi pemeriksaan BTA dan biakan sekurangnya dari 2 sampel sebagai
konfirmasi
- Ulangi pemeriksaan radiology untuk melihat progress penyakit
Hasil Pemeriksaan
Biakan
NEGATIF
POSITIF
62
C. Tatalaksana Pasien Gagal Pengobatan
63
f) Pasien dengan hasil pemeriksaan apusan dahak mikroskopis dan biakan
negatif dengan perburukan kondisi klinis, kemungkinan diakibatkan penyakit
lain selain TB MDR.
g) Menelaah ulang adakah penyakit lain yang dapat mengganggu absorpsi obat
(seperti: diare kronik) atau penurunan sistem imunitas (misalnya: infeksi
HIV).
h) Penatalaksanaan dilakukan se-optimal mungkin, termasuk mempertimbang-
kan tindakan operasi jika memungkinkan.
i) Perubahan paduan pengobatan ditetapkan oleh TAK, dengan masukan dari
tim ahli ad hoc jika diperlukan. Efektivitas pengobatan ini baru dapat dinilai
setelah 3-4 bulan.
64
b. Pada foto toraks terlihat kelainan paru yang menjadi bertambah luas dan
bilateral.
c. Resistensi terhadap banyak OAT dan kecurigaan kearah TB XDR, serta
tidak ada peluang menambah 2 jenis OAT lainnya.
d. Kondisi klinis secara keseluruhan memburuk (penurunan berat badan dan
gangguan pernapasan).
65
BAB VII
66
k) PPK sangat direkomendasikan untuk diberikan kepada pasien HIV dengan
TB aktif sebagai bagian dari manajemen komprehensif pasien HIV. Belum
ada laporan mengenai interaksi antara kotrimoksasol dengan OAT yang
dipakai dalam pengobatan TB MDR. Tetapi dapat dipastikan akan muncul
overlapping toksisitas antara ART, PPK dan OAT TB MDR sehinggga
monitoring efek tidak diinginkan (adverse drug reaction) harus mendapat
perhatian khusus.
l) Untuk menangani pasien koinfeksi TB MDR dan HIV maka TAK sejak awal
harus melibatkan ahli yang memahami manajemen pasien HIV terutama
pada manajemen efek samping, monitoring kondisi pasien dan penilaian
respon pengobatan.
m) Pemberian dukungan kepada pasien koinfeksi TB MDR dan HIV mengikuti
skema serta mekanisme yang sudah berjalan di program HIV.
n) Upaya PPI TB yang terpadu dan efektif harus dilaksanakan baik di sarana
pelayanan TB MDR maupun di sarana pelayanan HIV.
o) Keterlibatan semua stakeholder dalam jejaring penanggulangan TB MDR
dan HIV.
- Internal fasyankes : Unit PMDT tidak dapat bekerja sendiri untuk
penanganan pasien TB MDR/HIV ataupun pasien TB MDR yang dicurigai
HIV. Harus ada kerja sama yang baik antara unit PMDT dan Unit HIV.
- Eksternal fasyankes : Badan koordinasi yang selama ini terlibat dalam
kolaborasi TB-HIV juga harus diikutsertakan dalam penanganan kasus TB
MDR/HIV. Keterlibatan dan kemitraan dengan unsur masyarakat dan LSM
peduli TB dan HIV juga perlu dikembangkan.
67
kegagalan pengobatan TB MDR bila ternyata juga mengalami koinfeksi
HIV yang tidak diketahui.
68
Gambar 4 : Algoritma diagnosis TB MDR pada ODHA
Biakan M.TB
Obati TB & HIV Obati DRTB Sesuai pola resistensi & HIV
Catatan :
Bila fasilitas tersedia maka ODHA yang dicurigai menderita TB juga akan
menjalani pemeriksaan rapid diagnostic TB misalnya menggunakan GeneXpert.
Pemeriksaan tersebut selain mendeteksi adanya M.tuberculosis juga mengetahui
resistensi terhadap rifampisin, bila hasilnya positif M.tuberculosis dan resisten
rifampisin maka pasien akan ditatalaksana dengan pengobatan standar TB MDR.
69
B. Persiapan Pengobatan Koinfeksi TB MDR dan HIV.
Evaluasi tambahan yang harus dilakukan sebagai persiapan pengobatan
untuk ODHA yang terkonfirmasi TB MDR adalah :
a) Detail mengenai riwayat penyakit TB termasuk terapi yang
pernah didapatkan, lama pengobatan dan hasil pengobatan TB.
b) Detail mengenai riwayat penyakit HIV, termasuk infeksi
oportunistik yang pernah dialami dan penyakit lain terkait HIV yang pernah
dialami.
c) Data pemeriksaan CD4 terkini dan viral load (bila ada)
d) Riwayat penggunaan ART
e) Riwayat rawat inap, tinggal di congregate setting atau kontak
dekat dengan pasien TB MDR yang terkonfirmasi
f) Pemeriksaan fisik yang menjadi bagian dari evaluasi awal harus
difokuskan pada upaya mencari tanda adanya imunosupresi, melakukan
penilaian mengenai status nutrisi dan neurologis pasien serta mencari
tanda adanya penyakit TB ekstra paru.
Pada dasarnya prinsip pengobatan pasien koinfeksi TB MDR dan HIV tidak
berbeda dengan pengobatan TB MDR pada pasien bukan HIV. Tetapi ada
beberapa prinsip dasar yang harus diingat dan diaplikasikan dalam
pengobatan kasus TB MDR/HIV yaitu :
70
a) Semua ODHA dengan gejala TB harus mendapatkan terapi
profilaksis kotrimoksasol (PPK) dengan tujuan untuk mencegah infeksi
bakterial, PCP, Toksoplasmosis, Pnemonia dan Malaria.
b) ART bukan alasan untuk menunda pengobatan TB MDR.
Pemberian ART sangat penting pada pasien TB MDR dengan HIV positif.
Bila ART tak diberikan angka kematian sangat tinggi sekitar 91 – 100 %.
c) Bila ART belum diberikan maka ART harus segera diberikan
secepatnya setelah pengobatan TB MDR dapat ditoleransi (sekitar 2-8
minggu).
d) Paduan ART yang direkomendasikan untuk pasien TB MDR
adalah ART lini pertama : AZT-3TC-EFV, atau ART lini kedua : TDF-3TC-
LPV/r.
e) OAT TB MDR yang diberikan adalah paduan standard yaitu Km-
Lfx-Eto-Cs-Z-(E). Paduan OAT dapat disesuaikan dengan hasil DST.
f) Untuk mengurangi kemungkinan efek samping maka
direkomendasikan pemberian obat dengan dosis terbagi (obat yang
memungkinkan : etionamid, sikloserin dan PAS).
g) Pengawasan minum obat baik untuk ART dan OAT harus
dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan aturan minum obat
maupun faktor interaksi obat.
