Anda di halaman 1dari 7

Bahaya!

Demokrasi Indonesia Terancam Krisis: Masyarakat Apatis


hingga Elit-elit Korup

WE Online, Jakarta - Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)
merilis sebuah riset dalam diskusi publik bertema Menyelamatkan Demokrasi di Indonesia. Riset itu
menyoroti ihwal demokrasi di Tanah Air yang belum terkonsolidasi dengan baik.

Fajar Nursahid, Direktur Eksekutif LP3ES, berkata, "Indonesia masih berada pada transisi jalan di tempat
yang berlarut-larut, bahkan di beberapa tempat mengalami kemunduran, yang membuat kita masih jauh
dari harapan demokrasi terkonsolidasi," kata dia melalui siaran pers, Jumat (2/8/2019).

Dia pun membeberkan, masalah demokrasi Indonesia yang paling krusial, antara lain absennya
masyarakat sipil yang kritis pada kekuasaan, buruknya kaderisasi partai politik, hilangnya oposisi, pemilu
biaya tinggi karena masifnya politik uang dalam pemilu, juga berita palsu (hoaks).

Selain itu, demokrasi Indonesia juga masih dihantui oleh rendahnya keberadaban politik warga, masalah
pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang belum tuntas hingga kini, kebebasan media, kebebasan
berkumpul dan berserikat, serta intoleransi terhadap kelompok minoritas.
Polemik 'Ketuhanan yang Berkebudayaan' dalam RUU HIP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP)


menuai penolakan dari banyak pihak. Pasalnya, RUU tersebut dianggap mendegradasikan harkat dan
martabat Pancasila, serta dianggap sebagai alat untuk mengembalikan paham komunisme di Indonesia.

Polemik muncul saat tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran
Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan
Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, sebagai konsideran "Mengingat" RUU HIP. Serta,
Pasal 7 dalam RUU tersebut yang terdapat frasa "Ketuhanan yang Berkebudayaan".

Suara penolakan sudah dinyatakan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR. Apabila TAP
MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap
kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-
Leninisme, tak menjadi landasan.

Imam besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) juga menyuarakan penolakan yang
sama. Salah satu alasannya, definisi Haluan Idiologi Pancasila dalam RUU HIP tidak lagi meletakkan
agama sebagai sesuatu yang pokok dan mendasar.
Penegakan Hukum Tumpul Ke atas, Tajam Ke bawah

Telusur.co.id - Oleh : Erman Umar, SH. Presiden KAI

Pada moment Ulang Tahun yang ke 12 ini KAI sebagai organisasi Advokat yang diantara misi
perjuangannya, antara lain: Memperjuangkan kebenaran dan keadilan; Hak asasi manusia; Turut aktif
dalam pembangunan hukum nasional serta menegakkan supremasi hukum Indonesia.

Salah satu prinsip yang dianut bangsa Indonesia dalam bernegara adalah prinsip negara hukum.
Bagaimana perkembangan wajah hukum, dan penegakan hukum di negara kita saat ini, sungguh sangat
memprihatinkan, jauh dari harapan.

Kita tidak dapat menutup mata atas kelemahan penegakan hukum di negara kita saat ini. Sebagian
masyarakat tidak percaya dengan hukum, dengan pengertian tidak mempercayai aparat penegak hukum:
Polisi, Jaksa, Hakim dan Pengacara, karena seringnya terungkap proses Hukum dan Putusan Pengadilan
yang kontroversial, jauh dari rasa keadilan, tumpul keatas, tajam kebawah. Penegakan Hukum yang hanya
mengutamakan pemenuhan prosedural yang tidak menyentuh keadilan Substantif.

Dalam perkara narkotika mayoritas pelaku pemakai yang idealnya tuntutannya/Putusannya harus direhab
tetapi dihukum penjara yang berakibat penuh sesaknya penjara saking banyaknya pelaku pemakai yang
dihukum.

Sementara pelaku pemakai dari kalangan Selebritis atau orang-orang terkenal lebih banyak dihukum
untuk direhab, disini terlihat perbedaan penaganan perkaranya oleh pihak aparat hukum terkait.
Mahasiswa Aceh Desak PBB Usut Pelanggaran HAM di Papua

Liputan6.com, Aceh - Mahasiswa Aceh mendesak Komisi HAM PBB mengirim tim pencari fakta untuk
menelusuri kemungkinan adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia di sana. Masalah di Papua,
terutama Papua Barat saat ini memang tengah disorot para pegiat HAM.

