Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kejadian batu saluran kemih (urolitiasis) di Amerika serikat tahun 2013
dilaporkan sekitar 5-10% penduduk dalam hidupnya pernah menderita penyakit
ini, sedangkan di Eropa bagian selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang
7%, di Taiwan 9,8% dan di Indonesia sekitar 59,1% dari 10.000 penduduk
(Muslim, 2014).
Batu saluran kemih (urolitiasis) menurut Borlay (2013) adalah zat padat
yang dibentuk oleh persipitasi berbagai zat terlarut seperti kalsium oksalat,
kalsium fosfat, dan asam urat yang meningkat dalam urine di saluran kemih.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa penderita batu saluran kemih
pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari wanita, hal ini terjadi karena kadar
kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentukan batu. Sedangkan pada
wanita lebih rendah dari pada laki-laki karena kadar sitrat air kemih sebagai
bahan penghambat terjadinya batu lebih tinggi dari laki-laki. Batu kandung
kemih ini juga dapat terbentuk pada usia lanjut karena terjadi akibat adanya
gangguan aliran di perkemihan, misalnya karena hiperplasia (Sjamsuhidajat,
2010).
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-
60 tahun dengan rata-rata pria banyak yang menderita di usia 43 tahun dan
wanita 40 tahun. Sedangkan umur terbanyak penderita batu saluran kemih di
negara-negara barat 20-50 tahun dan di Indonesia sendiri 30-60 tahun.
Kemungkinan faktor penyebab ini dikarenakan dari faktor sosial, ekonomi dan
budayanya. Sedangkan Berdasarkan data yang didapatkan dari rumah sakit
muhammadiyah surakarta kejadian dalama 1 tahun terakhir didapatkan 6 orang
yang menderita penyakit urolitiasis dengan rata-rata usia penderita sekitar 30-
43 tahun. Sedangkan angka kekambuahan 10 tahun ke depan bisa mencapai
75% dan 20-25 tahun ke depan bisa mencapai 95-100% ini dapat dipicu dari
faktor sosial, ekonomi dan dengan kemajuan zaman yang semakin berkembang
saat ini. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata penderita batu saluran
kemih ini banyak diderita oleh kalangan dewasa laki-laki dan banyak hal yang
harus diketahui oleh kalangan masyarakat untuk mencegah terjadinya
peningkatan penderita batu saluran kemih 10-25 tahun ke depan, sehingga
penulis tertarik untuk membuat asuhan keperawatan gangguan sistem
perkemihan : dengan urolitiasis.

1
2

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan data prevalensi penyakit Ureterolithiasis yang semakin
meningkat di Indonesia , maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep dasar penyakit ureterolithiasis meliputi defisini,


etiologi, pathofisilogi, manifestasi klinik, penatalaksanaan medisnya?
2. Bagaimana asuhan keperawatan perioperatif penyakit ureterolithiasis
yang tepat?
3. Bagaimanakah langkah langkah prosedur ureterorenoscopy sebagai salah
satu tindakan operatif pada kasus ureterolithiasis?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Tenaga kesahatan mampu mengetahui konsep dasar penyakit


ureterolithiasis
2. Tenaga kesehatan mampu memeberikan asuhan keperawatan perioperatif
secara tepat dan benar pada pasien dengan ureterolithiasis
3. Tenaga kesehatan mampu memahami dan melakukan langkah langkah
utererorenoscopy secara tepat dan benar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter
pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter
mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan
kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga
bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi
kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi
hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 2003).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat,
calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis
terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut
calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu
tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan
urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai
beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis
ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah,
demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner
and Suddarth, 2002).
B. ANATOMI
Ureter merupakan saluran muskular dengan lumen yang sempit yang
membawa urin dari ginjal menju vesica urinaria. Bagian superior dari ureter
yaitu pelvis renalis dibentuk oleh 2-3 calyc major dan masing-masing calyc
major dibentuk oleh 2-3 calyc minor. Apex dari pyramidum renalis yaitu
paila renalis akan masuk menekuk ke dalam calyc minor.5,6 Pars abdominalis
dari ureter menempel peritoneum parietalis dan secara tofografi letaknya
adalah retroperitoenal. Ureter bejalan secara inferomedial menuju anterior
dari psoas major dan ujung dari processus transversus vertebrae lumbalis dan

3
4

menyilang arteri iliaca externa tepat di luar percabangan arteri iliaca


commonis. Kemudian berjalan di dinding lateral dari pelvis untuk memasuki
vesica urinaria secara oblique. Ureter secara normal mengalami kontriksi
dengan derajat yang bervariasi pada tiga tempat, yaitu: 1). Junctura
ureteropelvicum, 2). Saat ureter melwati tepi dari aditus pelvicum, dan 3).
Saat melewati dinding vesica urinaria. Area-area yang menyempit ini
merupakan lokasi yang potensial untuk terjadinya obstruksi yang disebabkan
oleh batu (kalkuli) ginjal.