Untuk ART diminum sesuai mekanisme yang sudah ada
Untuk OAT MDR yang diminum pagi hari diberikan di depan
petugas fasyankes, sedangkan OAT MDR yang diminum malam hari
mengikuti mekanisme pemberian ART.
Konseling kepatuhan sebelum dan selama minum obat harus
diperkuat.
h) Efek samping akan bertambah dengan pemberian ART secara
bersamaan dengan SLD. Perlu monitoring lebih ketat baik untuk efek
samping maupun respon pengobatan.
i) Kemungkinan terjadinya IRIS bisa menambah kompleksitas
terapi.
71
1. Pengobatan koinfeksi TB MDR dan HIV yang belum mendapatkan
ART.
Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan bila pengobatan TB MDR akan
dimulai sementara pasien tersebut sudah mendapatkan ART yaitu :
a) Apakah perlu dilakukan modifikasi paduan ART yang diberikan,
mengingat interaksi antar obat atau mengurangi kemungkinan
terjadinya overlapping toksisitas obat.
b) Apakah munculnya TB MDR menunjukkan kegagalan pengobatan
ART sebelumnya. Bila hasil analisa menunjukkan terjadi kegagalan
pengobatan ART maka tidak direkomendasikan untuk memulai
pengobatan baru menggunakan ART lini kedua pada waktu yang
bersamaan dengan dimulainya pengobatan TB MDR. Untuk situasi ini
direkomendasikan untuk meneruskan paduan ART yang telah didapat
dan melakukan perubahan paduan menggunakan ART lini kedua
sekitar 2-8 minggu setelah pengobatan TB MDR dimulai.
72
3. Contoh pemberian OAT TB MDR dan ART
Kasus Mr. X:
Mr. X adalah pasien TB MDR/ HIV yang akan menjalani pengobatan
dengan OAT TB MDR dan akan mendapatkan ART begitu pengobatan TB
MDR bisa ditoleransi. Pasien juga akan mendapatkan CPT. Berat badan
Mr.X adalah 60 kg. Paduan OAT TB MDR yang didapatkan adalah :
OAT MDR :
- Kapreomisin 1000mg (1 vial @ 1gr)
73
Maka pengaturan pengobatan Mr.X adalah sebagai berikut :
PPK Kotrimoksasol
OAT MDR
sampai Sampai akhir Tahap lanjutan Setelah OAT
ditoleransi tahap awal sampai selesai MDR selesai
Selisih 12 Jam
Eto : 2 tab Eto : 2 tab Eto : 2 tab AZT-3TC : 1 tab
Cs : 2 tab Cs : 2 tab Cs : 2 tab EFZ : 1 tab
74
4. Potensi interaksi obat antara OAT MDR dan ART yang dipakai di
Indonesia.
Secara umum angka kejadian reaksi obat yang tidak diinginkan akibat
pengobatan TB pada pasien HIV positif lebih tinggi dibanding pasien
dengan status HIV negatif. Angka tersebut semakin meningkat bila terjadi
penekanan sistem imun (imunosupresi) lanjutan. Melakukan identifikasi
75
mengenai obat mana yang menjadi penyebab terjadinya efek samping
merupakan hal yang sulit, mengingat banyak obat baik OAT maupun ARV
memiliki efek samping yang sama dan overlapping. Terkadang bahkan
tidak memungkinkan untuk menghubungkan efek samping tersebut hanya
dengan satu jenis obat saja.
Toksisitas pada EFV Cs, H, Eto, - Efavirenz (EFV) mempunyai toksisitas besar
saraf pusat fluoroquinolon terhadap saraf pusat (gejala : bingung,
penurunan konsentrasi, depersonalisasi,
mimpi abnormal, sukar tidur & pusing) pada 2-
3 minggu pertama pengobatan yang akan
sembuh dengan sendirinya. Bila tidak hilang,
perlu dipikirkan penggantian EFV. Psikosis
jarang dijumpai pada penggunaan EFV sendiri.
- Cs mempunyai efek samping yang serupa
dengan EFV, pada beberapa pasien
pemakaian Cs akan dampak cukup berat
berupa psikosis.
Toksisitas ART OAT Keterangan
Toksisitas pada EFV Cs, H, Eto, - Saat ini sangat sedikit informasi mengenai
saraf pusat (lanjutan) fluoroquinolon pemakaian EFV dan Cs secara bersamaan.
76
(lanjutan) (lanjutan)
Depresi EFV Cs, - 2,4 % dengan EFV menunjukkan depresi
fluoroquinolon, berat. EFV perlu diganti bila ditemukan depresi
H, Eto, berat.
- Pemberian Cs bisa memicu terjadinya depresi
yang berat sampai kecenderungan bunuh diri.
- Tetapi keadaan sosial ekonomi buruk dengan
penyakit menahun dan ketidaksiapan psikis
menjalani pengobatan dapat juga memberikan
kontribusi terjadinya depresi.
Sakit kepala AZT, EFV Cs - Kesampingkan penyebab lain dari sakit kepala
sebelum menetapkan sakit kepala sebagai
akibat ART dan OAT. Sakit kepala karena
AZT, EFV dan Cs biasa tidak berkepanjangan.
Beri analgesik seperti ibuprofen atau
paracetamol.
Mual dan RTV, d4T, NVP Eto, PAS, H, E, - Mual dan muntah adalah efek samping yang
Muntah Z sering terjadi dan dapat diatasi dengan baik.
- Bila muntah berkepanjangan disertai nyeri
perut, kemungkinan besar karena asidosis
laktat dan/ atau hepatitis sekunder karena
pengobatan.
Nyeri perut Semua Eto, PAS - Nyeri perut merupakan efek samping yang
pengobatan banyak dijumpai, biasanya tidak
dengan ART membahayakan.
menyebabkan - Tetapi perlu diwaspadai sebab nyeri perut
nyeri perut. dapat sebagai gejala permulaan dari efek
samping lain seperti pankreatitis, hepatitis &
asidosis laktat.
Diare Semua PI, ddl Eto, PAS, - Diare merupakan efek samping umum baik
(dengan bufer) fluroquinolon ART maupun OAT.
- Pada pasien HIV, Pertimbangkan adanya
Toksisitas ART OAT Keterangan
Diare Semua PI, ddl Eto, PAS, infeksi oportunistik sebagai penyebabnya, atau
(lanjutan) (dengan bufer) fluroquinolon karena infeksi Clostridium difficile (penyebab
(lanjutan) (lanjutan) kolitis pseudomembran).