Mahasiswa yang tergabung dalam lembaga Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) ini menyebut
sejumlah kejadian di Tanah Cendrawasih bak tertutup kabut. Harus ada pihak independen yang menyibak
kabut tersebut agar semua menjadi jelas.

"Jika tidak, mata dunia akan tertutup dari apa sebenarnya yang terjadi di Papua Barat. Silahkan negara
mau menyebut ada kelompok terorganisir yang dinilai bertindak subversif di sana, namun jangan tutupi
mata dunia dari sejumlah insiden yang bisa saja masuk dalam kategori pelanggaran HAM, bahkan
pelanggaran HAM sistematis," tukas Engga Pratama, dalam aksi yang digelar di Simpang Pelor
Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Senin, 18 Maret 2019.

Kelompok separatis Papua, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dikabarkan telah
menyerahkan petisi dengan 1,8 juta tanda tangan kepada Komisioner Badan HAM PBB, Michelle
Bachelet pada Jumat 25 Februari 2019 lalu. Petisi ini berisi permintaan referendum kemerdekaan.
Lunturnya Wawasan Nusantara Anak Bangsa

Kompasiana - Berbagai kalangan baik di Indonesia maupun luar negeri sangat peduliterhadap berbagai
perkembangan Indonesia, mulai dari perkembangan sosial, politik, ekonomi, maupun budaya. Namun
terdapat hal lebih besar tapi terlihat kecil yang harus lebih diperhatikan oleh semua orang Indonesia saat
ini, yaitu kondisi/perkembangan wawasan nusantara Indonesia.

Saat ini, kondisi wawasan nusantara di negeri tercinta terkikis secara signifikan, hal itu dapat dilihat dari
banyaknya masyarakat yang tidak hafal Pancasila, melupakan UUD 1945, dan tak peduli dengan
pemerintah dan negara Indonesia. Banyaknya masyarakat tidak paham tentang falsafah dan dasar Negara
ini membuatnya semakin buruk.

Kehilangan wawasan tentang makna dan juga hakikat bangsa serta kenusantaraan dapat mendorong
terjadinya disorientasi dan juga perpecahan di berbagai wilayah Indonesia. Peningkatan wawasan
kenusantaraan perlu dilakukan untuk menjaga keutuhan bangsa dan kemandirian Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Mengatasi Masalah Covid-19 dengan Meningkatkan Ketahanan
Nasional

Kompasiana - Virus corona atau covid-19 menjadi sorotan seluruh dunia. Awal mula virus ini muncul di
Wuhan, Tiongkok. Who juga telah menetapkan covid-19 ini sebagai pandemic, karena hampir semua
Negara mengalami masalh virus ini. Hingga kini masih belum ditemuka vaksin yang dapat
menyembuhkan virus ini. Oleh karena itu pemerintah menerapkan sosial distancing untuk mengurangi
penyebaran virus ini.

Namun kurangnya perhatian dari masyarakat, himabuan untuk sosial distancing banyak yang
mengabaikannya. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan pendekatan
deskriptif analisis. Sehingga dapat mengetahui cara mengatasi masalah covid-19 melalui peningkatan
ketahanan nasional di Indonesia.
Larangan Jilbab di Bali Berpotensi Mengancam Integrasi
Nasional

Kompasiana - Terjadi beberapa kasus pelarangan penggunaan jilbab di bali baik pelarangan di sekolah
ataupun di tempat kerja. Salah satu berita pelarangan terakhir adalah pelarangan karyawan Hypermart
untuk menggunakan jilbab dan peci yang dianggap sebagai simbol agama Islam, meskipun sebenarnya
peci adalah termasuk pakaian dan simbol nasional bangsa ini. Pelarangan oleh Hypermart Bali
disebabkan oleh instruksi dari The Hindu Center of Indonesia yang dipimpin oleh Arya Wedakarna.

Bagi banyak wanita muslim berjilbab atau berhijab adalah melaksanakan perintah agama, dimana
menjalankan dan melaksanakan perintah agama adalah hak esensi mendasar yang bahkan dijamin haknya
dalam Undang-undang Dasar 1945. Seluruh rakyat Indonesia dimanapun berada bebas menjalankan
perintah agamanya di seluruh wilayah publik dalam wilayah teritori negeri ini tanpa harus mendapatkan
halangan dan rintangan.

Anda mungkin juga menyukai