PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kejadian batu saluran kemih (urolitiasis) di Amerika serikat tahun 2013
dilaporkan sekitar 5-10% penduduk dalam hidupnya pernah menderita penyakit
ini, sedangkan di Eropa bagian selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang
7%, di Taiwan 9,8% dan di Indonesia sekitar 59,1% dari 10.000 penduduk
(Muslim, 2014).
Batu saluran kemih (urolitiasis) menurut Borlay (2013) adalah zat padat
yang dibentuk oleh persipitasi berbagai zat terlarut seperti kalsium oksalat,
kalsium fosfat, dan asam urat yang meningkat dalam urine di saluran kemih.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa penderita batu saluran kemih
pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari wanita, hal ini terjadi karena kadar
kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentukan batu. Sedangkan pada
wanita lebih rendah dari pada laki-laki karena kadar sitrat air kemih sebagai
bahan penghambat terjadinya batu lebih tinggi dari laki-laki. Batu kandung
kemih ini juga dapat terbentuk pada usia lanjut karena terjadi akibat adanya
gangguan aliran di perkemihan, misalnya karena hiperplasia (Sjamsuhidajat,
2010).
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-
60 tahun dengan rata-rata pria banyak yang menderita di usia 43 tahun dan
wanita 40 tahun. Sedangkan umur terbanyak penderita batu saluran kemih di
negara-negara barat 20-50 tahun dan di Indonesia sendiri 30-60 tahun.
Kemungkinan faktor penyebab ini dikarenakan dari faktor sosial, ekonomi dan
budayanya. Sedangkan Berdasarkan data yang didapatkan dari rumah sakit
muhammadiyah surakarta kejadian dalama 1 tahun terakhir didapatkan 6 orang
yang menderita penyakit urolitiasis dengan rata-rata usia penderita sekitar 30-
43 tahun. Sedangkan angka kekambuahan 10 tahun ke depan bisa mencapai
75% dan 20-25 tahun ke depan bisa mencapai 95-100% ini dapat dipicu dari
faktor sosial, ekonomi dan dengan kemajuan zaman yang semakin berkembang
saat ini. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata penderita batu saluran
kemih ini banyak diderita oleh kalangan dewasa laki-laki dan banyak hal yang
harus diketahui oleh kalangan masyarakat untuk mencegah terjadinya
peningkatan penderita batu saluran kemih 10-25 tahun ke depan, sehingga
penulis tertarik untuk membuat asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan : dengan urolitiasis.
1
2
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan data prevalensi penyakit Ureterolithiasis yang semakin
meningkat di Indonesia , maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter
pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter
mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan
kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga
bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi
kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi
hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 2003).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat,
calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis
terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut
calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu
tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan
urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai
beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis
ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah,
demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner
and Suddarth, 2002).
B. ANATOMI
Ureter merupakan saluran muskular dengan lumen yang sempit yang
membawa urin dari ginjal menju vesica urinaria. Bagian superior dari ureter
yaitu pelvis renalis dibentuk oleh 2-3 calyc major dan masing-masing calyc
major dibentuk oleh 2-3 calyc minor. Apex dari pyramidum renalis yaitu
paila renalis akan masuk menekuk ke dalam calyc minor.5,6 Pars abdominalis
dari ureter menempel peritoneum parietalis dan secara tofografi letaknya
adalah retroperitoenal. Ureter bejalan secara inferomedial menuju anterior
dari psoas major dan ujung dari processus transversus vertebrae lumbalis dan
3
4
kandung kemih, bertanggung jawab atas beberapa gejala kandung kemih yang
sering menyertai kalkulus ureter intramural.
D. ETIOLOGI
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,
gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati
(nekrosis papil) dan multifactor. Banyak teori yang menerangkan proses
7
pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas
teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
a. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat
jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing
di saluran kemih.
b. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal
batu.
c. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal,
antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa
peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan
memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih.
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli
dalam traktus urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan
gejala. Namun perlahan keluhan akan dirasakan seiring bertanbahnya ukuran
kalkuli seperti:
- Nyeri atau pegal-pegal pada pinggang atau flank yang dapat menjalar
ke perut bagian depan, dan lipatan paha hingga sampai ke kemaluan.
- Gangguan miksi
- Hematuria:buang air kecil berdarah.
- Urin berisi pasir, berwarna putih dan berbau
- Nyeri saat buang air kecil
- Infeksi saluran kencing
- Demam
8
H.
