PEMBAHASAN
a. PEMUKIMAN PEDESAAN
Definisi pemukiman pedesaan tergantung pada negaranya. Di beberapa negara,
pemukiman pedesaan adalah pemukiman di daerah yang ditetapkan sebagai pedesaan
oleh kantor pemerintah, misalnya oleh biro sensus nasional. Ini bahkan mungkin
termasuk kota-kota pedesaan. Di beberapa tempat lain, permukiman pedesaan secara
tradisional tidak mencakup kota. Jenis permukiman pedesaan yang umum adalah desa,
dusun, dan pertanian. Secara tradisional, pemukiman pedesaan dikaitkan dengan
pertanian. Di zaman modern, jenis komunitas pedesaan lainnya telah dikembangkan.
Tipe pola pemukian desa di dunia sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi
terutama fisiografis wilayahnya. Saat dunia semakin berkembang pesat, para penghuni
desa mulai meninggalkan daerahnya menuju desa. Akan tetapi beberap orang memilih
tinggal di desa dengan tujuan masing-masing. Pemukiman di desa menawarkan suasana
kesejukan, udara segar dan kehidupan yang serasi dengan alam. Ada banyak jenis pola
pemukiman atau keruangan desa. Berikut ini contohnya :
1. Clustered Rural Settlements
Pola pemukiman desa ini cenderung berkelompok dimana sejumlah
keluarga tinggal berdekatan satu sama lain dengan area di sekitarnya berupa
lahan pertanian. Biasanya pola pemukiman memusat ada di daerah dataran
rendah subur dengan sumber air yang baik atau lembah, contohnya Kampung
Naga di Neglasari Tasikmalaya. Pemukiman desa model ini biasanya akan
dijumpai rumah, lumbung padi, gudang perkakas, tempat ibadah hingga
sekolah. Setiap penduduk yang hidup disana akan diberikan sebidang lahan
atau menyewa lahan untuk diusahakan. Saat populasi tumbuh semakin pesat
maka pemukiman baru akan dibangun di dekat rumah yang sudah ada. Pola
pemukiman seperti ini membuat kekerabatan diantara penduduk sangat erat
karena jarak yang berdekatan.
2. Circular Rural Settlements
Pola pemukiman ini membentuk lingkaran dengan ruang terbuka di
tengah-tengah pemukiman. Pemukiman dibangun mengikuti garis lingkaran
dari pusat daerah terbuka. Pengaturan bangunan biasanya akan dilakukan
sesuai kesepakatan atau hukum adat. Model ini menyerupai pola ruang Von
Thunen karena strukturnya melingkar dengan titik pusat di tengahnya.
3. Linier Rural Settlements
Pola pemukiman ini berbentuk memanjang mengikuti suatu
kenampakan seperti sungai, rel kereta atau jalan raya. Transportasi utama
mengandalkan sungai atau jalanan sempit jika diantara rel kereta atau jalan
raya. Banjarmasin menjadi salah satu daerah dengan banyak pemukiman
memanjang di pinggir sungai sehingga menghasilkan budaya sungai.
4. Dispersed Rural Settlements
Pola pemukiman ini tersebar tidak merata di berbagai titik dan
biasanya berada di wilayah seperti pegunungan karst dan perbukitan. Para
penduduk cenderung terisolasi satu sama lain dengan kondisi transportasi
yang sulit.
b. PERMUKIMAN PERKOTAAN
Permukiman perkotaan adalah kawasan padat penduduk yang sebagian besar
terdiri dari bangunan buatan manusia yang berisi semua fungsi administratif, budaya,
pemukiman, dan agama masyarakat. Permukiman adalah tempat dimana manusia hidup
dan berinteraksi melalui kegiatan seperti pertanian, perdagangan dan hiburan.
Permukiman secara geografi membantu kita untuk memahami hubungan manusia dengan
lingkungannya. Permukiman perkotaan terutama terlibat dalam kegiatan sekunder dan
tersier seperti pemrosesan makanan dan perbankan. Seringkali ada korelasi antara fungsi,
ukuran populasi dan kepadatan populasi. Permukiman perkotaan seringkali memiliki
ukuran populasi yang besar dan kepadatan populasi yang tinggi.