Gambar 1. Anatomi Struktur Internal dari ginjal dan Perjalanan Ureter.


Pada saat kedua ureter memasuki vesica urinaria mereka berjarak
sekitar 5 cm. Dan saat vesica urinaria terisi penuh, muara dari kedua ureter ini
berjarak sama sekitar 5 cm, tetapi saat vesica urinaria dalam keadaan kosong
muara dari kedua ureter berjarak sekitar 2,5 cm. Diameter lumen dari ureter
di junctura ureteropelvicum sekitar 2 mm, di bagian tengah sekitar 10 mm,
saat menyilang arteri iliaca externa sekitar 4 mm, dan di junctura
ureterovesicalis sekitar 3-4 mm.
5

Gambar 2. Diameter Lumen Ureter pada Masing-Masing Lokasi


Penyempitan.
Reseptor nyeri pada traktus urinarius bagian atas berperan dalam
persepsi nyeri dari kolik renalis. Reseptor ini terletak pada bagian sub mukosa
dari pelvis renalis, calyx, capsula renalis, dan ureter pars superior. Terjadinya
distensi yang akut merupakan faktor penting dalam perkembangan nyeri kolik
renalis daripada spasme, iritasi lokal, atau hiperperistaltik ureter. Rangsangan
pada peripelvis capsula renalis menyebabkan nyeri pada regio flank,
sedangkanrangsangan pada pelvis renalis dan calyx menyebabkan nyeri
berupa kolik renalis. Iritasi pada mukosa juga dapat dirasakan oleh
kemoreseptor pada pelvis renalis dengan derajat yang bervariasi, tetapi iritasi
ini berperan sangat kecil dalam terjadinya nyeri kolik renalis atau kolik
ureteral.
Serat-serat nyeri dari ginjal terutama saraf-saraf simpatis preganglion
mencapai medula spinalis setinggi T11-L2 melalui nervus dorsalis. Ganglion
aortorenal, celiac, dan mesenterika inferior juga terlibat. Sinyal transmisi dari
nyeri ginjal muncul terutama melalui traktus spinothalamikus. Pada ureter
bagian bawah, sinyal nyeri juga didistribusikan melalui saraf genitofemoral
dan ilioinguinal. Nervi erigentes, yang menginervasi ureter intramural dan
6

kandung kemih, bertanggung jawab atas beberapa gejala kandung kemih yang
sering menyertai kalkulus ureter intramural.

Gambar 3. Innervasi Ginjal dan Ureter.


C. EPIDEMOLOGI
Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang
ditemukan. Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita urolitiasis
selama hidupnya, meskipun beberapa individu tidak menunjukkan gejala atau
keluhan. Setiap tahunnya berkisar 1 dari 1000 populasi yang dirawat di rumah
sakit karena menderita urolitiasis. Laki-laki lebih sering menderita urolitiasis
dibandingkan perempuan, dengan rasio 3:1. Dan setiap tahun rasio ini
semakin menurun. Dari segi umur, yang memiliki risiko tinggi menderita
urolitiasis adalah umur diantara 20 dan 40 tahun.

D. ETIOLOGI
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,
gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati
(nekrosis papil) dan multifactor. Banyak teori yang menerangkan proses
7

pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas
teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
a. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat
jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing
di saluran kemih.
b. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal
batu.
c. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal,
antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa
peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan
memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih.
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli
dalam traktus urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan
gejala. Namun perlahan keluhan akan dirasakan seiring bertanbahnya ukuran
kalkuli seperti:
- Nyeri atau pegal-pegal pada pinggang atau flank yang dapat menjalar
ke perut bagian depan, dan lipatan paha hingga sampai ke kemaluan.
- Gangguan miksi
- Hematuria:buang air kecil berdarah.
- Urin berisi pasir, berwarna putih dan berbau
- Nyeri saat buang air kecil
- Infeksi saluran kencing
- Demam
8

Urolitiasis yang masih berukuran kecil umumnya tidak menunjukkan gejala


yang signifikan, namun perlahan seiring berjalannya waktu dan
perkembangan di saluran kemih akan menimbulkan gejala seperti rasa nyeri
(kolik renalis) di punggung, atau perut bagian bawah (kolik renalis)
F. PATIFISIOLOGI
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin
akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan
organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk
pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor
lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi
asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah
dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH
urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine
dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite
biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH
urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju
tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan
yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan
atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks
sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu
yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan
akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak
darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi
saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan
terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena
dilatasi ginjal.
9

Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan


kerusakan pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis
karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal.
10

Ureterolithiasis (Batu Ureter)


B2 B3
G. PATHWAY

Batu tetap Batu tetap berada Ba


berada dalam dalam ureter be
Menyumbat
ureter Infeksi T
ureter Peningkatan d
suhu tubuh M
MK :
re
Hipertermi