Menyebabkan p
kolik
P
P
u
ukuran besar
am ureter
ksi
nyebabkan
ap berda
dangan
iureteritis
B4
11
yang
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Brunner & Suddart, (2015) dan Purnomo, (2012) diagnosis urolithiasis dapat
ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan seperti:
Gerakan peristaltic
ureter untuk
mendorong batu ke
distal
Menimbulkan
kontraksi yang
kuat
1) Kimiawi darah dan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat,
B6
kreatinin, natrium, pH dan volume total
2) Analisis kimia dilakukan untuk menentukan komposisi batu.
3) Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bakteri dalam urin (bacteriuria)
4) Foto polos abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-
opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-
opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat
bersifat non opak (radio-lusen).
J. KOMPLIKASI
1. Infeksi
2. Obstruksi
3. Hidronephrosis.
L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. M
Usia : 41 tahun
Tanggal lahir : 15 April 1978
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kendal RT 02 RW 02
Dx medis : Ureterolithiasis
Tanggal masuk RS : 7 Desember 2018
1. Alasan masuk RS
Klien mengatakan susah dan sakit saat buang air kecil
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri pinggang sejak 3 bulan yang lalu, masuk ke RSI SA
melalui poli urologi dengan rujukan dari RSUD Kendal. Berdasarkan hasil
pemeriksaan rontgen menunjukkan adanya batu ginjal di sebelah kanan. Klien
disarankan untuk op-name dan dijadwalkan operasi pada tanggal 6 Desember 2018
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien memiliki riwayat Hipertensi, sejak tahun 2016. Riwayat pengobatan
sebelumnya (-), maag (-), riwayat alergi (-), riwayat merokok (-), riwayat konsumsi
alkohol (-), riwayat konsumsi jamu-jamuan (-).
4. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami hal yang serupa
dengan klien
5. Aktivitas Istirahat
Klien seorang wiraswasta. Klien istirahat dari pukul 22.00 – 05.00 WIB. Klien
tidak memiliki keluhan insomnia. Kesadaran pre operasi: compos mentis, intra
operasi: tersedasi, post operasi compos mentis. GCS E4M6V5.
6. Sirkulasi
Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi. TTV (baring) 130/90 mmhg, nadi
87 x/menit, pernapasan 22 x/menit. Suhu 360 C. Pengkajian thoraks : inspeki
pengembangan dada simetris, retraksi dinding dada (-), lesi (-). Palpasi fremitus
kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-). Perkusi timpani di
13
kedua lapang paru depan dan belakang. Auskultasi bunyi jantung I-II reguler,
murmur(-), suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Distensi vena
jugularis (-), CRT < 2’, Homan’s sign (-) , varises (-), membran mukosa lembab,
bibir lembab, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), distensi vena
jugularis (-), akral hangat pada ekstrimitas atas.
TTV intra operatif, tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi: 80 x/menit, pernapasan :
18 x/menit.
TTV post operatif, tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi: 80x/menit, pernapasan: 20
x/menit.
7. Integritas ego
Klien mengatakan jika mempunyai masalah selalu bercerita kepada orang terdekat
untuk meringankan beban.
8. Eliminasi
Klien mengatakan BAB sehari 1x, klien mengatakan susah BAK dan saat BAK
tersendat. Tidak mengalami nokturia. Karakter urin : warna kuning jernih. Klien
mengatakan nyeri saat berkemih. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat
penyakit ginjal/ kandung kemih. Klien tidak memiliki hemoroid dan tidak
terpasang kateter. Pengkajian abdomen, benjolan (-). Auskultasi bising usus (+) 11
x/menit. Perkusi timpani. Palpasi nyeri tekan (-), massa (-),teraba elastis. Tidak ada
hemorroid dan klien tidak menggunakan kateter.
9. Makanan cairan
Klien makan 3x sehari. Klien mengatakan mual sejak 3 bulan yang lalu. Klien tidak
ada riwayat alergi makanan. Berat badan saat ini : 65 kg. Tinggi badan : 160 cm.
Turgor kulit : elastis, membran mukosa lembab, gangguan menelan (-), mual (+),
muntah (-), tidak ada edema pada ekstrimitas, asites (-), bising usus 11 x/menit.
