Anda di halaman 1dari 28

PELAYANAN GERIATRI

A. Pendahuluan
Salah satu keberhasilan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya usia harapan
hidup penduduk. Usia harapan hidup di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak 2004-
2015, dari 68.6 tahun menjadi 70,8 tahun dan tahun 2030-2035 diproyeksi mencapai 72.2
tahun. Setelah tahun 2050, populasi lansia di Indonesia diprediksi meningkat lebih tinggi dari
pada populasi lansia di wilayah Asia dan global.
Lanjut usia merupakan masa akhir dewasa dan cenderung melakukan cerminan diri di
masa lalu. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Beberapa
pendapat mengenai usia seseorang dianggap memasukki masa lansia, yaitu ada yang
menetapkan pada umur 60 tahun, 65 tahun da nada juga 70 tahun. Tetapi Badan Kesehatan
Dunia (WHO) menetapkan bahwa 60 tahun ke atas sebagai usia yang menunjukan seseorang
telah mengalami proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang itu telah disebut
lansia.
Seseorang akan mengalami kemunduran dengan sejalnnya waktu. Masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan social sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-
hari lagi. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan
segera dan terintegrasi.

B. Tujuan Pelatihan

Setelah mengikuti materi pembelajaran peserta mampu:


1. Menjelaskan kebijakan penyelenggaraan program lanjut usia.
2. Menjelskan gambaran demografi lansia dan proses menua.
3. Menjelaskan pengkajian paripurna pasien geriatri.
4. Menjelaskan tentang masalah-masalah yang yang muncul pada pasien geriatri.
5. Menjelaskan tentang caring pada pasien geriatri
6. Menjelaskan tentang pelayanan home care

1
C. KONSEP MATERI PELAYANAN GERIATRI
1. Kebijakan Penyelenggaraan Program Lanjut Usia
a. Kebijakan Program Lanjut Usia
Mengacu pada Regional Strategy For Healthy Aging 2013-2018 yang dideklarasikan
oleh Menteri Kesehatan sari anggota WHO South East Asia Region ( Yogyakarta
Declaration on Ageing and Health), maka disusun strategi Nasional dan Rencana Aksi
Nasional Kesehatan Lanjut Usia 2016-2019.

b. Visi dan Misi Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia


Visi Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia tahun 2016-2019 adalah terwujudnya lanjut
usia yang sehat dan produktif. Sedangkan Misinya meliputi:
1) Mewujudkan upaya pelayanan kesehatan santun lanjut usia dengan pendekatan
siklus hidup, holistic, komprehensif dan terpadu. Mulai dari keluarga, masyarakat,
fasilitas kesehatan tingkat pertama, tingkat rujukan dan tingkat lanjutan
2) Meningkatkan pemberdayaan lanjut usia, keluarga dan masyarakat untuk
mewujudkan lanjut usia yang sehat, mandiri, aktif dan produktif selama mungkin.

c. Tujuan
Tujuan umum Kebijakan Program Kesehatan Lanjut Usia adalah untuk meningkatkan
derajat kesehatan lansia yang sehat, mandiri, aktif,produktif dan berdayaguna bagi
keluarga dan masyarakat.
Adapun prinsip-prinsip pelayanan Kesehatan Lansia adalah:
1) Menjadi Lansia sehat adalah hak asasi setiap manusia
2) Pelayanan kesehatan primer adalah ujung tombak untuk tercapainya Lansia sehat
yang didukung oleh pelayanan rujukan yang berkualitas.
3) Partisipasi Lansia perlu diupayakan dalam setiap kegiatan baik di keluarga
manapun.
4) Kegiatan masyarakat berupa kegiatan sosial ekonomi sesuai dengan kemampuan,
minat dan kondisi kesehatannya.
5) Pelayanan kesehatan bagi lansia diupayakan secara lintas disiplin dan lintas sektor.

2
6) Pelayanan kesehatan bagi Lansia perlu dilaksanakan dengan memperhatikan
gender dan kesamaan hak.

d. Kebijakan Program Kesehatan Lanjut usia


Kebijakan program kesehatan lanjut usia dituangkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 79 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit. Kebijakan Penyelenggaraan Pelayanan Geriatri di
Rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, kualitas pelayanan, dan
keselamatan pasien geriatri di rumah sakit, dan memberikan acuan dalam
penyelenggaraan dan pengembangan pelayanan geriatri di rumah sakit.
Pelayanan geriatri diberikan kepada pasien lanjut usia denga kriteria:
1) Pasien dengan usia 70 tahun keatas yang memiliki 1 penyakit fisik dan atau psikis.
2) Pasien lanjut usia yang berumur 60 tahun keatas yang menderita lebih dari satu
penyakit kronis atau degenerative dengan atau tanpa disertai penyakit akut.
3) Pasien lanjut usia yang menghadapi kesulitan untuk berjalan (instability),
mengalami jatuh (falls),atau imobilisasi (bedridden).

e. Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit


Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan peroranngan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat. Dalam penyelenggaraan pelayanan geriatri di Rumah sakit dibagi
menjadi tingkat sederhana, tingkat lengkap, tingkat sempurna dan tingkat paripurna.
Tingkatan tersebut ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan, sarana dan prasarana, peralatan
dan ketenagaan. Adapun jenis pelayanan geriatri sesuai dengan Permenkes Nomor 79
Tahun 2014 yaitu:
1) Jenis pelayanan Geriatri tingkat sederhana paling sedikit terdiri atas pelayanan rawat
jalan dan kunjungan rumah ( home care ).
2) Jenis pelayanan Geriatri tingkat lenngkap terdiri atas pelayanan rawat jalan, rawat inap
akut dan kunjungan rumah ( home care ).
3) Jenis pelayanan Geriatri tingkat sempurna terdisi atas pelayanan rawat jalan, rawat inap
akut, kunjungan rumah ( home care ) dan klinik asuhan siang.