H.
Menyebabkan p
kolik
P
P
u
ukuran besar
am ureter
ksi
nyebabkan

ap berda
dangan
iureteritis

B4
11

yang
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Brunner & Suddart, (2015) dan Purnomo, (2012) diagnosis urolithiasis dapat
ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan seperti:

Gerakan peristaltic
ureter untuk
mendorong batu ke
distal
Menimbulkan
kontraksi yang
kuat

1) Kimiawi darah dan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat,

B6
kreatinin, natrium, pH dan volume total
2) Analisis kimia dilakukan untuk menentukan komposisi batu.
3) Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bakteri dalam urin (bacteriuria)
4) Foto polos abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio-
opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-
opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat
bersifat non opak (radio-lusen).
J. KOMPLIKASI
1. Infeksi
2. Obstruksi
3. Hidronephrosis.

(Susan Martin, 2007:727)


K. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan dalam panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah untuk
menyingkirkan batu, menentukan jenis batu, mencegah penghancuran nefron,
mengontrol infeksi, dan mengatasi obstruksi yang mungkin terjadi.
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/ terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi dan infeksi. Beberapa tindakan untuk mengatasi penyakit
urolithiasis adalah dengan melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil
dapat melewati saluran kemih tanpa intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan
untuk memecahkan batu), mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non
invasif Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal:
ureterorenoscopy (URS), Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/
ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi,
uretrolithotomi, sistolithotom. (Brunner & Suddart, 2015; Gamal, et al., 2010;
Purnomo, 2012; Rahardjo & Hamid, 2004)
12

L. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. M
Usia : 41 tahun
Tanggal lahir : 15 April 1978
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kendal RT 02 RW 02
Dx medis : Ureterolithiasis
Tanggal masuk RS : 7 Desember 2018
1. Alasan masuk RS
Klien mengatakan susah dan sakit saat buang air kecil
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri pinggang sejak 3 bulan yang lalu, masuk ke RSI SA
melalui poli urologi dengan rujukan dari RSUD Kendal. Berdasarkan hasil
pemeriksaan rontgen menunjukkan adanya batu ginjal di sebelah kanan. Klien
disarankan untuk op-name dan dijadwalkan operasi pada tanggal 6 Desember 2018
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien memiliki riwayat Hipertensi, sejak tahun 2016. Riwayat pengobatan
sebelumnya (-), maag (-), riwayat alergi (-), riwayat merokok (-), riwayat konsumsi
alkohol (-), riwayat konsumsi jamu-jamuan (-).
4. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami hal yang serupa
dengan klien
5. Aktivitas Istirahat
Klien seorang wiraswasta. Klien istirahat dari pukul 22.00 – 05.00 WIB. Klien
tidak memiliki keluhan insomnia. Kesadaran pre operasi: compos mentis, intra
operasi: tersedasi, post operasi compos mentis. GCS E4M6V5.
6. Sirkulasi
Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi. TTV (baring) 130/90 mmhg, nadi
87 x/menit, pernapasan 22 x/menit. Suhu 360 C. Pengkajian thoraks : inspeki
pengembangan dada simetris, retraksi dinding dada (-), lesi (-). Palpasi fremitus
kanan dan kiri sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-). Perkusi timpani di
13

kedua lapang paru depan dan belakang. Auskultasi bunyi jantung I-II reguler,
murmur(-), suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Distensi vena
jugularis (-), CRT < 2’, Homan’s sign (-) , varises (-), membran mukosa lembab,
bibir lembab, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), distensi vena
jugularis (-), akral hangat pada ekstrimitas atas.
TTV intra operatif, tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi: 80 x/menit, pernapasan :
18 x/menit.
TTV post operatif, tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi: 80x/menit, pernapasan: 20
x/menit.
7. Integritas ego
Klien mengatakan jika mempunyai masalah selalu bercerita kepada orang terdekat
untuk meringankan beban.
8. Eliminasi
Klien mengatakan BAB sehari 1x, klien mengatakan susah BAK dan saat BAK
tersendat. Tidak mengalami nokturia. Karakter urin : warna kuning jernih. Klien
mengatakan nyeri saat berkemih. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat
penyakit ginjal/ kandung kemih. Klien tidak memiliki hemoroid dan tidak
terpasang kateter. Pengkajian abdomen, benjolan (-). Auskultasi bising usus (+) 11
x/menit. Perkusi timpani. Palpasi nyeri tekan (-), massa (-),teraba elastis. Tidak ada
hemorroid dan klien tidak menggunakan kateter.
9. Makanan cairan
Klien makan 3x sehari. Klien mengatakan mual sejak 3 bulan yang lalu. Klien tidak
ada riwayat alergi makanan. Berat badan saat ini : 65 kg. Tinggi badan : 160 cm.
Turgor kulit : elastis, membran mukosa lembab, gangguan menelan (-), mual (+),
muntah (-), tidak ada edema pada ekstrimitas, asites (-), bising usus 11 x/menit.
10. Hiegine
Klien mandi 2 kali sehari dan aktivitas sehari-hari dilakukan secara mandiri. Klien
sudah mandi menggukan chlorehexidine 2% sebelum operasi. Penampilan umum
bersih, cara berpakaian rapih, bau badan (-), kondisi kulit kepala dan rambut bersih,
rambut tidak berminyak, berketombe dan lesi, kuku tangan dan kaki bersih.
11. Neurosensori
Klien mengatakan susah menggerakan kedua kaki setelah operasi. Klien tidak
memiliki riwayat stroke. Klien tidak menggunakan alat bantu pada sistem
14