Hepatotoksisitas NVP,EFV, E, Z, PAS, Eto, - Laksanakan pengobatan untuk
semua PI, Fluoroquinolon hepatotoksistas.
77
semua NRTI - Pikirkan penyebab lain seperti Kotrimoksasol
(RTV> dari PI
- Singkirkan juga penyebab infeksi virus seperti
yang lain).
hepatitis A, B, C dan CMV.
Skin rash ABC, NVP, Z, PAS, - Tidak boleh dilakukan re-challenge dengan
EFV, d4T dan Fluroquinolon ABC karena dapat menyebabkan syok
lainnya anafilaktik yang dapat fatal.
- Tidak boleh dilakukan re-challenge obat yang
terbukti menimbulkan Steven-Johnson
Syndrome.
- Kotrimoksasol bisa menjadi penyebab skin rash
bila pasien juga mendapatkan obat ini.
- Thiacetazone tidak boleh diberikan kepada
pasien HIV.
Nefrotoksisitas TDF Km, Cm - TDF dapat menyebabkan kelainan ginjal
berupa sindrom Fanconi, hipofosfatemia,
hipourisemia, proteinuria, normoglikemik
glikosuria, dan gagal ginjal akut.
- Belum ada data tentang efek penggunaan TDF
bersamaan dengan Km/Cm, perlu pengawasan
khusus bila pasien mendapat keduanya.
- Meskipun tanpa TDF, pasien HIV mempunyai
risiko nefritoksisitas lebih tinggi bila
mendapatkan Km dan Cm.
- Perlu pemantauan serum kreatinin dan
elektrolit lebih rutin pada pasien HIV yaitu
setiap 1-3 minggu sekali selama tahap intensif.
- Dosis ARV & OAT yang nefrotoksik harus
disesuaikan bila sudah terjadi insufisiensi
ginjal.
Toksisitas ART OAT Keterangan
Gangguan TDF Cm, Km - Diare dan/ atau muntah dapat menyebabkan
elektrolit gangguan elektrolit.
- Meski tanpa TDF, pasien HIV mempunyai risiko
terjadinya gangguan ginjal serta gangguan
elektrolit sekunder yang disebabkan pemakaian
Cm dan Km.
78
Neuritis optikal ddl E, Eto (jarang) - Hentikan dan ganti obat penyebab neuritis
optikal.
Pengobatan HIV dan TB MDR diberikan secara teratur setiap hari tanpa
kecuali untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap ART maupun
resistensi lanjutan OAT MDR.
79
menguatkan efek bila diberikan secara bersamaan. Beberapa hal yang
disebutkan diatas menjadi alasan mengapa pengawasan keteraturan
minum obat harus dipadukan dengan pengawasan efek samping dan
pemeriksaan klinis untuk memantau kemajuan pengobatan.
80
Tabel 14: : Jadwal Pemantauan Pengobatan koinfeksi TB MDR/ HIV
Bulan pengobatan
Pemantauan
0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi Utama
Pemeriksaan dahak dan biakan
√ Setiap bulan pada tahap awal, setiap 2 bulan pada fase lanjutan
dahak
Evaluasi Penunjang
Evaluasi klinis : Pengobatan
konkomitan, BB, gejala klinis, Setiap kali kunjungan
kepatuhan berobat
Uji kepekaan obat √ Berdasarkan indikasi
Foto toraks √ √ √ √
Ureum, Kreatinin √ 1-3 minggu sekali selama
suntikan
Elektrolit (Na, Kalium, Cl) √ √ √ √ √ √ √
EKG v Setiap 3 bulan sekali
Thyroid stimulating hormon √ √ √ √
(TSH)
Enzim hepar (SGOT, SGPT) √ Evaluasi secara periodik
Tes kehamilan √ Berdasarkan indikasi
Darah Lengkap √ Berdasarkan indikasi
Audiometri √ Berdasarkan indikasi
Kadar gula darah √ Berdasarkan indikasi
Asam Urat √ Berdasarkan indikasi
Test HIV v Bila ada faktor resiko
Evaluasi tambahan untuk pasien HIV positif
Sifilis (VDRL) √ Berdasarkan indikasi
Pap Smear v Berdasarkan indikasi
Hepatitis B dan C v Berdasarkan indikasi
CD4 √ √ √ √
Viral load Berdasarkan indikasi
81
Pemberian dua pengobatan secara bersamaan seringkali menimbulkan
permasalahan psikis bagi pasien, adanya stigma mengenai kedua
penyakit terkadang menjadi hambatan karena pasien mungkin akan
memperoleh perlakuan berbeda bahkan diskriminasi, pasien mungkin
akan mengalami hambatan psikis mengingat angka mortalitas yang tinggi
dari dua penyakit tersebut. Pasien TB MDR/ HIV memerlukan dukungan
sosioekonomis, nutrisi dan psikologis yang lebih besar dalam rangka
menyelesaikan pengobatannya.
82
Tabel 15 : Gejala dan Penanganan IRIS
Gejala Penanganan
Demam Pemberian ibuprofen
Batuk yang memburuk dan sesak Pemberian prednison
nafas
Nyeri kepala hebat, Paralisis Curiga terjadi meningitis, lakukan pungsi
lumbal
Pembesaran kelenjar limfe Teruskan pemberian OAT dan ART
Distensi Abdominal Pemberian Prednison, bila sangat parah
maka dipertimbangkan penghentian ART
83
rehidrasi (oral atau IV)
- Bila pasien mendapat d4T mengalami mual, muntah dan
sesak nafas pertimbangkan kemungkinan terjadi asidosis
laktat. Periksa kadar laktat pasien
Diare - Bisa disebabkan oleh ART dan OAT (terutama PAS)
84
(lanjutan) harus dipertimbangkan karena akan mempengaruhi
efektivitas pengobatan. Hentikan segera bila muncul
gejala psikotik dan percobaan bunuh diri, ganti dengan
obat lain seperti PAS.
Gatal dan skin rash - Bila gejala ringan berikan antihistamin dan lakukan
monitoring ketat. Waspada mungkin pertanda terjadinya
SJS.
- Bila pasien baru memulai pengobatan dengan NVP dan
tidak memberikan respon terhadap antihistamin maka
pertimbangkan penggantian NVP ke EFV
- Bila timbul gejala berat seperti gatal di seluruh tubuh,
kemerahan yang merata, kulit terkelupas dan keterlibatan
mukosa maka hentikan semua obat baik ART, OAT
maupun PPK.
- Bila gejala diatas telah terkendali maka proses
reintroduksi obat dilakukan dengan sangat hati-hati.