3
4) Jenis pelayanan Geriatri tingkap paripurna terdiri atas pelayanan rawat jalan, rawat inap
akut, rawat inap kronis, rawat inap psikogeriatri, penitipan pasien geriatri (respite care
), kunjungan rumah ( home care ) dan Hospice.

f. Prinsip-Prinsip Pelayanan Geriatri


Prinsip utama yang harus dipenuhi guna melaksanakan pelayanan kesehatan pada
warga lanjut usia yaitu pendekatan holistik serta tatakerja dan tatalaksana secara rutin.
Prinsip holistik pada pelayanan kesehatan lanjut usia menyangkut berbagai aspek yaitu:
1) Seorang warga lanjut usia harus dipandang sebagai manusia seutuhnya, meliputi juga
lingkungan, psikologis dan social ekonomi. Aspek diagnosis penyakit pada pasien
lanjut usia menggunakan assesmen geriatri meliputi seluruh organ, system, kejiwaan,
dan lingkungan social ekonomi.
2) Sifat holistik mengandung arti secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal berarti
pemberian pelayanan harus dimulai dari masyarakat sampai ke pelayanan rujukan
tertinggi. Secara horizontal berarti pelayanan kesehatan harus merupakan bagian dari
pelayanan kesejahteraan warga lanjut usia secara menyeluruh. Sehingga perlu bekerja
secara lintas sektoral dengan dinas/lembaga terkait di bidang kesejahteraan misalnya
agama, pendidikan dan kebudayaan serta dinas sosial. Adapun kontinuitas pelayanan
kesehatan lanjut usia untuk mendukung pelayanan kesehatan Lansia yaitu:
a) Pelayanan kesehatan warga lanjut usia di masyarakat.
b) Pelayanan Kesehatan warga lanjut usia di masyarakat berbasis rumah sakit.
c) Pelayanan kesehatan warga lanjut usia berbasis rumah sakit.
3) Pelayanan holistik harus mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

2. Gambaran Demografi Lansia dan Proses Menua.


a. Definisi Menua
Proses menua (aging ) merupakan proses alami atau keadaan yang harus dilalui oleh
semua manusia yang disertai adanya penurunan fisi, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain. Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsin normalnya sehingga tidak dapat bertahan dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.

4
Menua juga didefinisikan sebagai proses yang mengubah seseorang dewasa sehat
menjadi seorang yang “frail’ ( lemah, rentan ) dengan berkurangnya sebagian besar
cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentaan terhadap berbagai penyakit
dan kematian secara eksponensial. Terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh
gerontologis ketika membicarakan proses menua yaitu:
1). Aging adalah suatu proses perubahan secara bertahap dan spontan.
2). Senescence adalah hilangnya kemampuan sel untuk berkembang
3). Homeostenosis adalah berkuranngnya cadangan homeostatis selama penuaan pada
setiap organ

b. Teori Menua
Adapun teori menua yaitu:
1) Teori “ Genetic clock “ :
Menua telah terprogram secara genetic untuk species species tertentu. Tiap
species mempunyai didalam nuclei (inti sel) suatu jam genetik yang telah diputar
menurut suatu replikasi. Jam ini akan menghitung mitosis dan akan menghentikan
replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita
akan meninggal dunia.
2) Mutasi somatik “ Error catastrophe “
Teori ini menyatakan faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi
somatik. Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya
menghindari tekanan radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsiogenik atau
toksik dapa memperpanjang umur. Dalam teori ini dijelaskan bahwa terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsional sel tersebut
3) Rusaknya system imun tubuh
Mutasi yang berulang atau protein pasca translasi dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan system imun tubuhdalam mengenali dirinya sendiri.
Daya pertahanan system imun tubuh mengalami penurunan pada proses menua.
Daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun sehingga sel kanker leluasa
membelah-belah. Inilah yang menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai
dengan meningkatnya umur.

5
4) Teori menua akibat metabolisme
Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang, berdasarkan
hasil penelitian Balin dan Allen (1989) menyatakan bahwa ada hubungan antara
tingkat metabolism dengan panjang umur. Pengurangan intake kalori pada rodentia
muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan
umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunya salah
satu atau beberapa metabolisme.
5) Kerusakan akibat radikal bebas
Teori radikal bebas diperkenalkan pertama kali oleh Denharn Harman pada
tahun 1956, menyatakan bahwa proses menua normal merupakan akibat kerusakan
jaringan akibat radikal bebas. Harman menyatakan bahwa target kerusakan dari
radikal bebas yaitu mitokondria yang merupakan generator radikal bebas.
Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi electron tidak berpasangan
yang terbentuk sebagai hasil sampingan berbagai proses selular atau metabolisme
normal yang melibatkan oksigen. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan
di dalam tubuh di fagosit (pecah), dan sebagai produk smapingan di dalam rantai
pernafasan di dalam mitokondria. Radikal bebas ini bersifat merusak karena sangat
reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA.

c. Konsep Menua
Suatu penelitian besar, MacArthur Longitudinal Study on Succesful Aging,
menyimpulkan bahwa menua yang sukses terdiri dari 3 komponen, yaitu:
1) Rendahnya risiko untuk mengalami sakit
2) Kapasitas kognitif dan fisik yang tinggi
3) Kehidupan yang selalu aktif
Tujuan hidup manusia itu ialah menjadi tua tetapi sehat. Healthy aging akan
dipengaruhi oleh faktor:
1) Endogenic aging yang dimulai dengan cellular aging lewat tissue dan anatomical
aging kearahproses mrenuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus
berputar.

6
2) Exogenic aging, yaitu dapat dibagi dalam sebab lingkungan dimana seseorang hidup
dan factor sosial budaya yang paling tepat disebut gaya hidup.
Langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai menua yang sehat, menurut
Darmojo tahun 2009 yaitu:
1) Mengupayakan fisik dan mental selalu sehat
2) Mengupayakan nutrisi yang baik
3) Memperhatikan keinginan hati
4) Meningkatkan kesejahteraan material
5) Hubungan sosial yang sehat
6) Sikap yang positif
7) Meningkatkan vitalitas spiritual

3. Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri


a. Pengertian Pasien Geriatri
Geriatri berasal dari kata gerontos dan iatros (penyakit), jadi jelas bahwa ilmu
geriatri adalah bagian dari ilmu kedokteran dan gerontology yang khusus mempelajari
kesehatan dan penyakit-penyakit pada lanjut usia. Geriatri adalah cabang disiplin ilmu
kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan dan kedokteran pada warga lanjut usia
termasuk pelayanan kesehatan kepada lanjut usia denga mengkaji aspek kesehatan
berupa promosi, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi.