pengindraan. Status mental : compos mentis. Orientasi waktu, orang dan tempat
baik. Kesadaran : Composmentis, kooperatif.
12. Hasil pemeriksaan labolatorium
Pemeriksaan laboratorium 8 Januari 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Darah rutin 1
Hemoglobin 15 13.2-17.3 g/dl
Hematokrit 45.7 33-45 %
Leukosit 10.47 3.8-10.6 ribu/uL
Trombosit 249 150-440 ribu/uL
Golongan darah/rh A / Positif -
APTT/PTTK 27.6 21.8-28.0 Detik
Kontrol 25 20.8-28.2 Detik
PPT 9.6 9.3-11.4 Detik
Kontrol 10.6 9.2-12.4 Detik
IMUNOSEROLOGI
HbsAG kualitatif Non Reaktif Non Reaktif -
KIMIA
Gula darah sewaktu 106 75-110 mg/dl
Ureum 16 10-50 mg/dl
Creatinin darah 1.35 0.6-1.1 mg/dl
Na, K, Cl
Natrium 142.2 135-147 mmol/L
Kalium 4.28 3.5-5 mmol/L
Chloride 100.9 95-105 mmol/L

M. ANALISA DATA

No. Data Problem Etiologi


1. DS : Pasien mengatakan Ansietas Krisis Situasional
takut dengan tindakan akan
operasi yang akan dijalani dilakukannya
karena psien pertama kali tindakan operasi
akan dioperasi
DO :Pasien tampak gelisah
dan pucat
a. TD : 130/90 mmHg
b. N : 87x/ menit
c. S : 36,50C
RR : 22 x/menit
15

2. DS: Pasien mengatakan Nyeri akut Agen cidera


nyeri saat buang air kecil biologis
P : Nyeri saat BAK
Q : Seperti terbakar
R : Pinggang sebelah
kiri
S : Skala5
T : Terus menerus
DO : pasien tampak
menahan nyeri
3. DS : pasien mengatakan Resiko Lingkungan
dingin hipotermia bersuhu rendah
DO : pasien tampak
menggigil
d. TD : 130/90 mmHg
e. N : 80x/ menit
f. S : 360C
RR : 18 x/menit

4. DS : Klien mengatakan sulit Risiko jatuh Agen


menggerakan kedua kaki farmaseutikal
DO : pasca tersedasi
g. TD : 120/90 mmHg
h. N : 80x/ menit
i. S : 360C
RR : 20 x/menit
Diagnosa keperawatan yang muncul
Pre operasi
- Ansietas berhubungan dengan krisis situasional akan dilakukannya tindakan
operasi
- Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
Intra operasi
- Risiko hipotermia berhubungan lingkungan bersuhu rendah
Post operasi
16

- Risiko jatuh berhubungan dengan agen farmaseutika


N. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pre operasi
a. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional akan dilakukannya tindakan
pembedahan

Hari/ Tanggal Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Rabu, 9 Januari Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat kecemasan
2019 tindakan keperawatan pasien
10.00 wib 1x10 menit diharapkan 2. Jelaskan informasi tentang
pasien tidak mengalami prosedur, sensasi yang
kecemasan dengan biasanya dirasakan ketika
kriteria hasil : operasi
1. Pasien tidak 3. Berikan informasi yang
gelisah factual terkait diagnosis dan
2. Pasien tenang tindakan operasi yang
3. TTV dalam dilakukan
batas normal 4. Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik nafas
dalam
5. Menstimulasi lingkungan
yang nyaman agar pasien
nyaman

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

Hari/ Tanggal Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Rabu, 9 Januari Setelah dilakukan NIC: Manajemen Nyeri
2019 tindakan keperawatan a. Lakukan pengkajian nyeri
10.15 wib selama 1 x 45 menit secara komprehensif
diharapkan masalah b. Ajarkan teknik
17

nyeri akut klien relaksasi/distraksi


berkurang dengan c. Berikan informasi mengenai
kriteria hasil : nyeri, seperti penyebab nyeri,
a. Skala nyeri 3 berapa lama nyeri akan
b. Klien tidak tampak dirasakan, dan antisipasi dari
menahan nyeri ketidaknyamanan akibat
c. Tanda-tanda vital prosedur
dalam batas normal Kolaborasi pemberian
analgetik