Ikterus - Hentikan sementara semua pengobatan dan lakukan
pemeriksaan fungsi hati (SGOT, SGPT, Bilirubin)
- Ikterus bisa disebabkan oleh EFV, NVP, Pirazinamid dan
etionamid. Obat lain juga bisa menimbulkan gangguan
pada hati tetapi kemungkinannya tidak sebesar 4 obat di
atas. Singkirkan terlebih dahulu penyebab yang lain.
- Ikuti panduan mengenai bagaimana memulai kembali
pengobatan setelah masalah terkendali.
Anemia - Anemia mungkin disebabkan oleh IO yang tidak
terdiagnosis, kurangnya asupan nutrisi maupun efek dari
pengobatan.
- Lakukan pemeriksaan Hb sesuai dengan jadwal
pemeriksaan, atau pada saat pasien tampak pucat dan
anemis.
Gejala dan Tanda Penatalaksanaan
Anemia - AZT bisa menimbulkan anemia, biasanya terjadi pada
(lanjutan) enam minggu pertama pengobatan. Bila Hb< 8g/dl maka
85
ganti AZT dengan d4T/ TDF.
Neuropati perifer - Bisa disebabkan oleh ART (ddI, d4T) dan OAT (sikloserin
dan obat injeksi)
- ART yang paling sering menimbulkan neuropati perifer
adalah d4T, ganti dengan AZT.
- Pemberian amitriptilin 25mg pada malam hari akan sangat
membantu bagi pasien yang keluhannya tidak berkurang
setelah penggantian ART.
- Bila penyebabnya adalah OAT maka tingkatkan dosis
vitamin B6 yang diberikan menjadi 200mg/hari sampai
gejala hilang.
Kejang otot - Kemungkinan disebabkan oleh elektrolit wasting terutama
kalium. Cek kadar Kalium segera.
- Penggantian kalium dengan pemberian makanan kaya
kalium seperti gedang ambon atau pemberian suplemen
kalium.
Nyeri kepala - Berikan parasetamol
86
(lanjutan) pemberian.
Demam - Bisa disebabkan penyakit lain yang umum, Infeksi
oportunistik, IRIS dan efek samping obat.
- Bila terjadi setelah pasien menjalani terapi ART
kemungkinan terjadi IRIS
- Berikan parasetamol, hindari dosis yang berlebihan.
87
LAMPIRAN 1
Pasien TB mono resisten dan poli resisten akan ditemukan dalam upaya
penemuan kasus TB MDR. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ada
hubungan antara pengobatan menggunakan paduan standar jangka pendek
(SCC: short course chemotherapy) yang diberikan kepada pasien TB
monoresisten atau poliresisten dengan peningkatan resiko terjadinya
kegagalan pengobatan maupun terjadinya kekebalan lebih lanjut terhadap
OAT (TB MDR/XDR). Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa pengobatan
menggunakan paduan standar jangka pendek (SCC) terbukti masih efektif
pada beberapa varian monoresisten atau poliresisten yang ditunjukkan
dengan rendahnya angka kegagalan pengobatan dan mayoritas pasien
tersebut sembuh.
Pasien yang hanya memerlukan perubahan kecil dalam paduan obat yang
digunakan akan dicatat dalam Buku register TB reguler tanpa ada perubahan
apapun. Pasien ini tetap dianggap sebagai pasien TB kategori I dan kategori II
biasa. Pasien ini tidak dianggap sebagai pasien yang memerlukan paduan
khusus seperti halnya pada pasien TB MDR/ XDR. Perubahan paduan dan
lama pengobatan tersebut harus dicatat dalam kolom keterangan pada
register TB yang digunakan baik di fasyankes maupun kabupaten/ kota.
88
kemudian disusun dalam sebuah tabel pengobatan untuk mempermudah
pelaksanaan sehari-hari.
89
yang dipakai dalam tabel pengobatan dibuat dengan asumsi bahwa tidak
terjadi perubahan pola resistensi OAT selama interval tersebut. Untuk itu
tabel pengobatan yang ada tidak boleh digunakan bila sudah ada
kecurigaan yang tinggi telah terjadi resistensi terhadap OAT yang akan
digunakan.
e) Untuk meningkatkan efektifitas dari tabel pengobatan maka hanya
hasil laboratorium yang terjamin mutunya yang boleh dipakai sebagai
dasar pertimbangan. Untuk OAT yang tidak dilakukan uji kepekaan seperti
pirazinamid maka obat tersebut tidak dihitung sebagai OAT yang masih
efektif, meskipun masih bisa dimasukkan ke dalam paduan yang akan
diberikan.
f) Merancang paduan obat untuk pasien TB monoresisten atau
poliresisten sangat memerlukan keahlian dan infrastruktur yang memadai,
untuk itu hanya boleh dilakukan di fasyankes yang memiliki pengalaman
melaksanakan PMDT. Semua keputusan harus dilakukan oleh TAK
secara kolegial dengan mempertimbangkan semua faktor di atas.
90
Tabel Paduan OAT Sesuai Pola Resistensi
Pola Paduan yang Lama Catatan
Resistensi direkomendasikan Pengobatan
H REZ (Pasien baru) 6 Bulan Quinolon disarankan bila
9 Bulan sakit berat dan lama
pengobatan dapat
diperpanjang.
HS RQEZ 9 Bulan
HE 3 SRQZ / 6 RQZ 9 Bulan Pengobatan yang lebih
lama (maksimal 12 bulan)
diberikan bila sakit berat.
HES 3 KmRQZ / 9 RQZ 12 Bulan Obat injeksi bisa diberikan
sampai 6 bulan bila sakit
berat.
R 3 HQEZ / 9 HQE 12 Bulan
atau
3 SHEZ/ 9 HEZ
RS 3 KmHEZ / 15 HEZ 18 Bulan Injeksi Km bisa diberikan
sampai 6 bulan bila sakit
berat.
RE 3 SHQZ / 15 HQZ 18 Bulan Injeksi S bisa
diperpanjang sampai 6
bulan bila sakit berat.
RES 3 KmHQZ / 15 HQZ 18 Bulan Injeksi Km bisa
diperpanjang sampai 6
bulan bila sakit berat.