Proporsi penduduk yang tinggal di permukiman perkotaan adalah indeks paling
signifikan dari urbanisasi (dan seringkali industrialisasi) suatu negara atau wilayah. Di
sejumlah negara, satu-satunya kriteria untuk mempertimbangkan daerah berpenduduk
sebagai permukiman perkotaan adalah penduduk atau peran administratifnya. Berarti
Permukiman perkotaan umumnya padat dan berukuran lebih besar dan terlibat dalam
berbagai fungsi non pertanian, ekonomi dan administrasi Seperti disebutkan sebelumnya,
kota secara fungsional terhubung dengan daerah pedesaan di sekitarnya. Dengan
demikian, pertukaran barang dan jasa terkadang dilakukan secara langsung dan
terkadang melalui serangkaian kota dan kota pasar. Dengan demikian, kota-kota
terhubung secara langsung maupun tidak langsung dengan desa-desa dan juga dengan
satu sama lain.
1. Penyedian air
Umumnya pemukiman pedesaan sering ditemukan di dekat atau di sekitar badan air
seperti danau, kolam dan sungai karena persediaan air mudah di dapat.
2. Tanah
tanah yang subur dan ketersediaan air yang cukup, hal ini berkaitan dengan lahan
pertanian karena memerlukan kesuburan tanah yang baik dan sistem irigasi yang
terpenuhi ketersediaan airnya.
3. Daerah dataran tinggi
Penduduk desa biasanya banyak memilih didaerah dataran tinggi karena di desa lahan
kosong masih banyak tersedia dimana saat bermungkim di daerah dataran tinggi maka
akan terhindar dari bencana seperti bencana banjir
4. Bahan hunian
Untuk pengembangan pemukiman manusia ketersedian bahan hunian juga merupakan
faktor yang bagus. Tempat –tempat di mana bahan bangunan seperti batu, kayu
mudah didapat di daerah pedesaan.
5. Pertahanan
Pertahanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi lokasi pemukiman pedesaan.
Kestabilan politik atau konflik perang mempengaruhi lokasi [ CITATION Bai18 \l 1057 ].
a. Perkembangan Kota
Kota adalah kawasan permukiman yang jumlah dan kepadatan penduduk yang
relatif tinggi, memiliki luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, tempat
sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal bersama dalam
suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan
individualistis (Kamus Tata Ruang, 1997: 52).
Menurut Budihardjo (1996:11) kota merupakan hasil cipta, karsa dan karya
manusia yang paling rumit dan muskil sepanjang sejarah Dari definisi tersebut dapat
dipahami bahwa begitu banyak masalah bermunculan silih berganti di perkotaan, akibat
pertarungan kepentingan berbagai pihak yang latar belakang visi, misi dan motivasinya
berbeda satu sama lain. Kota merupakan suatu permukiman yang relatif besar, padat dan
permanen, dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya (Daljoeni, 1998: 28).
Secara teoritis terdapat tiga cara perkembangan kota, (Zahnd, 1994:24) yairu :
1. Perkembangan horisontal, artinya daerah bertambah sedangkan ketinggian
bangunan dan intensitas lahan terbangun (coverage) tetap sama.
2. Perkembangan vertikal, artinya daerah pembangunan dan kualitas lahan
terbangun sama, sedangkan ketinggian bertambah.
3. Perkembangan interstial, artinya daerah dan ketinggian bangunan-bangunan
rata tetap sama, sedangkan kuantitas lahan terbangun (coverage) bertambah.
Perkembangan kota pada umumnya terdiri dari dua faktor yaitu faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan suatu kekuatan yang terbentuk akibat
kedudukan kota dalam kontelasi regional atau wilayah yang lebih luas, sehingga
memiliki kemampuan untuk menarik perkembangan dari daerah sekitarnya yang
selanjutnya diakomodasikan dalam kekuatan ekonomi kota. Faktor internal adalah
kekuatan suatu kota untuk berrkembang dan ditentukan oleh keuntungan geografis, letak,
fungsi kota. (Branch, 1996:40).
Daldjoeni (1998:203) juga mengemukakan bahwa proses berekspansinya kota
dan berubahnya struktur tata guna lahan sebagian besar disebabkan oleh adanya daya
sentrifugal dan data sentripetal pada kota. Yang pertama mendorong gerak ke luar dari
penduduk dan berbagai usahanya, lalu terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi
sektor-sektor dan zone-zone kota, yang kedua mendorong gerak ke dalam dari penduduk
dan berbagai usahanya sehingga terjadilah pemusatan (konsentrasi) kegiatan manusia.