10. Hiegine
Klien mandi 2 kali sehari dan aktivitas sehari-hari dilakukan secara mandiri. Klien
sudah mandi menggukan chlorehexidine 2% sebelum operasi. Penampilan umum
bersih, cara berpakaian rapih, bau badan (-), kondisi kulit kepala dan rambut bersih,
rambut tidak berminyak, berketombe dan lesi, kuku tangan dan kaki bersih.
11. Neurosensori
Klien mengatakan susah menggerakan kedua kaki setelah operasi. Klien tidak
memiliki riwayat stroke. Klien tidak menggunakan alat bantu pada sistem
14
pengindraan. Status mental : compos mentis. Orientasi waktu, orang dan tempat
baik. Kesadaran : Composmentis, kooperatif.
12. Hasil pemeriksaan labolatorium
Pemeriksaan laboratorium 8 Januari 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Darah rutin 1
Hemoglobin 15 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 45.7 33-45 %
Leukosit 10.47 3.8-10.6 ribu/uL
Trombosit 249 150-440 ribu/uL
Golongan darah/rh A / Positif -
APTT/PTTK 27.6 21.8-28.0 Detik
Kontrol 25 20.8-28.2 Detik
PPT 9.6 9.3-11.4 Detik
Kontrol 10.6 9.2-12.4 Detik
IMUNOSEROLOGI
HbsAG kualitatif Non Reaktif Non Reaktif -
KIMIA
Gula darah sewaktu 106 75-110 mg/dl
Ureum 16 10-50 mg/dl
Creatinin darah 1.35 0.6-1.1 mg/dl
Na, K, Cl
Natrium 142.2 135-147 mmol/L
Kalium 4.28 3.5-5 mmol/L
Chloride 100.9 95-105 mmol/L
M. ANALISA DATA
2. Intra operasi
Risiko hipotermia berhubungan lingkungan bersuhu rendah
Hari / Tanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Rabu, 9 Januari Setelah dilakukan tindakan NIC: Perawatan HIpotermia
2019 keperawatan selama 1 x 1 a. Monitor suhu pasien
11.00 wib jam diharapkan perdahan menggunakan alat pengukur
tidak terjadi dengan b. Berikan pemanas pasif (misal :
kriteria hasil : selimut, penutup kepala,
a. Klien tidak merasa pakaian hangat)
merinding saat c. Bebaskan pasien dari
kedinginan lingkungan yang dingin
b. Klien tidak menggigil
saat dingin
3. Post operasi
Risiko jatuh berhubungan dengan agen farmaseutikal
- Mengajarkan pasien
19
relaksasi nafas
dalam
2. Intra operasi
HARI/TGL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
Rabu, 9 Januari - Memonitor suhu pasien S : klien mengatakan
2019 menggunakan alat sudah tidak kedinginan
11.45 Wib pengukur j. O : pasien tampak
- memberikan pemanas tenang
pasif (misal : selimut, TD : 130/90 mmHg
l. N : 80x/ menit
penutup kepala, pakaian
hangat) m. S : 360C
- membebaskan pasien dari RR : 18 x/menit
lingkungan yang dingin A : masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
klien
3. Post operasi
20
BAB III
C. SCRUBING
Dokter operator, asisten operator, perawat instrument melakukan cuci tangan
bedah menggunakan air mengalir, chlorehexidine 4%, pembersih kuku, sponge,
dan sikat. Dengan langkah-langkah:
1. Melepaskan aksesoris pada tangan dan mengecek apakah tanga ada yang
terluka atau tidak, jika ada luka minta perawat instrument lain untuk
menggantikan.
2. Memakai apron
3. Melipat lengan baju sampai 10 cm di atas siku
4. Membasahi tangan sampai 5 cm di atas siku di bawah air mengalir
5. Membersihkan kuku menggunakan pembersih kuku dibawah air mengalir
dari arah dalam keluar. Buang pembersih kuku ke tempat sampah
6. Mengambil chlorehexidine 4% ke spon secukupnya (alat sensor) bersamaan
dengan membuang plastik tempat sikat dan spon ke tempat sampah.
7. Membasahi spon dan meremas-remas sampai berbusa, gosokkan tangan dari
jari sampai 5 cm di atas siku.
8. Menyikat kuku pada masing-masing tangan selama 1 menit atau 60x gosokan
dengan arah menjauhi badan
9. Membuang sikat ke tempat sampah dan bilas tangan menggunkan air
mengalir sampai bersih (spon tetap dipegang)
10. Mengambil kembali chlorehexidin pada busa, remas-remas dan gosokkan
pada tangan hingga ¾ lengan
11. Membersihkan tangan menggunakan spon pada tangan kanan dan kiri secara
bergantian (menggosok telapak tangan, punggung tangan dan seluruh jari
masing-masing selama 15 detik secara berurutan) kemudian membuang spon
ke tempat sampah.