Ket :
H : INH R : Rifampisin Z : Pirazinamid E : Etambutol
Eto : Etionamid Q : Quinolon Km : Kanamisin S : Streptomisin
91
Prinsip dasar pengobatan pasien TB monoresisten dan poliresisten
a) Menggunakan strategi pengobatan individual yang sesuai dengan pola
resistensi dari masing-masing pasien.
b) OAT yang digunakan merupakan paduan OAT lini pertama dan
beberapa OAT lini kedua. Jenis-jenis paduan mengacu pada tabel
pengobatan di atas.
c) Pengobatan ini diberikan untuk pasien yang sudah memiliki hasil
pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis dari laboratorium yang sudah
tersertifikasi.
d) Pasien dan keluarga diberi konseling dan KIE sebelum mulai
pengobatan seperti pada pasien TB MDR/ XDR.
e) Dilakukan beberapa pemeriksaan data dasar yang penting sebelum
memulai pengobatan, terutama data dasar yang terkait dengan
pemakaian obat-obat injeksi (Streptomisin/ Kanamisin), kuinolon dan
etionamid
f) Penentuan kapan pasien mulai pengobatan, dosis dan lama
pemberian obat dilakukan oleh TAK.
g) Dosis OAT berdasarkan berat badan
h) Lama pengobatan berkisar antara 6-18 bulan tergantung pola
resistensi dan keparahan penyakit.
i) Pemeriksaan untuk memantau kemajuan pengobatan adalah
pemeriksaan apusan dan biakan dahak, dilakukan setiap 3 bulan sampai
selesai masa pengobatan.
j) Konversi tercapai bila pada pemeriksaan bulan ketiga pengobatan
menunjukkan hasil biakan sudah negatif.
k) Bila pemeriksaan bulan ketiga menunjukkan hasil biakan masih positif
maka dilaksanakan uji kepekaan M.tuberculosis ulang untuk OAT lini
pertama dan kedua. Pengobatan dihentikan sambil menunggu hasil
pemeriksaan laboratorium keluar.
l) Pemeriksaan penunjang lain mengikuti prinsip pemeriksaan penunjang
untuk pasien TB MDR.
92
m) Cara pemberian obat :
Tahap awal: Bila mendapatkan suntikan maka diberikan 5 kali
seminggu, baik selama rawat inap dan rawat jalan. Obat per-oral
diminum/ditelan setiap hari 7 hari dalam seminggu didepan petugas
kesehatan.
Tahap lanjutan: obat oral diberikan dan diminum/ditelan setiap hari 6
hari dalam seminggu didepan PMO.
Setiap pemberian suntikan harus dibawah pengawasan petugas
kesehatan, obat oral bisa dibawa pulang untuk diminum di rumah dibawah
pengawasan seorang PMO yang ditunjuk.
n) Pasien dinyatakan :
Sembuh bila pemeriksaan biakan 3 bulan sebelum akhir pengobatan
dan akhir pengobatan menunjukkan bahwa hasil biakan sudah negatif.
Pengobatan Lengkap : pasien menyelesaikan seluruh pengobatan
tetapi tidak memenuhi kriteria sembuh maupun gagal
Gagal : bila pemeriksaan pada 3 bulan sebelum akhir pengobatan
atau pada akhir pengobatan biakan masih tetap positif.
Pindah : Pasien yang pindah ke fasyankes di daerah lain, dibuktikan
dengan balasan TB 09.
Meninggal : Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa
pengobatan.
Default : Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-
turut atau lebih dengan alasan apapun.
o) Semua OAT sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal, kecuali jika
terjadi efek samping, OAT yang dapat diberikan dalam dosis terbagi
adalah etionamid.
Dosis OAT
Untuk menentukan dosis OAT yang akan diberikan kepada pasien monoresisten
dan poliresisten maka perhatikan beberapa ketentuan dibawah ini:
a) Penentuan dosis OAT oleh TAK yang dibuat berdasarkan
93
kelompok berat badan pasien.
b) Dosis yang diberikan adalah dosis maksimum, tetapi harus
tetap memperhatikan kondisi klinis pasien.
c) Perubahan dosis pada saat pengobatan sangatlah
dimungkinkan apabila TAK merekomendasikan hal tersebut.
2. Penatalaksanaan TB XDR
94
Definisi kasus TB XDR adalah kasus TB MDR yang juga resisten terhadap
salah satu fluorokuinolon (Ofloksasin, Levofloksasin atau Moksifloksasin)
dan sekurangnya satu OAT suntik lini kedua (amikasin, kapreomisin atau
kanamisin).
Suspek TB resisten OAT yang berasal dari fasilitas non DOTS, hasil
anamnesis diketahui mempunyai riwayat pernah mendapatkan pengobatan
TB dengan kuinolon dan atau suntikan dari lini kedua, harus dilakukan
pemeriksaan uji kepekaan M.tuberculosis untuk OAT lini pertama dan
kedua sejak dari awal. Uji pendahuluan PMDT yang dilakukan di Jakarta
menunjukkan bahwa pasien terkonfirmasi TB XDR juga ditemukan dari
kriteria suspek kasus kronis maupun kambuh yang kemungkinan besar
terjadi karena anamnesis, pencatatan yang kurang lengkap dan kebiasaan
pasien untuk shopping pengobatan.
Dari seluruh kasus TB resisten obat yang saat ini diobati di Indonesia dalam
kerangka PMDT, ditemukan sekitar 4% kasus yang terdagnosis sebagai
pasien TB XDR. Mengingat jumlah kasus yang masih sedikit maka
penatalaksanaan pasien TB XDR untuk saat ini belum masuk secara
menyeluruh dalam kegiatan PMDT dan akan ditanggulangi menggunakan
pendekatan dan ketentuan khusus.
Prinsip pengobatan, aturan administrasi dan pendekatan yang dipakai
dalam pengobatan TB XDR sama dengan TB MDR.
95
Paduan ideal untuk pasien TB XDR adalah paduan individual yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien serta berdasarkan hasil
uji kepekaan M.tuberculosis terhadap OAT lini 1 dan lini 2. Akan tetapi
paduan ini memerlukan sumber daya, biaya dan sarana yang besar.
Mengingat keterbatasan yang ada maka untuk pengobatan TB XDR dibuat
berdasarkan paduan standar TB MDR dengan penambahan ketentuan
sebagai berikut:
Levofloksasin diganti dengan Moksifloksasin,
Kanamycin diganti dengan Kapreomisin,
Paduan harus ditambahkan PAS.
96
Bila memakai obat dari OAT kelompok 5 seperti amoksiklav atau
klaritromisin maka perlu ditambahkan antasida secara rutin dengan
memberi jarak dengan pemberian moksifloksasin.
97
4. Bila dengan paduan standar tersebut tidak memberikan respons yang
diharapkan maka rejimen akan diubah menjadi paduann individualistik.
Jenis OAT yang disediakan adalah OAT yang telah disebut di atas.
98
Lampiran 2 :
Hampir semua OAT yang dipakai dalam pengobatan pasien TB MDR saat ini
memiliki potensi untuk menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan pada sebagian
besar pasien. Tetapi karena pilihan OAT yang sudah terbatas dan pada
beberapa kondisi merupakan pilihan terakhir untuk menyembuhkan pasien maka
obat tersebut harus diberikan. Untuk menjamin kepatuhan pasien TB MDR agar
mau menjalani pengobatan sampai sembuh maka upaya dan dukungan
semaksimal mungkin harus diberikan, termasuk penanganan efek samping yang
tepat dan rasional.