2. Intra operasi
Risiko hipotermia berhubungan lingkungan bersuhu rendah
Hari / Tanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Rabu, 9 Januari Setelah dilakukan tindakan NIC: Perawatan HIpotermia
2019 keperawatan selama 1 x 1 a. Monitor suhu pasien
11.00 wib jam diharapkan perdahan menggunakan alat pengukur
tidak terjadi dengan b. Berikan pemanas pasif (misal :
kriteria hasil : selimut, penutup kepala,
a. Klien tidak merasa pakaian hangat)
merinding saat c. Bebaskan pasien dari
kedinginan lingkungan yang dingin
b. Klien tidak menggigil
saat dingin

3. Post operasi
Risiko jatuh berhubungan dengan agen farmaseutikal

Hari / Tanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Rabu, 9 Januari Setelah dilakukan NIC: Pencegahan Jatuh
2019 tindakan keperawatan a. Identifikasi kekurangan baik
12.00 WIB selama 1 x 30 menit kognitif atau fisik dari pasien
diharapkan jatuh tidak yang mungkin meningkatkan
terjadi klien dengan potensi jatuh pada lingkungan
18

kriteria hasil : tertentu


a. Tidak terjadi jatuh saat b. Identifikasi karakteristik dari
dipindahkan lingkungan yang mungkin
b. Tidak terjadi jatuh di meningkatkan potensi jatuh
tempat tidur c. Kunci kursi roda, tempat tidur
atau branker selama
melakukan pemindahan pasien
d. Gunakan teknik yang tepat
untuk memindahkan pasien
dari dan kursi roda, tempat
tidur
e. Letakkan tempat tidur mekanik
pada posisi yang lebih rendah
f. Berikan penanda untuk
memeberikan peringatan pada
staff bahwa pasien beresiko
tinggi jatuh

O. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


1. Pre operasi
HARI/TGL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
Rabu, 9 Januari - Mengkaji tingkat S : Pasien mengatakan
2019 kecemasan pasien cemasnya berkurang
10.15 wib O : Pasien tampak rileks
- Monitor TTV TD : 130/90 mmHg
N : 84x/menit
S : 36,50 C
RR : 20x/ menit
A : Masalah ansietas teratasi
- Memberikan P : Hentikan intervensi
informasi tentang
prosedur operasi

- Mengajarkan pasien
19

relaksasi nafas
dalam

Rabu, 9 Januari - Mengkaji nyeri secara S : klien mengatakan nyeri


2019 komprehensif berkurang.
10.15 wib - Mengajarkan klien P: nyeri saat BAK
teknik Q: terbakar
relaksasi/distraksi R: pinggang sebelah kiri
- Memberikan S: 3,
informasi mengenai T: Hilang timbul
nyeri, seperti O : klien terlihat tenang.
penyebab nyeri, TD : 128/84 mmHg, N:
berapa lama nyeri 82x/menit. RR: 20x/menit.
akan dirasakan, dan A : masalah teratasi
antisipasi dari P : pertahankan kondisi klien,
ketidaknyamanan lanjutkan advis dokter.
akibat prosedur
- Kolaborasi pemberian
analgetik

2. Intra operasi
HARI/TGL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
Rabu, 9 Januari - Memonitor suhu pasien S : klien mengatakan
2019 menggunakan alat sudah tidak kedinginan
11.45 Wib pengukur j. O : pasien tampak
- memberikan pemanas tenang
pasif (misal : selimut, TD : 130/90 mmHg
l. N : 80x/ menit
penutup kepala, pakaian
hangat) m. S : 360C
- membebaskan pasien dari RR : 18 x/menit
lingkungan yang dingin A : masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
klien

3. Post operasi
20

HARI/TGL/ IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF


JAM
Rabu, 9 - Mengidentifikasi S : klien mengatakan
Januari kekurangan baik kognitif belum bisa menggerakan
2019 atau fisik dari pasien yang kakinya
12.30 wib mungkin meningkatkan O : klien tidak terjatuh
potensi jatuh pada saat dipindahkan dan
lingkungan tertentu tidak jatuh saat di tempat
- Mengidentifikasi tidur.
karakteristik dari A : masalah teratasi
lingkungan yang mungkin P : pertahankan keadaan
meningkatkan potensi jatuh klien.
- Mengunci kursi roda,
tempat tidur atau branker
selama melakukan
pemindahan pasien
- Menggunakan teknik yang
tepat untuk memindahkan
pasien dari dan kursi roda,
tempat tidur
- Meletakkan tempat tidur
mekanik pada posisi yang
lebih rendah
- Memberikan penanda untuk
memeberikan peringatan
pada staff bahwa pasien
beresiko tinggi jatuh
21