b. Karakteristik Pasien Geriatri


Pasien geriatri merupakan pasien lanjut usia yang memiliki karakteristik khusus yang
membedakannya dari pasien lanjut usia pada umumnya, karakteristik pasien geriatri
yang sring disebut 14 I antara lain:
1) Imobility/Imobilisasi/Kurang bergerak
2) Instability/Instabilitas/Ketidakstabilan
3) Incontience/Inkontinensia/Tidak bisa menahan BAB/BAK
4) Impairments of cognitive/Gangguan kognitif
5) Impaction/impaksi/Sulit BAB
6) Impairments of vision, hearing, skin, integrity, taste( Ganguan melihat, mendengar,
kulit dan ras )
7) Infection/Infeksi

7
8) Isolation/Isolasi
9) Inanition/Kurang gizi
10) Impecunity/Tidak punya uang
11) Latrogenesis/Menderita penyakit akibat obat-obatan
12) Insomnia/Sulit tidur
13) Impotence/Impotensi
14) Immunodeficiency/Daya tahan tubuh menurun

c. Pengertian, Tujuan dan Manfaat P3G


1) Pengertian P3G
Pengkajian paripurna pasien geriatri (P3G) adalah suatu proses diagnostic
interdisiplin, untuk menentukan masalah dan kabapilitas medis, kemampuan
fungsional, psikososial dan lingkungan bagi pasien lanjut usia. Karena karakteristik
dan sindrom pada pasien geriatri berbeda maka diperlukan pendekatan khusus yang
berorientasi bi-psiko-sosial kepada setiap pasien lanjut usia yang mutlak diperlukan
agar penatalaksanaanya paripurna
2) Tujuan P3G
Adalah untuk merencanakan penanganan yang komprehensif serta tindak lanjut
jangka panjang.
3) Manfaat P3G
Manfaat dilakukannya pengkajian komprehensif pada pasien geriatri yaitu
mendapatkan keterpaduan dalam tatalaksana geriatri sehingga tatalaksana menjadi
efektif dam efisiensi. Keluaran yang diukur pada berbagai penelitian tentang
manfaat P3G antara lain
a) Lama rawat: rata- rata lama rawat pasien geriatri yang masuk karena mengalami
geriatric giants dan dirawat binap dengan menerapkan pengkajian paripurna
pasien geriatri adlah 12 hari.
b) Status Fungsional: status fungsional diukur sejak pasien masuk rumah sakit
sampai saat pulang. Diukur rata-rata kenaikan skor status fungsional
menggunakan ADL Barthel Index
c) Kualitas hidup: penilaian kualitas hidup menggunakan instrument yang mampu
menilai khusus kualitas hidup terkait kesehatan. Salah satu instrument yang
sering digunakan adalah EQ5D-VAS minimal 79%

8
d) Rawat inap ulang: perawatan kembali setelah pulang ke rumah dari rumah sakit.
Perawatan yang terjadi kembali dalam 30 hari pertama pasca rawat.
e) Kepuasan pasien: kepuasan pasien diukur saat pasien pulang dengan instrument
yang secara sahih dapat mengukur kepuasan pasien.

d. Sindrom Geriatri
Masalah –masalah yang sering muncul pada pasien geriatri sering disebut dengan
sindrom geriatri, adapun pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Delirium
Berdasarkan PMK No 67 Tahun 2015, delirium adalah suatu kebingungan akut
yang ditandai dengan disorientasi, bicara ngelantur, gelisah, sulitmengalihkan
perhatian, ketakutan dan yang laian-lain yang disebabkan oleh gangguan
metabolism di otak akibat gangguan metabolic/infeksi,trauma kepala/efek samping
obat. Sindrom delirium didefinisikan sebagai kumpulan gejala gangguan mental
organic yang ditandai dengan gangguan kognitif global, gangguan kesadraan,
perubahan aktivitas psikomotor dan gangguan silkus tidur yang terjadi secara aktif
dan fluktuatif ( Beirt,2000; Mc Cusker, 2001).
Confusion Assesment Method (CAM) adalah instrument yang digunkan
untukmenilai derajat sindrom delirium, dengan sensitivitas 94-100% dan spesifitas
90-95%. Intrumen ini dapat digunakan oleh perawat atau dokter non psikiater,
namun hanya bisa digunkaan untuk skrining sindrom delirium ( Murphy,2000)
Mini Mental state Assesment (MMSE) yang biasa digunkan untuk menilai
fungsi kognitif pasien tidak dapat digunkan untuk diagnosis sindrom delirium
karena tidak dapat membedakannya dengan demensia (Husley,2002).
2) Depresi
Gambaran depresi pada lanjut usia tidak khas, penyandang jarang sekali
menampakan mood depresi. Yang mneonjol adalah ansietas, keluhan somatik, dan
perasan bersalah. Rasa letih, lesu, pesimistik, tidak nafsu makan, insomnia, sulit
konsentrasi sering ada namun disalahkan tafsirkan sebagai gejala biasa pada lanjut
usia. Ide bunuh diri juga tidak ditanggapi serius padahal seharusnya di eksplorasi
lebih lanjut. Umunya lansia dengan depresi yang mempunyai keininan mati akan
menolak pengobatan, menolak makan minum.

9
Depresi pada usia lanjut bervariasi dari derajat ringan sampai berat. Instrument
untuk skrininng biasanya dipakai Geriatric Depression Scale (GDS) 30 butir dengan
cut-off 11 sebagai indicator gangguan depresi. Instrument ini bersifat self rating,
jawaban ya dan tidak. Pemeriksa memberi skor sesuai dengan pedoman penilaian.
Ada 4 pertanyaan kunci dari GDS untuk mendeteksi atau membuka percakpaan kea
rah depresi yaitu:
a) Apakah anda puas dengan kehidupan anda?
b) Apakah anda merasa hidup ini kosong?
c) Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan menimpa diri anda?
d) Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar waktu anda?
3) Demensia
Demensia adalah sindrom penurunan fungsi kognitif yang berat dan progresif
sehingga menggangu fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari individu. Umunya
demensia disertai dengan gangguan perilaku dan gejala psikiatrik seperti agitasi,
depresi, insomnia, marah-marah, delusi, agresivitas dan halusinasi yang dikenal sebagai
behavior dan psychological symptoms of dementia atau gejala perilaku dan psikologis
pada demensia.
Tanda dan gejala utama lupa peristiwa yang baru saja terjadi. Lupa peristiwa ini
cukup sering dan mengganggu aktivitas hidup individu sehingga dapat terjadi salah
paham dengan orang disekitarnya. Umunya jenis lupa berhubungan dengan waktu
peristiwa terjadi dan tidak dapat diingat kembali meskipun diberikan kode pengingat.
Perubahan emosi dan perilaku pada tahap awal dapat berupa labilitas emosi, apatis atau
depresi.
Tanda yang mencolok dan dapat diamati oleh keluarga atau orang dekat
penyandnag demensia adalah turunya kemampuan individu dalam melakukan aktivitas
hariannya seperti mengelola uang, belanja, bepergian dan menyiapkan makan sendiri.
Tingkat pendidikan dan pekerjaan individu sebelumnya oerlu diperhatikan dalam
menentukan ada tidaknya penurunan kemampuan fungsiBeronal.