12. Bilas tangan hingga bersih dibawah air mengalir
13. Mengambil kembali chlorehexidine 4%, lumuri tangan sampai pergelangan
tangan, dilanjutkan cuci tangan prosedural (6 langkah cuci tangan)
14. Membilas tangan dengan air mengalir sampai bersih.
15. Angkat tangan diantara bahu dan pusar, tangan harus tetap menghadap keatas,
biarkan air mengalir sampai kesiku, jangan dikibaskan.
D. GOWNING GLOVING
1. Dokter operator, asisten operator, dan perawat instrument mengeringkan
tangan menggunakan towel kemudian memakai jas operasi dan glove steril
dengan bantuan perawat sirkuler.
2. Perawat instrument menyiapkan meja mayo meliputi memasang sarung meja,
perlak dan duk sedang dan menyiapkan instrument di meja mayo.
E. INSTRUMENTASI
Scrubing nurse/ perawat instrument menyiapkan instrument lototomy set dan
bahan habis pakai meliputi kassa 10 lipat, urinebag, kateter no 16, spuit 20cc,
kateter tip, plester, povidone iodine 10%
F. ASEPSIS
Perawat instrument memberikan kassa steril yang telah dijepit menggukan sponge
holder forcep dan bowl yang berisi povidon iodine 10% dan dan alkohol 70% di
23
bowl kepada operator untuk melakukan asepsis pada area operasi memutar dari
dalam ke luar berlawanan arah jarum jam.
G. DRAPPING
Perawat instrumen memberikan duk steril kepada asisten operator untuk
melakukan drapping. Perawat instrument mengambil perlak steril di pasang di
bawah area, kemudian mengambil duk steril membantu asisten operator untuk
melakukan drapping. Duk besar pertama untuk bagian bawah, duk panjang untuk
bagian atas, dan duk sedang untuk kaki kanan dan kiri kemudian kunci
menggunakan towlklem.
H. TIME OUT
Perawat sirkuler melakukan time out. Dilakukan sebelum insisi, dihadiri minimal
oleh perawat, ahli anestesi dan operator.
1. Seluruh anggota tim menyebutkan nama dan peran masing-masing.
2. Konfirmasi pasien mengenai (identitas, diagnosa, prosedur operasi dan lokasi
operasi)
3. Adakah antibiotik profilaksis yang di berikan ? (ya) ceftriaxon 1gr
4. Pencegahan kejadian yang tidak diinginkan.
a. Operator
1) Kemungkinan kesulitan selama operasi (tidak ada)
2) Estimasi lama operasi (20 menit)
3) Antisipasi kehilangan darah (minimal)
b. Tim anestesi
1) Adakah masalah spesifik yang timbul ? (tidak ada)
2) Hal apa yang perlu diperhatikan ? (status hemodinamik pasien)
c. Tim keperawatan
1) Apakah peralatan sudah steril ? (steril)
2) Apakah alat sudah lengkap ? (sudah)
3) Adakah alat khusus yang harus diperhatikan ? (tidak ada)
5. Hasil pemeriksaan imaging penting di tampilkan ? (ya, sudah)
6. Operator memimpin berdoa sebelum operasi dimulai.
LANGKAH-LANGKAH OPERASI
3. Perawat instrument memberikan coated guide Coated Guide Wire size 0.032
wire size 0,032 dan memasukannya melalui
lubang karet orange uterorenoscope secara
perlahan, operator meneruskan sampai vesika
urinaria kemudian melanjutkan ke ureter
sampai terlihat batu, kemudian dilanjutkan
sampai ke ginjal.
4. Perawat instrument menahan Coated Guide Haemostatik forceps (1)
Wire disaat operator mengeluarkan
uretrorenoscope, kemudian perawat
instrument memfiksasi CGW dengan duk atas
menggunakan haemostatik forceps.
5. Operator memasukan uretrorenoscope Uretrorenoscope (1) / shet URS,
mengikuti Coated Guide Wire hingga lensa (1), licos (1), air (1)
ditemukan tempat batu
6. Perawat instrument memasukkan litoplas Litoclast (1), Selang litoclast (1),
melaui lubang karet orange uretrorenoscope, profe (1)
kemudian diteruskan oleh operator sampai
ditemukan batu dan menghancurkan batu
degan litoclas serta mengirigasi cairan dalam
ureter (jika diperlukan). Seletah selesai,
perawat instrument menerima litoclast dari
dokter operator dan diletakkan di meja
instrument.