BAB III

PENGELOLAAN PASIEN PERIOPERATIF

A. SERAH TERIMA PASIEN


1. Pasien dari ruang Baitussalam 1 datang ke IBS dilakukan serah terima antara
perawat ruangan kepada perawat IBS
2. Melakukan transfer pasien dari brankart ruangan dengan bergeser pindah ke
brankart kamar bedah di holding room.
3. Mengganti baju pasien dan memakaikan topi operasi serta memasang siderail
brankart kamar bedah
4. Melakukan pengecekan pengisian ceklist yang berisi pengecekan inform
concern (persetujuan operasi), identitas pasien, kelengkapan operasi (obat
premedikasi sebelum operasi)
5. Memeriksa keadaan pasien meliputi tingkat kesadaran, tanda-tanda vital
(TTV) dan mengkaji riwayat alergi.
B. SIGN IN
1. Perawat sirkuler melakukan sign in diruang pra induksi sebelum induksi
anestesi, dan dihadiri minimal oleh dokter anestesi, perawat bedah dan
perawat anestesi.
a. Apakah pasien telah memberikan konfirmasi kebenaran identifikasi,
lokasi operasi, prosedur dan telah memberikan persetujuan dalam lembar
inform concern ? (sudah)
b. Apakah lokasi operasi sudah diberi tanda/marking ? (tidak)
c. Apakah mesin dan obat anestesi telah dicek dan lengkap ? (sudah)
d. Apakah pulseoxymeter sudah terpasang dan berfungsi ? (sudah)
2. Apakah pasien memiliki
a. Riwayat alergi yang diketahui ? (tidak ada)
b. Risiko kesulitan pada jalan napas atau risiko aspirasi ? (tidak ada)
c. Risiko kehilangan darah > 500 cc (35ml/KgBB pada dewasa) ? (tidak
ada)
3. Alasi meja operasi dengan menggunakan duk bersih dan underpad, kemudian
pasien dipindahkan ke meja operasi secara aman dengan bergeser pindah
sendiri dibantu perawat. Kemudian perawat sirkuler membantu memasang
groundpad di kaki pasien.
4. Perawat instrument menyiapkan set litotomy yang akan digunakan untuk
tindakan URS.
5. Perawat sirkuler memasang pulseoxymeter, bedside monitor,
spigmomanometer dan menempatkan infus pada standart infus, mengecek
tabung suction dan memasang tabung suction.
6. Tim anestesi (dokter anestesi dan perawat anestesi) melakukan anestesi
dengan teknik Regional Anestesi (RA)
7. Kemudian perawat sirkuler mengatur posisi litotomy.
8. Dokter operator, asisten operator, perawat instrument menggunakan APD
(penutup kepala, masker, apron, dan jas operasi).
22

C. SCRUBING
Dokter operator, asisten operator, perawat instrument melakukan cuci tangan
bedah menggunakan air mengalir, chlorehexidine 4%, pembersih kuku, sponge,
dan sikat. Dengan langkah-langkah:
1. Melepaskan aksesoris pada tangan dan mengecek apakah tanga ada yang
terluka atau tidak, jika ada luka minta perawat instrument lain untuk
menggantikan.
2. Memakai apron
3. Melipat lengan baju sampai 10 cm di atas siku
4. Membasahi tangan sampai 5 cm di atas siku di bawah air mengalir
5. Membersihkan kuku menggunakan pembersih kuku dibawah air mengalir
dari arah dalam keluar. Buang pembersih kuku ke tempat sampah
6. Mengambil chlorehexidine 4% ke spon secukupnya (alat sensor) bersamaan
dengan membuang plastik tempat sikat dan spon ke tempat sampah.
7. Membasahi spon dan meremas-remas sampai berbusa, gosokkan tangan dari
jari sampai 5 cm di atas siku.
8. Menyikat kuku pada masing-masing tangan selama 1 menit atau 60x gosokan
dengan arah menjauhi badan
9. Membuang sikat ke tempat sampah dan bilas tangan menggunkan air
mengalir sampai bersih (spon tetap dipegang)
10. Mengambil kembali chlorehexidin pada busa, remas-remas dan gosokkan
pada tangan hingga ¾ lengan
11. Membersihkan tangan menggunakan spon pada tangan kanan dan kiri secara
bergantian (menggosok telapak tangan, punggung tangan dan seluruh jari
masing-masing selama 15 detik secara berurutan) kemudian membuang spon
ke tempat sampah.
12. Bilas tangan hingga bersih dibawah air mengalir
13. Mengambil kembali chlorehexidine 4%, lumuri tangan sampai pergelangan
tangan, dilanjutkan cuci tangan prosedural (6 langkah cuci tangan)
14. Membilas tangan dengan air mengalir sampai bersih.
15. Angkat tangan diantara bahu dan pusar, tangan harus tetap menghadap keatas,
biarkan air mengalir sampai kesiku, jangan dikibaskan.
D. GOWNING GLOVING
1. Dokter operator, asisten operator, dan perawat instrument mengeringkan
tangan menggunakan towel kemudian memakai jas operasi dan glove steril
dengan bantuan perawat sirkuler.
2. Perawat instrument menyiapkan meja mayo meliputi memasang sarung meja,
perlak dan duk sedang dan menyiapkan instrument di meja mayo.
E. INSTRUMENTASI
Scrubing nurse/ perawat instrument menyiapkan instrument lototomy set dan
bahan habis pakai meliputi kassa 10 lipat, urinebag, kateter no 16, spuit 20cc,
kateter tip, plester, povidone iodine 10%
F. ASEPSIS
Perawat instrument memberikan kassa steril yang telah dijepit menggukan sponge
holder forcep dan bowl yang berisi povidon iodine 10% dan dan alkohol 70% di
23