Penanganan efek samping dilaksanakan secara sistematis, dimulai dari proses
pemberian KIE kepada pasien dan keluarganya. Pada awal pengobatan TB MDR
perlu dijelaskan mengenai manfaat dan resiko pengobatan yang akan dijalani
pasien. Petugas kesehatan harus memastikan bahwa pasien memahami
beberapa hal, antara lain :
Bahwa pasien memerlukan pengobatan atas sakit yang diderita dan semua
jenis obat yang diberikan sangat penting untuk kesembuhan pasien.
Bahwa akan ada kemungkinan efek samping yang akan muncul dan tidak bisa
dihindari, tetapi semua upaya yang memungkinkan akan diambil untuk
mempermudah jalannya pengobatan.
Bagaimanapun pasien harus mempersiapkan mental agar dapat memberikan
toleransi terhadap beberapa ketidaknyamanan dan reaksi-reaksi ringan yang
mungkin muncul.
Sebagai prinsip dasar dalam penanganan efek samping OAT MDR adalah
segala upaya yang memungkinkan untuk penanganan efek samping tanpa
merubah paduan OAT MDR harus didahulukan. Prinsip tersebut yang
diterjemahkan dalam urutan algoritma yang ada di pedoman ini. Pengurangan
dosis, penghentian dan penggantian OAT MDR dilakukan sebagai langkah
99
terakhir karena pada kenyataan sudah tidak banyak pilihan OAT yang bisa
diberikan kepada pasien TB MDR.
Semua keputusan terapetik yang berkaitan dengan penanganan efek samping
dilakukan secara sistematis sesuai berat ringannya gejala. Untuk penanganan
efek samping berat direkomendasikan untuk dilaksanakan dalam sebuah tim
yang multi keahlian agar keputusan yang diambil bisa tepat sasaran. Anggota tim
tersebut selain memiliki keahlian dan kompetensi dasar keilmuan, juga
diharapkan mempunyai dasar pemahaman yang cukup mengenai prinsip-prinsip
pengobatan pasien TB MDR.
100
Algoritma 1 : Mual/ Muntah
T Y
Berikan anti emetik : Promethazin 12.5-25 mg p.o, minimal 30 menit sebelum minum OAT TB MDR.
Bila mual/ muntah menetap berikan Metoklopramid 10 mg/hari p.o yang bisa dinaikkan sampai 15mg 2x/hari. Pantau
Tahap 2 munculnya gejala neurologist, hindari pemakaian bila ada gangguan neurologis.
Bila mual/ muntah masih persisten, berikan Ondansetron 4 mg p.o 30 menit sebelum minum OAT dan diulang 8 jam
setelah minum OAT. Dosis bisa dinaikkan sampai 24 mg p.o 30 menit sebelum minum OAT.
Tahap 3 Berikan anti emetik : Difenhidramin 10 mg i.m bila sangat diperlukan atau pasien tidak bisa minum obat
oral atau mual/muntah persisten.
Berikan diazepam 2 mg p.o bila mual/ muntah tersebut terkait dengan kecemasan ( anticipatory vomiting)
Hindari bila status respirasi tidak stabil atau dengan risiko retensi CO2.
Tahap 4 Penyesuaian dosis OAT oleh TAK, misalnya dosis Etodan atau PAS disesuaikan dengan memperhatikan
dosis tetap sesuai rekomendasi, hindari penurunan dosis lebih dari satu kelompok berat badan.
101
Tambahan :
1. Kehamilan bisa dipertimbangkan menjadi penyebab keluhan mual dan
muntah terutama pada pasien perempuan yang sebelumnya tidak muncul
gejala tersebut.
2. Mengidentifikasi OAT penyebab akan sangat membantu, suatu tes
sederhana untuk identifikasi bisa dilakukan, yaitu dengan tidak memberikan
etionamid selama 1-2 hari. Bila gejala mual/muntah tidak muncul maka
penyebabnya adalah etionamid, bila masih muncul teruskan dengan
menghentikan PAS untuk 1-2 hari. Berikan kembali etionamid dalam dosis
terbagi atau dengan diberi jarak 1 jam dari obat oral yang lain. Bisa pula
diberikan anti emetik 30 menit sebelum pasien minum etionamid.
3. Serpihan es batu mungkin akan membantu mengurangi rasa mual
4. Bila ada indikasi terjadi gastritis, tangani secara simultan sesuai algoritma 8.
5. Bila semua langkah telah dilakukan dan mual/ muntah masih persisten maka
pertimbangkan penggantian OAT penyebab bila syarat empat OAT yang
masih efektif bisa terpenuhi.
102
Algoritma 2 : Diare
Observasi,
Apakah feses lunak/ konsumsi cairan lebih banyak
lunak cek elektrolit bila banyak cairan
cair
yang hilang, lihat algoritma 7.
Cair
TERAPI
TERAPI Kausatif
(bukan Efek samping)
Rehidrasi oral (cairan rumah tangga, Oralit) atau i.v tergantung derajat dehidrasi
Tahap 1 Menambah Intake cairan
Makanan: hindari makanan berlemak, perbanyak sayur,konsumsi buah.
Penggantian elektrolit bila perlu (Algoritma 7)
Tahap 4 Bila semua langkah tidak menghentikan diare, kurangi dosis obat yang dicurigai
selama masih memenuhi range terapi. Bila tidak berhasil pertimbangkan
penggantian OAT yang kelasnya sama bila ada.
103
Algoritma 3 : Athralgia
Akut
Tangani sesuai penyebab
TERAPI
Tahap 1 Terapi dengan OAINS dosis rendah (Ibuprofen 200-400 mg TID prn ), atau
Acetaminophen 325-600 mg PO setiap 4-6 jam prn
Allupurinol 200-300 mg p.o satu kali/ hari,
Tahap 2 Bila keluhan menetap atau makin berat, konsultasi dan rawat bersama dengan ahli rematologi/
penyakit dalam
104
Algoritma 4 : Vertigo
Gejala vertigo
Vestibuler Perifer
TERAPI
Obat anti vertigo diberikan dan tidak memberikan efek, tirah baring selama 1-2 hari
Tahap 2 Bila mual dan muntah berat maka cairan intravena diberikan untuk mencegah dehidrasi
Tahap 3 Merujuk ke Tim Ahli Klinis untuk latihan fiksasi visual dan latihan vestibular beberapa
hari setelah gejala mereda.
105
Algoritma 5 : Nyeri Kepala
Nyeri kepala
TERAPI
Dukungan psikososial untuk mengurangi pengaruh emosi yang mungkin berpengaruh terhadap
Tahap 2 nyeri kepala bila dengan obat tidak berkurang.