7. Perawat instrument menerima Uretrorenoscope (1) / shet URS,
uretrorenoscope yang telah dikeluarkan oleh lensa (1), licos (1), air (1), Guide
dokter operator untuk diletakkan di meja wire (1)
instrument, kemudian, perawat instrument
menarik guide wire secara perlahan.
8. SIGN OUT Nama Pr intr (+) post
- Lakukan perhitungan instrument dan barang e
bahan habis pakai yang digunakan Instrumen 14 14 - 14
- Perdarahan kurang lebih 10cc t
- Labeling spesimen jaringan (tidak ada) Kassa 10 10 - 10
- Apakah terdapat permasalahan jarum - - - -
peralatan yang perlu disikapi ? tidak
ada Instrument, kassa dan bahan habis
- Kepada dokter operator, dokter
pai lengkap
anestesi dan tim keperawatan, apakah
ada pesan khusus untuk pemulihan
pasien ? (tidak ada)
9. Perawat instrument memberikan kateter no 16 Kateter no 16 (1), pelumkat,
yang telah diolesi jelly kepada dokter operator urinebag (1)
untuk memasang kateter, kemudian perawat
instrument memfiksasi dengan water steril
sebanyak 15cc kedalam balon cateter,
25
10. Jika instrument dan barang habis pakai sudah lengkap dan dipastikan tidak ada
yang tertinggal, kemudian rapikan alat dan pasien.
11. Jika pasien sudah rapi, persiapkan brankart untuk memindahkan pasien ke RR.
12. Tim anestesi akan melepaskan pulseoxymetri, bedside monitor, spignomanometer,
infus, dan elektrode.
13. Tim operasi melepaskan gaun operasi, handscoon secara berurutan dilanjutkan
cuci tangan prosedural menggunakan chlorehexidine dan dikeringkan.
14. Perawat sirkuler memindahkan pasien ke ruang recovery, memasang oksigen
canul 3liter/menit, bedside monitor dan memasang insfus pada standart infus.
15. Perawat RR memantau keadaan pasien dan menghitung bromage score ≤2, maka
pasien bisa dipindah ke ruangan rawat inap.
16. Perawat RR melakukan serah terima pasien dengan perawat ruangan. Perawat
memastikan keamanan pasien dan tingkat kesadaran pasien saat memindahkan
pasien ke bed ruangan.
26
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, sedangkan
ureterolithiasis adalah kumpulan batu dalam ureter. Ada beberapa tindakan
untuk mengeluarkan batu tersebut salah satunya dengan ureterorenoscopy
litotripsi. Ureterorenoscopy sendiri adalah suatu tehnik untuk melihat traktus
urinanius ureter hingga ginjal. Tindakan ini dilakukan dengan cara
memasukkan alat melalui uretra (saluran kencing di dalam penis atau saluran
kencing wanita) hingga memasuki kandung kencing. Sedangkan litotripsi
merupakan memasukkan alat sistoskopi yang dilengkapi dengan alat
penghancur batu ke dalam kandung kemih, melalui saluran kencing. Setelah
batu kandung kemih dapat diidentifikasi operator, batu dihancurkan dengan
alat penghancur, yang disebut stone punch. Pecahan-pecahan batu tersebut
kemudian dikeluarkan dari kandung kemih.
B. SARAN
Berdasarkakn kesimpulan diatas, maka penyususn mengambil saran
dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan perioperatif pada
pasien dengan ureterolithiasis dengan tindakan ureterorenoscopy. Adapun
saran saran adalah sebagai berikut:
1. Bagi pasien, apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit
ureterolithiasis hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar
dapat dilakukan tindakan keperawatan.
2. Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik
secara teoritis maupun praktek tentang ureterolithiasis agar dapat
melakukan tindakan keperawatan salah satunya dengan asuhan
keperawatan perioperatif seperti tindakan ureterorenoscopy.
3. Bagi rumah sakit, hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga
pada penderita ureterolithiasis mendapatkan pelayanan yang maksimal dan
optimal, sehingga komplikasi dari penyakit dapat diminimalkan.
27
DAFTAR PUSTAKA