DOSEN PENGAMPU :
Syarifuddin, M.Ag
OLEH :
11950115003
TEKNIK INFORMATIKA
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis juga mengucapkan
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas mata
kuliah studi hadits. Pada makalah ini akan dibahas mengenai hadits maudhu’.
Dengan demikian, harapan penulis dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca.
Terlepas dari semua itu, penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTA......................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
3.1 Simpulan.....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan sumber hukum islam paling pokok.akan tetapi tampa hadits
umat islam tidak akan mampu menangkap dan merealisasikan hukum-hukum yang
terkandung didalam AL-Qur’ sacaran mendalam.ini menunjukkan hadits menduduki
posisi yang sangat penting juga didalam sumber hukum islam.Dan sesungguhnya pun
hadits mempunyai fungsi dan kedudukan beitu besar ,namun hadits tidak seperti AL-
Qur’an yang secara resmi telah di tulis di zaman nabi dan dibukukan pada masa
khalifah Abu Bakar AL-Shiddiq.Hadits baru di tulis dan dibukukan pada masa
khalifah umar ibn’Abd AL-Aziz (Abad ke-2).
Hadits maudu’ ini tidak layak untuk di nyatakan sebuah hadits,karena sudah jelas
bukan hadits yang di sandarkan pada nabi SAW.Berbeda dengan hadts dha’if yang
diperkirakan masih ada kemungkinan isstishal pada nabi.Hadts maudu’ sudah ada
kejelasan akan kepalsuannya sedangkan hadist dha’if belum jelas (samar-samar).
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut:
1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa contoh bentukan kata tersebut di atas menunjukkan bahwa kata al-
maudhu’u mempunyai padanan dengan kata al-munhithu, al-musqithu, al-mukhtaliqu,
dan al-mulshiqu. Sehingga kata al-maudhu’u bisa mempunyai pengertian
menurunkan atau merendahkan derajat, menggugurkan, membuat-buat, dan
meletakkan sesuatu yang bersifat tiruan pada sesuatu yang aslinya.
صل َي ا هللُ َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم اِ ْختِالَ قًا َو َك ْذ بًا ِم َّما لَ ْم يَقُ ْلهُ أَوْ يَ ْف َع ْلهُ أوْ يُقِ ُرهُ َوقَا َل بَ ْع ُدهُ ْم ه َُو
َ ِب اِلَي َر سُوْ ِل هللا َ َمانُ ِس
ُ َْال ُم ْختَل
ُ ْق ال َمصْ نُو
ع
“Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. secara dibuat-buat dan dusta,
padahal beliau tidak mengatakan, berbuat maupun menetapkannya.”
3
ً ك َع ْمدًا اَوْ خَ طَأ
َ ِصلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلّ َم زَ وْ رًا َوبُ ْهتَانًا َس َوا ٌء َكا نَ َذل
َ ُع ال َم ْنسُوْ بُ إِلَي َرسُوْ ِل هللا
ُ ْهُ َو ال ُم ْختَلَ ُع ال َمصْ نُو
“Hadis yang dibuat-buat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbatkan
kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.”
Dari ketiga unsur tersebut, unsur yang paling dominan dalam menentukan
perwujudan hadis maudhu’ adalah dusta (kidzib). Sehingga nabi sangat berpesan agar
menghindari dusta dalam meriwayatkan hadis.
a. Al-hiththah berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang terbuang dan
terlempar dari kebahasaan yang tidak memiliki dasar sama sekali untuk
diangkat sebagai landasan hujjah.
b. Al-isqath berarti bahwa hadis maudhu adalah hadis yang gugur, tidak boleh
diangkat sebagai dasar istidal.
c. Al-islaq berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang ditempelkan
(diklaimkan) kepada Nabi Muhammad agar dianggap berasal dari Nabi,
padahal bukan berasal dari Nabi.
d. Al-ikhtilaq berarti bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang dibuat-buat
sebagai ucapan, perbuatan atau ketetapan yang berasal dari Nabi, padahal
bukan berasal dari Nabi.
Jadi hadis maudhu’ itu adalah bukan hadis yang bersumber dari Rasul, akan tetapi
suatu perkataan atau perbuatan seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu
4
alasan kemudian dinisbatkan kepada Rasul. Untuk hadis palsu, ulama biasanya
menyebutnya dengan istilah hadis maudhu', hadis munkar, hadis bathil, dan yang
semacamnya. Tidak boleh meriwayatkan sesuatu hadis yang kenyataannya palsu bagi
mereka yang sudah mengetahui akan kepalsuan hadis itu. Kecuali apabila sesudah ia
meriwayatkan hadis itu kemudian dia memberi penjelasan bahwa hadis itu adalah
palsu, guna menyelamatkan mereka yang mendengar atau menerima hadis itu dari
padanya.Tujuan pembuatan hadis palsu adalah untuk kepentigan dakwah dan zuhud.