Paduan analgesic dengan obat anti inflamasi : Parasetamol 500 mg dan kodein 30 mg p.o 3x/hari
bila nyeri kepala menetap. (perhatian: hati-hati terhadap adiksi obat ini)
Tahap 4 Turunkan dosis tetapi masih dalam rentang dosis yang direkomendasikan.
Konsultasi dan rawat bersama dengan ahli neurologi.
106
Algoritma 6 : Insomnia/ Gangguan Tidur
Gangguan Tidur
TERAPI
Rujuk ke Ahli Jiwa
Berikan OAT yang dicurigai pada pagi hari, jauh sebelum waktu tidur pasien.
Tahap 1 Pemberian dukungan psikososial pada pasien,e .g., reassurance.
Lakukan konseling.
Lakukan pola tidur yang baik.
Tidur dan bangun secara reguler, hindari tidur pada siang hari.
Hindari konsumsi minuman berkafein (teh, kopi, softdrink), rokok dan obat dekongestan.
Lakukan kegiatan ringan sebelum tidur, min 20 menit.Hindari langsung tidur setelah makan
atau tidur dengan perut kosong.
Hindari perasaan cemas dan frustasi
Tahap 2 Pemberian Diazepam 2 – 5 mg p.o, lama pengobatan dibatasi sd 3 hari untuk transient
insomnia dan sd 2 minggu untuk short term insomnia
107
Algoritma 7 : Gangguan Elektrolit
Gejala Tetani
Gejala Berat: Gejala Ringan : Gejala :
Gangguan Konstipasi, kram, Aritmia, kram,
jantung, kejang, lelah, kelemahan lelah, kelemahan Rawat di fasyankes Pusat
ileus otot, penurunan otot rujukan PMDT. Pemberian
reflek Kalsium glukonas 10% dalam
cairan NaCl 0,9%
Hipokalsemia sering
disebabkan oleh
hipoalbuminemia. Periksa
Rawat Inap albumin dan kalsium bebas.
TERAPI
Bila ada muntah atau diare lakukan tatalaksana sesuai bagian lain pedoman ini,
Tahap 1 Sementara hentikan kuinolon bila ada gangguan jantung.
Periksa EKG. Bila terjadi prolonged QT interval, hentikan kuinolon terutama Mfx dan Ofx, dan
haloperidol bila ada.
Untuk hipokalemia, berikan tambahan makanan yang banyak mengandung K seperti pisang,
jeruk, tomat dan jus anggur.
Lakukan penggantian elektrolit sesuai dengan pedoman dengan mempertimbangkan berat ringan
gejala yang ada (lihat Juknis tatalaksana TB MDR, pastikan fungsi ginjal normal sebelum
penggantian elektrolit.
Hipomagnesemia sering disebabkan oleh hipokalemia dan hipokalsemia, terapi keduanya terlebih
dahulu.
Pemberian Kalium oral dapat menimbulkan mual muntah yang signifikan, pemberian Mg oral
dapat menimbulkan diare, sehingga hati-hati pemberian oral pada pasien dengan keluhan tersebut.
Y T
Berikan OAT dengan dengan makanan yang tidak terlalu berat atau setelah makan
Tahap 1 Hindari kafein (kopi, teh, atau soda) dan merokok.
Pemberian OAT TB MDR dengan dosis terbagi dengan tetap mengacu pada DOT ( untuk Eto dan atau PAS,
tergantung OAT mana yang dicurigai sebagai penyebab)
Bila pasien di rawat inap atau DOT bisa diatur maka dimungkinkan pemberian OAT TB MDR pada malam
hari, bila mendapat PAS berikan 1 jam sebelum OAT yang lain.
Y Mungkin Psikosis
Berikan Haloperidol 5 mg IV atau IM, ulangi bilamana respon tidak ada, bila ada respon
Tahap 2 berikan Haloperidol 2 mg p.o/ hari. Bila gejala muncul kembali dosis naik 2 mg/ hari
maksimal 10 mg/ hari.
Diazepam 2-5 mg dapat pula diberikan bila ada gejala kecemasan/ansietas.
Tingkatkan dosis B6 sampai 300 mg/ hari
Tahap 3 Bila respon belum memadai terapi psikosis dilanjutkan dengan supervisi oleh psikiater.
Difenhidramin 25 mg untuk mencegah gejala ekstra piramidal.
111
Algoritma 11 : Dermatitis
Dermatitis
Terapi simptomatik :
Perkenalkan kembali OAT melalui Antihistamin :
trial selama 3 hari* CTM 3 x 2 mg, Cetirizin 1x 10 mg
Topikal :
Hidrokortison Krim 1 % 2-3x/ hari
Catatan :
Bila reaksi kulit berat mulai dengan dosis 1/10 dari dosis awal
Urutan OAT TB MDR yang menyebabkan reaksi kulit dari yang paling kuat:
Pirazinamid
Ethionamid
Sikloserin
Etambutol
PAS
Kanamisin
112
Algoritma 12 : Depresi
> 2 mg mengalami perasaan sedih menetap, hilang
konsentrasi dan minat, penurunan nafsu makan, perasaan T Observasi
tak berguna/ bersalah, memikirkan kematian
Cenderung melukai diri sendiri/ orang lain Rujuk ke RS untuk Rawat inap
Y
Mengutarakan keinginan bunuh diri Keamanan pasien/ lingkungan
Tahap 1 Konseling pada pasien dan keluarga, dukungan psikososial untuk mengurangi dampak
stresor.
Terapi dalam kelompok pelalui diskusi peer group/ FGD
113
Algoritma 13 : Nefrotoksis
Muncul gejala :
Lakukan pemantauan rutin fungsi ginjal
Penurunan produksi urin, Edema atau anasarka, Lemah,
sesuai pedoman
Muntah, Kesulitan bernafas
TERAPI
Tahap 2 Bila kondisi pasien membaik maka lakukan penggantian Km dengan Cm, direkomendasikan untuk
memberikan secara intermiten sesuai pedoman.
Bila BUN dan kreatinin tidak turun maka hentikan pemberian OAT suntikan dang anti dengan OAT lain yang
tidak atau relatif lebih tidak nefrotoksik, sesuai rekomendasi dari ahli nefrologi/ penyakit dalam.