Tabel 1. Perbedaan Delirium, Depresi dan Demensia


Delirium Depresi Demensia
Atensi Terganggu Tampak terganggu Umumnya baik

10
Keluhan lupa Tidak ada Ada, berlebihan Bisa ada, bisa tidak
Daya ingat Tampak terganggu, Baik memori jangka Terutama gangguan
sbenarnya melambat pendek dan panjang memori jangka
terganggu pendek
Orientasi Terganggu berat Dapat tampak Terganggu untuk
terganggu waktu dan tempat
Judgment Terganggu Dapat tampak Terganggu
terganggu
Afek/mood Fluktuatif, datar, Sedih, iritabel, Normal, bingung,
menarik diri depresi, kuatir, rasa menarik diri
tak berdaya
Pembicaraan Fluktuatif, bisa Koheren, melambat, Repetitive, jarang
inkoheren mengeluhkan deficit mengeluhkan deficit
kognitif kognitif,
Gangguan persepsi Misinterpretasi, Kadang halusinasi Umumnya tidak ada,
halusinasi visual audiotorik tapi pada kasus
tertentu bisa ada
Perilaku Gangguan siklus tidur, Umumnya Ketrampilan sosial
hiperaktif, melambat, kadang masih ada,
hipoaktif,somnolen, agitatif, perubahan menghindari
menarik diri tidur, nafsu makan aktivitas sosial
menurun karena
memburuknya
memori
Proses dan isi pikir Tidak koheren, Melambat, Isi pikir dangkal,
mungkin ada delusi preokupasi masa Nampak ada ide
lalu,rasa bersalah, paranoid yang
memikirkan berhubungan dengan
kematian kelemahan memori
Onset Mendadak, berkisar Sekitar beberapa Perlahan-lahan,
jam/hari hari/minggu berbulan-bulan

11
Perkembangan Fluktuatif ,imortalitas Membaik dnegan Progresif semakin
tinggi jika tanpa terapi terapi memburuk, namun
dapat ditata laksana
Prognosis Reversible Reversible Irreversible
Insight Taka da insight Bervariasi Tak menyadari
kesulitan
Kesadaran Berkabut Jernih Jernih

4) Anxietas ( Kecemasan )
Kecemasaan adalah suatu perasaan yang dialami secara universial. Ansietas
merupakan suatu respon terhadap stress yang umunya memiliki fungsi adaptif yang
menyiagakan kita terhadap bahaya nyata dan memotivasi kita untuk bersiap dan
menghadapi berbagai situasi. Akan tetapi, ketika perasaan ansietas muncul berlebihan
dan secara signifikan menggangu fungsi individu, perasaan tersebut merupakan kondisi
patologik dan didiagnosis sebagai gangguan ansietas.
Tiga penyebab ansietas pada lansia yang dilaporkan sangat erat kaitannya dengan
kesepian dalam menjalani hidupnya oleh karena berpisah dari pasanganya, keterbatasan
dalam aktivitas harian akibat penyakit yang dideritanyadan berlanjut muncul
kecemasaan akibat memikirkan proses kematiannya.

5) Gangguan tidur/Insomnia
Kondisi kurang tidur sering dihubungkan dnegan berbagai kondisi media dan psikis
pada orang tua, sehingga diharapkan terdapat suatu perembangan dari pemahaman serta
terapi dari insomnia pada lanjut usia. Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur
yang memiliki dmapak buruk bagi kesehatan dan kualitas hidup. Insomnia didefinisikan
sebagai kesusahan dalam memulai atau mempertahanakan tidur. Insomnia dapat terjadi
pada setiap umur, tetapi lebih sering terjadi pada umur 65 tahun ke atas. Sekitar 40-
50% usia geriatri mengalami insomnia dan prevalensinya lebih besar terjadi pada
wanita daripada laki-laki.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada lansia
antara lain:gangguan fisik dan kognitif, obata-obatan misalnya kortikosteroid dan

12
diuretik. Gangguan medis umum misalnya arthritis. Faktor lingkungan miisalnya
papapran sinar kurang atau sleep hygiene yang buruk.

6) Agresi
Agresi adalah suatu tindakan yang bersifat menyerang disertai dengan kekuatan.
Tindakann ini dapat disertai tindakan fisik, kata atau simbolis. Tindakan ini mungkin
saja realistis dengan tujuan untuk menjaga diri atau mungkin tindakan yang tidak
realistis dan itujukan terhadap lingkungan atau kepada dirinya sendiri. Gejala yang
terjadi umumnya berupa:
a) Adanya tuntutan yang terus-menerus secara terang-terangan
b) Kemarahan terus-menerus yang ditujukan kepada petugas
c) Penolakan untuk mendengarkan petugas
d) Selalu atau kadang-kadang berusaha melawan bila ada perubahan tindakan.
e) Berbicara kasar
f) Bertingkah laku kasar
g) Selalu atau kadang-kadang tidak memperdulikan perintah dokter/petugas medis.