Jumhur ulama berpendapat bahwa pemalsuan hadis mulai muncul pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib ( sekitar tahun 35-40 H) yaitu setelah terjadinya
pertentangan antara pendukung Ali dan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan tentang masalah
jabatan khalifah. Betapa mengerikan pertentangan yang terjadi antara pengikut
saidina ali dan golongan mu’awiyah sehingga meledak menjadi perang terbuka yang
telah memakan banyak korban manusia.
Oleh karenanya ada beberapa orang dari golongan tersebut yang menta’wilkan al-
qur’an tidak menurut hakikatnya dan membawa nash-nash hadis pada makna yang
tidak dikandungannya. Lebih dari itu, untuk menguatkan pendirian masing-masing,
mereka tidak mungkin mengubah Al-qur’an karena telah dibukukan dan dihafal orang
banyak. Karenanya mereka mengubah hadist, menambah-nambah, mengurangi, dan
bahkan membuat hadis palsu.
Hadis palsu yang mula-mula dibuat ialah hadis yang berkenaan dengan
pengkultusan pribadi . hadis palsu dibuat dalam rangka mengangkat kedudukan
pemimpin ataupun imam mereka .
5
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu’
Berdasarkan data sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh
orang-orang islam saja, tetapi juga telah dilakukan orang-orang yang non muslim.
Orang-orang muslim membuat hadis palsu karena didorong oleh keinginan
meruntuhkan islam dari dalam. Sementara orang-orang islam tertentu membuat hadis
palsu karena didorong oleh berbagai tujuan. Tujuan yang menonjol orang-orang islam
melakukan pemalsuan hadis ialah untuk:
Selain itu adapun faktor-faktor penyebab munculnya hadis-hadis palsu antara lain
adalah sebagai berikut :
Perpecahan umat Islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa
kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap perpecahan umat
kedalam beberapa golongan dan kemunculan hadis palsu. Masing-masing golongan
berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang dengan membawa-
bawa Al-Qur’an dan sunnah. Konflik-konflik politik juga menyeret permasalahan
keagamaan masuk kedalam arena perpolitikan dan membawa pengaruh juga pada
6
madzhab-madzhab keagamaan. Pada akhirnya masing-masing kelompok mencari
dalilnya kedalam Al-Qur’an dan sunnah, dalam rangka mengunggulkan kelompok
atau madzhabnya masing-masing.
Kaum zindiq adalah golongan yang membenci islam, baik sebagai agama maupun
sebagai dasar pemerintahan.Mereka merasa tidak dapat melampiaskan kebencian
melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an sehingga menggunakan cara yang
paling tepat dan memungkinkan, yaitu pemalsuan hadits untuk menghancurkn agama
islam dari dalam
c. Ashabiyah yakni fanatik terhadap bangsa, suku, negeri, bahasa, dan pimpinan
Mereka membuat hadis palsu karena didaorong oleh sikap ego dan fanatik buta
serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, atau yang lain.
Munculnya hadis palsu dalam masalah fiqh dan ilmu kalam ini berasal dari para
pengikut mazhab. Hal ini karena ingin menguatkan mazhabnya masing-masing.
Contohnya : “siapa ynag mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya
tidak sah.”
Banyak di antara para ulama yang membuat hadis palsu dan mengira usahanya itu
benardan merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah, serta menjunjung tinggi
7
agama-Nya. Mereka mengatakan “kami berdosa semata-mata untuk menjunjung
tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya”
g. Menjilat penguasa
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan status hadis maudhu, apakah
merupakan bagian dari hadis atau bukan. Dalam hal ini, terdapat dua pandangan
yaitu:
Kelompok pertama yang diwakili oleh Ibnu Shalah dan diikuti jumhur
muhadditsin, berpendapat bahwa hadis maudhu merupakan bagian dari hadis dhaif
yang paling jelek dan jahat.
Kelompok kedua diwakili oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang berpendapat bahwa
hadis maudhu bukan termasuk hadis Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan ataupun
ketetapan.
Bagi mereka yang meriwayatkannya dengan tujuan untuk memberi tahu pada
orang bahwa hadits ini adalah palsu, (menerangkan kepada mereka sesudah
meriwayatkan atau membacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
8
2.6 Upaya Penyelamatan Hadits
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah sebagai
berikut:
1. Hadits maudhu’ adalah bukan hadits yang bersumber dari Rasullulah atau
dengan kata lain bukan hadits Rasul, akan tetapi suatu paerkataan atau
perbuatan seseorang atau pihak tertentu dengan suatu alasan kemudian
dinisbatkan kepada Rasul.
2. Jumhur ulama berpendapat bahwa pemalsuan hadis mulai muncul pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib ( sekitar tahun 35-40 H) yaitu setelah
terjadinya pertentangan antara pendukung Ali dan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan
tentang masalah jabatan khalifah.
7) Menjilat penguasa
10
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. 2009. Hadits Lemah dan Palsu yang
Populer di Indonesia. Gresik : Pustaka AL FURQAN.
Ahmad zuhri dan Fatimah zahara. 2015. Ulumul hadist. Medan: CV. Manhaji dan
fakultas syariah.
11