114
Algoritma 14 : Hepatotoksis
Pasien dengan gejala ikterik, mual/muntah berat, urin berwarna coklat tua,
BAB seperti depul, Nyeri perut kanan atas dan pruritus
Periksa LFT
Terapi Simptomatik
<3x >3x
115
Algoritma 15 : Hipotiroidisme
Evaluasi :
Kelelahan, pembesaran tiroid, letih, lesu,
depresi, konstipasi, tidak tahan dingin,
sulit konsentrasi, hilang nafsu makan, BB N Observasi
naik, kulit kering, rambut rontok
Terapi
116
Algoritma 16 : Gangguan Pendengaran
Kurangi frekwensi
suntikan menjadi 3X
seminggu
117
LAMPIRAN 3
FORMULARIUM OBAT EFEK SAMPING OAT MDR
No Kelas Terapi Nama Generik Sediaan
1. Analgetik,Antipiretik,an Asam Mefenamat Tab 250 mg
ti inflamasi Non Steroid Tab salut 500 mg
Ibuprofen Tab 200 mg, 400 mg
Ketoprofen Tab 100 mg
Inj 100 mg
Na Diklofenak Tab 25 mg, 50 mg
Meloksikam Tab 7,5 mg, 15 mg
Suppositoria
Piroksikam Tab 10 mg, 20 mg
Kap 20 mg
Cap 10 mg
Parasetamol Tab 100 mg, 500 mg
Syr 120 mg/ 5 ml
Sup 120 mg/ 240 mg
Tramadol Tab 50 mg, Cap 50 mg
Injeksi 50mg/ml
2. Anti Pirai Allopurinol Tab 100 mg, 300 mg
Probenesid Tab 500 mg
3. Anti Alergi Klorfeniramin Maleat Tab 4 mg
Inj 5 mg
Cetirizine Tab 10 mg
Deksametason Tab 0,5 mg
Inj.iv 5 mg/ ml
Prednison Tab 5 mg
Metilprednisolon Tab 4 mg, 8 mg, 16 mg
Inj 500 mg
Hidrokortison Krim 1%; 2,5%
Difenhidramin Inj.im 10 mg/ml
4. Anti Anafilaksis Epinefrin Inj.sk/im 0,1%
5. Anti Epilepsi-Anti Diazepam Tab 2 mg, 5 mg
konvulsi Inj 5 mg
Fenitoin Tab 30 mg, 100 mg
Inj 50 mg
Fenobarbital Tab 30 mg, 100 mg
Asam Valproat Tab 150 mg, 300 mg
118
6. Antasida – Anti ulkus Antisida DOEN I Tablet kunyah
Antasida DOEN II Susp 60 ml
Ranitidin Hidroklorida Tab 150 mg
Inj 25 mg/ 2 ml
Omeprazol Cap 20 mg
Lansoprazol Tab 30 mg
Sukralfat Tab 500 mg
Susp 500 mg/5 ml
7. Anti emetik Metoklopramid Tab 5 mg, 10 mg
Syr 5 mg/ml
Inj 5 mg/ml
Prometazin Tab 25 mg
Difenhidramin Inj 10 mg/ml
Ondansetron Tab 4 mg
Domperidon Tab 10 mg
Susp 5 mg/ 5 ml
8. Diare Garam oralit Sachet
Loperamide Tab 2 mg
Norit Tablet
9. Anti spasmodik Atropin Tab 1 mg
Inj im/iv/sk 0,25 mg/ 1
mg
Ekstrak Belladona Tab 10 mg
10. Katartik Bisacodil Sup 5 mg/ 10 mg
Gliserin Susp 100 ml
11. Anti tusif Dekstrometorfan Tab 15 mg
Syrup 10 mg/ 5 ml
Kodein Tab 10 mg
12. Ekspektoran Gliseril guaiakolat Syr 25 mg/ 5 ml
Tab 100 mg
OBH Cairan 100 ml, 200 ml
13. Mukolitik Ambroxol Tab 30 mg
Syr 15 mg/ml
14. Anti ansietas – anti Diazepam Tab 2 mg, 5 mg
insomnia Inj im 5 mg/ml
Alprozolam Tab 0,25 mg; 0,5 mg; 1
mg
15. Anti depresi Amitriptilin Tab 25 mg
Fluoksetin Cap 10 mg, 20 mg
119
16. Anti psikosis Haloperidol Tab 0,5 mg, 1,5 mg, 2
mg, 5 mg
Klorpromazin Tab salut 25 mg, 100 mg
Inj im 25 mg/ ml
17. Gejala Ekstrapiramidal Triheksifenidil Tab 2 mg
18. Anti Vertigo Betahistin mesilat Tab 6 mg
19 Diuretik Furosemid Tab 40 mg
Inj 10 mg
Sprironolakton Tab 25 mg, 100 mg
HCT Tab 25 mg
20. Vitamin dan Mineral Asam askorbat Tab 50 mg
Kalsium glukonas Inj 100 mg/ml
Kalsium laktat Tab 500 mg
Nikotinamid
Piridoksin
Retinol
120
LAMPIRAN 4
PELAKSANAAN RAMPING OBAT (DOSIS INCREMENTAL)
Metode ramping adalah salah satu metode memulai pengobatan TB MDR yang
bertujuan untuk meminimalkan efek samping yang dialami pasien yang
menggunakan OAT lini kedua (Etionamid, Sikloserin dan PAS) yaitu keluhan
gastrointestinal berupa mual, muntah dan nyeri lambung.
Ramping obat yang direkomendasikan dilaksanakan maksimal 1 minggu.
Pengobatan dimulai dan mulai dicatat ketika pasien sudah menerima dosis
penuh obat.
2. Hari ketiga
121
- Berikanlah dosis penuh Levofloksasin dan Pirazinamid, serta satu
tablet sikloserin, satu tablet etionamid dan satu sachet PAS secara
bersamaan.
- Setelah itu baru injeksi kanamisin diberikan.
3. Hari keempat
- Lakukan langkah seperti pada hari ketiga.
5. Hari ketujuh
- Lakukan langkah seperti pada hari keenam.
122
Langkah menangani keluhan gastrointestinal :
Bila pada hari tersebut pasien mengalami mual, nyeri lambung, kehilangan nafsu
makan lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Mintalah pasien untuk menghindari makanan yang terlalu pedas,
berbumbu dan berbau tajam. Hindari merokok dan minum the/ kopi
di pagi hari.
- Mintalah pasien untuk duduk ketika minum obat, terkadang posisi
duduk setengah tiduran sangat membantu mengurangi mual.
Minum banyak cairan (sekitar 3 cangkir penuh) akan sangat
membantu.
- Mintalah pasien untuk mengkonsumsi puding atau agar yang
mengandung susu sesaat sebelum minum obat.
- Berikan ranitidin 2 tablet pada pagi hari bangun tidur dan perut
kosong. Bisa pula ranitidin ini diminum malam hari sebelum tidur.
- Bila langkah-langkah di atas tidak mengurangi gejala dalam 2 hari
atau gejala mual dan muntah sangat berat maka berikan
Domperidone (10mg) setengah jam sebelum minum OAT hari
selanjutnya.
123
DAFTAR RUJUKAN
124