7) Gangguan kognitif
Gangguan kognitif meliputi spectrum yang luas yaitu mulai dari fungsi kognitif
yang normal hingga demensia. Gangguan fungsi kognitif setidaknya melibatkan dua
hal dari lima domain berikut ini:
a) Terganggunya kemampuan untuk mendapatkan dan mengingat informasi yang
baru
b) Gangguan dalam memahami dan mengerjakan tugas yang komplek
c) Ganguan dalam kemampuan visuo-spatial
d) Gangguan dalam fungsi berbahasa
e) Perubahan kepribadian
Penurunan fungsi kognitif inni terdiri dari normal, mild cognitive impairment dan
dementia. Usia menjadi faktor resiko yang paling penting dalam perjalanan dementia.
Suatu penelitian epidemiologi menunjukan bahwa satu dari dua belas orang yang
berusia lebih dari 65 tahun dan satu dari 3 orang yang berusia diatas 90 tahun,
mengalami demensia. Selain usia berbagai faktor lain juga mempengaruhi angka

13
kejadian serta prevalensi dementia. Faktor-faktor tersebut antara lain: genetic, riwayat
trauma kepala, kurangnya tingkat pendidikan, lingkungan, penyakit vascular dan
gangguan imunitas.
Mini Mental State Examination digunakan secara luas ebagai alat ukur standar.
MMSE telah banyak digunkan diberbagai Negara dan telah diterjemahkan ke berbagai
bahasa termasuk bahasa Indonesia. MMSE digunakan untuk menilai fungsi kognitif
pada praktek klinis ataupun penelitian. MMSE menilai orientasi, perhatian, dan
kalkulasi, ingatan jangka pendek dan menengah bahasa dan kemampuan untuk
menyelesaikan intrsuksi verbal dan tertulis yang sederhana serta jonstruksi visual.
MMSE memiliki skor maksimal 30.

8) Ulkus decubitus
Ulkus decubitus adalah kerusakan jaringan setempat pada kulit dan jaringan
dibawahnya akibat tekanan, atau kombinasi antara tekanan dengan pergeseran pada
bagian tubuh yang menonjol. Ulkus decubitus menandakan telah terjadinya nekrosis
jaringan local, sring terjadi pada bagian tubuh yang menonjol, misalnya sacrum,
tuberositas iskialgia, trokanter, tumit. Ulkus decubitus sering disebut sebagai ischernic
ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore, decubital ulcer.
Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan anka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi pada penderita lanjut usia. Di Negara maju, prosentase terjadinya decubitus
mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama perawatan. Klasifikasi
ulkus decubitus berdasarkan dalanmnya jaringan yang mengalami kerusakan. The
National Pressure Ulcer Advisory Panel. Pada tahun 2007 memperbaharui klasifikasi
ulkus decubitus yang pertama kali dibuat oleh “Shea”. Klasifikais baru tersebut
menambahkan 2 stadium lagi yaitu ulkus decubitus yang tak dapat diklasifikasikan dan
kerusakan jaringan dalam “deep tissue injury”. Skala yang dipakai untuk menilai resiko
ulkus decubitus adalah skala Norton.
Tipe ulkus decubitus diperlukan untuk penyembuhan dan perbedaan temperature
ulkus decubitus dnegan kulit sekitarnya, ulkus decubitus dibagi menjadi 3 yaitu:
a) Tipe normal

14
Beda temperatur 2,5 0C antara daerah ulkus dengan kulit sekitar, akan sembuh
sekitar 6 minggu selama perawatan. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat
akibat tekanan namun pembuluh dan aliran darah masih baik.
b) Tipe arteriosklerotik
Beda temperatur < 10C antar daerah ulkus dengan kulit seitar. Ulkus decubitus
terjadi karena tekanan dan arteriosklerotik pada pembuluh darah, penyembuhan terjadi
dalam 16 minggu.
c) Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh

Faktor resiko primer merupakan faktor resiko yang menyebabkan menurunnya


pergerakan (mobilitas) sehingga terjadi imobilisasi relative / total, yaitu:
a) Gangguan neurologis dengan paralisis: stroke, hemiplegi, hemiparesis, paraplegia,
tetraplegia.
b) Gangguan fungsi kognitif dan penurunan kesadaran
c) Intervensi bedah: anestesi (premedikasi, anestesi, fase pemulihan) untuk jangka
waktu yang lama
d) Gangguan psikiatrik dan obat psikotropik: psikosis akut misalnya katatonia dan
depresi akut, obat sedasi misalnya neuroleptic, benzodiazepine.
e) Nyeri hebat.

Faktor resiko sekunder adalah faktor-faktor yang dapat menurunkan toleransi


jaringan. Faktor yang menurunkan tekanan intravascular :
a) Hipotensi arterial: syok (hipovolemik, septik, kardiogenik) over dosis obat
antihipertensi.
b) Dehidrasi: pemakaian diuretic, diare, sengatan matahari.

Faktor yang menurunkan transport oksigen ke sel. Faktor-faktor tersebut adalah:


a) Anemia: hemoglobin< 9 g%
b) Penyakit oklusi arteri perifer
c) Mikroangiopati diabetic
d) Hipotensi, bradikardi

15
e) Syok hipovolemik

Faktor yang meningkatkan konsumsi oksigen di sel


a) Demam 380C
b) Hipermetabolisme
c) Infeksi, sitokinemia

Faktor yang menyebabkan defisiensi nutrient dalam sel


a) Malnutrisi
b) Kakeksia
c) Limfopenia yang berhubungan dengan malnutrisi

Faktor yang melemahkan pertahanan kulit (skin`s resistance)


a) Proses menua pada kulit
b) Higine kulit buruk
c) Penyakit kulit
d) Kandungan air pada kulit berkurang
e) Kulit menjadi halus mudah maserasi pada inkontinensia urin dan alvi
f) Pemakaian obat steroid

Faktor resiko ulkus decubitus dapat pula dibagi menjadi faktor intrinsic dan
ekstrinsik. Faktor intrinsic adalah semua faktor yang berasal dari kelainan pada pasien
itu sendiri ( faktor resiko primer dan sekunder). Faktor ekstrinsik meliputi: kebersihan
tempat tidur, peralatan medis, posisi duduk salah, perubahan posisi kurang.
Bila sudah terjadi ulkus decubitus tentukan stadium dan perencanan tindakan
a) Stadium I
Terjadi reaksi peradangan terbatas pada epidermis, kulit kemerahan dibersihkan
hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberikan lotion kemudian dipijat
2-3kali/hari
b) Stadium II
Perawatan ulkus memperhatikan syarat-syarat aseptic dan antiseptic. Daerah ulkus
digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk

16
merangsang timbulnya jaringan muda/granulasi. Penggantian balut dan
pemeberian salep jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan
jaringan.
c) Stadium III
Luka kotor dan bernanah dibersihkan dengan larutan NaCl 0.9% . usahakan luka
selalu bersih dan eksudat dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal agar
oksigenasi dan penguapan baik
d) Stadium IV
Perluasan ulkus sampai ke dasar tulang, sering disertai jaringan nekrotik semua
langkah di atas tetap dikerjakan jaringan nekrotik yang akan menghalangi
pertumbuhan jaringan/epitelisasi dibersihkan.