Sujarto (1996:81), mengatakan bahwa perkembangan kota dan pertumbuhan kota
sangat dipengaruhi oleh faktor manusia, faktor kegiatan manusia dan faktor pola
pergerakan manusia antar pusat kegiatan.
Kota merupakan pusat perkembangan dalam suatu wilayah dimana pusat kota
tumbuh dan berkembang lebih pesat dibandingkan dengan daerah sekelilingnya. (Edger,
M. Hoover, 1977:85). Pada umumnya suatu kota tumbuh dan berkembang karena
kegiatan penduduknya, perkembangan kota dapat ditinjau dari beberapa aspek yang
dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota, yaitu :
Perkembangan penduduk perkotaan menunjukan pertumbuhan dan intensitas
kegiatan kota.
Kelengakapan fasilitas yang disediakan oleh kota dapat menunjukan adanya
tingkat pelayanan bagi masyarakatnya.
Tingkat investasi kota dimana hasilnya dapat menunjukan tingkat
pertumbuhan kota yang dapat tercapai dengan tingkat ekonomi yang tinggi.
Perkembangan kota juga dapat ditinjau dari peningkatan aktivitas kegiatan sosial
ekonomi dan pergerakan arus mobilitas penduduk kota yang pada gilirannya menuntut
kebutuhan ruang bagi permukima, karena dalam lingkungan perkotaan, perumahan
menempati presentasi penggunaan lahan terbesar dibandingkan dengan penggunaan
lainnya, sehingga merupakan komponen utama dalam pembentukan struktur suatu kota.
Menurut Horton dan Reynold dalam Bourne (1982:159), perkembangan kota
selain dilihat dari perkembangan geografis, dapat juga dilihat dari sisi “Behavior
approach” artinya melihat dari sisi pengambil keputusan, yang dimaksud dalam
permasalahan ini adalah pengembang. Dalam hal memilih lokasi untuk perumahannya
pengembang lebih menekankan pada unsur mencari keuntungan, tanpa memikirkan
akibat yang terjadi di kemudian, sehingga perkembangan kota dapat saja mengikuti
kemauan pengembang.
Dari tabel diatas terlihat bahwa sektor swasta kurang banyak terlibat dalam
pembangunan perumaahan untuk kelompok berpenghasilan rendah dan sangat rendah,
namun pembangunan perumahan telah dilakukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
perumahan seluruh lapisan masyarakat dari kelas atas sampai kelas paling rendah.
Sampai saat ini belum jelas apa kriteria dan persyaratan pembangunan perumahan
oleh real estate, dalam praktek begitu banyak kejanggalan seolah-olah real estate hanya
memberi prioritas bagi warga yang berduit, memberi keuntungan berlipat ganda bagi
para spekulan tanah secara langsung dan tidak langsung “menggusur rakyat kecil dari
permukiman semula (Marbun, 1990:80), sedangkan menurut Gallion (1992-153) bahwa
dalam prakteknya, real estate menganggap tanah sebagai suatu komoditi untuk dibeli
dengan harga rendah dan dijual dengan harga tinggi.
Menurut Budihardjo (1997:24), bila lahan dibiarkan sebagai komoditi ekonomi
yang ditarungkan secara bebas, maka mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah di
perkotaan akan semakin terpuruk dan semakin tidak mampu menjangkau atau memiliki
rumah yang layak, yang dibangun oleh pihak swasta, dan jika hal tersebut dibiarkan
maka pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar di perkotaan selalu
dihadapkan pada masalah tanah yang makin mahal dan langka serta perlu dikendalikan.
(Lukita, 1992)
Dalam pemilihan tempat untuk lokasi perumahan, developer/pengembang akan
mencari lokasi bangunan yang sesuai dengan cara menyeleksi beberapa tempat. Dari
banyak kriteria yang mempengaruhi pemilihan tempat, menurut Catanese (1996:296)
yang paling utama adalah :
Hukum dan lingkungan, akankah hukum yang berlaku mengijinkan
didirikannya gedung dengan ukuran tertentu, persyaratan tempat parkir, tinggi
maksimum gedung, batasan-batasan kemunduran dan berbagai kendala lain
yang berkaitan.