bowl kepada operator untuk melakukan asepsis pada area operasi memutar dari
dalam ke luar berlawanan arah jarum jam.
G. DRAPPING
Perawat instrumen memberikan duk steril kepada asisten operator untuk
melakukan drapping. Perawat instrument mengambil perlak steril di pasang di
bawah area, kemudian mengambil duk steril membantu asisten operator untuk
melakukan drapping. Duk besar pertama untuk bagian bawah, duk panjang untuk
bagian atas, dan duk sedang untuk kaki kanan dan kiri kemudian kunci
menggunakan towlklem.
H. TIME OUT
Perawat sirkuler melakukan time out. Dilakukan sebelum insisi, dihadiri minimal
oleh perawat, ahli anestesi dan operator.
1. Seluruh anggota tim menyebutkan nama dan peran masing-masing.
2. Konfirmasi pasien mengenai (identitas, diagnosa, prosedur operasi dan lokasi
operasi)
3. Adakah antibiotik profilaksis yang di berikan ? (ya) ceftriaxon 1gr
4. Pencegahan kejadian yang tidak diinginkan.
a. Operator
1) Kemungkinan kesulitan selama operasi (tidak ada)
2) Estimasi lama operasi (20 menit)
3) Antisipasi kehilangan darah (minimal)
b. Tim anestesi
1) Adakah masalah spesifik yang timbul ? (tidak ada)
2) Hal apa yang perlu diperhatikan ? (status hemodinamik pasien)
c. Tim keperawatan
1) Apakah peralatan sudah steril ? (steril)
2) Apakah alat sudah lengkap ? (sudah)
3) Adakah alat khusus yang harus diperhatikan ? (tidak ada)
5. Hasil pemeriksaan imaging penting di tampilkan ? (ya, sudah)
6. Operator memimpin berdoa sebelum operasi dimulai.

LANGKAH-LANGKAH OPERASI

NO URAIAN LANGKAH-LANGKAH INSTRUMEN DAN SPONGE


OPERASI
1. Perawat instrument memberikan Uretrorenoscope (1) / shet URS,
uretrorenoscope kepada operator serta berikan lensa (1), licos (1), air (1)
kassa untuk membalut penis, kemudian
menyambung kabel dan memfokuskan
uterorenoscpe dengan mendekatkan ujung
uterorenoscope ke kasa kering yang dilihat
melalui monitor.
2. Perawat instrument memberikan jelly pada Pelumkat
ujung uretrorenoscope, kemudian operator
memasukkan uretrorenoscope sampai terlihat
ureter.
24

3. Perawat instrument memberikan coated guide Coated Guide Wire size 0.032
wire size 0,032 dan memasukannya melalui
lubang karet orange uterorenoscope secara
perlahan, operator meneruskan sampai vesika
urinaria kemudian melanjutkan ke ureter
sampai terlihat batu, kemudian dilanjutkan
sampai ke ginjal.
4. Perawat instrument menahan Coated Guide Haemostatik forceps (1)
Wire disaat operator mengeluarkan
uretrorenoscope, kemudian perawat
instrument memfiksasi CGW dengan duk atas
menggunakan haemostatik forceps.
5. Operator memasukan uretrorenoscope Uretrorenoscope (1) / shet URS,
mengikuti Coated Guide Wire hingga lensa (1), licos (1), air (1)
ditemukan tempat batu
6. Perawat instrument memasukkan litoplas Litoclast (1), Selang litoclast (1),
melaui lubang karet orange uretrorenoscope, profe (1)
kemudian diteruskan oleh operator sampai
ditemukan batu dan menghancurkan batu
degan litoclas serta mengirigasi cairan dalam
ureter (jika diperlukan). Seletah selesai,
perawat instrument menerima litoclast dari
dokter operator dan diletakkan di meja
instrument.
7. Perawat instrument menerima Uretrorenoscope (1) / shet URS,
uretrorenoscope yang telah dikeluarkan oleh lensa (1), licos (1), air (1), Guide
dokter operator untuk diletakkan di meja wire (1)
instrument, kemudian, perawat instrument
menarik guide wire secara perlahan.
8. SIGN OUT Nama Pr intr (+) post
- Lakukan perhitungan instrument dan barang e
bahan habis pakai yang digunakan Instrumen 14 14 - 14
- Perdarahan kurang lebih 10cc t
- Labeling spesimen jaringan (tidak ada) Kassa 10 10 - 10
- Apakah terdapat permasalahan jarum - - - -
peralatan yang perlu disikapi ? tidak
ada Instrument, kassa dan bahan habis
- Kepada dokter operator, dokter
pai lengkap
anestesi dan tim keperawatan, apakah
ada pesan khusus untuk pemulihan
pasien ? (tidak ada)
9. Perawat instrument memberikan kateter no 16 Kateter no 16 (1), pelumkat,
yang telah diolesi jelly kepada dokter operator urinebag (1)
untuk memasang kateter, kemudian perawat
instrument memfiksasi dengan water steril
sebanyak 15cc kedalam balon cateter,
25