9) Imobilisasi pada pasien geriatri


Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan yang tidak bergerak/tirah baring selama
3 hari atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang aibat perubahan fungsi
fisiologis. Penyebab imobilisasi perlu dikaji dan dilakukan anamnesis tentang riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik. Lamanya menderita disablitas, penyakit yang
mempengaruhi kemampuan mobilisasi dan obat-obatan yang dikonsumsi penting untuk
diperhatikan. Selain itu adanya keluhan nyeri perlu dikaji secara rurin karena dapat
menjadi penyebab utama imobilisasi. Selain fisik faktor psikologis juga perlu dikaji
dalam kasus imobilisasi seperti rasa takut, depresi dan pengkajian lingkungan.
Penyebab utama imobilisasi pada usia lanjut adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Pengkajian dan diagnosis serta
komplikasi dari imobilisasi adalah sebagai berikut:
a) Trombosis: ada tiga faktor yang mempengaruhi thrombosis vena yaitu:
- Luka di vena
- Sirkulasi darah tidak baik
- Berbagain kondisi yang meningkatkan resiko
b) Emboli paru: thrombosis vena dalam dapat menyebabkan emboli paru. Lepasnya
lobus yang mencapai pembuluh darah paru dan akan menimbulkan sumbatan yang
berakibat fatal.

17
c) Kelemahan otot: imobilisasi yang lama akan mengakibatkan penurunan kekuatan
otot sekitar1-2% sehari.
d) Kontraktur otot dan sendi: pasien yang mehgalami imobilisasi lama beresiko
mengalami kontraktur karena sendi-sendi tidak nbergerak.
e) Osteoporosis: imobilisasi meningkatkan resorpsi tulang, meningkatkan kadar
kalsium serum, menghambat sekresi PTH dan produksi vitamin D3 aktif.
f) Ulkus Dekubitus: anoksia jaringan dan nekrosis terjadi karena terhambatnya aliran
darah pada kulit yang tertekan. Poeningkatan tekanan pada kulit akan dialami
pasien imobilisasi.
g) Hipotensi postural: penurunan efisiensi jantung , perubahan tanggapan
kardiovascular postural dan penyakit tromboemboli adalah salah satu komplikasi
yang sering terjadi pada pasien yang mengalami imobilisasi lama.
h) Pneumonia dan ISK: akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah
terjadi pada pasien lanjut usia. Resiko terjadi infeksi saluran kemihpun meninngkat
akibat aliran urin yang terganggu dampak dari tirah baring
i) Gangguan Nutrisi: kejadian hipoalbuinia pada usia lanjut dapat dikarenakan
imobilisasi karena imobilisasi mempengaruhi system metabolic dan endokrin yang
menyebabkan terjadinya oerubahan terhadap metabolism.
j) Konstipasi: imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon,
semakin lama feses tinggal di kolon menyebabkan absorbs cairan lebih banyak
yang mengakibatkan feses keras.

10) Inkontenensia
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang
mengakibatykan masalah sosial dan higienis penderitanya.
Penyebab inkontinensia urin akut dapat diingat dengan akronim DRIP dan
DIAPPERS seperti berikut:
Tabel 2. Akronim untuk penyebab reversible inkontinensia urine akut
D : Delirium
R : Restricted mobility, retention
I : Infection, inflammation, impaction

18
P : Polyuria, pharmaceuticals

Tabel 3. Penyebab Inkontinensia akut


D : Delirium
I : Infection
A : Arrophic vaginitis or urethritis
P : Pharmaceutical: sedative, loop diuretic, anti-cholinergic, alpha-adrenergic, calcium
channel blochers
P : Psychologic disorder: depression
E : Endocrine disorder
R : Restricted mobility
S : Stoolilmpacrion

Tata laksana inkontinensia urin berupa tatalaksana non farmakologis, farmakologis


maupun pembedahan. Tidak ada satu modalitas terapi yang dapat mengatasi semua
jenis inkontinensia urin, sebaliknya satu tipe inkontinensia urin diatasi dengan
bebebrapa modalitas terapi bersama-sama.
a) Terapi non farmakologi
Terapi suportif onn spesifik berupa edukasi, manipulasi lingkungan, pakaian dan pads
tertentu. Intervensi tingkah laku berupa latihan otot dasar panggul, latihan kandung
kemih, penjadwalan berkemih, latihan kebiasaan
b) Terapi farmakologis
Terapi berupa terapi medikametosa
c) Pembedahan
Tindakan operasi dan pemakaian kateter

Terapi primer untuk berbagai tipe inkontinensia adalah sebagai berikut:


a) Tipe stress
- Latihan kegel
- Agonis adrenergic alpa
- Estrogen
- Onjeksi periuretral

19
- Operasi bagian leher kandung kemih
b) Urgensi
- Relaksan kandung kemih
- Estrogen
- Bladder training
c) Luber ( over flow)
- Operasi untuk mennghilangkan sumbatan
- Bladder retrainin
- Kateterisasi intermiten
- Kateterisasi menentap
d) Fungsional
- Intervensi behavioral
- Manipulasi lingkungan
- Pads

11) Nutrisi, cairan dan elektrolit pada pasien geriatri


Secara alami proses menjadi tua mengakibatkan seseorang mengalami perubahan
fisik dan menta, spiritual, ekonomi dan sosial. Masalah kesehatan yang dialami oleh
lanjut usia adalah munculnya penyakit degenerative akibat proses penuaan , gangguan
gizi, penyakit infeksi serta masalah gigi dan mulut.
Nutrien atau zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan
diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energy,
mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi enzim, hormone dan antibody.
Nutrient dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
a) Zat gizi makro: karbohidrat, protein, lemak
b) Zat gizi mikro: vitamin dan mineral
Malnutrisi yang terjadi pada lansia dikaitkan dengan iuran klinis yang buruk dan
merupakan indikator risiko meningkatnya komplikasi berbagai penyakit dan angka
mortalitas. Berbagai kondisi penyakit kronis telah dikaitkan dengan meningkatnya
kejadian malnutrisi. Identifikasi malnutrisi lebih awal dan dilakukan intervensi gizi dini
dapat memperbaiki defisiensi secara reversible. Umunya masalah gizi didefinisikan
menggunakan parameter antropometri, biokimia, berat badan, lingkar lengan, ketebalan

20
lipatan kulit trisep, indeks massa tubuh, kekuatan genggaman, konsentrasi serum
protein yang diproduksi oleh hati, energy dan fungsi imunologi. Karakteristik alat gizi
yang baik meliputi:
a) Skala yang dapat diandalkan
b) Definisi yang jelas tentang ambang batas
c) Kompatibilitas dengan ketrampilan umum
d) Bias minimal pengumpul data
e) Acceptability pada pasien
f) Relative murah dari segi biaya
Instrumen penilaian gizi mencakup dua jenis yaitu pertama bertujuan untuk
mengidentifikasi orang yang beresiko kekurangan gizi tetapi tidak digunkan untuk
diagnosis gizi yang disebut skrining gizi, kedua assesmen gizi yang telah
dikembangkan untuk mengevaluasi pasien dengan resiko gizi pada subjek nyang di
rawat di rumah sakit agar dapat menetapkan status gizi. Mini Nutritional Assesment
adalah alat ukur untuk mengukur status gizi pasien lanjut usia. MNA terdiri dari 18
pertanyaan yang mencakup 4 domain yaitu:
a) Assesmen anthropometri
b) Assesmen umum
c) Assesmen intake
d) Assesmen subjektif
Cairan dalam tubuh sekitar 60% dari berat badan laki-laki dewasa. Presentase
cairan tubuh bervariasi setiap individu tergantung jenis kelamin dan umur individu
tersebut. Pada orang dewasa memiliki total body water (TWB) sekitar 45-75% dari
berat badan. Total Body Water pada wanita lebih kecil dari pada laki-laki dewasa
dengan usia yang sama. Hal ini dikarenakan struktur tubuh wanita dewasa umumnya
lebih bannyak mengandung lemak.
Presentase cairan tubuh dibandingkan berat badan adalah sebagai berikut
a) Bayi baru lahir : 77%
b) 6 bulan : 72%
c) 2 tahun : 60%
d) 16 tahun : 60%
e) 20-39 tahun (pria/wanita) : 60%/50%

21
f) 40-59 tahun (pria/wanita) : 55%/45%
Total Body Water dibagi menjadi 2 komponen utama yaitu intra selular dan ekstra
selular. Dua pertiga bagian (67%) dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intra
selular) dan sepertiganya (33%) berada di luar sel (cairan ekstra selular). CIS
mempunyai kadar Na+, CL-, dan HCO3- yang lebih rendah dibandingkan CES dan
mengandung lebih banyak ion K+ dan fosfat serta protein yang merupakan komponen
utama intra selular. Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membrane plasma sel dalam
keadaan stabil namun tetap ada pertukaran. Transport membrane terjadi melalui
mekanisme pasif seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energy
sebagaimana transport aktif.
Seiring proses penuaan terjadi perubahan fisiologis yang menurunkan kemampuan
homeostatis. Perubahan tersebut terlihat adanya penurunan Total Body Water,
penurunan rasa haus, penurunan kemampuan ginjal dalam pertahankan air dan natrium,
penurunan laju filtrasi glomerulus, gangguan korteks adrenal, penurunan kadar rennin
dan aldesteron, penurunan sekresi insulin, peningkatan ANP (Atrial Natriuretic
Aldesteron ), penurunan level norepineprin plasma, penurunan dopamine renal, aktifitas
kinin-kalikrein serta penurunan sensitivitas ginjal terhadap hormone antidiuretic
(AHD) yang menyebabkan lansia mememrlukan perhatian khusus terhadap konsumsi
cairan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan cairan dan elektrolit adalah:
a) Gastroenteritis dan demam tinggi (DHF, Difteri, Thypoid)
b) Kasus pembedahan (Appendiktomi, splenektomi, section Caesar, histerektomi)
c) Penyakit lain yang menyebabkan pemasukan dan pengeluaran yang tidak seimbang
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang sering terjadi pada lansia
adalah:
a) Dehidrasi
b) Hipernatremia
c) Hiponatremia

Pemberian cairan dan elektrolit meliputi dua bagian dasar yang pertama resusitasi
cairan yang bertujuan untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akut, sehingga
menyebabkan syok dan kedua terapi rumatan yang bertujuan untuk memelihara

22
keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Pada kondisi
dehidrasi pada pasien usia lanjut terdapat dua jenis terapi yang dapat dilakukan
tergantung kondisi dehidrasi yang dialami, yaitu terapi rehidrasi oral dan terapi
rehidrasi parenteral. Terapi rehidrasi oral dilakukan pada penderita dehidrasi ringan
dengan memberikan terapi cairan secara oral sebanyak 1500-2500ml/24 jam
(30ml/kg/bb/24jam) untuk kebutuhan dasar, ditambah dengnan penggantian deficit
cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Resiko kelebihan cairan harus
diperhatikan denganmenghitung kebutuhan cairan per hari. Apabila terjadi kelebihan
cairan akan timbul tanda-tanda ortopnea, sesak nafas, perubahan pola tidur atau
confusion. Untuk terapi rehidrasi parenteral diberikan pada penderita dehidrasi sedang
sampai berat. Apabila cairan tubuh yang hilang sebagian besar air maka gunakan rumus
pemebrian cairan sebagai berikut:
Defisit cairan (Liter)= Berat badan total yang diinginkan – Berat badan total saat ini.
BBT yang diinginkan = Kadar Na serum x BBT saat ini
140
BBT saat ini (pria) = 50% x BB (kg)
BBT saat ini (wanita)= 45% x BB (kg)

12) Masalah Gigi dan Mulut


Perubahan sering terjadi pada gigi geligi yaitu atrisi, abrasi, erosi, demineralisasi
email, karies pada akar dan gigi hilang. Sedangkan pada jaringan pulpa gigi juga terjadi
perubahan yaitu reduksi gradual yang besar pada ruang pulpa, ruang pulpa mengecil,
suplai darah berkurrang, penurunan jumlah saraf, permiabilitas tubuli menurun. Hal ini
mengakibatkan pembentukan dentin sekunder terganggu, sensitivitas menurun, terjadi
perubahan warna gigi menjadi rapuh.
a) Atrisi: hilangnya subtansi gigi secara perlahan0-lahan akibat kontak antar gigi.
b) Abrasi: hilangnya subtansi gigi akibat gesekan dengan benda dari luar tubuh.
c) Erosi : hilangnya subtansi gigi yang disebabkan oleh proses kimia yang tidak
melibatkab bakteri.
d) Karies: suatu penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang megakibatkan
kerusakan struktur gigi dan bersifat kronik.

23
e) Tulang alveoli dan residuak ridge: adanya infeksi disekitar gigi,tekanan yang
berlebihan, osteoporosis dan penyakit sistemik.
f) Sendi temporomadibula: proses penuaan akan terjadi proses degenerasi pada
temporomandibula yaitu kondisi menjadi rata sehingga menyebabkan pergerakan
mandibular menjadi sulit.
g) Mukosa mulut: ssiring bertambahnya umur, maka akan terjadi perubahan struktur,
fungsi dan penurunan elastisitas sehingga terjadi perubahan pada kulit.
h) Jaringan periodontal: pada lansia kondisi periodontal berbeda antara oral hygiene
yang terpelihara dengan oral hygiene yang buruk
i) Kelenjar saliva: pada lansia penurunan sekresi saliva yang disebut xerostomia.
Fungsi saliva : pelumas bagi mukosa, mempertahankan keseimbangan ekologi mikroba,
cleansing mekanik, aktifitas antibacterial dan antifungal, memelihara PH pada rongga
mulut.
Pencegahan penyakit gigi dan mulut pada lansia adalah sebagai berikut:
a) Sikat gigi dengan cara yang benar
b) Gunakan alat bantu pembersihan gigi
- Tusuk gigi
- Benang gigi
c) Hindari makanan yang menyebabkan keruskan gigi
d) Kontrol rutin ke dokter gigi setiap 6 bulan

4. Caring
a. Pengertian caring
Caring secara umum dapat siartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi
bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukan perhatian, perasaan empati
pada orang lain dan perasaan cinta atau m,enyayangi yang merupakan kehendak
keperawatan. Caring adalah sentral praktik keperawatan karena caring merupakan suatu
cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan
kepeduliannya kepada klien ( Sartika & Nanda, 2011).
b. Tujuan caring
1) Membantu pelaksanaan rencana pengobatan atau terapi

24
2) Membantu pasien/klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi
kebutuhan dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan
meningkatkan fungsi dari tubuh pasien.
c. Konsep caring
Teori human caring yang dikembangkan oleh Jean Watson dikenal dengan Theory
of Human Caring, mempertegas bahwa caring adalah suatu jenis hubungan dan
transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan unuk meningkatkan dan
melindungi pasien sebagai manusia dengan demikian mempengaruhi kesanggupan
pasien untuk sembuh.
Faktor curative dalam caring adalah:
1) Membentuk system humanistic-altruistik
2) Menanamkan keyakinan dan harapan
3) Meninngkatkan kepekaan terhadap diri sendiri
4) Mebina hubungan saling percaya
5) Mengembangkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negative
6) Menggunakan metode ilmiah
7) Meningkatkan proses pembelajaran interpersonal
8) Menciptkan suasana suportif, korektif, dan protektif
9) Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia
10) Menghargai kekuatan eksternal

5. Pelayanan Home Care


a. Pengertian home care
Home care merupakan salah satu dari pelayanan kesehatan yang komprehensif,
terencana dan terkoordinasi. Home care pasien geriatri adalah pelayanan kesehatan
yang berkesinambungan yang diberikan kepada pasien geriatri dan keluarga di tempat
tinggal pasien yang bertujuan untuk meningkatkan dan memeprtahankan atau
memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan
akibat dari penyakit.

b. Tujuan home care

25
1) Membantu lanjut usia memelihara atau meningkatkan status kesehatan dan kualitas
hidupnya.
2) Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga
dengan masalah kesehatan dan kecacatan
3) Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar keluarga
4) Membantu lanjut usia tinggal atau kembali ke rumah dan mendapatkan perawatan
yang diperlukan
5) Biaya kesehatan akan lebih terkendali

c. Ruang lingkup home care


1) Pelayanan medic dan asuhan keperawatan
2) Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapiutik
3) Pelayanan rehabilitasi dan terapi fisik
4) Pelayanan informasi dan rujukan
5) Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
6) Hygiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan

d. Hambatan-hambatan perawatan lansia di rumah


1) Kurangnya tenaga kesehatan yang melakukan perawatan lansia di rumah
2) Belum ada sistem pembiayaan kesehatan secara khusus untuk menanggungnya
3) Pada beberapa kasus, pembiayaan bisa sangat tinggi
4) Respon anggota keluarga yang tidak dikehendaki
5) Masalah etik -legal

26
REFERENSI

Darmojo, R. Boedhi. 2009. Teori Menua. Dalam: BOedhi-Darmojo, Martono H, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed Ketiga.Jakarta.Balai Penerbit FKUI.h3-13

Kemenkes RI 2012. Pedomana Pelayanan Gizi lanjut Usia

Kozier, B, Erb, G, Bernan. A.J, & Snyder. 2011. Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta
ECG.

27
Martini, Ropse Dinda. 2004. Ulkus Dekubitus. Dalam: Siti Setiari, Idrus Alwi, Aru W
sudoyo, M Simadibrata, Bambang Setiyohadi, Ari Fahrial Syam, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakkit dalam ed Keenam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. H 3764-3770

Mc.Cusker, J, Cole, M. 2001. Delirium in older medical inpatients and subsequent cognitive
and functional status: a prospective study. CMAJ. 165: 575-83

Republik Indonesia. 2014. Permenkes No 79 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan


Geriatri di Rumah Sakit.

Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 25 Tahun


2016 tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019.

Schueren MAE. Nutritional screening, Assement, and Diagnosis Dietary Advice and Oral
Nutritional Supplements in Older Adults ESPEWN LLL Program 2015

28

Anda mungkin juga menyukai