Sarana, suatu proyek membutuhkan pemasangan air, gas, listrik, telepon, tanda
bahaya (alaram), jaringan drainase.
Faktor teknis, artinya bagaimana keadaan tanah, topografi dan drainase yang
mempengaruhi desain tempat atau desain bangunan.
Lokasi, yang dipertimbangkan adalah pemasarannya, aksesibilitas, dilewati
kendaraan umum dan dilewati banyak pejalan kaki.
Estetika, yang dipertimbangkan adalah view yang menarik.
Masyarakat, yang dipertimbangkan adalah dampak pembangunan real estate
tersebut terhadap masyarakat sekitar, kemacetan lalu lintas dan kebisingan..
Fasilitas pelayanan, yang dipertimbangkan adalah aparat kepolisian, pemadam
kebakaran, pembuangan sampah, dan sekolah.
Biaya, yang dimaksud dengan biaya adalah harga tanah yang murah.
Dengan banyaknya dan beragam kriteria yang ada, maka terjadilah persaingan
antara pengembang dalam memilih lokasi untuk membangun perumahannya, hal ini
menunjukan bahwa menentukan lokasi untuk perumahan bukan hal yang mudah.
D. CLASSIFICATION OF URBAN
g. CIRI FISIK KOTA
1) Memiliki alun – alun;
2) Memiliki daerah terbuka yang digunakan sebagai paru – paru kota (open
space);
3) Memiliki gedung – gedung pemerintahan;
4) Memiliki gedung – gedung perkantoran dan hiburan;
5) Memiliki sarana olahraga;
6) Memiliki lahan parkir kendaraan;
7) Memiliki kompleks perumahan penduduk terdiri atas permukiman kumuh
(slums area), permukiman masyarakat dengan ekonomi lemah, permukiman
masyarakat dengan ekonomi sedang, serta permukiman masyarakat elite.
h. CIRI MASYARAKAT KOTA
1) Memiliki segregasi keruangan. Segregasi merupakan pemisahan yang bisa
menimbulkan kelompok ataupun kompleks tertentu.
2) Hubungan sosial yang bersifat gesselschaft. Ini berarti hubungan sosial antar
anggota masyarakat sangat terbatas pada bidang bidang tertentu tidak
didasarkan pada sifat kekeluargaan ataupun gotong royong. Namun, lebih
didasarkan pada hubungan fungsional.
3) Norma keagamaan tidak terlalu ketat, dimana masyarakat kota kurang dalam
memperhatikan masalah norma agama.
4) Penduduk memiliki sikap individualis serta bersifat egois. Kebanyakan
penduduk kota memiliki kecenderungan memikirkan diri sendiri tanpa
mempedulikan anggota masyarakat lain. Sikap tersebut terjadi karena adanya
persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari antar sesama
masyarakat sangat tinggi.
5) Heterogenitas sosial, dimana masyarakat yang tinggal di perkotaan sangat
beragam.
6) Masyarakat kota memiliki pandangan hidup lebih rasional jika dibanding
masyarakat desa. Hal tersebut dikarenakan masyarakat kota lebih terbuka
terhadap budaya baru. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di kota
juga lebih cepat diterima masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Settlement atau permukiman adalah kelompok satuan‐satuan tempat tinggal atau
kediaman manusia, mencakup fasilitasnya seperti bangunan rumah, serta jalur jalan, dan
fasilitas lain yang digunakan sebagai sarana pelayanan manusia. Pemukiman pedesaan adalah
pemukiman di daerah yang ditetapkan sebagai pedesaan oleh kantor pemerintah. Sedangkan
Permukiman perkotaan adalah kawasan padat penduduk yang sebagian besar terdiri dari
bangunan buatan manusia yang berisi semua fungsi administratif, budaya, pemukiman, dan
agama masyarakat. Dalam objek permukiman desa dan kota memiliki faktor-faktor dan
klasifikasi yang sesuai dengan karakteristik dari pemukiman desa dan kota, seperti di
pemukiman pedesaan dikaitkan dengan pertanian dan pemukiman di desa menawarkan
suasana kesejukan, udara segar dan kehidupan yang serasi dengan alam dan permukiman
perkotaan terutama terlibat dalam kegiatan sekunder dan tersier dan seringkali memiliki
ukuran populasi yang besar dan kepadatan populasi yang tinggi.