kemudian menyambungkan dengan urine bag.

10. Jika instrument dan barang habis pakai sudah lengkap dan dipastikan tidak ada
yang tertinggal, kemudian rapikan alat dan pasien.
11. Jika pasien sudah rapi, persiapkan brankart untuk memindahkan pasien ke RR.
12. Tim anestesi akan melepaskan pulseoxymetri, bedside monitor, spignomanometer,
infus, dan elektrode.
13. Tim operasi melepaskan gaun operasi, handscoon secara berurutan dilanjutkan
cuci tangan prosedural menggunakan chlorehexidine dan dikeringkan.
14. Perawat sirkuler memindahkan pasien ke ruang recovery, memasang oksigen
canul 3liter/menit, bedside monitor dan memasang insfus pada standart infus.
15. Perawat RR memantau keadaan pasien dan menghitung bromage score ≤2, maka
pasien bisa dipindah ke ruangan rawat inap.
16. Perawat RR melakukan serah terima pasien dengan perawat ruangan. Perawat
memastikan keamanan pasien dan tingkat kesadaran pasien saat memindahkan
pasien ke bed ruangan.
26

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, sedangkan
ureterolithiasis adalah kumpulan batu dalam ureter. Ada beberapa tindakan
untuk mengeluarkan batu tersebut salah satunya dengan ureterorenoscopy
litotripsi. Ureterorenoscopy sendiri adalah suatu tehnik untuk melihat traktus
urinanius ureter hingga ginjal.  Tindakan ini dilakukan dengan cara
memasukkan alat melalui uretra (saluran kencing di dalam penis atau saluran
kencing wanita) hingga memasuki kandung kencing. Sedangkan litotripsi
merupakan memasukkan alat sistoskopi yang dilengkapi dengan alat
penghancur batu ke dalam kandung kemih, melalui saluran kencing. Setelah
batu kandung kemih dapat diidentifikasi operator, batu dihancurkan dengan
alat penghancur, yang disebut stone punch. Pecahan-pecahan batu tersebut
kemudian dikeluarkan dari kandung kemih.

B. SARAN
Berdasarkakn kesimpulan diatas, maka penyususn mengambil saran
dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan perioperatif pada
pasien dengan ureterolithiasis dengan tindakan ureterorenoscopy. Adapun
saran saran adalah sebagai berikut:
1. Bagi pasien, apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit
ureterolithiasis hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar
dapat dilakukan tindakan keperawatan.
2. Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik
secara teoritis maupun praktek tentang ureterolithiasis agar dapat
melakukan tindakan keperawatan salah satunya dengan asuhan
keperawatan perioperatif seperti tindakan ureterorenoscopy.
3. Bagi rumah sakit, hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga
pada penderita ureterolithiasis mendapatkan pelayanan yang maksimal dan
optimal, sehingga komplikasi dari penyakit dapat diminimalkan.
27

DAFTAR PUSTAKA

Armed Forces Health Surveillance Center. Urinary Stones, Active Component,


U.S. Armed Forces, 2001-2010. Medical Surveillance Monthly Report
(MSMR). 2011. December; Vol 18 (No12): 6-9.
Kidney stones in adults. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Diseases.https://www.niddk.nih.gov/healthinformation/urologicdiseas
es/kidney-stones/definition-facts . Accessed Jan. 16, 2019.
Medical Definition of Urolithiasis. Medicine.Net.com.
https://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?
articlekey=6649.Accessed Jan. 10, 2019.
Yolanda S. What is Urolithiasis. News Medical Life Sciences. https://www.news-
medical.net/health/What-is-Urolithiasis.aspx. Accessed Jan. 10, 2019.
Moore, Keith L., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. Clinically Oriented
Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2010.

Guyton & Hall.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit


Jakarta : EGC.

Santoso, Beatricia I.2001.Fisiologi Manusia:Dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru W.2007.Ilmu Penyakit Dalam.Departemen Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta : FKU

Willkinson, Judith M.2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. ed.7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai